Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

KADERISASI FUQAHA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM Muchsin, Agus
DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum Vol 8 No 2 (2010): DIKTUM : JURNAL SYARIAH DAN HUKUM
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.097 KB) | DOI: 10.35905/diktum.v8i2.310

Abstract

This article elucidates the regeneration of Islamic legal scholars in the context of the development of Islamic law. Using historical approach, this study shows that fiqh as a discipline did not exist in the early phase of Islam. The term fiqh in that phase referred to its etymologic meaning, i.e., comprehension. The companion of the prophet who had in-depth comprehension of Islam was termed faqih (plural: fuqaha). So, the term fiqh in its early phase of Islam signified an overall comprehension of all the teachings of God relating to belief, law, ethics, and other aspects. The regeneration according to Islamic perspective is aimed at preparing the candidates of highly intelligent, mature leader, with high moral integrity, who will guard and develop the identity of Islam as khair ummah (the best community). Nowadays, the cadre of Islam continues to exist to maintain and develop the regeneration of Islamic legal scholars through mosques, religious organizations, and pesantren (Islamic boarding schools).
URGENSI FIQH SAHABAT TERHADAP KONSTRUKSI METODOLOGI HUKUM ISLAM Muhammad Sabir; Agus Muchsin
Al-'Adl Vol 12, No 2 (2019): Al-'Adl
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/aladl.v12i2.1419

Abstract

Ketika Rasululah Saw masih hidup, segala persoalan yang dihadapi oleh para sahabat dapat terselesaikan  dengan mudah. Sebab rasulullah saw sebagai tempat mereka bertanya sebagai solusi atas permasalahan yang mereka hadapi. namun setelah wafatnya rasulullah saw maka terjadilah perbedaan pendapat atau pemahaman dikalangan para sahabat. Yang secara otomatis dibutuhkan langkah ijtihad sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi. Perbedaaan pemahaman dari kalangan para sahabat disebabkan karena beberapa faktor selain bertambah luasnya kawasan kekuasaan islam, perbedaan tingkat kapasitas kecerdasan atau pemahaman mereka terhadap suatu nash, serta perbedaan sosio-kultural antara satu daerah dengan daerah yang lain. Sehingga lahirla dua aliran yaitu aliran dari hijaz dan aliran iraq. Yang keduanya memiliki karakter atau ciri yang berbeda. Karakateristik yang menonjol pada fikih hijaz ialah menekankan pada dzahirnya suatu nash dan tidak melakukan interpretasi kecuali dalam keadaan terpaksa. Sementara fikih iraq sebaliknya ialah lebih mengandalkan rasio atau akal dalam menyelesaiakan suatu persoalan.
STUDI WAKTU DHUHA DALAM PRESPEKTIF FIQIH DAN HISAB ILMU FALAK Abd. Karim Faiz; Agus Muchsin; Wahidin
DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum Vol 18 No 2 (2020): DIKTUM: JURNAL SYARIAH DAN HUKUM
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (746.474 KB) | DOI: 10.35905/diktum.v18i2.1533

Abstract

Abstract : Dhuha time is a special time. Allah SWT swears in the name of Dhuha time and Dhuha time becomes one of the names of surah in Al-Qur'an. This privilege is also included by Allah SWT regarding the law of taklifi for the people of Prophet Muhammad SAW to perform prayers at dhuha time (Sunnah Dhuha Prayer). The scholars of madzhab differ in their opinion in determining the time and the law. Therefore, the writer will conduct a study (study) about the time of dhuha in two perspectives, namely the perspective of madzahib fiqh and hisab of Falak Science (astronomical). The formulations of the problems in this study are: first, how is the dhuha time in the perspective of madzahib fiqh? Second, how is the time of Duha in the perspective of falak? This research is a qualitative research (Library Research). The presentation of the data in this article uses the narrative method, which describes all the findings of the research data. As for the findings in the study of this paper, first there is a mistake of opinion in the initial determination of the time for Duha prayer. Second, According to astronomical hisab the time of Duha starts 18 minutes after the time of shuruq (sunrise). Keywords : Dhuha, Fiqh, Hisab.
The Phenomenon of Silariang in Legal Sociology Review Megawati Megawati; Rusdaya Basri; Suhartina Suhartina; Agus Muchsin
Jurnal Marital: Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2022): MARITAL: Kajian Hukum Keluarga Islam
Publisher : IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.053 KB) | DOI: 10.35905/marital_hki.v1i2.3365

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang fenomena nikah silariang di Kota Parepare tinjauan sosiologi hukum. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan (1) faktor penyebab terjadinya nikah silariang di Kota Parepare (2) dampak yang ditimbulkan akibat kasus nikah silariang di Kota Parepare (3) proses ma’deceng pelaku nikah silariang di Kota Parepare. Penelitian ini adalah field research dengan metode kualitatif deskriptif. Fokus penelitian ini adalah pemahaman masyarakat tentang nikah silariang tinjauan sosiologi hukum di Kota Parepare. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, yuridis formal dan sosiologis. Sumber data penelitian ini ialah sumber data primer dan sekunder dengan tehnik observasi, interview, dan dokumentasi. Adapun Analisis datanya menggunakan analisis induktif dan deduktif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Faktor penyebab terjadinya nikah silariang di Kota parepare dikarenakan berbeda pilihan orang tua, perbedaan suku, perbedaan status sosial dan ekonomi, bertengkar dengan orang tua, dan ketidakterbukaan pada orang tua (2) Dampak yang ditimbulkan akibat kasus nikah silariang di Kota Parepare adalah adanya kebencian antara keluarga pria dengan keluarga wanita, dan orang tua merasa sedih, kecewa dan sakit hati (3) Proses komunikasi dalam menyatukan kembali hubungan antara pelaku nikah silariang dengan keluarga adalah melalui proses mediasi, pelaku nikah silariang memberanikan diri pulang ke rumah orang tua untuk berdamai, mengirim foto pernikahan kepada orang tua, dan orang tua yang menghubungi dan meminta pelaku nikah silariang untuk pulang ke rumah. memelihara keturunan, memelihara harta.
Kontroversi Legalisasi Nikah Siri Melalui Isbat Nikah Di Pengadilan Agama Barru Zulkifli Zulkifli; Agus Muchsin; Muh. Ali Rusdi; Rusdaya Basri; Aris Aris
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 3 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i3.3318

Abstract

Pelaksanaan isbat nikah dilaksanakan atas dasar Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat (3) yang menyebut bahwa isbah nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan, Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian, Hilangnya Akta Nikah, Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan, Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974; dan Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Dalam perspektif fikih, isbat nikah dalam arti penetapan untuk dicatatkan memang bukan suatu kewajiban mengingat tidak adanya nash baik Alquran maupun hadis yang secara eksplisit menjelaskan tentang keharusan isbat nikah. Dampak yang ditimbulkan apabila hakim menolak bagi yang mengajukan itsbat nikah maka akan berdampak kepada pencatatan kependuduka,pendidikan anaknya dan pembagian harta karena status perkawinan suami istri tersebut tidak sah secara negara, sehingga suami dan istri tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai suami istri menurut negara, dan juga anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut dianggap anak luar kawin oleh Negara, begitupun dampaknya apabila semua diterima oleh hakim yang mengajukan istbat nikah maka dampak yang ditimbulkan adalah mudahnya bagi masyarakat untuk melakukan nikah siri, sehingga hal tersebut kontroversi.
Implementasi Modul Ajar Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Profil Pelajar Pancasila di SMP Negeri 2 Majene Muh. Muhyiddin R. Mahmud; Muhammad Saleh; Agus Muchsin; Sitti Jamilah Amin; Muzakkir Muzakkir
Journal on Education Vol 7 No 1 (2024): Journal on Education: Volume 7 Nomor 1 Tahun 2024
Publisher : Departement of Mathematics Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/joe.v7i1.6727

Abstract

This study aims to understand and analyze the implementation of Pendidikan Agama Islam (PAI) or Islamic Education teaching modules in shaping the profile of Pancasila students at SMP Negeri 2 Majene. Using a qualitative research method with a descriptive approach, data were collected through in-depth interviews, observations, and documentation. The results indicate that the implementation of the PAI teaching module at SMP Negeri 2 Majene has been effective in shaping the profile of Pancasila students. This teaching module integrates Pancasila values into the learning material, aiding students in understanding and practicing these values in their daily lives. Key factors supporting the successful implementation of the PAI teaching module include strong school support, high-quality teaching modules, and the commitment of teachers to teach and instill Pancasila values. However, some challenges were identified, such as limited instructional time and insufficient parental involvement in the value education process. The study concludes that the PAI teaching module significantly contributes to shaping the profile of Pancasila students at SMP Negeri 2 Majene. Recommendations include enhancing the quality of training for PAI teachers, strengthening collaboration between schools and parents, and developing more interactive and contextually relevant teaching modules that align with contemporary developments.