Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Jurnal Jatiswara

Pengawasan DPRD dan Kendala-Kendala yang Dihadapi Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah AD Basniwati
Jatiswara Vol 31 No 1 (2016): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Law No. 32 Year 2004 on Regional Government , gives broad authority to autonomous regions to organize Regional Government . With such authority , giving an opportunity for the region to explore and exploit all the potential that exists for the welfare of the people . In contrast with broad authority , also open opportunities for abuse of governmental authority , thus requiring supervision. With this research conducted , in hope will provide more advanced impact on the concept of financial management oversight by the Regional Chief and Council , so the possibilities are not in want will be solved as soon as possible . The method used in this study is a research method that uses normative law approach and conceptual approach , by conducting periodic review - review of the regulations in order to answer the law or which deals with issues that are relevant to the subject . Based on research conducted found : a. The shape of the Parliament supervision of financial management in achieving good local governance . b . Factors that constrain the supervision of Parliament for the area of financial management.
Politik Hukum Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD Dan DPRD AD Basniwati
Jatiswara Vol 34 No 1 (2019): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.867 KB) | DOI: 10.29303/jatiswara.v34i1.187

Abstract

Demokrasi menekankan pada pentingnya check and balance di seluruh institusi negara. Di Indonesia berjalannya check and balance bisa dilihat dari tidak adanya monopoli wewenang dari sebuah institusi. Namun revisi Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (selanjutnya disebut dengan UU MD3) justru kembali meletakkan seluruh kuasa pada tangan eksekutif dan legislatif. Pemanggilan anggota dewan harus seijin presiden dan revisi pada pasal 72 ayat (3) dan (4) mengenai pemanggilan paksa dan penyanderaan yang harus dilakukan atas permintaan DPR tidak mencerminkan komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang adil dan bersih. Pejabat seakan mendapatkan imunitas dari upaya penegakan hukum. Terlepas dari saratnya kepentingan partai politik untuk menguasai DPR, revisi UU MD3 memang sudah selayaknya ditinjau ulang.
Hubungan DPR dan BPK dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan AD Basniwati
Jatiswara Vol 30 No 1 (2015): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.481 KB)

Abstract

The existence of the House of Representatives (DPR) to the Supreme Audit Agency (BPK) is an implementation of a power-sharing horizontally in order to perform the functions of state institutions in the capacity and parallel position. Parliament is an institution that state institutions have a legislative function, the function of the budget, and monitoring functions. While the Audit Board is an institution with a state institution whose primary function as a body of state financial check on the tasks of the state. In performing supervisory functions there are two state agencies that have oversight function in this field, namely the House of Representatives and the CPC, in this case the House of Representatives to supervise in politics while the CPC conduct supervision in the financial sector. The results of the financial audit conducted by the CPC in return it back to Parliament to be discussed, so that in carrying out the functions of a connection between the two.
Eksistensi Putusan Ultra Petita dalam Polemik Pengujian Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Rangka Penegakan Hukum Muhammad Saleh; AD Basniwati
Jatiswara Vol 27 No 3 (2012): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.485 KB)

Abstract

As stipulated in the article 24 (1 and 2) of the constitution of Republic ofIndonesia 1945, Constitutional courts is, beside Supreme Court, one of the judicial courts element. This means that constitutional court is bound to general principles of judicial power, i.e. freedom, impartial and independent from any other institution in enforcing law and justice. One of the constitutional court’s decisions assumed to be controversy is what so called “ultra petita decision”. In the context of procedural law prevails in the court, ultra petita is decision which contains things out of claimant’s request within a judicial review process. This clearly will bring about legal discussion among legal experts.
Pergeseran Fungsi Legislasi Di Indonesia AD Basniwati; Rahmawati Kusuma; Mahendra Wijaya Kusuma
JATISWARA Vol. 38 No. 2 (2023): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v38i2.512

Abstract

Penelitian dengan judul Pergeseran Fungsi Legisasi di Indonesia ini mengkaji keterlibatan Presiden Indonesia dalam proses pengajuan, pembahasan dan pengesahan suatu Rancangan Undang-undang yang menyebabkan terjadinya pergeseran fungsi legislasi di Indonesia. Pergeseran tersebut terjadi karena dominannya kewenangan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dari pada DPR selaku lembaga legislatif di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bentuk pergeseran fungsi legislasi di Indonesia serta untuk mengetahui cara memaksimalkan fungsi legislasi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan memfokuskan kajian pada Pasal 5 dan Pasal 20 UUD 1945, hal tersebut karena Pasal inilah yang mengatur dengan kompleks mengenai kewenangan Presiden Indonesia dalam proses legislasi. Kesimpulan dari penelitian ini memperlihatkan bahwa telah terjadi pergeseran fungsi legislasi di Indonesia yang dibuktikan dengan keterlibatan Presiden Indonesia untuk dapat mengajukan, membahas, dan mengesahkan Rancangan Undang-undang, hal tersebut diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 20 UUD 1945 sebagai titik fokus kajian dalam penelitian ini.
Politik Hukum Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD Dan DPRD Basniwati, AD
JATISWARA Vol. 34 No. 1 (2019): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v34i1.187

Abstract

Demokrasi menekankan pada pentingnya check and balance di seluruh institusi negara. Di Indonesia berjalannya check and balance bisa dilihat dari tidak adanya monopoli wewenang dari sebuah institusi. Namun revisi Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (selanjutnya disebut dengan UU MD3) justru kembali meletakkan seluruh kuasa pada tangan eksekutif dan legislatif. Pemanggilan anggota dewan harus seijin presiden dan revisi pada pasal 72 ayat (3) dan (4) mengenai pemanggilan paksa dan penyanderaan yang harus dilakukan atas permintaan DPR tidak mencerminkan komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang adil dan bersih. Pejabat seakan mendapatkan imunitas dari upaya penegakan hukum. Terlepas dari saratnya kepentingan partai politik untuk menguasai DPR, revisi UU MD3 memang sudah selayaknya ditinjau ulang.