Claim Missing Document
Check
Articles

Improvement Of Clean Field With The Implementation Of Medan City Regional Regulation No. 3 Of 2014 Regarding A No-Smoke Area In Medan City Triono Eddy
International Journal of Educational Research & Social Sciences Vol. 3 No. 1 (2022): February 2022
Publisher : CV. Inara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51601/ijersc.v3i1.282

Abstract

Currently, cigarettes are one of the products with a relatively high level of consumption in the community. The problem of smoking is also still a national problem and efforts to overcome it are prioritized because it involves various aspects of problems in life, namely economic, social and political aspects and especially health aspects. Data on the tobacco epidemic in the world according to the World Health Organization (WHO) shows that 1 death due to tobacco worldwide occurs every 6 seconds. Deaths due to tobacco in 2005 were recorded at 5.4 million people and during the 20th century, there were 100 million deaths due to tobacco. If this is allowed, there will be 8 million deaths in 2030 and it is estimated that 1 billion people will die from tobacco during the 21st century. By 2030, It is projected that 80% of tobacco-related deaths occur in developing countries. Medan City Government stipulates Medan City Regional Regulation No. 3 of 2014 concerning Smoking-Free Areas to support the creation of a smoke-free environment so that the City of Medan can be protected from the negative impacts of smoking. Therefore, this research focuses on the process of implementing the Medan City Regulation No. 3 of 2014 concerning Non-Smoking Areas in Medan City in several places by Article 7 to Article 15 of Medan City Regulation No. 3 of 2015. The aim is to see to what extent the Medan City Regulation No. 3 of 2014 concerning Non-Smoking Areas is implemented by the community, government, and law enforcement. The locations that were targeted as well as research locations were 3 schools in Medan, Amplas Terminal, Medan Mayor's Office, and Medan City DPRD. The research method used is descriptive qualitative by collecting primary and secondary data through interviews, direct observation, and recording documents. The data that has been obtained is then analyzed descriptively qualitatively.
Authorities and Responsibilities of Notaries as Officials Cooperative Establishment Deed Maker Muhammad Yusrizal; Surya Perdana; Triono Eddy
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 7, No 2 (2022): July-December
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/dll.v7i2.10293

Abstract

Cooperative is a business entity established by and consisting of individuals. The purpose of establishing a Cooperative is as a joint effort based on the principles of kinship and democracy, which in turn requires a strong legal basis relating to the deed of establishment of a Cooperative using an authentic deed. Considering the need for a Notary in the growth and development of Cooperatives as a legal entity, especially in the process of its establishment and amendments to its articles of association, then based on the State Decree of Cooperatives and Small and Medium Enterprises Number: 98/KEP/M.UKM/IX/2004, Notaries are given the authority to make Cooperative deed. Notary authority is very important, namely as a public official authorized to make authentic deeds and other authorities as referred to in Law Number 30 of 2004 concerning Notary Positions. The involvement of a notary is not only to assist the process of making cooperative deeds, but also to care about the prospects for the development of cooperatives that are clients and are willing to provide legal guidance and consultation related to the making of cooperative deeds. The goal is that the cooperative movement and the cooperative community understand more and are not unfamiliar with matters related to the rule of law
KAJIAN YURIDIS ATAS PENANGKAPAN DAN PENAHANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA (Studi Kasus PutusanNomor: 15/Pra.Pid/2012/PN.Mdn dan Putusan Nomor: 01/Pid.Pra/Per/2012/PN.Stb) Hubertus Manao; Triono Eddy
JURNAL MERCATORIA Vol 6, No 2 (2013): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v6i2.639

Abstract

Dalam sistem peradilan pidana yang dianut dalam KUHAP terdapat berbagai lembaga penegak hukum yang menjadi institusi pelaksana peraturan perundang-undangan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan advokat/pengacara. Sistem peradilan pidana adalah intitusi kolektif dimana seorang pelaku tindak pidana melalui suatu proses sampai tuntutan ditetapkan atau penjatuhan hukuman telah diputuskan.Berbagai undang-undang yang memberikan kewenangan penyidikan kepada PPNS menempatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu lembaga yang menjalankan fungsi penegakan hukum di berbagai sektor dalam kerangka sistem peradilan pidana.Dalam praktek penegakan hukum, penyidik pegawai negeri sipil demi kepentingan penyidikan dapat melakukan penangkapan dan penahananterhadap tersangka tanpa melibatkan penyidik Polri sehingga memunculkan permasalahan mengenai legalitas penangkapan dan penahanan tersebut. Permasalahan ini dibahas dengan menggunakan teori sistem peradilan pidana yang berkaitan dengan upaya pengendalian kejahatan melalui kerjasama dan koordinasi di antara lembaga-lembaga yang oleh undang-undang diberi tugas untuk itu.
Penerapan Rehabilitasi Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Oleh Penyidik Kepolisian (Studi Di Direktorat Narkoba Polda Sumut) Rinaldo Rinaldo; Triono Eddy; Alpi Sahari
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 14, No 1 (2022): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v14i1.281

Abstract

Rehabilitasi penyalahguna Narkotika yang dilakukan oleh Polri khususnya Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara pada dasarnya ditujukan untuk memutus mata rantai peredaran gelap Narkotika yang terjadi di wilayah hukum Polda Sumatera Utara, namun dalam penerapannya belum efektif sehingga diperlukan reorientasi sistem pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana Narkotika. Arti pentingnya reorinetasi sistem pemidanaan dalam kerangka pertanggungjawaban pelaku adalah melakukan tindakan secara efektif terhadap pelaku sebagai korban kejahatan peredaran gelap Narkotika secara komprehensif akibat pengaruh lingkungan sosial. Adapun permasalahan yang dikemukakan terkait penerapan rehabilitasi, hambatan dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam penerapan rehabilitasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini terdiri dari spesifikasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder yang penekanannya pada teoritis dan analisis kualitatif. Permasalahan yang muncul dalam pengimplementasian kewajiban rehabilitasi oleh Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika sebagaimana di atur pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sinergitas antar kelembagaan dengan terjadinya perbedaan persepsi antar instansi terkait dalam penanganan penyalahguna narkotika Penyidik kepolisian dalam penanganan tindak pidana Narkotika melakukan kualifikasi pelaku sebagai pengedar maupun pelaku sebagai penyalahguna Narkotika yang didasarkan pada mekanisme penyidikan sampai dengan pemberkasan perkara. Penyidik mengkontrusikan kasus penyalahguna Narkotika kedalam pasal rehabilitasi, berdasarkan persyaratan yang diamanatkan dalam ketentuan-ketentuan terkait rehabilitas yaitu dari banyaknya barang bukti, dilakukan asesmen oleh tim TAT yang dibentuk BNN, namun ketika vonis pengadilan tidak dihukum menjalani rehabilitasi melainkan hukum penjara. Ditingkat penyidikan Kepolisian, penyidik tidak pernah atau tidak berani menerapkan Pasal 127 ayat (1) tunggal dengan alasan antara lain Kepolisian Daerah Sumatera Utara pernah mencoba membuat 1 (satu) studi kasus hanya menerapkan Pasal 127 ayat (1) tunggal, akan tetapi setelah berkas perkara selesai disidik oleh Penyidik Kepolisian dan dikirimkan kepada JPU, ternyata berkas perkara  dikembalikan dengan petunjuk agar dicantumkan Pasal 112 ayat (1). 
KAJIAN HUKUM TERHADAP ORANG DISABILITAS YANG MENGGUNAKAN NARKOTIKA DALAM PRESFEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI DI POLRESTABES MEDAN) Asrul Taufik Harahap; Ediwarman Ediwarman; Triono Eddy
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 14, No 1 (2022): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v14i1.282

Abstract

. Penyalahgunaan narkotika oleh penyandang disabilitas semakin merusak mental maupaun fisiknya, oleh karena itu perlu perhatian khusus dan tindakan kebijakan hukum dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berkelanjutan. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyandang disabilitas menggunkan narkoba maka diperlukan penelitian mengenai faktor-faktornya dan akibat hukum apa yang akan terjadi bagi penyandang disabilitas tersebut. Hal ini akan ditinjau berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang  Penyandang Disabilitas Peneliitan ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif analisis, metode pendekatan yang digunakan ialah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan data bersumber dari library research dan field research di Polresrtabes Kota Medan dan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pusat Rehabilitas Korban Narkoba Mari Indonesia Bersinar, kemudian data tersebut dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka diketahui bahwa faktor-faktor penyhalahgunaan narkoba terhadap penyandang disabilitas ialah faktor kepribadian, keluarga, pendidikan, lingkungan dan ekonomi dan tidak percaya diri. Dampak dari penyalahgunaan narkotika oleh penyandang disabilitas bagi lingkungan masyarakat yaitu dampaknya sangat luas dan merupaakan ancaman serius terhadap berbagai aspek kehidupan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara, masyarakat juga merasa terganggu dan terkait keluarganya mempengaruhi oleh pengguna narkotika tak terkecuali terhadap penyandang disabilitas. Upaya yang dilakukan Polrestabes Kota Medan dalam melakukan pencegahan dan penanggualangan narkotika ialah melakukan giat rutin GKN (Grebek Kampung Narkoba), melaksanakan penyuluhan secara rutin di wilayah rawan markoba, melakukan giat gotong royong di wilayah rawan narkoba, mengembangkan program Bersinar (Bersih Narkoba). Mendaftarkan diri atau korban ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pusat Rehabilitas Korban Narkoba Mari Indonesia Bersinar sebagai wadah pemulihan. Polrestabes Kota Medan agar segera melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terakit hal tersebut agar tidak terjadi.  
TINJAUAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR ATAS TINDAK KEJAHATAN SEKSUAL DI KOTA MEDAN Yemi Mandagi; Triono Eddy; Alpi Sahari
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 14, No 1 (2022): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v14i1.278

Abstract

Pembuktian seorang pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika untuk direhabilitasi terbilang cukup sulit sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, merupakan hal yang sulit, karena harus melihat awal pengguna narkotika menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa pengguna narkotika ketika menggunakan narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. Dalam implementasinya Mahkamah Agung mengeluarkan terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 yang menjadi pegangan pertimbangan hakim dalam memutus narkotika. 2.      Pemikiran Double Track System menginginkan adanya kesetaraan antara Sanksi Pidana dan sanksi tindakan, tentu saja ini sangat perlu diterapkan bagi pelaku penyalahgunaan narkotika sekaligus sebagai pecandu narkotika, sehingga tentu saja ada efek jera dan proses penyembuhan dari pelaku kejahatan narkotika tersebut dapat berjalan, sehingga bagi para pelaku kejahatan narkotika dan dengan proses ini dilksanakan akan mampu untuk sembuh dari ketergantungan penggunaan Narkotika dan jera karena adanya sanksi pidana. Namun jika korban penyalahgunaan narkotika hanya perlu diberikan tindakan penyembuhan/rehabilitasi dari pemerintah. 
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Di Wilayah Pelabuhan (Studi Di Polres Pelabuhan Belawan) Mustafa Nasution; Triono Eddy; Alpi Sahari
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 14, No 1 (2022): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v14i1.280

Abstract

Modus operandi yang dilakukan pelaku tindak pidana peredaran gelap Narkotika di wilayah Pelabuhan Belawan antara lain: Pertama, masuk secara ilegal melalui pelabuhan-pelabuhan  tidak resmi. Kedua, pelaku memuat barang yang tidak sesuai dengan dokumennya dengan masukkan Narkotika di dalam barang muatan. Ketiga, menggunakan kapal nelayan dengan transaksi di tengah laut. Keempat, melalui jalur-jalur tikus dan luput dari pengawasan petugas. Kondisi faktual menggambarkan bahwa tindakan kepolisian melalui pendekatan penal policy yang dilakukan oleh Polda Sumatera Utara khususnya Polres Pelabuhan Belawan guna mengamankan wilayah Pelabuhan dari potensi ancaman tindak pidana penyelundupan Narkotika dirasakan belum optimal, hal ini disebabkan oleh kurangnya kerjasama antar lintas sektoral yang ada, misalnya TNI AL, Bea Cukai, KPLP, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Pemda serta Kesatuan Operasional Dasar (KOD). Adapun permasalahan di dalam penelitian tesis ini terkait dengan pemberantasan peredaran gelap Narkotika oleh Polres Pelabuhan Belawan, faktor-faktor penghambatan dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dimaksud.  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini terdiri dari spesifikasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder yang penekanannya pada teoritis dan analisis kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator belum optimalnya penanganan dengan pendekatan penal policy yang dilakukan oleh Polres Pelabuhan Belawan dalam pemberantasan peredaran gelap Narkotika antara lain dalam pelaksanaan tindakan kepolisian belum dilakukan melalui penyusunan perencanaan yang matang dengan melibatkan lintas sektoral, sehingga upayaupaya yang dilakukan dalam kegiatan operasi tindakan kepolisian dalam pemberantasan peredaran gelap Narkotika di wilayah Pelabuhan belum sepenuhnya mampu menyentuh berbagai aspek yang berkaitan dengan upaya srategis melalui koordinasi, komunikasi antar instansi sebagaimana dirumuskan dalam tata kelola manual mutu yang tersusun dalam susuan tata kelola organisasi Kepolisian yang mencakup kewenangan Polres Pelabuhan Belawan dalam pemberantasan tindak pidana Narkotika di wilayah Pelabuhan Belawan. 
Optimalisasi Peran Satuan Brimob Polda Sumut Dalam Penanggulangan Aksi Radikalisme Mukhtar I Kadoli; Triono Eddy; Alpi Sahari
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 13, No 2 (2021): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v13i2.269

Abstract

Perkembangan lingkungan strategis yang diiringi dengan maraknya isu globalisasi selain berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat, juga telah membawa dampak  yang besar terhadap situasi kamtibmas. Dimana perkembangan tersebut seharusnya menjadikan tatanan masyarakat semakin maju dan berkembang serta terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, akan tetapi yang terjadi sebaliknya yaitu memunculkan berbagai gerakan-gerakan ekstrim dan radikal berbasis sosial dan keagamaan yang mengarah kepada bentuk dan tindakan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai pancasila berupa aksi kekerasan, teror dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya siuasi kamtibmas yang kondusif. Penanggulangan radikalisme diarahkan untuk mengembangkan potensi dan kekuatan dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat dengan sasaran perioritas untuk dilaksanakan yang dilakukan secara profesional dan proporsional untuk terwujudnya daya cegah dan daya tangkal terhadap gangguan Kamtibmas yang berkadar tinggi yakni radikalisme dan intoleransi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini terdiri dari spesifikasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder yang penekanannya pada teoritis dan analisis kualitatif yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Pemberlakuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme tidak diikuti dengan penjelasan secara rinci perihal kegiatan apa saja yang masuk kategori ekstrimisme sehingga terjadinya multi tafsir dan memunculkan stigmatisasi di masyarakat. Hal ini tentunya berimpilkasi terhapap upaya yang dilakukan oleh Polri khususnya Satbrimob dalam penanggulangan aksi radikalsime. Satbrimob Polda Sumatera Utara sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam penanggulangan aksi radikalisme adalah  melaksanakan patroli kemitraan di setiap daerah rawan penyebaran dan kegiatan kelompok-kelompok radikal yang menjadi lingkup tugas dimasing-masing Batalyon sebagai salah satu implementasi program Quick Wins Renstra dan transformasi menuju Polri yang PRESISI yaitu “penertiban dan penegakkan hukum bagi organisasi radikaldan anti pancasila
Optimalisasi Pelaksanaan Regional Traffic Management Center (RTMC) Oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Sumatera Utara Rina Sry Nirwanan Tarigan; Triono Eddy; Alpi Sahari
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 13, No 2 (2021): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v13i2.270

Abstract

Terselenggaranya sistem Regional Traffic Management Centre merupakan transformasi digital yang sejalan dengan amanah Undang-Undang R.I Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan juga telah mereduksikan transformasi digital secara substantive di dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini dirumuskan pada Pasal 245 ayat (1) yang merumuskan untuk mendukung keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan sistem informasi dan angkutan jalan dengan diselenggarakannya sistem informasi dan komunikasi yang terpadu dalam pusat LLAJ yang dikendalikan dan dikelolah oleh Kepolisian Negera Republik Indonesia. Polri khususnya Direktorat Lalu Lintas telah mengaplikasikan Regional Traffic Management Center ( RTMC ) dalam rangka pelayanan informasi publik bidang lalu lintas dan mengakselerasi Program Reformasi Birokrasi Polri di bidang Lalu Lintas. Adapun permasalahan dalam penelitian yakni: Pertama, pelaksanaan Regional Traffic Management Center oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Sumatera Utara. Kedua, hambatan dalam pelaksanaan Regional Traffic Management Center oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Sumatera Utara. Ketiga,  upaya untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Regional Traffic Management Center oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Sumatera Utara. Metode penelitian didasarkan pada jenis penelitian hukum normatif. Penelitian ini cenderung menggunakan data sekunder baik berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif, artinya melalui analisis kualitatif maka data yang dianalisis akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memecahkan permasalahan (problem solving) yang telah diidentifikasi pada penelitian tesis ini. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta pemanfaatan media sosial secara masif menyebabkan kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) ditengah masyarakat dan berpengaruh terhadap pelayanan publik sebagaimana dimaksud Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Hal ini mendorong Indonesia sebagai sebuah negara melakukan transformasi digital yang tentunya harus diikuti dengan regulasi hukum berupa peraturan perundang-undangan dengan mereduksi RTMC sebagai pusat informasi publik terkait lalu lintas dan angkutan jalan termasuk penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan. Pentingnya aturan hukum terkait RTMC di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dasarkan pertimbangan sebagai berikut: Pertama, Regional Traffic Management Centre sebagai Pusat Pengendalian Anggota. Kedua, Regional Traffic Management Centre sebagai  Pusat Pendataan Lalu Lintas. Ketiga, Regional Traffic Management Centre sebagai  Penerima dan Pemberi Informasi Lalu Lintas. Keempat, Regional Traffic Management Centre sebagai  rekam Jejak Elektronis 
Penanggulangan Kejahatan Transnational Crime Oleh Ditpolair Polda Sumut Di Wilayah Selat Malaka Erwin Wijaya Siahaan; Triono Eddy; Alpi Sahari
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 13, No 2 (2021): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v13i2.266

Abstract

The development of a very dynamic strategic environment has resulted in efforts to enforce the law of sovereignty and security at sea, especially in the Malacca strait area from time to time always faced with quite complex challenges. Moreover, if it is related to the geographical constellation of Indonesia in the form of an archipelago with two-thirds of its territory consisting of the sea, its strategic position and the content of potential marine resources. The problems discussed in this thesis are: First, the formulation of legal policies against transnational crime. Second, the prevention of transnational crime in the Malacca Strait area by the Ditpolair Polda North Sumatra. Third, the obstacles in overcoming transnational crime in the Malacca Straits area by the Ditpolair Polda North Sumatra. The research method used in this thesis research consists of research specifications, data sources, data collection techniques and data analysis. The type of research used is normative legal research, namely legal research that uses secondary data sources with an emphasis on theoretical and qualitative analysis which is also referred to as library research or document study. Legal policy formulation, of course, must first begin by looking at the act as a crime by making criminal regulations that contain sanctions for criminals (criminalization). The criminalization of transnational crimes that occur in the waters of the Malacca Strait can be seen in the provisions contained in the legislation by grouping the elements of unlawful acts that can be held criminally responsible for the perpetrators. The criminal provisions contained in the laws and regulations that are formed are essentially for the creation of legal certainty as a legal goal. Legal policy for dealing with transnational crime based on the strategic environment of the Malacca Strait is influenced by several aspects, including geography, demography and natural resources. Border areas in the Malacca Strait that are not supervised, especially water areas, create vulnerability to the theft of natural resources such as illegal fishing. In addition, several border areas and outer islands which are only limited by forest areas also create vulnerability to illegal logging carried out by foreign nationals. 
Co-Authors Abd. Rahim Adha, Mhd. Hendara Adi Mansar Afdal Junaidi Agustami Lubis Agustina Agustina Agustina AHMAD YASIR LUBIS Akalafikta Jaya Alfi Sahari Ario Putranto Aris Wibowo Asrul Taufik Harahap Aulia Rosa Nasution Azaria, Elvina Azaria, Elvina Berlin Sinaga Dewata, Mukti Fajar Nur Didik Miroharjo Edi Warman Edi Warman Ediwarman Ediwarman Erwin Asmadi Erwin Wijaya Siahaan Farid Wajdi Farid Wajdi Fathin Abdullah Fauzi, Ahmad Foni Mega Wahyuni Galuh Nawang Kencana Ghapa, Norhasliza binti Ghofur Hidayat Girsang, Cosman Oktaniel Heni Pujiastuti Herikson P. Siahaan Hery Widijanto Hubertus Manao IBRAHIM, NURIJAH Ida Nadhirah Ida Nadirah Johanes M. Aritonang Khairur Rahman Nasution Khamozaro Waruwu Koto, Ismail Lilawati Ginting Limbong, Dayat M. Arief Kurniawan M. Rizqi Darmawan Mahmud Mulyadi Manao, Hubertus Marlina, Dr Marlina, Marlina Mhd Raja Lubis Miduk Sinaga Moertiono, Juli Muhammad Adli, Muhammad Mukhtar I Kadoli Mustafa Nasution Nurijah Ibrahim P. A. JUANDA PANJAITAN Pamilu Hamonangan Panjaitan, Dian Affandi Parningotan, Richard Nayer Pronika Julianti Manihuruk Purnomo, Sagita Purwoko, Agus Putri Raudhatul Zannah Ramlan Ramlan Ramlan, H. Reni Astuti Rika Susilawaty Rina Sry Nirwanan Tarigan Rinaldo Rinaldo Rinda Adida Sihotang Ritonga, Arifin Said Sabrudin, Wahyu Sabrudin Sahari, Alpi Sariani Silalahi, Hotmaria Sastro, Heru Prabowo Adi Sianturi, Senior Sihotang, Tumpak Mangasi Silalahi, Andre Simanjuntak, Adelina Pratiwi Simon Simon Siregar, Salman Siti Holija Harahap Surya Perdana Surya Wahyu Danil Juni Harsya Dalimunthe Tengku Erwinsyahbana Tito Alhafezt Togi P. O Verdinan Verdinan Yazir, Isti Risa Sunia Yemi Mandagi Yusuf Hondawantri Naibaho