Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Paramita: Historical Studies Journal

Tracing the Historical Evolution of Form and Aesthetic Meaning in Dhadak Merak Reyog Ponorogo, 1920s-1990s Wijayanto, Heri; Sugianto, Alip; Djuwitaningsih, Ekapti Wahjuni
Paramita: Historical Studies Journal Vol 34, No 1 (2024): The Election and Political History
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v34i1.32396

Abstract

The Dhadak Merak Reyog Ponorogo is a mask that embodies aesthetic and philosophical values. Therefore, this study aims to capture the form of Dhadak Merak Reyog Ponorogo over time and uncover the values it represents. The methodology in this research uses a visual semiotics approach to explain the symbols in Dhadak Merak Reyog Ponorogo. The findings reveal that the development of Dhadak Merak was initially very simple, lacking peacock feathers, and performed by two people acting as jegol in the 1920s. Subsequently, the peacock appearance was neatly arranged, but it did not have peacock cohong until 1940. During the Sukarno period, the peacock cohong began adorning Dhadak Merak, giving it a realistic impression until the New Order era, when the form of Dhadak Merak was standardized. The evolution of Dhadak Merak’s form is related to the community’s social, political, and economic conditions. Dhadak Merak holds meanings that symbolize the representation of a king and queen, embodying high aesthetic and philosophical values for the people of East Java, Indonesia.Dhadak Merak Reyog Ponorogo merupakan sebuah topeng yang mengandung makna nilai estetis dan filosofis. Oleh karena itu penelitian ini ingin memotret bentuk Dhadak Merak Reyog Ponorogo dari waktu ke waktu serta mengungkap nilai yang terkandung di dalamnya. Metodologi dalam penelitian ini mengunakan pendekatan semiotika visual untuk menjelaskan simbol-simbol secara objektif yang terdapat dalam Dhadak Merak Reyog Ponorogo. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perkembangan Dhadak Merak pada awal sangat sederhana, belum memiliki bulu merak dan dimainkan oleh dua orang yang berperan sebagai jegol tahun 1920an. Selanjutnya tampilan burung merak sudah ditata dengan rapi tetapi belum memiliki cohong burung merak sampai dengan tahun 1940. Pada periode Sukarno, cohong burung merak sudah menghiasi Dhadak Merak sehingga terkesan realis sampai pada era Orde Baru ada pembakuan bentuk Dhadak Merak. Perjalan perubahan bentuk Dhadak Merak terkait dengan kondisi sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Dhadak Merak menyimpan makna yang melambangkan representasi dari raja dan permaisuri yang memiliki nilai estetik dan filosofi yang tinggi bagi masyarakat Jawa TImur, Indonesia.
Co-Authors Adi Santoso Afwani, Royana Agitha, Nadiyasari Agus, I Made Agus Tresna Agustina Dwi Wijayanti Ahmad Zafrullah Mardiansyah Aiyah Alfalah*, Muhammad Fathi Alfalah, Muhammad Fathi Alip Sugianto Alip Sugianto, Alip Aliyah Aliyah Andara, Melki Jonathan Ardi, Komala Khairani Ari Hernawan Arief Sulistiyono Arifianto, Dinar Ashrisnaini, Yudhia Azmi, Muhamad Nizam Baiq Rohiyatun Bimantari, Joselina Rizki Budiman Wijaya Chamidah, Siti Deni Saputra Dewi Intan Kurnia Djuwitaningsih, Ekapti Wahjuni Eka Dwi Nurcahya, Eka Dwi Ellysabeth Usmiatiningsih Fadlurrahman, Firgi Febriyansyah, Benny Fitriani Fitriani Futaqi, Faruq Ahmad Garnika, Eneng Gilang, Aditia Hadi Sumarsono Hardyansah, Fitrah Huwae, Raphael Bianco I B K Widiartha I Wayan Agus Arimbawa, I Wayan Agus Ida Bagus K Widiartha Irma Putri Rahayu Jatmika, Andy Hidayat Jatmika, Andy Hidayat Khairani Ardi, Komala Kurrotaa'yun, Baiq Dwi Zulianti Kuska, Dila Ayu Ramanda Latifah, Nur Izza Ma'we, Hannatul Maharani, Sisilia Nabilla Mahendra Putra Raharja Mardiansyah, Ahmad Zafrullah Moh. Ali Wisudawan Prakara Moh. Ali Wisudawan Prakarsa S Muh. Ibnan Syarif, Muh. Ibnan Muhammad Ari Rifqi Munaji, Munaji Murpratiwi, Santi Ika Nabilla Maharani, Sisilia Naning Kristiyana, Naning Noor Alamsyah Octariana, Ghina Briliana Fatin Praseba, Diki Purnomo, Rochmat Aldy Putra, Ahmad Fatoni Dwi Putra, I Gede Darmawan Adi Pratama Rachmadia, Rizki Rahaman, Mosiur Rahman, Pradita Dwi Ramadhani, Rizky Insania Rayani, Dewi Reyhan Adiba, Rahmat Rhesma Intan Vidyastari Rian Maulidani, Ahmad Riyanto, Didik Rizky, Dimas Maulana Rohmayani, Laeli Rosika, Herliana Saputra, Asep Rokhyadi Permana Saputri, Meilan Yulia Satria Utama, Satria Setyo Budhi Sideman, Ida SRI ANGGRAINI Sri Hartono, Sri Sritrisniawati, Shella Elly Sunarto Sunarto Suparjo Tajul Ma’arif, Muh Tulus Haryono, Tulus Utami, Wiwid Wedashwara Wirawan, I Gede Putu Wirarama Wedashwara, Wirarama Wesdawara, Wirarama Widanta, I Putu Widia Lingga, Elza Widowati Siswomihardjo Widya Oktary Setiawardhani Widyani, Aprilian Widyani, Aprillian Wiraguna, Diky Wirawan, I Gde Putu Wirarama Wedashwara Witarsana, I Nengah Dwi Putra Wulandari, Fidyah Ajeng Zahra, Dinda Zahrani, Nurul Qalbi Zubaidi, Ariyan