Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

KEMAUAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY VAKSIN DENGUE: TINJAUAN SISTEMATIS Nurficahyanti, Romadhina; Yasin, Nanang Munif; Endarti, Dwi
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 8 No. 3 (2024): DESEMBER 2024
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v8i3.34382

Abstract

Vaksin dengue menjadi salah satu upaya pencegahan penyakit demam berdarah namun di Indonesia vaksin dengue tidak ditanggung pemerintah dan masih sedikit masyarakat yang berminat untuk melakukan vaksinasi dengue. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesediaan membayar untuk vaksinasi dengue di seluruh dunia dengan mengkasi nilai WTP tiap negara tersebut dengue. Desain Penelitian: Tinjauan sistematis. Metode : Penelitian ini menggunakan metode tinjauan sistematis. Pencarian artikel dilakukan pada bulan September- November 2022. Database digunakan untuk pencarian artikel dari tahun 2012 hingga 2022 (kurun waktu 10 tahun). Studi yang memenuhi syarat diidentifikasi, dianalisis, dan dilaporkan mengikuti Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA). Kriteria inklusi adalah studi willingness to pay, vaccine dengue. Studi ini menghasilkan 9 artikel memenuhi kriteria penyertaan dalam bahasa inggris yang mengevaluasi WTP untuk vaksin dengue, baik vaksin yang telah ada ataupun hipotesis. Semua nilai WTP yang diekstraksi dikonversi ke tahun 2022 dalam mata uang Indonesia Rupiah (Rp) untuk perbandingan. Hasil : Studi ini menunjukkan bahwa kesediaan untuk membayar vaksin dengue di beberapa negara bervariasi dari dari Rp 221.271,- hingga Rp 1.212.902.-. Studi yang dilakukan di negara yang sama mungkin memiliki nilai WTP yang berbeda. WTP rata-rata untuk semua negara sebesar Rp 687.312,-. Kesimpulan: Dari evaluasi tiap negara, tingginya nilai WTP tidak sejalan dengan tingginya nilai PDB per kapita masing-masing negara. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai WTP bukan hanya PDB per kapita negara. Persepsi risiko, faktor sosio-ekonomi, metode evaluasi WTP yang digunakan, dan beberapa faktor lain yang perlu dikaji lebih lanjut juga mempengaruhi besaran WTP.
A Study on Lung Cancer Chemotherapy Regimen Administration at Universitas Gadjah Mada Academic Hospital Oktariyanto, Efel Erlambang; Yasin, Nanang Munif; Puspitasari, Ika
Academic Hospital Journal Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ahj.v6i2.99663

Abstract

Background: One of the main ways to treat lung cancer is through chemotherapy regimens. Due to the complexity of lung cancer pathophysiology, the variability of chemotherapy given tends to cause drug interactions and toxicity in patients.Objective: Based on this, this study aims to determine the characteristics of lung cancer patients and identify chemotherapy administration patterns based on the NCCN therapy guidelines, identify interactions and side effects of chemotherapy that occur in patients diagnosed with lung cancer who are undergoing outpatient therapy at the Universitas Gadjah Mada Academic Hospital.Method: This research was carried out with a case-series design, namely by conducting a study using descriptive methods that provide an overview of patient characteristics, chemotherapy regimen patterns and their conformity to NCCN guidelines, potential drug-drug interactions (DDIs), and the incidence of side effects experienced by patients. Data was collected retrospectively through medical records of lung cancer patients undergoing outpatient treatment in the period April 2022 – April 2023 who met the inclusion and exclusion criteria.Result: There were a total of 27 patients in this study with patient characteristics predominantly in the elderly age range (> 60 years), 18 patients (66.7%), with exon 19 mutation NSCLC lung cancer type (n = 13; 92.6%), stage IV (n = 25 ; 92.6%), as well as non-smoking patients (n = 15 ; 55.6%). Chemotherapy regimen patterns at Gadjah Mada University Academic Hospital for lung cancer patients included afatinib (n = 14; 51.9%), gefitinib (n = 12; 44.4%), and cisplatin pemetrexed (n = 1; 3.7 %) with conformity reaching 100% in the accuracy of indications, dosage and usage information. In this study, it was identified that there were 2 Potential DDIs that occurred in 1 patient (3.7%) with respective risks, namely C and B which included cisplatin-furosemide and cisplatin-ondansetron interactions. Side effects were known to occur in almost all patients (n = 23; 85.2%) where side effects in the form of skin toxicity and diarrhoea were the two most frequently identified types of side effects with a percentage of 59.3% (n = 16). and 40.7% (n = 11).Conclusion: More than 90% of NSCLC showed exon 19 mutation. The most chemotherapy given to the patients was afatinib. There were a potential interaction between cisplatin and either furosemide or ondansetron.
Perbedaan Gambaran Klinis dan Hasil Laboratorium antara Pasien COVID-19 dengan komorbid PPOK dan non-PPOK Nurjanna, Sitti; Ikawati, Zullies; Yasin, Nanang Munif
Majalah Farmaseutik Vol 20, No 4 (2024)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v20i4.88530

Abstract

Coronavirus disease-19 adalah infeksi virus yang sangat menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut parah Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Salah satu penyakit yang dikaitkan dengan resiko tinggi perparahan penyakit COVID-19 adalah orang dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena COVID-19 mempengaruhi system pernafasan, kondisi kerusakan paru-paru pada pasien PPOK dapat menjadi penyebab akibat paru-paru sulit untuk melawan infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik pasien COVID-19 non PPOK dengan pasien COVID-19 komorbid PPOK yang dirawat di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) Yogyakarta pada tahun 2020 hingga 2022. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cohort retrospektif yang bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan sumber rekam medis beserta nilai laboratorium pasien. sampel yang memenuhi kritera inklusi dalam penelitian ini sebanyak 67 pasien yang dipilih dengan metode consecutive sampling. Hasil penelitian adanya perbedaan signifikan pada jenis kelamin (P = 0,002) dengan didominasi laki-laki (78,1%) pada kelompok PPOK dan paling banyak perempuan pada pasien non-PPOK (60%). Rentang usia pasien non-PPOK 40-60 tahun (51,4%) sedangkan pada kelompok komorbid PPOK lebih banyak berusia ≥60 tahun (93,8) (P = 0,000). Gambaran perbedaan karakteristik klinis dan temuan laboratorium kelompok pasien nonPPOK menunjukkan gejala paling umum adalah batuk (74,3), demam (57,1%), mual (45,7%) dan sesak (42,9%), sedangkan pasien dengan komorbid PPOK menunjukkan gejala paling umum ditemukan adalah sesak (90,6%), batuk (87,5%), demam (65,6%) dan lemas (50%). Terdapat perbedaan signifikan pada gejala lemas (P = 0,021) dan sesak (P = 0,000). Pada temuan nilai laboratoium pada kedua kelompok uji pasien non PPOK dan pasien dengan komorbid PPOK ditemukan paling banyak penurunan limfosit (80%; 100%), diikuti dengan kenaikan peningkatan jumlah neutrofil (85,7%; 93,8%) dan peningkatan angka leukosit (60%; 50%). Ditemukan perbedaan signifikan pada hasil laboratorium anemia               (P = 0,018), pneumonia (P = 0,004) dan Limfositopenia (P = 0,008). 
Perbandingan Efektivitas dan Keamanan Terapi Antidiabetika pada Pasien Diabetes dengan Penyakit Ginjal Kronik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Safitri, Nurul; Andayani, Tri Murti; Yasin, Nanang Munif
Majalah Farmaseutik Vol 20, No 3 (2024)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v20i3.93498

Abstract

Kontrol glikemik pada pasien DMT2 memiliki hubungan terhadap kadar serum kreatinin sehingga pemberian terapi yang efektif dan aman menjadi fokus utama dalam terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan efek samping terapi diabetes melitus yaitu insulin dibanding glikuidon pada pasien diabetes melitus (DM) dengan PGK pada pasien rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cohort retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode consecutive sampling dengan cara meninjau catatan medis pasien rawat jalan penderita diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan komplikasi PGK yang menerima terapi antidiabetik insulin maupun antidiabetik glikuidon di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta periode Januari – April 2022. Sebanyak 120 pasien diabetes dengan PGK yang menjalani rawat jalan, 64 pasien memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia pasien didominasi oleh usia 18-59 tahun (82,81%), pasien pada penelitian ini lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki yaitu 23 pasien kelompok glikuidon (71,87%) dan 15 pasien kelompok insulin (46,87%). Terjadi penurunan kadar GDP dan GD2JPP pada kedua kelompok setelah 6 bulan periode terapi. Tidak ditemukan adanya kejadian hipoglikemia pada kedua kelompok. Kelompok glikuidon menunjukkan penurunan fungsi ginjal yang tidak signifikan dibandingkan insulin. Kelompok insulin memiliki rata-rata nilai eGFR sebelum terapi sebesar 49,65 mL/mnt/1,73 m 2 dan setelah terapi selama 6 bulan sebesar 60,74 mL/mnt/1,73 m 2. Terdapat perbaikan nilai ureum pada kedua kelompok walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan berdasarkan statistik.
Penggunaan Antibiotik Profilaksis dalam Setting Klinik Bedah: Suatu Studi Cross-Sectional Kurniawati, Fivy; Yasin, Nanang Munif; Rini, Desi Setya; Hidayatika, Annisa
Majalah Farmaseutik Vol 20, No 4 (2024)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v20i4.99639

Abstract

Bedah merupakan salah satu komponen pelayanan kesehatan yang penting karena selain dapat menghilangkan penderitaan pasien bedah juga melibatkan biaya yang mahal. Penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat pada pembedahan merupakan hal yang penting dalam keberhasilan penyembuhan luka pasien untuk kembali normal, selain itu juga terkait pencegahan terhadap percepatan resistensi antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan mengindentifikasi kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pasien bedah digesti dan bedah ortopedi dewasa di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif melalui rekam medis pasien. Pasien yang masuk dalam penelitian ini adalah pasien usia 18- 64 tahun mendapat antibiotik profilaksis dengan data rekam medis lengkap. Data dianalisis dan ditampilkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 146 pasien yang terlibat dalam penelitian ini terdapat 71,9 % pasien sesuai indikasi, 45,2 % pasien sesuai jenis antibiotik dengan penggunaan terbanyak adalah seftriakson, 22,6 % pasien sesuai durasi, dan 15,1 % pasien sesuai dosis dan waktu administrasi. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien menerima antibiotik profilaksis sesuai indikasi tetapi tidak pada dosis dan waktu pemberian.
New PK/PD profile improvement following cephalosporin extended infusion : a systematic review Nurani, Melisa Rizky; Widyati, Widyati Widyati; Yasin, Nanang Munif
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA Vol 22 No 2 (2024): JIFI
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jifi.v22i2.1583

Abstract

Antimicrobial resistance is a global problem that is currently experienced in various countries, both developed and developing countries. The lack of discovery of new antibiotics and the increasing incidence of Multidrug–Resistant Organisms (MDROs) have sparked several efforts to optimize the administration of currently available antibiotics. Modifications in the pharmacokinetic and pharmacodynamic profiles are one of the strategies carried out, namely by extending the duration of infusion. Cephalosporins are time-dependent antibiotics; the longer they are exposed to an infusion, the more potent they are against bacteria. This is so that the drug concentration can remain above the MIC (Minimum Inhibitory Concentration) for an extended period of time throughout the infusion. In this study, articles available in Pubmed and Google Scholar from 2013-2023 using the PRISMA method related to the extension of the duration of cephalosporin infusion were evaluated. The search strategy used the keywords continuous infusion, extended infusion, prolong infusion, cefazolin, cefuroxime, ceftriaxone, ceftazidime, cefotaxime, and effectiveness. From the research results, it was found that continuous infusion was better able to achieve the desired target drug levels compared to intermittent infusion and IV bolus administration.
Evaluasi Kesesuaian Penerapan Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik Pada Penyalur Alat Kesehatan Di DIY Faluti, Dimas Rizki; Wiedyaningsih, Chairun; Yasin, Nanang Munif
Majalah Farmaseutik Vol 21, No 1 (2025)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v21i1.90984

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan yang dialami oleh PAK Pusat di DIY dalam mendapatkan sertifikat CDAKB dari Kemenkes RI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian pelaksanaan kegiatan distribusi PAK Pusat di DIY terhadap standar CDAKB dan memahami faktor yang memengaruhi tercapainya kesesuaian kegiatan distribusi PAK Pusat dengan standar CDAKB. Desain penelitian adalah deskriptif evaluatif pada 20 PAK Pusat secara purposive sampling di DIY selama 3 bulan penelitian. Pendekatan kuantitatif menggunakan instrumen kuesioner dan pendekatan kualitatif menggunakan pedoman wawancara kepada PJT Alkes. Analisa data kuantitatif dengan perhitungan persentase tingkat kesesuaian pelaksanaan 13 aspek standar CDAKB pada PAK Pusat, kemudian dikategorikan dalam katagori sesuai dan belum sesuai, sedangkan data kualitatif disajikan dengan menarasikan faktor yang memengaruhi tercapainya kesesuaian dengan standar CDAKB. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesesuaian kegiatan distribusi PAK Pusat di DIY terhadap standar CDAKB adalah 75%, sedangkan faktor yang memengaruhi kesesuaian kegiatan distribusi PAK Pusat dengan standar CDAKB adalah karakteristik PAK Pusat, faktor manusia, faktor sistem dan faktor lingkungan. Kesimpulan penelitian, masih terdapat ketidaksesuaian kegiatan distribusi PAK Pusat di DIY dengan standar CDAKB dan faktor yang memengaruhi kesesuaian perlu ditindaklanjuti dengan usaha melaksanakan kegiatan distribusi sesuai standar CDAKB baik dari sisi ketersediaan sarana-prasarana serta dokumen pendukung.
Perbandingan antara Efektivitas Penggunaan Fluorokuinolon VS Beta-Laktam dan/atau Makrolida pada Pasien Pneumonia Komunitas Rawat Inap: Sebuah Kajian Literatur Riandika, Andi Amelia Sari; Yasin, Nanang Munif; Nuryastuti, Titik
Majalah Farmaseutik Vol 21, No 1 (2025)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v21i1.94339

Abstract

Pneumonia komunitas merupakan infeksi pneumonia yang diperoleh dari lingkungan masyarakat atau dari luar rumah sakit, di mana rejimen antibiotik pasien dengan pneumonia komunitas adalah monoterapi fluorokuinolon (FK) atau dengan kombinasi beta laktam (BL) dan  makrolida (MD). Review ini membandingkan efektivitas penggunaan antara monoterapi FK dengan BL±MD pada pasien dewasa pneumonia komunitas yang dirawat inap. Studi kontrol terandomisasi dilibatkan dalam review artikel ini mengikuti daftar checklist PRISMA. Hasil review dari 6 studi kontrol terandomisasi menunjukkan bahwa monoterapi dengan FK memiliki efektivitas yang serupa dengan terapi rejimen BL+MD pada pasien pneumonia komunitas mild hingga moderate. Monoterapi BL, rejimen BL+MD, dan monoterapi FK memiliki efektivitas yang serupa pada pasien pneumonia komunitas mild hingga moderate dan yang dirawat inap di ruangan non intensive care unit (non-ICU). Monoterapi MD tidak kalah dengan monoterapi FK dari segi efektivitas pada pasien pneumonia komunitas bakterial mild hingga moderate. Kesimpulannya, antara monoterapi FK, monoterapi BL, monoterapi MD, dan kombinasi BL+MD memiliki profile efektivitas yang serupa.
Studi Perbandingan Penggunaan Antiplatelet Sebelum Dan Sesudah Adanya “Clinical Pathway Stroke Iskemik” Ni’mah, Farihatun; Kurniawati, Fivy; Yasin, Nanang Munif
Majalah Farmaseutik Vol 21, No 1 (2025)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v21i1.104705

Abstract

Stroke merupakan penyebab kematian dan disabilitas jangka panjang. Sebagian besar kejadian stroke adalah stroke iskemik. Pemberian antiplatelet secara tepat perlu dilakukan untuk mencegah kejadian stroke berulang dan kejadian kardiovaskuler lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penggunaan obat antiplatelet, ketepatan penggunaan antiplatelet, dan gambaran status keluar pasien pada pasien stroke iskemik sebelum dan sesudah berlakunya “Clinical Pathway (CP) Stroke Iskemik” di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang pengambilan datanya dilakukan secara retrospektif dengan metode purposive sampling. Subyek penelitian terdiri dari 32 pasien sebelum berlakunya CP dan 32 pasien sesudah berlakunya CP. Evaluasi ketepatan penggunaan antiplatelet dilakukan menggunakan standar pelayanan medik dan Formularium RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, American Heart Association/American Stroke Association guideline untuk pasien sebelum berlakunya CP dan “Clinical Pathway Stroke Iskemik” RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk pasien sesudah berlakunya CP. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 64 pasien (32 pasien sebelum CP dan 32 pasien sesudah CP), 20 pasien periode sebelum berlakunya CP mendapatkan antiplatelet aspirin, klopidogrel, cilostazol, dan 25 pasien periode setelah berlakunya CP mendapat antiplatelet aspirin, klopidogrel. Ketepatan penggunaan antiplatelet pada pasien sebagian besar adalah tepat, dengan kriteria tepat indikasi (62,5% sebelum berlakunya CP; 78,1% sesudah berlakunya CP), tepat obat (100% sebelum berlakunya CP; 56% sesudah berlakunya CP), tepat dosis (75% sebelum berlakunya CP; 80% sesudah berlakunya CP), dan tepat pasien (100% sebelum berlakunya CP; 100% sesudah berlakunya CP). Status keluar pasien sebagian besar dengan status membaik (sebelum berlakunya CP sebanyak 19 pasien; sesudah berlakunya CP sebanyak 23 pasien). Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan CP dapat meningkatkan ketepatan dalam pemilihan antiplatelet yang tepat.
Direct Medical Costs of Diabetes and the Foot Ulcer Outpatients in A General Hospital, Yogyakarta Untari, Eka Kartika; Andayani, Tri Murti; Yasin, Nanang Munif; Asdie, Rizka Humardewayanti
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 15, No 2
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.90615

Abstract

Background: In addition to the financial burden that Diabetes Mellitus (DM) places on diabetics and their families due to the complications of Diabetic Foot Ulcers (DFU), treatment costs are escalating. Along with the costs associated with diabetic impairments, direct medical costs may contribute significantly to the financial burden of diabetes.Objectives: This study aimed to determine expenditures associated with DFU, identify cost-influencing factors, and compare the costs of patients with DFU and those without ulcers.Methods: To achieve this objective, this study employed a cross-sectional design and included 198 medical records of DM patients who met the following criteria: age range of 18 to 60 years; type 1 or type 2 DM; receipt of anti-diabetics; payment information; absence of autoimmune or end-stage chronic disease; and absence of corticosteroid. The significance of the cost difference between DFU and non-ulcer patients was evaluated using parametric and non-parametric tests as well as linear regression analysis to determine the cost-influencing factors.Results: This study included 188 patients with type 2 diabetes and ten patients with type 1 diabetes. A total of 131 people with diabetes did not have ulcers, while 67 had a history of DFU. The average direct medical expenses for patients with DFU are IDR 760,146.32, compared to IDR 542,51.24 for patients without ulcer.Conclusion: The presence of ulcers and glycemic conditions had an effect on the direct costs; insulin use also affected the direct costs. The direct costs of diabetic ulcer were significantly higher than non-ulcer, and they were predominantly affected by insulin prescribing.