Claim Missing Document
Check
Articles

Variation on Body Weight and Body Dimension of Buffalo in Kabaena Island, Bombana, Southeast Sulawesi Rusdin, Muh.; Nafiu, La Ode; Saili, T.; Rahadi, S.
Proceeding INTERNATIONAL SEMINAR IMPROVING TROPICAL ANIMAL PRODUCTION FOR FOOD SECURITY PROCEEDING INTERNATIONAL SEMINAR
Publisher : Proceeding INTERNATIONAL SEMINAR IMPROVING TROPICAL ANIMAL PRODUCTION FOR FOOD SECURITY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (680.004 KB)

Abstract

Variation on Body Weight and Body Dimension of Buffalo in Kabaena Island,Bombana, Southeast Sulawesi
Sifat-Sifat Kuantitatif dan Jarak Genetik Kerbau Lokal Sulawesi Tenggara Berdasarkan Pendekatan Morfologi Muh. Rusdin; Dedi Duryadi Solihin; Asep Gunawan; Chalid Talib; Cece Sumantri
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 23 No. 3 (2018): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.318 KB) | DOI: 10.18343/jipi.23.3.203

Abstract

Information on animal genetic resource is needed in conservation program of Indonesian local buffalo. This study was aimed to analyze the quantitative traits diversity and genetic distance of local buffalo of Southeast Sulawesi local based on morphological approach. The total of 271 heads of swamp buffaloes were used in the study from four sub-populations, namely Bombana island’s, Bombana mainland, Kolaka and Konawe. Duncan Multiple Range test at 5% probability was used to compare the quantitative traits between the buffalo sub-populations. Genetic distance was analyzed by using the simple discriminant function. The results showed that the average body weight of male buffalo between sub-populations was not significantly different (P>0.05), but the average body weight of females buffalo from Bombana Island’s (465.22 ± 103.25) was significantly (P<0.05) higher than those of the other sub-populations. The highest variation of quantitative traits of local buffalo was found in Konawe sub-population, i.e. in body weight of female buffalo (35.36%) and body weight of male buffalo (22.05%), rump length in males buffalo (20.44%), and rump width in females buffalo (14.58%). Southeast Sulawesi local buffalo can be grouped into three clusters based on the phylogeny tree, namely 1) Kolaka and Konawe cluster, 2) Bombana island’s cluster, and 3) Bombana mainland cluster. The distinguishing variables of the group of Southeast Sulawesi local buffalo were rump length, body length, and chest circumference. The highest phenotype similarity value was shown by Bombana island’s buffalo (68.57%), while the lowest was found at Konawe buffalo (26.76%). The farthest genetic distance was found between Bombana Islands and Konawe buffalo (3.71703), while the closest genetics distance was identified between Kolaka and Konawe buffalo (0.86616).
DAYA TETAS DAN LAMA MENETAS TELUR AYAM TOLAKI PADA MESIN TETAS DENGAN SUMBER PANAS YANG BERBEDA La Ode Nafiu; Muh. Rusdin; Achmad Selamet Aku
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 1, No 1 (2014): JITRO, September
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1205.964 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v1i1.359

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tetas dan lama menetas telur ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan di kandang pembibitan Fakultas Peternakan UHO. Ayam tolaki yang digunakan terdiri atas 5 ekor jantan dan 15 ekor betina umur sekitar 20 bulan. Perkawinan ayam dilakukan dengan cara IB. Parameter yang diamati adalah: fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, bobot tetas dan lama menetas. Hasil penelitian menujukkan: (1) rataan fertilitas telur ayam tolaki pada mesin tetas PL adalah 58,57% dan mesin tetas PLM adalah 46,88%, namun kedua mesin tetas secara statistik tidak berbeda nyata, (2) rataan DHE pada mesin tetas PL adalah 96,67% dan mesin tetas PLM adalah 89,58%, (3) rataan daya tetas pada mesin tetas PL adalah 45,61% dan mesin tetas PLM adalah 64,81%, (4) rataan bobot tetas, pada mesin tetas PL adalah 26,47 g, sedangkan mesin tetas PLM 26,96 g, dan (5) lama menetas telur pada mesin tetas PL adalah 21.05 hari dan PLM adalah 21,09 hari. Secara statistik, penggunaan mesin tetas dengan sumber panas berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.Mesin tetas dengan sumber panas berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap fertilitas, DHE, daya tetas, bobot tetas dan lama menetas telur ayam tolaki. Untuk meningkatkan daya tetas direkomendasikan menggunakan mesin tetas dengan sumber panas kombinasi listrik dan lampu minyak.Kata Kunci : Fertilitas, DHE, Fertilitas Lama Menetas, Mesin Tetas dan Ayam Tolaki.
SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KETAWA DI KOTA KENDARI Lusri Andriyanto; La Ode Ba&#039;a; Muh. Rusdin
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 2, No 3 (2015): JITRO, September
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.726 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v2i3.3809

Abstract

ABSTRACTThe objectives of this research was to provide data both qualitative and quantitative traits of laughing chicken. The research was conducted in period of December, 2012 to Januari, 2013 in Kendari. The location was determined using purposive sampling where the population of laughing chicken was high enough either in Sub-district or in village levels. Seventy five adult chicken consisted of 50 cocks and 25 hens were used in thes research to observe both qualitative traits (feather colors, feather patterns, feather like, feather stripe, shank color and comb shape) and qualitative traits (body weight and body dimension). The data of qualitative traits were analyzed using relative frequency value (percentage) and reviewed descriptively, while quantitative data were presented in mean with standard deviation and variance coefficient. The result showed that laughing chicken in Kendari both cocks and hens has colored feather (ii), black color pattern (E_), silver-like feather color (S_), and non barred (bb) stripe feather. The cock shank was dominated by black/grey (idid) while the hen shank was dominated by white/yellowish (Id_). The cock comb was dominated by single comb (rrpp), while the hen was dominated by pea comb (rrP_). Body weight of cock ranged between 1,521,94 kg with the average 1,81±0,08 kg, while the hen body weight ranged between 1,26-1,54 kg with the average 1,38±0,09 kg. the high score of variance coefficient of body dimensions of cock were neck length (11,47%), followed by length of the third toe (11,10%), sternum length (10,68%) and shank circle (10,16%), and the low score observed in sternum circle (4,01%). The back length (4,01%). While the high score of variance coefficient of body dimensions of hen were sternum width (10,35%) and the low score was observed in neck length (2,67%).Key words: Qualitative trais, quantitative, laughing chicken, KendariPenelitian ini bertujuan memperoleh data sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif ayam ketawa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013 bertempat di Kota Kendari. Penentuan lokasi penelitian secara purposive sampling yaitu pada kecamatan dan kelurahan yang memiliki ayam ketawa dengan populasi terbanyak. Ayam ketawa yang diamati adalah ayam dewasa berumur 12-18 bulan, yang terdiri atas 50 ekor jantan dan 25 ekor betina.Sifat kualitatif yang diamati adalah warna bulu, pola bulu, kerlip bulu, corak bulu, warna cakar dan bentuk jengger, sedangkan sifat kuantitatif meliputi bobot badan dan ukuran tubuh. Data sifat kualitatif dianalisis menjadi nilai frekuensi relatif dan diulas secara deskriptif, sedangkan data sifat kuantitatif dianalisis menjadi nilai rata-rata, simpangan baku dan koefisien keragaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenotipe sifat kualitatif pada ayam ketawa jantan maupun betina di Kota Kendari didominasi warna bulu berwarna (ii), pola bulu hitam (E_), kerlip bulu perak (S_), dan corak bulu polos (bb). Fenotipe warna cakar ayam ketawa jantan didominasi cakar hitam/abu-abu (idid), dan betina didominasi cakar putih/kuning (Id_), sedangkan bentuk jengger pada jantan didominasi jengger tunggal (rrpp), dan pada betina didominasi jengger kapri (rrP_). Bobot badan ayam ketawa jantan berkisar antara 1,52-1,94 kg, dengan nilai rata-rata sebesar 1,81±0,08 kg, sedangkan bobot badan ayam ketawa betina berkisar antara 1,26-1,54 kg, dengan nilai rata-rata sebesar 1,38±0,09 kg. Ukuran-ukuran tubuh ayam ketawa jantan yang memiliki nilai koefisien keragaman (KK) tertinggi adalah panjang leher (11,47%), kemudian panjang jari ketiga (11,10%), panjang dada (10,68%), dan lingkar cakar (10,16%), sedangkan yang terendah nilai koefisien keragamannya adalah lingkar dada (4,01%) dan panjang punggung (4,01%). Ukuran-ukuran tubuh ayam ketawa betina yang memiliki nilai koefisien keragaman tertinggi adalah lebar dada (10,35) dan yang terendah adalah panjang leher (2,67%).Kata Kunci : Sifat kualitatif, kuantitatif, ayam ketawa, Kota Kendari
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA AYAM KETAWA DI KOTA KENDARI Robin Robin; La Ode Nafiu; Muh. Rusdin
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 2, No 3 (2015): JITRO, September
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.843 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v2i3.3810

Abstract

The purpose of this research is to study the prospect, problem fared and formulate the developing strategy of raising the chicken laugh at Kendari. The results of this study are expected to be useful as a reference basis for government and practitioners in developing chicken laugh at Kendari and as a reference for further research. The study was conducted in October - November 2012 held at Kendari. Determination of sub-sample study conducted by purposive sampling based on the amount of chicken population Ketawa most, the samples used were each 10 Baruga farmers in the district, sub-district and district Poasia Kadia. Methods of data collection that is through interview, observation and documentation. Data analysis was performed based on a percentage of the value and use SWOT analysis then reviewed descriptively. Prospects for business development in the chicken laugh Kendari supported by the high price of chicken laugh, the majority of farmers belong to the productive age and height HR breeders. The problem faced by the chicken business is a sideline laughing, limited capital breeder, the lack of a stable market and a lack of knowledge and skills in disease control. Based on the results of the SWOT analysis of the development strategy of the management training needs of business in the form of training and directing his efforts into marketoriented core business, utilizing every event as a marketing contest chicken laughing and following exhibitions farms, businesses need to expand the scale poultry laughing, maximizing roles and functions ASPAK for scheduled contests, and disease control training, need guidance from the government in the form of skills training maximal disease controlKeywords: outlook, strategy, development, chicken laugh, City KendariABSTRAKTujuan penelitian ini adalah mengkaji prospek usaha budidaya ayam ketawa di Kota Kendari.. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2012 bertempat di Kecamatan Baruga, Kecamatan Kadia dan Kecamatan Poasia Kota Kendari. Penentuan kecamatan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling berdasarkan jumlah populasi ayam Ketawa terbanyak. Jumlah responden di masing-masing Kecamatan lokasi penelitian sebanyak 10 orang peternak, sehingga seluruhnya berjumlah 30 orang responden. Metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data berdasarkan nilai presentase dan menggunakan analisis SWOT kemudian diulas secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa prospek pengembangan usaha ayam ketawa di Kota Kendari didukung oleh tingginya harga ayam ketawa, mayoritas peternak tergolong usia produktif dan tingginya SDM peternak. Permasalahan yang dihadapi yakni usaha ayam ketawa bersifat sambilan, modal usaha peternak terbatas, belum adanya pasar yang stabil dan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengendalian penyakit. Berdasarkan analisis SWOT maka strategi pengembangannya yakni perlu pembinaan manajemen usaha dalam bentuk pelatihan dan mengarahkan usahanya menjadi usaha pokok yang berorientasi pasar, meningkatkan skala usaha ternak, memaksimalkan peran dan fungsi ASPAK untuk menyelenggarakan kontes ayam ketawa serta pameran-pameran peternakan, perlu adanya pembinaan pengendalian penyakitKata Kunci : Prospek, strategi, pengembangan, ayam ketawa, Kota Kendari
KARATERISTIK HABITAT MALEO (Macrocephalon male SAL MULER 1846) DI TAMAN NASIONAL RAWA AOPA WATUMOHAI (TNRAW) La Ode Nafiu; Achmad Selamet Aku; Muh. Rusdin; Takdir Saili; . Nurhalim
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 2, No 1 (2015): JITRO, Januari
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.981 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v2i1.3782

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik habitat burung maleo di TNRAW, yang berlangsung pada bulan Maret-April 2013 di Resort Langkowala Desa Watu-watu, kecamatan Lantari Jaya, TNRAW Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Survei lapangan dilakukan untuk mengamati kondisi habitat maleo, mengidentifikasi flora dan fauna, mengambil sampel yang diperlukan untuk pengamatan laboratorium dan melakukan wawancana langsung dengan petugas TNRAW dan masyarakat di sekitar lokasi pengamatan. Pengamatan suhu dan kelembaban udara dilakukan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) bahwa habitat burung maleo di kedua lokasi terdiri dari pohon-pohon dengan ketinggian yang berkisar antara 15-30 meter dan semak belukar, tetapi kedua lokasi memiliki perbedaan jenis dan jumlah vegetasi, (2) pada lokasi pertama, kedalaman lubang bertelur rata-rata 43.33 cm dan lokasi kedua rata-rata 42.66 cm, (3) pada pukul 08.00, sarang bertelur maleo di lokasi pertama memiliki temperatur 28,930C dengan kelembaban 94,75%, sedangkan lokasi kedua adalah 29,960C, dengan kelembaban 94,04%. Pada pukul 13.00, temperatur di dua lokasi bertelur tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 31,86oC, dengan kelembaban 94%. Pada pukul 17.00, di lokasi peneluran pertama memiliki temperatur sekitar 32,110C dengan kelembaban 93,98%, sedangkan pada lokasi kedua adalah 31,970C, dengan kelembaban 93,59%.Secara umum dapat disimpulkan bahwa karakteristik habitat burung maleo di TNRAW dicirikan oleh adanya pepohonan dengan tinggi berkisar 15–30 meter dan semak belukar. Disamping itu, tekstur tanah yang dominan adalah berpasir, dengan kedalaman lubang peneluran berkisar 35–55 cm dan rata-rata 43 cm.Kata kunci : maleo, karateristik habitat, TNRAW
Sistem Pemeliharan Dan Pertambahan Populasi Ternak Kambing di Kabupaten Muna, Indonesia Achmad Selamet Aku; Harapin Hafid; Muh Rusdin; Yamin Yaddi; La Ode Muh Munadi
AGRIBEST Vol 6, No 1 (2022): Maret
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/agribest.v6i1.5828

Abstract

Pemeliharaan ternak kambing di Kabupaten Muna masih bersifat tradisional, dimana kambing dipelihara secara ekstensif, semi intensif dan intensif.Populasi kambing di Kabupaten Muna terbilang cukup besar dan tersebar luas dengan jenis kambing kacang. Tujuan Penelitian untuk mengetahui hubungan antara sistem pemeliharaan dan pertambahan populasi Kambing kacang di Kabupaten Muna. Penelitian dilaksanakan pada 50 desa sebagai sampel yang tersebar pada 22 kecamatan menggunakan metode survey dengan jumlah  responden 124 orang menggunakan purposive sampling, yang merupakan peternak kambing kacang. Populasi kambing yang dipelihara peternak pada lokasi penelitian sebesar 1025 ekor atau 29.23 persen dari total populasi kambing di Kabupaten Muna pada tahun 2019. Hasil Penelitian menunjukkan dengan sistem pemeliharaan ekstensif tradisional, dapat mendorong pertambahan populasi sebesar 1,69% dari total populasi dan atau mampu meningkatkan pertambahan populasi secara alami sebesar 55.02 persen dari total induk kambing kacang yang ada di  Kabupaten Muna. Dapat disimpulkan sistem pemeliharaan kambing kacang dikabupaten Muna masih didominasi sistem pemeliharaan ekstensif tradisional.
PEMANFAATAN PEKARANGAN UNTUK BUDIDAYA BURUNG PUYUH SEBAGAI SUMBER PENGHASILAN ALTERNATIF SELAMA PANDEMIK COVID- 19 DI KOTA KENDARI La Ode Arsad Sani; Muhamad Rusdin; Natsir Sandiah; rusli Badaruddin; Syamsuddin Syamsuddin; Amiludin Indi; Putu Nara Kusuma Prasanjaya
JURNAL PengaMAS Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : UNIVERSITAS KHAIRUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33387/.v4i1.2071

Abstract

ABSTRAK Kota Kendari sebagai ibukota provinsi memiliki angka kejadian kasus positif covid-19 tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tenggara, hingga 23 April 2020 tercatat 17 pasien positif covid-19 yang tengah menjalani perawatan. Salah satu himbauan pemerintah pusat dan daerah untuk memerangi pandemik covid-19 ini adalah dengan melakukan social distancing atau pembatasan sosial dengan membatasi jarak antar individu dan menghindari keramaian atau kerumunan. Kebijakan pemerintah yang lain dengan penerapan work from home (WFH) atau beraktivitas dari rumah saja untuk beberapa pegawai dan anak sekolah. Salah satu solusi yang kami tawarkan agar masyarakat Kota Kendari, tetap dapat memenuhi gizi terutama gizi dari protein hewani dan meningkatkan pendapatan rumah tangga yaitu dengan pemanfaatan pekarangan rumah mereka. Pemanfaatan pekarangan sebagai sumber gizi dan penambah income keluarga bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah menanami pekarangan dengan berbagai macam tanaman, baik tanaman pangan, tanaman obat maupun tanaman yang bernilai ekonomi tinggi seperti buah, sayuran dan tanaman hias. Pekarangan juga dapat digunakan untuk memelihara ikan dan ternak diantaranya adalah ternak puyuh. KKN-TEMATIK ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan burung puyuh dalam pekarangan serta pengolahan hasil ikutannya  kepada peternak. Metode yang digunakan merupakan metode partisipasif persiasif dengan kegiatan penyuluhan dan praktek secara langsung. Hasil yang telah dicapai pada kegiatan KKN-TEMATIK ini, yaitu adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman peternak maupun masyarakat dalam mengembangkan keberlanjutan usahanya dengan pemanfaatan pekarangan sebagai tempat untuk membudidayakan burung puyuh, serta pemanfaatan limbah kotoran pyuh menjadi pupuk kompos. Selain itu pula, telah terjadi peningkatan pendapatan yang diperoleh peternakan dari hasil penjualan telur dan  kotoran puyuh. Kata kunci :Ternak puyuh, pakan ternak, pupuk, wabah Covid-19
Genetic Variation of Eight Indonesian Swamp-Buffalo Populations Based on Cytochrome b Gene Marker M. Rusdin; D. D. Solihin; A. Gunawan; C. Talib; C. Sumantri
Tropical Animal Science Journal Vol. 43 No. 1 (2020): Tropical Animal Science Journal
Publisher : Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (710.189 KB) | DOI: 10.5398/tasj.2020.43.1.1

Abstract

Genetic variation is a major concern in animal genetic resources conservation program. This study aimed to analyze genetic variation and phylogeography of eight Indonesian swamp-buffalo populations based on cytochrome b gene marker. A total of 78 DNA fragment samples originating from eight Indonesian swamp-buffalo populations were used in this study, namely Bombana Island, Bombana mainland, Kolaka, Konawe, North Toraja, West Nusa Tenggara, Banten, and Aceh with 11, 10, 13, 14, 10, 10, 5, and 5 samples, respectively. The cytochrome b gene sequence and genetic variation parameters were analyzed in MEGA software (ver 6), and DnaSP software (ver 5.10.01). The results of this study showed that all DNA-fragment samples were successfully amplified by PCR technique with the size target (906 bp). Based on the distribution of all samples, it was found 9 polymorphic sites, and 10 haplotypes with the haplotype diversities were 0.6590. The average of genetic distances between populations ranged from 0.0000-0.002. They were grouped into two main clusters. The first cluster consisted of Aceh, North Toraja, West Nusa Tenggara, Banten, Kolaka, and Konawe populations, meanwhile, the second cluster consisted of Bombana Island, Bombana mainland, Kolaka, and Konawe populations. The results of the study were concluded that eight Indonesian local swamp-buffalo populations were grouped into two main clusters where Bombana Island and Bombana mainland populations were specific breeds because they were only found in the second cluster and also had specific nucleotides sites on the 57 nucleotides which C base changed to T. The results of this study were useful in formulating the program of conservation and utilization of Indonesian buffalo genetic resources, especially in the buffalo population with specific breeds.
Haplotype Diversity of Swamp Buffalo and River Buffalo Based on Cytochrome B Gene: A Study of Meta-Analysis F. Saputra; A. Anggraeni; A. B. L. Ishak; A. Hafid; M. Rusdin; C. Sumantri
Tropical Animal Science Journal Vol. 44 No. 4 (2021): Tropical Animal Science Journal
Publisher : Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5398/tasj.2021.44.4.399

Abstract

Buffalo (Bubalus bubalis) is well known as a domesticated buffalo in Asia. The genetic diversity of buffaloes in Asia needs to be studied to ensure a proper breeding program. A meta-analysis study on the cytochrome b gene of the mitochondrial genome from various published data was conducted to evaluate genetic variation and haplo-geography of Asian buffaloes. A meta-analysis is used to provide a comprehensive view of the data. A total of 1369 swamp buffaloes Cytochrome B sequences (from Indonesia (79), Bangladesh (98), China (909), India (4), Laos (96), Taiwan (29), Thailand (54), and Vietnam (100)) and 91 river buffaloes (from China (42), Nepal (42), and Pakistan (7)) were used in this study. Cytochrome B sequences (678 bp) of Syncerus caffer, Bubalus arnee, Bubalus depressicornis, Bubalus quarlesi, Bubalus mindorensis, swamp buffalo, and river buffalo were determined for their haplotypes using DnaSP v6 program. Haplotypes were analyzed by Principal Coordinate Analysis (PCoA) using Adegenet Package and Hierarchical Clustering on Principal Components (HCPC) methods using Factoextra and FactoMineR Package in R-4.0.0 program. Bayesian analysis of genetic differentiation was implemented in BAPS 6.0. Furthermore, we found 56 haplotypes for swamp buffaloes in eight Asian countries and 5 haplotypes for river buffaloes in Pakistan. We also found 5 haplotypes for outgroup (B. arnee, S. caffer, B. depressicornis, B. quarlesi, B. mindorensis). Therefore, we found 66 haplotypes in total with outgroup sequences. Based on the PCoA results, three clusters were found. However, the HCPC found eight clusters. Based on HCPC, countries in East and South Asia have four maternal lineages. This is evidence that buffalo domestication has first occurred in East-South Asia. In conclusion, we found four maternal lineages of swamp buffalo and two maternal lineages of river buffalo from ten countries. We also found one maternal lineage for Syncerus caffer and one maternal lineage for B. depressicornis, B. quarlesi, and B. mindorensis.