Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Gambaran pelaksanaan swamedikasi dan pendapat konsumen apotek mengenai konseling obat tanpa resep di wilayah Bantul candradewi, susan fitria; Kristina, Susi Ari
Pharmaciana Vol 7, No 1 (2017): Pharmaciana
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.429 KB) | DOI: 10.12928/pharmaciana.v7i1.5193

Abstract

Penggunaan  obat tanpa resep dalam upaya swamedikasi telah dilakukan secara luas oleh masyarakat untuk mengobati berbagai kondisi penyakit ringan. Obat-obat yang sering digunakan dalam swamedikasi pada umumnya termasuk ke dalam golongan obat tanpa resep. Perilaku masyarakat daam swamedikasi dipengaruhi beberapa hal salah satunya kemudahan mengakses berbagai informasi mengenai obat, dan juga merupakan salah satu pertimbangan konsumen dalam pemilihan obat. . Perkembangan konsep “Pelayanan Kefarmasian” berarti Apoteker secara langsung bertanggung jawab pada pasien dalam peningkatkan mutu pelayanan sehingga Apoteker memiliki kewajiban dalam pemberian informasi yang benar terkait penggunaan obat-obat tanpa resep. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat konsumen apotek mengenaikonseling obat tandap resep dan gambaran pelaksanaan swamedikasi di wilayah bantul. Rancangan penelitian deskriptif dengan metode penelitian survei secara langsung menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Penentuan sampel apotek dan pasien dilakukan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tiga golongan obat yang paling banyak dibeli dalam pelaksanaan swamedikasi adalah analgesik antipiretik (28,8%), vitamin/suplemen (19,3%), dan obat batuk pilek (15,1%). Sebagian besar konsumen telah mengetahui aturan pemakaian obat (71%0, dan Apoteker merupakan faktor pertimbangan dalam pemilihan obat (34%). Sebanyak 95,7% konsumen mengaku membaca label obat pada saat pertama kali pembelian (95,7%). Pendapat konsumen mengenai konseling yaitu bahwa sebagian besar memerlukan adanya konseling obat tanpa resep (89%), sebanyak 24,8% pernah mendapatkan konseling obat tanpa resep dengan durasi konseling 1-5 menit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Gambaran pelaksanaan swamedikasi obat tanpa resep di Wilayah Bantul menunjukkan bahwa golongan obat tanpa resep yang paling banyak dibeli adalah analgesik antipiretik. Pelaksanaan swamedikasi obat tanpa resep di wilayah Bantul sudah dilakukan dengan baik, ditunjukkan dengan sebagian besar konsumen pernah mendapatkan konseling dengan durasi 1-5 menit. Konsumen juga merasa perlu mendapatkan konseling obat tanpa resep oleh Apoteker.
Pengaruh Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Analgetik di Kecamatan Cangkringan Sleman Cahyaningsih, Indriastuti; Wiedyaningsih, Chairun; Kristina, Susi Ari
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 13, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mmjkk.v13i2.1060

Abstract

Banyaknya pilihan obat bebas golongan analgetik menyebabkan masyarakat kesulitan memilih obat yang tepat dan cenderung memilih tanpa mengetahui kesesuaian khasiat dan mutu obat dengan penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan leaflet terhadap tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan analgetik di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah eksperimental kuasi dengan One-Group Pretest-Postest Design. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan mengikutsertakan 33 responden. Tingkat pengetahuan diperoleh melalui pengisian kuesioner pada saat pre-test dan post-test. Pre-test dilakukan sebelum penyuluhan, sedangkan post-test dilaksanakan 1 bulan setelah penyuluhan. Penyuluhan dilaksanakan satu kali dengan metode ceramah dan alat bantu leaflet. Uji perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan dianalisis menggunakan  paired sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan responden sebelum dilakukan penyuluhan sebagian besar tergolong sedang (48,48%) dan setelah dilakukan penyuluhan sebagian besar tergolong tinggi (84,84%). Hasil analisis menunjukkan terdapat peningkatan pengetahuan tentang analgetik yang bermakna sebelum dan sesudah penyuluhan (p = 0,000) dengan kenaikan sebesar 26,36%. Disimpulkan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah dengan alat bantu leaflet dapat meningkatkan pengetahuan tentang analgetik. A large number of analgesic nonprescription drugs make people difficult to choose the right medication and tend to choose without knowing the suitability between the efficacy and quality of medicines and their diseases. This study aims to determine the effect of the education with the lecture method and leaflet toward the level of public knowledge about the use of analgesics in Cangkringan, Sleman Regency, Yogyakarta.This research was quasi-experimental research design with one-group pretest-posttest design. Sampling method was purposive sampling with 33 respondens. Level of knowledge were obtained through questionnaires at pretest and posttest. Pretest was measured right before education session, while postest was conducted a month after education session. Education session was given once with the lecture method and leaflet. The differences in the level of knowledge between before and after education session were analyzed using paired sample t-test. The results showed that the prior level of knowledge were largely classified as moderate (48.48%) and after education session most of the respondent categorised high (84.84%). The analysis showed that there was an increase as 26.36% in the knowledge about analgesics after the education session Concluded that the education with the lecture method and leaflet can improve knowledge of analgetic.
ELECTIVE COURSE DEVELOPMENT AND EVALUATION FOR THIRD-YEAR PHARMACY STUDENTS ON PHARMACY HEALTH COACHING IN INDONESIA Alexxander, Alexxander; Puspitasari, Ika; Kristina, Susi Ari; Pratiwi, Restu Dwi
Jurnal Insan Farmasi Indonesia Vol 6 No 2 (2023): Jurnal Insan Farmasi Indonesia
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ISFI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36387/jifi.v6i2.1603

Abstract

To describe our experiences in developing an elective course for third-year pharmacy students on pharmacy health coaching, as well as to evaluate its effects on students' attitudes, knowledge, and skills. The 3 Co-TEAM models consist of 18 hours of course modules. A multiple-choice and essay quiz was used to assess students' mastery of essential abilities pre and post elective courses. After the last teaching session, students' self-perceived attitude, knowledge, and skills were evaluated through a voluntary survey. Of the 60 students in the third year, only 7 students are willing to voluntarily take the elective course. The development of the curriculum resulted in a course of 3 modules, the duration of each course was 2 hours. Results showed that there was a significant improvement in knowledge overall mean score before and after the course (38.79, SD=7.11 and 81.21, SD=5.34, respectively, p<0.05). The overall mean composite score in the student’s perceived attitudes, knowledge, and skills was increased by 48.35%, 96.43%, 51.91%, respectively; p<0.05. This elective course has proven to be a successful way of educating pharmacy students. We advocate the incorporation of this style of education into the learning process to improve student's learning experiences while still supporting traditional healthcare learning.
Analisis Biaya Penyakit Pneumonia pada Pasien Dewasa di Rumah Sakit Rastiti, Liza; Kristina, Susi Ari; Andayani, Tri Murti
Majalah Farmaseutik Vol 19, No 4 (2023)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v19i4.80728

Abstract

Pneumonia adalah salah satu penyakit dengan pembiayaan perawatan di rumah sakit yang paling tinggi di Amerika Serikat, dengan biaya $9,5 miliar secara nasional. Beban ekonomi pneumonia di Filipina sebesar 8,48 miliar peso filipina (PHP) untuk Community-acquired Pneumonia (CAP) Moderate Risk dan PHP 643,76 juta untuk CAP-High Risk. Belum ada penelitian terkait beban ekonomi penyakit pneumonia pada pasien dewasa di Indonesia hingga penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya penyakit pneumonia rawat inap pasien dewasa, komponen-komponen biayanya, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan dengan metode observasional analitik dengan desain cross-sectional. Analisis biaya penyakit dilakukan dalam perspektif rumah sakit dengan pendekatan prevalensi. menggunakan metode bottom-up. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif pada periode 1 Juli – 31 Desember 2021. Subjek penelitian adalah semua pasien pnuemonia rawat inap dewasa dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tidak terdiagnosis sebagai pasien COVID-19. Hasil penelitian diperoleh 49 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Total biaya penyakit pneumonia rawat inap pada pasien dewasa sebesar Rp 369.748.868,00. Rata-rata biaya penyakit dalam satu episode rawat inap per pasien (± SD) sejumlah Rp 7.545.895.27 ±  5.057.691,81. Komponen biaya terbesar adalah biaya obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dengan proporsi 46,11% dari jumlah biaya penyakit pneumonia. Faktor Length of Stay (LOS) dan komorbiditas berpengaruh terhadap biaya penyakit pneumonia (p<0.05).
Hubungan Persepsi Telemedicine dengan Kesediaan Menggunakan Telemedicine Pada Mahasiswa Farmasi Yogyakarta Banowati, Autsan Dwi; Kristina, Susi Ari; Puspandari, Dyah Ayu
Majalah Farmaseutik Vol 19, No 4 (2023)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v19i4.85001

Abstract

Telemedicine merupakan bagian dari telehealth yang mengacu semata-mata pada penyediaan layanan perawatan kesehatan dan pendidikan jarak jauh, dengan menggunakan teknologi telekomunikasi. Apoteker dapat memberikan revolusi kemajuan telehealth untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia. Salah satunya telemedicine dan telefarmasi merupakan hal penting dalam perawatan kesehatan yang wajib dilakukan oleh apoteker. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan antara karakteristik responden terhadap persepsi telemedicine dan hubungan persepsi telemedicine terhadap kesediaan menggunakan telemedicine. Penelitian ini menggunakan metode survey cross sectional study untuk mengukur persepsi telemedicine dan kesediaan menggunakan terhadap telemedicine. Pengambilan sampel dilakukan di 5 perguruan tinggi Yogyakarta dengan pengambilan data melalui GoogleForm. Sampel penelitian dipilih menggunakan teknik convenience sampling, dengan minimal sampel 422 responden. Telah dilakukan expert judgement oleh dosen pembimbing dan face validity. Uji analisis yang dilakukan adalah deskriptif dan uji statistik Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki persepsi telemedicine positif (95,24%). Uji Chi-square menunjukkan adanya hubungan persepsi telemedicine dengan usia (p=0,000), tahun ajaran (p=0,000), perguruan tinggi (p=0,000). Adanya hubungan kesediaan menggunakan dengan perguruan tinggi (p=0,024), pendapatan orangtua (p=0,018), domisili (p=0,029), pernah menggunakan (p=0,000). Adanya hubungan persepsi telemedicine dengan kesediaan menggunakan (p=0,000). Diperlukan upaya bagi pemerintah mengoptimalkan implementasi telemedicine berupa kebijakan dan kesiapan bagi tenaga kesehatan terutama calon apoteker.
Perancangan Desain Model Management Inventory System Apotek Doko, Karmelia Intany; Kristina, Susi Ari; Lazuardi, Lutfan
Majalah Farmaseutik Vol 20, No 2 (2024)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v20i2.89120

Abstract

Salah satu standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah pengelolaan obat dan dapat dijadikan indikator mutu pelayanan kefarmasian di apotek. Sistem informasi merupakan salah satu faktor pendukung kefektifan dan efisiensi pengelolaan obat. Sistem informasi manajemen (SIM) saat ini terbatas pada pencatatan dan pelaporan proses operasional yang ada di apotek dan belum ada fitur tambahan dalam pengelolaan obat di apotek. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model sistem informasi manajemen pengendalian persediaan obat melalui pendekatan user centered design (UCD). Penelitian ini merupakan deskriprif yaitu analisis kebutuhan pengguna menggunakan metode focus group discussion (FGD) dan observasi. Prototype didesain dapat berinteraksi langsung ke pengguna untuk dapat dilakukan perancangan lanjutan. Subyek penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari 5 orang pemilik sarana apotek (PSA) dan 5 orang apoteker. Kebutuhan data dalam pengelolaan obat di apotek meliputi data barang, data satuan, data supplier, data penerimaan dan penjualan, data inkaso, data barang rusak dan kadaluarsa, data usulab obat baru, data pengadaan dan data stock opname. Desain sistem pengelolaan obat yang dibuat merupakan desain dalam bentuk data flow diagram (DFD). Kesimpulan penelitian ini adalah perlu dibuat desain model lanjutan pengelolaan obat yaitu entity relationship diagram (ERD), data dictionary, dan data dummy sehingga akan menghasilkan prototype sistem informasi yang bisa berjalan tanpa adanya error pada sistem.
Pengaruh Brief Counseling Apoteker terhadap Kepatuhan Pengobatan dan Perbaikan Tekanan Darah Pasien Hemodialisa Yasin, Nanang Munif; Filliana, Ulfa; Kristina, Susi Ari
Majalah Farmaseutik Vol 20, No 3 (2024)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v20i3.92562

Abstract

Intervensi hemodialisa memunculkan berbagai komplikasi, paling banyak yaitu hipertensi yang dapat meningkatkan resiko rawat inap dan kematian lebih cepat. Polifarmasi, ketidakpatuhan minum obat, dan kurangnya pemahaman pasien menjadi faktor penyebab target tekanan darah sulit tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh brief counseling apoteker terhadap kepatuhan pengobatan dan perbaikan tekanan darah pasien hemodialisa. Rancangan penelitian quasi-experimental dengan desain pretest-posttest with control group. Intervensi brief counseling dilakukan 1x seminggu selama 1 bulan menggunakan teknik 5A dan alat bantu leaflet pada pasien hemodialisa dengan kriteria inklusi eksklusi selama bulan September-Oktober 2023. Data dianalisis statistik menggunakan uji Paired sample t-test dan Wilcoxon test untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok, uji Independent sample t-test dan Mann Whitney test untuk melihat perbedaan antar kelompok setelah intervensi. Sebanyak 57 responden terdiri dari 29 kelompok kontrol dan 28 kelompok intervensi, menunjukkan bahwa kelompok intervensi terdapat peningkatan kepatuhan dengan selisih skor pretest posttest Δ2,71±1,822 dibandingkan kelompok kontrol Δ-0,44±1,152 (p<0,001), perbaikan tekanan darah yaitu penurunan sistolik dengan selisih skor pretest posttest Δ-12,07±8,969 dibandingkan kelompok kontrol Δ-2,55±4,695 (p<0,001) dan diastolik dengan selisih skor pretest posttest Δ-5,03±5,439 dibandingkan kelompok kontrol Δ-0,86±4,420 (p=0,004). Intervensi brief counseling apoteker disimpulkan dapat memperbaiki kepatuhan dan tekanan darah pasien hemodialisa.
Current Self-Medication Practices and Literacy among People in Yogyakarta Province, Indonesia: A Cross-Sectional Study Ekasari, Marlita Putri; Kristina, Susi Ari; Yuliani, Rizka Prita
Majalah Farmaseutik Vol 20, No 3 (2024)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v20i3.98598

Abstract

In developing countries, self-medication is now becoming a common lifestyle as primary health care. Despite the benefits, the current challenges of inappropriate self-medication practices have potential risks for drug abuse and can lead to drug resistance. Therefore, the aim of this descriptive cross-sectional study was to assess the practice of self-medication related to public knowledge and health literacy in Yogyakarta Province among a sample of 954 respondents who consented to fulfill a validated questionnaire. A convenience sampling approach was applied. Descriptive analysis was performed to describe knowledge and practice of self-medication, and a chi-square test was used for bivariate analysis (p<0.05). The majority of respondents are female (62.58%) with age more than 50 years old (32.91%), and have chronic diseases (38.26%). Moreover, 43.29% of respondents have a low educational background. The results showed predominantly of the respondents had poor knowledge (51.39%) and lack of medicine literacy (53.88%). It seems educational background and chronic medical conditions are associated with the poor practice of self-medication. In conclusion, respondents in Yogyakarta had low knowledge and health literacy level of self-medication and it performs a poor practice. Health education of self-medication should be considered to improve the appropriate practices, especially among individuals with chronic diseases.
THE ROLES OF HEALTH PROFESSIONS EDUCATION IN DEVELOPING ECO-ETHICAL LEADERSHIP Susani, Yoga Pamungkas; Hartanti, Wika; Kristina, Susi Ari
Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia: The Indonesian Journal of Medical Education Vol 12, No 2 (2023): Juni
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jpki.80516

Abstract

Background: Climate change has become a global problem that has a wide impact on human life. It is a moral responsibility for humans to participate in protecting the earth and slowing the destruction of the earth. The role of medical and health profession education is important in producing health workers who are aware of the importance of protecting the environment and have leadership characteristics that are able to drive system change towards environmental improvement. This article is a recommendation from the I AM HPExplore Webinar Series 2022, Webinar #4. This article aims to provide literacy on the importance of eco-ethical leadership in medical and health education and how its development is included in the curriculum.Recommendation: Eco-ethical leadership is needed in the process of health professional education, especially in the process of forming future health workers who have these characteristics, so that they are able to bring health services that are more friendly to planetary health. The process of character building can be carried out at the individual, organizational, and system levels. In educational institutions, this step can be initiated by including it in the formal curriculum by inserting material into the existing curriculum, or by establishing a special learning program. Cultivating behaviors that support planetary health in the hidden curriculum can support character building. Conclusion: Planetary health is a global issue. For keeping the planet healthy, it requires mutual effort from the individual to the system level, multiprofessional and interdisciplinary collaboration, including from the field of education as a form of our moral responsibility. The formation of eco-ethical leadership needs immediate attention in the education of health workers.
STUDENT OF PHARMACY, NURSE, PUBLIC HEALTH, NUTRITIONIST AND PHYSICAL EDUCATION READINESS TOWARD INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) Utami, Vitis Vini Fera Ratna; Satibi, Satibi; Kristina, Susi Ari; Prabandari, Yayi Suryo
Jurnal Farmasi Sains dan Praktis Vol 10 No 2 (May-August 2024)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/pharmacy.v10i2.7234

Abstract

The implementation of interprofessional education (IPE) into higher education curricula is a significant method for creating professionals with the skills necessary for interprofessional collaboration (IPC), including those in the health sciences, nursing, pharmacy, and nutrition. Due to the changes in health services, which are becoming more integrated, it is vital to have the capacity for interprofessional collaboration. The readiness of the pupils for IPE must be assessed before to its implementation in order to identify the subjects that should be highlighted at that time. This research is a cross-sectional study using descriptive analysis method. The distribution of respondents was as all in 4th semester students, consist of department of Pharmacy (n=92), department of Nursing (n=88), department of Public Health (n=95), department of Nutrition (n=66) and department of Physical Education (n=42) in Faculty of Health Sciences. Questionnaire data collection was carried out online. The independent variable that is measured is the student's readiness for Interprofessional Education. The results findings there is a significant difference between the readiness of students in Nurse department and students of all department. The nurse department received the highest score (score = 68.47) and the Health Education received the lowest score (score = 65.59). But all department receive score > 80% of the total score. There is still room for improvement in the areas related to the value of learning together in practical situations
Co-Authors Adam Hermawan Aji Wibowo, Much Ilham Novalisa Alexxander Alexxander, Alexxander Anna Wahyuni Widayanti Bai Athur Ridwan Banowati, Autsan Dwi Basuki, Adriyanto Rochmad Bitin Berek, Vianey Maria Chairun Wiedyaningsih Doko, Karmelia Intany Ediati Sasmito Edy Meiyanto Ekasari, Marlita Putri Elsa Zhenita, Albela Feangi, Yanti Fitriani Filliana, Ulfa Fitri, Febiana Melisa Haafizah Dania Haris, Restu Nur Hasanah Hartanti, Wika Hayati, Dima Nurrohmah Husna, Nurias Difa'ul Ika Puspitasari Ikakusumawati, Novita Dhewi Ikawati, Muthi' Indriastuti Cahyaningsih, Indriastuti Intihan, Ahmad Kristina, Susi Ari Kristina Larasati, Laksmy Anggun Lovendri, Dolorosa Septin Lukman Hakim Lutfan Lazuardi Magistasari, Dewi Makmur, Rahmat Mazidah, Zulfa Mufti Alifia Rahmadani Mulyagustina, Mulyagustina Mursyid, Abdillah Muthi Ikawati Nanang Munif Yasin Novena Adi Yuhara Pakpahan, Agustina Rotua Pangarso, Ricardus Noven Wikantri Parera, Maria Meliana Waty Pawallangi, Andi Nur'ainun Reskia Permitasari, Ni Putu Ayu Linda Prastowo, Muhammad Yogie Pratama, Tiara Dewi Salindri Pratiwi, Restu Dwi Puspandari, Dyah Ayu Rahmawati, Anindya Ramadhani, Anietta Indri Rastiti, Liza Rochmanov, Janne Rokhman, Rifqi Rosyidah, Kharisma Aprilita Sahid, Muhammad Novrizal Abdi Satibi Satibi Sundari, Trias Kania Supadmi, Woro Supadmi Supanji, Supanji Susan Fitria Candradewi Tri Murti Andayani Trung, Vo Quang Utami, Vitis Vini Fera Ratna Utomo, Adhitya Ilham Mukti Woro Supadmi Yayi Suryo Prabandari Yoga Pamungkas Susani Yuliani, Rizka Prita