Claim Missing Document
Check
Articles

APAKAH BEKERJA SECARA FLEXTIME MENDUKUNG CONTEXTUAL PERFORMANCE KARYAWAN? Lilies Nuraini; P. Tommy Y.S. Suyasa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v3i2.3520

Abstract

Semakin majunya teknologi telekomunikasi dan digital memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja secara flextime. Pilihan ini disikapi secara pro dan kontra di banyak perusahaan karena studi tentang dampak dari bekerja secara flextime masih jarang ditemukan dan menjadi perdebatan. Penelitian ini bertujuan untuk melanjutkan penelitian sebelumnya tentang benefit penggunaan flextime terhadap affective well-being dan untuk melihat peran lebih lanjut pada contextual performance (CP) karyawan di PT A. Penggunaan flextime didefinisikan sebagai sejauh mana karyawan memiliki kontrol untuk mengatur jam kedatangan, kepulangan, frekuensi istirahat dan durasi waktu istirahat dalam 1 (satu) hari kerja. Contextual performance adalah frekuensi karyawan melakukan perilaku yang mendukung organisasi secara sosial dan psikologis dalam pelaksanaan fungsi utama perusahaan. Affective well-being mengacu pada frekuensi dan intensitas emosi positif/ negatif dan mood partisipan dalam 1 (satu) bulan terakhir. Work-nonwork boundaries mengacu pada perilaku yang selama ini dilakukan untuk memisahkan mental (psikologis) karyawan antara peran di pekerjaan dan di rumah. Partisipan pada studi ini sebanyak 323 orang karyawan. Hasil pengujian dengan path analysis menggunakan SPSS menyatakan bahwa penggunaan flextime memiliki peran terhadap CP karyawan. Hal ini berarti semakin sering karyawan bekerja dalam mekanisme flextime, CP karyawan akan lebih baik, dan begitu pula sebaliknya. Beberapa temuan penting dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya dijelaskan dalam kesimpulan, termasuk menyoroti perbedaan budaya responden. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat menggunakan sampel dengan unit kerja yang lebih spesifik, dan/ atau menganalisa berdasar bentuk lain fleksibilitas kerja (flexplace dan temporal flexibility). The advancement of telecommunication and digital technology allows employees to work flextime. This option is still perceived differently by many companies because studies of the effects of working flextime are scarce and still being debated. This study aims to continue previous research on the benefits of using flextime for affective well-being and to further see its role in the contextual performance (CP) of employees of PT A. The use of flextime is defined as the extent to which employees can alter their starting and finish times, break frequency and break time duration in 1 (one) working day. Contextual performance is the frequency of employees performing behaviors that support the organization socially and psychologically in the implementation of the company's main functions. Affective well-being refers to the frequency and intensity of positive / negative emotions and moods of participants in the past 1 (one) month. Work-nonwork boundaries refer to behaviors done to separate employees' mental (psychological) state between roles at work and at home. Participants in this study were 323 employees. Path analysis test results using SPSS states that the implementation of flextime plays a role in employee CP. This means that the more often employees work flextime, the better their CP will be, and vice versa. Some important findings and differences with previous research are explained in the conclusions, including a highlight on the cultural differences of respondents. Further research can utilize samples with more specific work units, and / or analyze based on other forms of work flexibility (flexplace and temporal flexibility).
PERAN SELF EFFICACY SEBAGAI MEDIATOR ANTARA JOB RESOURCES DAN WORK ENGAGEMENT PADA DOKTER HEWAN Puspa Putri Sajuthi; Raja O. Tumanggor; P. Tommy Y.S. Suyasa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.3495.2020

Abstract

This study explores the role of self-efficacy as a mediator between job resources and work engagement among veterinarians. Self-efficacy is seen as the degree of confidence of the veterinarian in performing their duties. Job resources is an aspect of work that individuals can use to handle the demands and challenges of their work. Job resources in this study includes opportunities for professional development and skills discretion. Opportunties for professional development refers to the opportunities provided for veterinarians to enroll in courses that can develop their veterinary knowledge. Skills discretion refers to the extent to which veterinarians acquire the opportunity to apply all their skills, both as a veterinarian and other skills such as negotiation and creativity. Participants included 32 veterinarians from X Veterinary Clinic, Jakarta. The analysis methods used were regression and bootstrapping. The results showed that self-efficacy is proven to act as a partial mediator in explaining the relationship between skills discretion and work engagement. Penelitian ini mengeksplorasi peran self efficacy sebagai mediator antara job resources dan work engagement pada dokter hewan. Self efficacy digambarkan sebagai derajat keyakinan dokter hewan dalam melakukan pekerjaannya. Job resources merupakan aspek pekerjaan yang dapat digunakan individu untuk menangani tuntutan dan tantangan pekerjaannya. Job resources pada penelitian ini digambarkan dengan opportunities for professional development dan skills discretion. Opportunties for professional development mengacu pada kesempatan yang diberikan bagi para dokter hewan untuk mengikuti kursus yang dapat mengembangkan ilmunya sebagai dokter hewan. Skills discretion mengacu pada sejauh mana dokter hewan memeroleh kesempatan untuk menerapkan segenap keterampilan yang dimilikinya baik keterampilan sebagai dokter hewan maupun keterampilan lainnya seperti negosiasi dan berkreasi. Partisipan adalah 32 orang dokter hewan di Klinik Hewan X, Jakarta. Metode analisis yang digunakan adalah regresi dan bootstrapping. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self efficacy teruji berperan sebagai mediator parsial dalam menjelaskan hubungan antara skills discretion dan work engagement. 
PERAN JOB DEMANDS DAN JOB RESOURCES TERHADAP WORK-FAMILY ENRICHMENT PADA GURU DI SEKOLAH X Florensia Louhenapessy; Rita Markus Idulfilastri; P. Tommy Y.S. Suyasa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.8818.2020

Abstract

The teacher plays two main roles in his life, namely the role in work and in the family. The implementation of these two roles does not always cause conflict, but can improve the quality of life of teachers. Teacher job conflicts are closely related to job demand and job resources. Therefore, the purpose of this study is to see how the role of job demands and job resources on work-family enrichment in teachers. Work-family enrichment is enrichment obtained from individual experiences at work towards the welfare of family life, or vice versa. Job demands are defined as identical job demands with various pressures on the job (job stressor). Examples of job demands on teachers are the number of students who exceed the capacity in the classroom, the addition of subject matter outside of the teacher's interest / competence, the demand to adjust science to the times. Job resources are physical, social, and organizational aspects that serve as support or resources to achieve work goals. With the existence of job resources, job demands can be resolved. Psychologically, solving work demands based on available resources will stimulate the individual to grow and develop personally, in this case the personal growth of the individual has implications for increasing his welfare in working / family life. Participants in this study were 43 teachers in School X. Analysis of research results using multiple regression showed that job demands and job resources together played a role in predicting an increase in work-family enrichment by 12.5%. The implication of the results of this study is that various demands on work supported by resources at work can improve welfare in working life / family life. Guru menjalankan dua peran utama dalam kehidupannya yaitu peran di pekerjaan dan keluarga. Menjalankan dua peran tersebut tidak selalu menimbulkan konflik, namun justru bisa meningkatkan kualitas hidup guru. Konflik pekerjaan guru sangat berhubungan dengan job demand dan job resources. Oleh karena itu, tujuan penelitian adalah untuk melihat bagaimana peran job demands dan job resources terhadap work-family enrichment pada guru. Work-family enrichment merupakan pengayaan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman individu di pekerjaan terhadap kesejahteraan kehidupan berkeluarga, atau sebaliknya. Job demands didefinisikan sebagai tuntutan-tuntutan pekerjaan yang indentik dengan berbagai tekanan dalam pekerjaan (job stressor). Contoh dari job demands pada guru adalah jumlah siswa yang melebihi kapasitas di dalam kelas, penambahan materi pelajaran di luar minat/kompetensi guru, tuntutan untuk menyesuaikan ilmu pengetahuan dengan perkembangan zaman. Job resources adalah aspek-aspek fisik, sosial, maupun organisasi yang berfungsi sebagai pendukung atau sumber daya untuk mencapai tujuan pekerjaan. Dengan adanya job resources maka job demands dapat terselesaikan. Secara psikologis, penyelesaian job demands berdasarkan job resources yang dimiliki akan menstimulasi individu untuk bertumbuh dan berkembang secara personal, dalam hal ini pertumbuhan personal yang dimiliki individu berimplikasi pada work-family enrichment. Partisipan pada penelitian ini adalah guru yang berjumlah 43 orang di Sekolah X. Analisis hasil penelitian yang menggunakan multiple regression menunjukan bahwa job demands dan job resources bersama-sama berperan memprediksi peningkatan work-family enrichment sebesar 12,5%.  Implikasi dari hasil penelitian ini bahwa berbagai tuntutan dalam pekerjaan yang di dukung dengan sumber daya dalam pekerjaan dapat meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupan berkerja dan berkeluarga. 
SELF-PERCEPTION OF ACADEMIC ABILITY SISWA SMA DI MASA PANDEMIK COVID-19: FAKTOR APA YANG MEMPREDIKSI? Riska Umami Lia Sari; Raja Oloan Tumanggor; P. Tommy Y. S Suyasa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i2.12096.2021

Abstract

Self-perception of academic ability is outlook that students have about their abilities in terms of learning activities or in completing school assignments. One of the reasons for the importance of self-perception of academic ability is to be a factor that can motivate students in learning activities. This study aims to determine whether self-perception of academic ability is predicted by the role of student burnout and student engagement. This study was conducted using convenience sampling on high school students during the Covid-19 Pandemic. The number of participants was 96 Tangerang City Senior High School students, aged 16 to 18 years. This study uses the School Attitude Assessment Survey-Revised to measure self-perception of academic ability, the Burnout Inventory to measure student burnout and the Utrecht Work Engagement Scale-9 to measure student engagement. Based on the test results using the multiple regression method, it was found that self-perception of academic ability was predicted significantly by student burnout (β = -0.242) and student engagement (β = 0.564). With the results of this study, it is hoped that educators can anticipate learning activities to foster student engagement. With higher student engagement, students' self-perception of academic ability will be more positive. For students, the results of this study are expected as initial information to be more aware of the burnout conditions experienced. Burnout conditions can predict students' view of academic ability to be negative. Self-perception of academic ability merupakan pandangan yang dimiliki siswa mengenai kemampuan dalam hal kegiatan belajar atau dalam menyelesaikan tugas – tugas sekolah. Salah satu alasan pentingnya self-perception of academic ability yaitu menjadi faktor yang dapat memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah self-perception of academic ability diprediksi oleh peran student burnout dan student engagement. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan convenience sampling pada siswa SMA di Masa Pandemik Covid-19. Jumlah partisipan sebesar 96 siswa SMA Kota Tangerang, berusia 16 hingga 18 tahun. Menggunakan alat ukur School Attitude Assessment Survey-Revised untuk mengukur self-perception of academic ability, alat ukur Maslach Burnout Inventory untuk mengukur student burnout dan untuk alat ukur Utrecht Work Engagement  Scale-9 digunakan untuk mengukur student engagement. Berdasarkan hasil uji dengan menggunakan metode regresi berganda didapatkan hasil bahwa self-perception of academic ability diprediksi secara signifikan oleh student burnout (β = -0.242) dan student engagement (β = 0.564). Dengan hasil penelitian ini diharapkan para pendidik dapat mengantisipasi dalam kegiatan belajar untuk menumbuhkan student engagement. Dengan student engagement yang semakin tinggi, self-perception of academic ability pada siswa akan semakin positif. Bagi siswa hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi awal agar lebih waspada terhadap kondisi burnout yang dialami. Kondisi burnout dapat memprediksi pandangan siswa terhadap kemampuan akademik menjadi negatif.
PERBEDAAN KEPUASAN KERJA DAN PERILAKU KEWARGANEGARAAN ORGANISASI BERDASARKAN KELOMPOK PROXIMAL WITHDRAWAL STATE Alexander Abraham Daeng Kuma; P. Tommy Y.S. Suyasa; Raja Oloan Tumanggor
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7702.2020

Abstract

Hospitality industry is one of those industry that need a maximum service for the consument, where as this kind of service can also be described as organizational citizenship behavior. One of the thing that can explain the act of organizational citizenship behavior is job satisfaction and the grouping in proximal withdrawal state. The aim of this study is to investigate the difference between job satisfaction and organizational citizenship behavior in hospitality worker based on proximal withdrawal state’s grouping. Data collection was done using online and offline method, where three different questionnaire was used to measure job satisfaction, organizational citizenship behavior and decide the grouping of one’s proximal withdrawal state. Based on this study, we found that there is a difference on  job satisfaction and organizational citizenship behavior across the proximal withdrawal state’s grouping. Those who belong to enthusiastic stayer and reluctant leaver group are showing higher job satisfaction and organizational citizenship behavior. Meanwhile, those who belong to reluctant stayer and enthusiastic leaver are showing lesser job satisfaction and organizational citizenship behavior. This research can give a clearer picture about how far those who work in hospitality industry can show their organizational citizenship behavior based on their proximal withdrawal state grouping. Industri hospitality merupakah salah satu industry yang sangat membutuhkan pelayanan yang maksimal untuk konsumen, dimana bentuk perilaku ini digambarkan sebagai perilaku kewarganegaraan organisasi. Salah satu hal yang dapat menjelaskan perilaku kewarganegaraan organisasi adalah kepuasan kerja seseorang dan kelompok proximal withdrawal state. Studi ini bertujuan untuk melihat perbedaan antara kepuasan kerja dan perilaku kewarganegaraan organisasi pada pekerja di industri hospitality berdasarkan kelompok proximal withdrawal state. Peneliti melakukan penyebaran data menggunakan kuesioner online dan offline, dimana terdapat tiga alat ukur yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja, perilaku kewarganegaraan organisasi dan menentukan kelompok proximal withdrawal state seseorang. Total terdapat 216 data yang dapat diolah pada studi ini. Dari studi yang dilakukan didapatkan bahwa ada perbedaan pada kepuasan kerja dan perilaku kewarganegaraan organisasi pada masing-masing kelompok proximal withdrawal state. Pekerja yang berada pada kelompok enthusiastic stayer dan reluctant leaver menunjukan kepuasan kerja dan perilaku kewarganegaraan organisasi yang paling tinggi, sementara pekerja pada kelompok reluctant stayer dan enthusiastic leaver menunjukan kepuasan kerja dan perilaku kewarganegaraan organisasi yang paling rendah. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai bagaimana pekerja dapat menunjukan perilaku perilaku kewarganegaraan organisasi berdasarkan kelompok proximal withdrawal state mereka.
HUBUNGAN ANTARA JOB DEMANDS DENGAN WORK ENGAGEMENT: PERANAN FLEXIBLE LEADERSHIP SEBAGAI MODERATOR Felycia Klaviera Mulyana; P. Tommy Y.S. Suyasa; Raja Oloan Tumanggor
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3554.2020

Abstract

This study aims to examine the role of flexible leadership as a moderator of job demand variables in predicting work engagement for employees at PT X Kab. Bogor. Job demands are referring to physical, psychological, social, or organizational aspects of a job that require continuous physical or psychological effort or ability and therefore are associated with certain physical and / or psychological costs. Work engagement is a positive, satisfying, motivational state of work-related welfare. Flexible leadership is the ability of a leader to adapt leadership styles and methods in responding to different or changing contextual demands by facilitating group performance. This research was carried out in medical representative participants by filling out an online questionnaire from google form (N = 46) with a measurement of job demands from Rothmann with the name JD-R Scale, a measure of work engagement from Bakker using the Utrecht Work Engagement Scale (UWES), and measuring instrument from Kaiser with the name flexible leadership Leadership Versatility Index (LVI). The results of modeling the relationship using SPSS Version 25 show that job demands (work overload) have a strong relationship with work engagement when moderated by high flexible leadership. This finding shows that the function of flexible leadership behavior functions as a moderator at the medical representative at PT. X Regional Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peranan flexible leadership sebagai moderator dari variabel job demand dalam memprediksi work engagement pada karyawan di PT X Kab, Bogor. Job demands merujuk pada aspek-aspek fisik, psikologis, sosial, atau organisasi dari suatu pekerjaan yang membutuhkan usaha atau kemampuan secara fisik dan atau psikologis yang terus menerus dan oleh karena itu diasosiasikan dengan biaya fisik dan atau psikologis tertentu. Work engagement adalah keadaan yang positif, memuaskan, motivasi-motivasi dari kesejahteraan terkait pekerjaan. Flexible leadership ialah kemampuan seorang pemimpin dalam menyesuaikan gaya kepemimpinan dan metode dalam menanggapi tuntutan kontekstual yang berbeda atau berubah-ubah dengan cara memfasilitasi kinerja kelompok. Penelitian ini dilakukan pada partisipan medical representative dengan cara mengisi kuesioner online dari google form (N=46) dengan alat ukur job demands dari Rothmann dengan nama JD-R Scale, alat ukur work engagement dari Bakker menggunakan Utrecht Work Engagement Scale (UWES), dan alat ukur flexible leadership dari Kaiser dengan nama Leadership Versatility Index (LVI). Hasil pemodelan hubungan tersebut menggunakan SPSS Versi 25 menunjukkan bahwa job demands (work overload) memiliki hubungan kuat dengan work engagement ketika flexible leadership yang tinggi. Temuan ini menunjukkan bahwa fungsi perilaku flexible leadership berfungsi sebagai moderator pada medical representative di PT. X Kab. Bogor.
PERAN SELF-ESTEEM DALAM MENCEGAH EMOTIONAL DISTRESS: LOCUS OF CONTROL SEBAGAI ANTECEDENT Lukas Juliano; P. Tommy Y.S. Suyasa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.6924.2020

Abstract

Nowadays, there are several phenomenons of suicide in-between university students whom are doing their thesis in Indonesia. One of the sources of suicide is emotional distress. Emotional distress is an uncomfortable state which can cause several lose, usually marked by depression and/or anxiety symptoms. There exist a few anti-stress variables to help coping process toward emotional distress, two of which are self-esteem and locus of control. This experiment’s goal is to figure out the state of the three variables on university students currently doing their thesis, while figuring out the relations of the anti-stress variables to emotional distress in the process of doing so. The participants in this experiment is 163 university students from X University currently doing their thesis, with age between 20-24 years old. From the data analysis, there are two conclusions. First, emotional distress is higher in university student doing thesis than common individual. Second, emotional distress can be predicted by self-esteem; furthermore, self-esteem is predicted by locus of control. The experiment is hoped to be able to provide insight in preventing emotional distress, specifically in university student struggling with their thesis. Saat ini, terdapat beberapa fenomena bunuh diri di kalangan mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Indonesia. Salah satu penyebab naiknya tingkat bunuh diri adalah emotional distress. Emotional distress adalah keadaan tidak menyenangkan yang dapat mengakibatkan berbagai kerugian, umumnya ditandai dengan gejala depresi dan/atau kecemasan. Terdapat beberapa variabel anti-stres yang terbukti mampu mengurangi emotional distress, dua di antaranya adalah self-esteem dan locus of control. Penelitian ini bertujuan memeroleh gambaran ketiga variabel ini pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi, sekaligus mencari peran kedua variabel anti-stres tersebut terhadap emotional distress pada partisipan penelitian. Partisipan penelitian meliputi 163 orang mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, dengan rentang usia 20 hingga 24 tahun. Berdasarkan analisis data, diperoleh dua kesimpulan. Pertama, tingkat emotional distress pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi, lebih tinggi dibandingkan individu pada umumnya. Kedua, emotional distress dapat diprediksi oleh self-esteem; dan lebih lanjut self-esteem diprediksi oleh locus of control. Penelitian ini bermanfaat memberikan insight dalam pencegahan emotional distress, khususnya pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.
PERAN ORIENTASI KESADARAN SOSIAL TERHADAP KARAKTERISTIK DAN REAKSI UMPAN BALIK Sartika Zumria; P. Tommy Y.S. Suyasa; Bonar Hutapea
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v3i2.3574

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran orientasi kesadaran sosial sebagai moderator hubungan antara karakteristik umpan balik dan reaksi umpan balik. Umpan balik bagi karyawan menjadi salah satu hal yang dapat meningkatkan kinerja dan motivasi. Hasil penelitian mengenai umpan balik terdahulu menunjukkan bahwa reaksi karyawan terhadap umpan balik dapat dipengaruhi oleh proses pemberian umpan balik itu sendiri. Selain itu penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi bagaimana individu yang berbeda dapat bereaksi terhadap umpan balik, salah satunya adalah orientasi kesadaran sosial yang dimiliki tiap individu. Karakteristik umpan balik dalam penelitian ini terdiri dari kredibilitas pemberi umpan balik dan penyampaian umpan balik. Penelitian ini melibatkan 92 partisipan yang terdiri dari 23 laki-laki dan 69 perempuan. Partisipan merupakan karyawan yang bekerja di bidang layanan administrasi akademik di beberapa universitas di Jakarta. Sebanyak 60 orang (65%) diantaranya bekerja di universitas swasta, sedangkan 32 orang lainnya (35%) bekerja di universitas negeri. Berdasarkan hasil uji hipotesis didapatkan bahwa kredibilitas pemberi umpan balik dan penyampaian umpan balik terbukti dapat menjadi prediktor dari reaksi umpan balik pada karyawan layanan administrasi akademik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa orientasi kesadaran sosial tidak dapat menjadi moderator hubungan antara karakteristik umpan balik dan reaksi umpan balik pada karyawan layanan administrasi akademik. This study aims to examine the role of social awareness orientation as a moderator of the relationship between feedback characteristics and feedback reactions. Feedback for employees can improve performance and motivation. The results of previous studies on feedback indicate that employee reactions to feedback can be influenced by the process of feedback itself. In addition, previous studies have shown that there are other factors that can affect how different individuals react to feedback, one of which is the orientation of social awareness that every individual possesses. Feedback characteristics in this study consist of the credibility of the feedback provider and the delivery of feedback. The study involved 92 participants consisting of 23 men and 69 women. Participants are employees who work in the field of academic administrative services in several universities in Jakarta. As many as 60 people (65%) of them work at private universities, while 32 others (35%) work at public universities. Based on the results of the hypothesis test, it is found that the credibility of the feedback provider and the delivery of feedback are proven to be a predictor of feedback reactions in academic administrative service employees. This study also shows that social awareness orientation fails to become a moderator of the relationship between feedback characteristics and feedback reactions in academic administrative service employees.
PENGEMBANGAN ALAT UKUR KREATIVITAS VERBAL “C” (STUDI PADA MAHASISWA JURUSAN PERIKLANAN) Dinah Kartana; Joyce Natalia Setiawan; P. Tommy Y. S. Suyasa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i2.2199

Abstract

Kreativitas adalah kemampuan yang dibutuhkan dalam berbagai bidang pekerjaan. Salah satunya adalah bidang periklanan karena periklanan menuntut kemampuan untuk menciptakan iklan yang efektif, yaitu iklan yang berbeda dari iklan yang biasa-biasa saja. Sebagai calon tenaga profesional di bidang periklanan, mahasiswa jurusan periklanan pun sudah harus memiliki kreativitas. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengukur kreativitas mahasiswa jurusan periklanan sebelum memasuki perguruan tinggi.  Tujuan dari  penelitian ini adalah untuk mengembangkan alat tes kreativitas verbal bagi mahasiswa jurusan periklanan. Aspek pengukuran kreativitas meliputi kemampuan fluency, flexibility, elaboration, dan originality, Keempat aspek tersebut diukur melalui Tes Kreativitas Verbal “c” yang disusun berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia. Tes ini disusun dengan menggunakan huruf c sebagai huruf pertama dalam kata yang digunakan sebagai butir. Subjek penelitian berjumlah 181 mahasiswa jurusan periklanan IPK di atas 2,00 yang berkuliah di dua universitas di Jakarta Barat. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah alat tes, yaitu Tes Kreativitas Verbal oleh Munandar dan Tes Kreativitas Verbal “c”. Hasil analisis menunjukkan bahwa alat Tes Kreativitas Verbal “c” dinyatakan reliable secara test retest dan valid secara content dan construct. Pada penyusunan Tes Kreativitas Verbal “c” dihasilkan norma percentile rank.Creativity is a skill needed in various fields of work. Among them is the field of advertising because advertising demands the skill to create effective advertising, that is, advertisements that are different from mediocre advertisements. As a prospective professional in the field of advertising, students majoring in advertising must already possess creativity. Therefore, it is crucial to measure the creativity of students majoring in advertising before entering college. The purpose of this study is to develop a verbal creativity test tool for students majoring in advertising. Aspects of creativity measurement include fluency, flexibility, elaboration, and originality. The four aspects are measured using the “C” Verbal Creativity Test which is compiled based on the Indonesian Language Dictionary. This test is compiled using the letter c as the first letter in the words used as item. The subjects of the study are 181 students of advertising major with over 2.00 GPA who attended two universities at West Jakarta. The method of data collection involves two test kits, namely Verbal Creativity Test by Munandar and “c” Verbal Creativity Test. The result of the analysis indicates that the “c” Verbal Creativity Test is declared reliable through test retest and valid by content and construct. The construction of the “c” Verbal Creativity Test resulted in percentile rank norm.Keywords: measurement of creativity, verbal creativity test, advertising
PERAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERIKATAN KERJA Dian Ardianti; Fransisca I. R. Dewi; P. Tommy Y.S. Suyasa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.7565.2020

Abstract

According to the literature, employees who have vigor, dedication and absorp in their work are considered to have a high work engagement and are able to increase productivity. This research was conducted to see the role of transformational leadership and gender to work engagement. Participants are 208 IT sales that sell IT products. The instrument test uses item analysis test, and regression analysis uses multiple regression. The results show that only transformational leadership has a significant relationship with work engagement, that means the higher the role of transformational leaders, the higher level of work engagement is held. While the gender variable does not have a significant relationship with work engagement. Based on the results obtained, the role of transformational leadership is needed by IT sales as a factor that can increase work engagement. Menurut literatur, karyawan yang menampilkan semangat, dedikasi dan tenggelam dalam pekerjaan mereka dianggap memiliki keterikatan kerja yang tinggi serta mampu meningkatkan produktivitas. Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran kepemimpinan transformasional dan jenis terhadap keterikatan kerja. Partisipan berjumlah 208 sales IT yang melakukan penjualan produk IT. Uji instrumen menggunakan uji analisis butir, serta analisis regresi menggunakan regresi berganda. Hasil menunjukkan bahwa hanya kepemimpinan transformasional yang berperan secara signifikan terhadap keterikatan kerja, artinya semakin tinggi peran pemimpin transformasional yang dirasakan maka semakin tinggi pula tingkat keterikatan kerja yang dimiliki. Sedangkan variabel jenis kelamin tidak berperan terhadap keterikatan kerja. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peran kepemimpinan transformasional diperlukan oleh sales IT sebagai faktor yang dapat meningkatkan keterikatan kerja.
Co-Authors Agung, Nicolette Kevin Rose Albertha Haga Ciptaningtyas Alexander Abraham Daeng Kuma Amala Fahditia Angelina Alvina Ayuprilani Appulembang, Yeni Anna Ariyanti, Tita Aulia Aurelia S. Djuanto Bonar Hutapea Cecilia Tiara Putri Debora Basaria Dewi, Fransisca I. R. Dian Ardianti Dinah Kartana Djuanto, Aurelia S. Fahditia, Amala Fakkar, Elisabeth Juliarti Felita Oktaviani Felita Oktaviani Felycia Klaviera Mulyana Florencia Irena Florensia Louhenapessy Fransisca I. R. Dewi Fransisca Iriani Dewi Hanna Christina Uranus Harsoyo, Tania Talitha Hayfatunisa, Gea I Made Budiana Ignatius Roni Setyawan Ismoro Reza Prima Putra Jap Tji Beng Jessica Jessica Jessica Jessica Jessyca Jessyca Jessyca, Jessyca Joyce Natalia Setiawan Kevin Djasa Lahdji, Mona Lie, Daniel Lie, Daniel Lilies Nuraini Linda Wati Lukas Juliano Luthfiyah, Sahla Ikhlasul Maghfira, Naya Astri Masita, Danny Mirda Sari Ningtyas Dara Pertiwi Mona Lahdji Mulyatri, Lydia Mutiara, Raden Naomi Margaretha Hutahaean* Naomi Soetikno Nurcintame, Nydia Putri Oktaviani, Felita Puspa Putri Sajuthi Rae, Olivia Beatrix Rahaditya, R. Raja O. Tumanggor Rasai Tumcala, Gabi Manuru Riana Sahrani Riska Umami Lia Sari Rita Markus Idulfilastri Rizki Dwi Prasetya Sagunda Nur F, Valentin Sari, Meylisa Permata Sartika Zumria Sebastiaan Rothmann Sihotang, Fitriana Nursinta Siti Djauharoh Stephanie Angelina Stephanus Arbi Setyastoro Suci Fadhla Hasanah Sugiarto, Winoto Taruman, Evangel Chloe Theresia Meirosa Purba Tumanggor, Raja O. Tumanggor, Raja Oloan Vallerie Meijer Venesia, Venesia Wibisono Ghany Fitriadi Wijaya, Erik Yenike Margaret Isak Yuliana Yuliana Yunita Christiana Zamralita Zamralita