Claim Missing Document
Check
Articles

Evaluasi Program Pilar Karakter dalam Meningkatkan Respect pada Siswa SD X di Depok Widiasih, Triani Widiasih; Sahrani, Riana; Tumanggor, Raja Oloan
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 1 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i1.348

Abstract

Program pilar karakter merupakan character building yang dilaksanakan di SD X bertujuan membentuk karakter baik pada siswa. Program ini mengacu pada 9 pilar karakter. Pengembangan karakter berasal dari muatan moral individu. Salah satu dasar moralitas yang utama dan berlaku secara universal adalah sikap respect. Dalam program pilar karakter, sikap respect merupakan salah satu sikap yang diaplikasikan di kegiatan program. Sikap respect tersebut belum muncul secara konsisten pada seluruh siswa yang telah mengikuti program pilar karakter. Penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran evaluasi program pilar karakter dalam meningkatkan respect pada siswa SD X. Jenis penelitian yang digunakan evaluation research dengan model evaluasi Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Empat level tersebut yaitu level reaction, learning, behavior, dan result. Subyek penelitian diambil dengan purposive sampling sebanyak 4 dari 75 siswa berdasarkan skor tertinggi dari kuesioner respect  yang telah diadaptasi. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara. Observasi dilakukan pada kegiatan belajar di sekolah, focus group discussion (FGD) dan simulasi. Teknik wawancara berdasarkan teori respect terhadap 4 subyek serta guru, kepala sekolah dan orangtua sebagai triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan program pilar karakter dapat meningkatkan kekonsistenan respect siswa SD X. Sikap respect yang semakin konsisten ditunjukkan dengan perilaku hormat dan patuh ketika berbicara kepada orang yang lebih tua, mau berkawan dengan siapa saja, dapat menggunakan bahasa yang baik untuk menyampaikan pendapat/keinginannya, suka membantu orang yang membutuhkan, menjadi pendengar yang baik, mau mematuhi dan melaksanakan perintah orangtua ataupun guru, dan dapat  menerima adanya perbedaan.Kata kunci : evaluation research, program, pilar karakter, respect, sekolah dasar
PEMAHAMAN WELL-BEING DARI PERSPEKTIF FILSAFAT Tumanggor, Raja Oloan
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i1.1628

Abstract

Studi ini menganalisa filsafat ‘keadaan baik’ (well-being) yang tertuang dalam berbagai macam teori, seperti teori hedonisme (hedonism theory), teori pemenuhan keinginan (desire-fulfilment theory) dan teori daftar tujuan (objective-list theory). Ditinjau dari cara menjelaskan, kajian teoretis well-being dibagi dalam dua cara: pertama, teori enumeratif (enumerative theory) yang fokus pada hal-hal apa saja yang menambah well-being. Kedua, teori eksplanatoris (explanatory theory) yang bertujuan untuk menjelaskan mengapa sesuatu itu menambah well-being. Teori hedonisme dan teori daftar tujuan masuk dalam enumeratif, sedangkan teori pemenuhan keinginan masuk dalam eksplanatoris. Dengan metode studi kepustakaan (library research) dan analisis teori penulis menggarisbawahi bahwa pertama, dalam perpektif filosofis terdapat beraneka ragam teori mengenai well-being. Kedua, terdapat perbedaan konsep teoretis antara satu teori dengan teori lainnya. Ketiga, Walaupun ada perbedaan konsep antara masing-masing teori, namun dapat saling memperkaya untuk lebih memahami konsep filosofis well-being secara komprehensif.
EFEKTIVITAS PELATIHAN “STRATEGI MENGAJAR SRL” DALAM MENINGKATKAN SELF-EFFICACY DAN SRL BELIEF GURU SD X Mathilda V. Bolang, Caroline; Sahrani, Riana; Tumanggor, Raja Oloan
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i2.556

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan “Strategi Mengajar SRL” dalam meningkatkan selfefficacy dan SRL belief pada guru SD X yang menggunakan pendekatan instruksional student-centered, di mana keberhasilan pelatihan dilandaskan pada prinsip teori sosial-kognitif yaitu interaksi antara individu, lingkungan dan perilaku. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2017. Partisipan penelitian terdiri dari 7 guru sekolah dasar X yang dibagi ke dalam dua kelompok yaitu 4 guru pada kelompok eksperimen dan 3 lainnya pada kelompok kontrol. Jumlah partisipan dalam kelompok eksperimen terdiri dari 3 perempuan dan 1 laki-laki, serta 3 orang perempuan pada kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental dengan pretest-posttest control group design. Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah Teacher’s Self-Efficacy (TSE) (Schwarzer et al., 1999) dan Self-Regulated Learning Teacher’s Belief (SRLTB) (Lombaerts et al., 2009). Data dianalisis dengan teknik paired sample t test dengan kriteria statistik non parametrik one sample Kolmogorov-Smirnov. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan skor pretest dan posttest TSE dan SRLTB pada kelompok kontrol dan pada kelompok eksperimen. Berdasarkan perhitungan uji beda, didapatkan skor t=-4,382 dan p= 0,022 (p< 0,05) pada teacher’s self-efficacy kelompok eksperimen serta t=-3,820 dan p=0,032 pada SRL teacher’s belief kelompok eksperimen. Hal ini menjelaskan bahwa hipotesis penelitian diterima, artinya pelatihan “Strategi Mengajar SRL” meningkatkan self-efficacy dan SRL belief guru SD X.
PENGELOLAAN PERILAKU SISWA OLEH GURU DI SEKOLAH TUNAS HARAPAN NUSANTARA BEKASI JAWA BARAT Tumanggor, Raja Oloan
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 1, No 1 (2018): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.714 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v1i1.1890

Abstract

Teachers have an important role in improving education of students in schools. However, teachers often deal with the fact that students behave in a way that is not supportive towards effective teaching and learning process such as disturbing peers during studying, making noise in the classroom, being disorderly and lacking discipline in learning. For this reason, teachers need to be equipped with the knowledge and skills to manage the behavior of uncooperative students. As many as 24 elementary and middle school teachers from Tunas Harapan Nusantara Bekasi school were provided with strategies to manage student behavior in schools to create effective learning conditions.Through lecture, group work and independent work, the teachers are able to explore the potential of the students, so that students’ uncooperative behavior can be directed to positive things. The result is that teachers become skilled at dealing with and managing student behavior in class, teachers have effective strategies to direct students to become diligent learners. The output is the competence of teachers in applying models of student behavior management in schools.ABSTRAK: Guru memiliki peranan penting dalam meningkatkan pendidikan peserta didik di sekolah. Namun guru kerap berhadapan dengan kenyataan bahwa para siswa memiliki perilaku yang tidak mendukung terciptanya proses belajar mengajar secara efektif seperti misalnya suka mengganggu teman siswa sewaktu belajar, membuat keributan di kelas, tidak tertib dan kurang disiplin dalam belajar. Untuk itu guru perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan mengelola perilaku siswa-siswa yang tidak mendukung tersebut. Sebanyak 24 orang guru SD dan SMP di sekolah Tunas Harapan Nusantara Bekasi didampingi bagaimana strategi mengelola perilaku siswa di sekolah agar tercipta kondisi belajar yang efektif. Dengan metode ceramah, kerja kelompok dan kerja mandiri para guru dimampukan menggali potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga perilaku siswa yang kurang mendukung pembelajaran bisa diarahkan ke hal-hal positif. Hasil akhirnya adalah para guru menjadi terampil menghadapi dan mengelola perilaku siswa di kelas dan memiliki strategi efektif untuk mengarahkan siswa menjadi pembelajar yang tekun. Luarannya adalah kompetensi para guru dalam menerapkan model-model pengelolaan perilaku siswa di sekolah.
HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA GURU KELAS DI SEKOLAH INKLUSI DI JAKARTA Tanurezal, Nathania; Tumanggor, Raja Oloan
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.8635.2020

Abstract

Profession as class teacher in inclusive schools is not an easy profession, especially if the teacher lacks the required competencies. Lack of competence can affect self-efficacy associated with work engagement to classroom teachers. Self-efficacy is one's belief in one's ability to complete a task or goal and to produce the desired positive effect.Meanwhile, work engagement is defined as a positive work attitude and performance that can improve overall company performance.This study aims to determine whether there is a positive relationship between self efficacy and work engagement to classroom teachers in inclusive schools. This research is a non-experimental quantitative research that tests the correlation between two variables using convenience sampling techniques. The measuring instrument used was a self-efficacy scale developed by Jerusalem and Schwarzer, and a work engagement scale developed by Schaufeli, González-Romá, and Bakker. The subjects in this study were 34 class teachers in inclusive schools in Jakarta. The results of the analysis using the Pearson correlation test have the results of r = 0.459, p = 0.006 <0.05, so it can be concluded that self efficacy has a significant positive relationship with work engagement to class teachers in inclusive schools. Then it can be said that the higher the self efficacy is, the higher the work engagement will be. Vice versa, the lower the self efficacy is, the lower the work engagement will be. Profesi guru kelas di sekolah inklusi bukanlah profesi yang mudah, terutama apabila guru kurang memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Kurangnya kompetensi dapat mempengaruhi efikasi diri yang dikaitkan dengan keterikatan kerja pada guru kelas. Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang atas kemampuan yang dimiliki oleh seseorang agar dapat menyelesaikan suatu tugas atau tujuan dan dapat menghasilkan efek positif yang diinginkan. Sementara keterikatan kerja adalah Keterikatan kerja didefinisikan sebagai sikap dan performa kerja positif yang dapat meningkatkan performa perusahaan secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan positif antara efikasi diri dengan keterikatan kerja pada guru kelas di sekolah inklusi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental yang menguji korelasi antar dua variabel dengan menggunakan teknik convenience sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Efikasi Diri yang dikembangkan oleh Jerusalem dan Schwarzer, serta Skala Keterikatan Kerja yang dikembangkan Schaufeli, González-Romá, dan Bakker. Subyek pada penelitian ini merupakan 34 orang guru kelas di sekolah inklusi di Jakarta. Hasil analisis menggunakan uji korelasi Pearson memiliki hasil r = 0.459, p = 0.006<0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa efikasi diri memiliki hubungan positif yang signifikan dengan keterikatan kerja pada guru kelas di sekolah inklusi. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi efikasi diri, maka akan semakin tinggi keterikatan kerja. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah efikasi diri, maka semakin rendah juga keterikatan kerja.
GAMBARAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENJADI MISIONARIS Laurens, Stevanie; Tumanggor, Raja Oloan
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 1 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i1.8634.2021

Abstract

The decision making process of becoming a missionary is not an easy task to do because it needs a lot of consideration. Every decision making processes usually need to go through several stages, it also applies in the decision making process to become a missionary. When someone live as a missionary, they might face a lot of challenges and difficulties that could even make them quit mission forever. The challenges for most missionaries include financial difficulties, desperation and feel unable to do things, or even tiredness. This research aimed to  give more information regarding the decision making process of becoming a missionary that includes all of the stages that each of them go through in their decision making process and also the factors that influence their decision making. This type of research is non experimental with quantitative research methods. Data retrieval in this study using interview techniques in depth interview. There are seven stages of participant decision making before deciding to become a missionary. The participants of this research are five Indonesian missionary who serve at several cities in Indonesia and also in another country. It is known that the study participants were most accurately informed about missionaries because they were active in serving in the church and participated in activities such as short theological schools, etc. From the result of this research, we could see that the decision making process of becoming a Christian missionary also follows the decision making steps. Proses pengambilan keputusan untuk menjadi misionaris bukan hal yang mudah untuk dilakukan karena memerlukan banyak pertimbangan. Setiap proses pengambilan keputusan biasanya melalui beberapa tahapan, begitu pula dengan proses pengambilan keputusan untuk menjadi seorang misionaris. Ketika seseorang menjalani kehidupan sebagai misionaris maka mereka akan menghadapi banyak tantangan dan kesulitan yang bahkan bisa menyebabkan mereka keluar dari misi misalnya tekanan dalam hal finansial, memiliki perasaan tidak mampu, atau merasa kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran proses pengambilan keputusan yang terjadi pada orang yang menjadi misionaris meliputi seluruh tahapan yang dilalui serta faktor apa yang paling memengaruhi pengambilan keputusan tersebut sehingga dapat membantu pembaca, khususnya calon misionaris Kristen, ketika mau melakukan pengambilan keputusan yang penting. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan metode penelitian kuantitatif. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara in depth interview. Terdapat tujuh tahapan pengambilan keputusan partisipan sebelum memutuskan diri menjadi seorang misionaris. Partisipan penelitian ini terdiri dari lima orang misionaris Kristen asal Indonesia yang melayani di berbagai kota di Indonesia dan juga di luar negeri. Diketahui bahwa partisipan penelitian paling banyak mendapat informasi akurat terkait misionaris karena aktif dalam melayani di gereja dan mengikuti berbagai kegiatan seperti sekolah teologi singkat, dan lain-lain.Berdasarkan hasil penelitian, pengambilan keputusan untuk menjadi misionaris dilakukan sesuai dengan tahapan pengambilan keputusan.
Inkulturasi Iman Kristen dalam Konteks Budaya Batak: Suatu Tinjauan Misiologis Raja Oloan Tumanggor
The New Perspective in Theology and Religious Studies Vol 2, No 2 (2021): December
Publisher : Cipanas Theological Seminary

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.359 KB) | DOI: 10.47900/nptrs.v2i2.40

Abstract

AbstractThe encounter between Christian faith and Batak culture is an important issue in mission activities. This encounter certainly faces various problems and tensions that can only be overcome by communication between cultures. This article seeks to map the experience of encounter Christian faith with Batak culture and religion. The inculturation of the Christian faith that was carried out at the beginning of the Catholic mission activities in the Batak lands was how to introduce the concept of a Christian God to the Batak people who actually have their own concept of God in their traditional religion. The process of inculturation requires the transformation of traditional Toba Batak culture through Christianity. Likewise, the transformation of Christianity through traditional culture. That is, there must be a reciprocal relationship between the Christian tradition and concrete culture in the sense of critical correlation. Reciprocal relationships will certainly bring tension. This process of inculturation is permanent and the gospel is expressed in a cultural context. The gospel is not only expressed with cultural elements, but also becomes a force capable of changing the life patterns of the Toba Batak people.Key words: inculturation, Christian faith, Toba-Batak. AbstrakPertemuan antara iman Kristen dan kebudayaan Batak merupakan isu penting dalam kegiatan misi. Pertemuan ini tentu menghadapi berbagai persoalan dan ketegangan yang hanya bisa diatasi dengan komunikasi antara budaya. Artikel ini berupaya memetakan pengalaman pertemuan iman Kristen dengan budaya dan religi Batak. Upaya inkulturasi iman Kristen yang dilakukan pada awal kegiatan misi Katolik di tanah Batak adalah bagaimana memperkenalkan konsep Allah kristiani kepada orang Batak yang sebenarnya juga telah memiliki konsep tersendiri mengenai Allah dalam agama tradisional mereka. Proses Inkulturasi membutuhkan transformasi budaya tradisional Batak Toba melalui kekristenan. Demikian juga sebaliknya transformasi kekristenan melalui budaya tradisional. Artinya, mesti ada suatu relasi timbal balik antara tradisi kekristenan dengan budaya konkrit dalam arti korelasi kritis. Relasi timbal balik tentu akan membawa ketegangan. Proses inkulturasi ini berlangsung permanen dan Injil diungkapkan dalam  konteks budaya. Injil tidak hanya diungkapkan dengan elemen-elemen budaya, tapi juga menjadi kekuatan yang mampu mengubah pola kehidupan orang Batak Toba 
Misi dan Evangelisasi dalam Diskursus Teologi Raja Oloan Tumanggor
The New Perspective in Theology and Religious Studies Vol 2, No 1 (2021): June
Publisher : Cipanas Theological Seminary

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (428.393 KB) | DOI: 10.47900/nptrs.v2i1.32

Abstract

Pengertian misi menjadi perdebatan. Pendekatan yang berbeda dalam memahami misi akan mempengaruhi pengertian seseorang mengenai misi. Pendekatan biblika biasanya digunakan untuk memahami misi. Tulisan ini akan memperlihatkan pengertian misi dilihat dari sudut pandang sejarah pemikiran gereja tentang misi dan menunjukkan perkembangan pemahaman gereja mengenai misi. Pengertian misi dan evangelisasi akan dibahas dalam konteks Dewan Gereja Sedunia, Dewan Gereja Injili Sedunia, dan Gereja Katolik. Walaupun terdapat perbedaan penekakan dalam memahami misi, gereja-gereja sedunia memiliki pemahaman yang sama dalam memahami misi, bahwa misi adalah missio Dei.
Hubungan Spiritual Well-Being dan Kecerdasan Emosi pada Sikap Toleransi Bagi Remaja Raja Oloan Tumanggor; Heni Mularsih
Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi Vol. 5 No. 2 (2020): Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi
Publisher : Islamic Psychology Department, Dakwah Faculty of Universitas Islam Tribakti Lirboyo Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33367/psi.v5i2.958

Abstract

This study analyzes the relationship between spiritual well-being and emotional intelligence to tolerance for adolescents. Spiritual well-being is the affirmation of life concerning, oneself, others, the environment, and God. This relation can be developed into four interconnected domains of human existence concerning spiritual well-being; oneself, community, environment, and God. Emotional intelligence is one of the keys to success in life. So, people are aware of themselves and others, have motivation and optimism. The study took data from 1113 adolescents from five provinces (DKI, West Java, Lampung, North Sumatra, and Central Java), aims to find out the relationship between spiritual well-being and emotional intelligence on tolerance. From the analysis of data using correlation and regression found that spiritual well-being is related to tolerance (r = 0.844 (**), p = 000 <0.001), and spiritual well-being affects the attitude of tolerance (r2 = .699, t = 30 896, p <.001). Likewise emotional intelligence is related to tolerance for adolescents (r = 0.844 (**), p = 000 <0.001) and emotional intelligence influences tolerance (r2 = .712, t = - 5102, p <.001). The higher level of spiritual well-being and emotional intelligence, the better the tolerance attitude of adolescents.
Peran Spiritual Well-Being Untuk Menumbuhkembangkan Kesehatan Mental Demi Mewujudkan Ketahanan Sosial Pada Masyarakat Korban Konflik Sosial Di Aceh Singkil Raja Oloan Tumanggor; Agoes Dariyo
Jurnal Ketahanan Nasional Vol 27, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkn.64606

Abstract

ABSTRACT                    This study aimed to determined the role of spiritual well-being to developed mental health in order to realized social resilience  in the victims of social conflict in Aceh Singkil..                     Retrieving of data used questionnaires, namely spiritual well-being, resilience and mental health. In this study involved the number of subjects as many as 300 people who were victims of social conflict in Aceh Singkil. Data analysis using correlation and regression.                     It was found that there was a significant role for spiritual well-being towards the development of resilience, there was a role of spiritual well-being towards the development of mental health, and there was a role of resilience towards mental health in victims of social conflict. ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran spiritual well-being untuk mengembangkan kesehatan mental demi mewujudkan ketahanan sosial pada masyarakat korban konflik sosial Aceh Singkil.Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner yaitu spiritual well-being, resiliensi dan kesehatan mental. Penelitian ini melibatkan subjek sebanyak 300 orang yang menjadi korban konflik sosial di Aceh Singkil.  Analisis data dengan menggunakan korelasi dan regresi.Ditemukan bahwa ada peran signifikan spiritual well-being terhadap pengembangan resiliensi, ada peran spiritual well-being terhadap pengembangan kesehatan mental, dan ada peran resiliensi terhadap kesehatan mental pada korban konflik sosial.
Co-Authors Adinda Andriyani Adisya, Syaila Rania Adrian Hartanto, Adrian Agoes Dariyo Agoes Dariyo Agoes Dariyo Aisha Pramadita Kartohadiprodjo Alexander Abraham Daeng Kuma Alfyoni, Ghisanie Azahra Aliyya Zikrina Alma Silvi Almira, Deniella Kesya Amalia Putri Maharani Ambarwati, Puspitasari Ananda Natahsya Andrianputra, Ezra Andriyani, Adinda Angeline, Vania Annissatya, Kyantina Alifah Aprillia Wiranto, Nadya Serafin Arbi, Larasati Marutika Artha, Widya Aurora Nurul Khamila Aurora Nurul Khamila Azizah, Moulida Azzura, Chiatha Destalova BEATITUDO, EWALDUS SENARAI Bella, Catharine Byanca, Zayra Alana Cecilia Tiara Putri Chiatha Destalova Azzura Chintia Stevani Christ Jhon Christabella Christabella Christianto, Gabriel Enrico Depari, Mey Emeninta Sembiring Dias Amaliah Kangiden Eka Febrianti, Eka Ekklesia Eunike Lase Ellen Cheryl Hastono Ellen Cheryl Hastono Farah Nabila Nasution Farah Nabila Nasution Felycia Klaviera Mulyana Feodora Nadine Fifian Prahayuningtyas Flariska Erfaryndra Fransisca I.R. Dewi Fransisca Iriani Roesmala Dewi Gea Hayfatunisa Ghaisani, Kayla Rossita Ghinarahima, Challista Najwa Ghisanie Azahra Alfyoni Gozal, Angel Vallerie Grace, Viona Graciella Faren Gracio O.E.H. Sidabutar Gumay, Fhilia Anasty Gunawan, Jessica Haryanto, Elisabet Winda Putri Hayfatunisa, Gea Helga, Patricia Heni Mularsih Hotnida Nethania Agatha Imannuela, Audrey Ismoro Reza Prima Putra Jose Conary Kasdim, Riska Kristy, Ellena kusuma, shelly Laurens, Stevanie Leonardo Sriwongo Lim, Viviani Lovela, Adelia Lovita Ludgerius Maruli Nugroho Tumanggor Mahadiva, Tsaniya Maharani, Amalia Putri Marissa Putri MARPAUNG, DERIAN GIOVANNO Massimiliano Di Matteo Mathilda V. Bolang, Caroline Michael Levi Mulyawan Halim Moulida Azizah Muhamad Dwiki Armani Mulya, Raynata Danielle Mustopo, Michelle Patricia Natahsya, Ananda Niziliani, Shyakia Nolanda, Carissa Ratu Nurbani, Anna P. Tommy Y. S. Suyasa Petsuien Thalitakum Gontha Umboh Priscilia, Lidwina Putri Suwaibah Safira Putri, Yohana Desia Raden Ajeng Astari Adina Warasto Raden Ajeng Astari Adina Warasto Rahmadina, Dhea Fadhila Ramadhani, Kalya Sukma Rayda Rachma Fatin Rayda Rachma Fatin Raynata Danielle Mulya Regent Wijaya Riana Sahrani Riana Sahrani Riska Umami Lia Sari Salma, Meysun Sanceska, Putu Basya Ratu Sanusi Uwes Sarahsanty, Davina Senjani, Dita Permata Shafwah, Salsabila Shyakia Niziliani Siagian, Bisuk Silvana, Silvana Silviana Silviana Suci, Anjani Rahmah Surjo, Fernando Romero Suyasa, P Tommy Y. Sumatera Suyasa, P. Tommy Y. Sumatera Tanurezal, Nathania Theresa Theresa Tiara, Farillah Tina Sugiharti Tri, M. William Tumanggor, Felicitas Adelita Permatasari Tumanggor, Ludgerius Maruli Nugroho Viani, Theresia Patria Wahyuni Wahyuni wahyuni wahyuni Widiasih, Triani Widiasih Widiyawati, Valentina Tyas Willy Tasdin Yen Ni Yonatan Hizkia Ramli Yunita Christiana