Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

PERCIKAN API REVOLUSI DI KAMPUNG TULUNG MAGELANG 1945 Amin, Syaiful; Kurniawan, Ganda Febri
Journal of Indonesian History Vol 7 No 1 (2018): Journal of Indonesian History (JIH)
Publisher : Journal of Indonesian History

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Beberapa kajian tentang Revolusi Indonesia masih terfokus pada wilayah administrasi yang luas, seperti Provinsi atau Kabupaten/Kota. Padahal, desa juga memiliki potensi untuk dikaji tentang keterlibatannya dalam proses perubahan cepat yang terjadi pasca kekalahan Jepang melawan Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya (PATR). Kampung Tulung di Kota Magelang merupakan contoh kasus, dimana desa ikut terlibat merasakan percikan api revolusi yang membakar semangat rakyat untuk merdeka. Kondisi Magelang yang darurat, kemudian disikapi oleh pemerintah pusat dengan menjadikan daerah Magelang sebagai daerah darurat militer. Saat Jepang melakukan pawai milter dari Semarang dan tiba di Kampung Tulung. Dalam waktu sangat singkat Tentara Kido Butai telah sampai di belakang Kelurahan, dan oleh para Pemuda yang berada di Kelurahan mengira bahwa itu adalah kawan sendiri yang berasal dari Tentara Keamana Rakyat (BKR). Para Pemuda sibuk menyiapkan makan siang bagi para pejuang, karena di Kelurahan itu adalah penyelenggara Dapur Umum. Kedatangan mendadak para Tentara Kido Butai menyerang para pemuda yang tidak bersenjata untuk melawan. Akibatnya, penduduk Kampung Tulung yang berada di sekitar dan dalam Kantor Kelurahan dibantai dengan kejam. Jumlah penduduk Kampung Tulung tewas yang berhasil teridentifikasi berjumlah 42 orang, pemuda 42 orang, 16 pejuang, dan 26 anggota TKR berasal dari Kelurahan Magelang. Penyerangan tersebut disinyalir dilatarbelakangi oleh faktor kebrutalan situasi perang. Jepang yang sudah terdesak oleh Sekutu dan Tentara Republik mencoba bertindak agresif, sehingga mereka tidak segan melakukan penjarahan bahkan pembunuhan.
BILAMANA TRADISI LISAN MENJADI MEDIA PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DI MASYARAKAT GUNUNGPATI Utomo, Cahyo Budi; Kurniawan, Ganda Febri
Harmony Vol 2 No 2 (2017): November 2017
Publisher : Program Studi IPS Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.468 KB)

Abstract

This study aims to see how far the oral tradition plays a role in becoming a social science education media in Gunungpati society Begining from the problem of social change which is increasingly happening has changed the social orientation of the original traditional Gunungpati community into a semi-modern society with the mastery of technology and modern science. The question is how the oral tradition in the 21st Century is able to provide value education in society. The discussion is not address formal social science education, but social science education in society. The research method used is qualitative method with case study design. This design is chosen, given the object being studied is very distinctive and needs to be participated in participating to obtain accurate data. Key findings in this study include; 1) Basically an oral tradition has benefits in social science education in society, since humans are basically educandum beings which means can be educated and must get education from an early age and wherever located, and 2) Gunungpati society still feel the usefulness of the oral tradition in the transmission process social values ​​that function for entertainment, education, recollections of the Past (historical learning), solidarity and togetherness, social control, protest function and social criticism, and finally religious functions. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana tradisi lisan berperan dalam menjadi media pendidikan ilmu sosial di masyarakat Gunungpati. Berangkat dari permasalahan tentang perubahan sosial yang semakin cepat terjadi telah merubah orientasi sosial masyarakat Gunungpati yang semula tradisional menjadi masyarakat yang semi modern dengan penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Pertanyaannya adalah bagaimana tradisi lisan di Abad 21 ini mampu memberikan pendidikan nilai di masyarakat. Pembicaraan tidak menyinggung soal pendidikan ilmu sosial secara formal, melainkan pendidikan ilmu sosial di masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan desain studi kasus. Desain ini dipilih, mengingat objek yang diteliti sangat khas dan perlu di dalami secara partisipatif untuk memperoleh data yang akurat. Temuan penting dalam penelitian ini meliputi; 1) Pada dasarnya tradisi lisan memiliki manfaat dalam pendidikan ilmu sosial di masyarakat, mengingat manusia pada dasarnya merupakan makhluk  educandum yang berarti bisa dididik dan harus mendapat pendidikan sedari dini dan dimanapun berada, dan 2) Masyarakat Gunungpati masih merasakan kebermanfaatan dari tradisi lisan dalam proses transmisi nilai sosial yang berfungsi untuk hiburan, pendidikan, mengenang Masa Lalu (belajar sejarah), solidaritas dan kebersamaan, pengendalian sosial, fungsi protes dan kritik sosial, dan terakhir fungsi religius.
PAHLAWAN LOKAL MASUK KELAS SEJARAH: KRITIK HEGEMONI IDEOLOGI DALAM NARASI SEJARAH KEPAHLAWANAN Kurniawan, Ganda Febri; Warto, Warto; Sutimin, Leo Agung
Indonesian Journal of History Education Vol 6 No 2 (2018): Indonesian Journal of History Education
Publisher : Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang, Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkritik narasi sejarah kepahlawanan secara tekstual. Fokus kajian ini adalah pahlawan lokal secara filosofis, bila pahlawan lokal masuk kelas sejarah dan apresiasi dari civitas akademik mengenai konsep tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan desain critical etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) Sejatinya konsep Local Hero jika dibaca dalam wacana filosofi sangat relevan bagi pengajaran sejarah lokal; 2) Kelas sejarah menjadi lebih menarik ketika konsep-konsep populer masuk ke dalam bagian dari materi, mengingat generasi milenial sudah tidak begitu tertarik mempelajari sejarah yang terlalu politis dan elitis, sehingga Local Hero memiliki determinasi tersendiri dalam hal ini; dan 3) Di Kelas, konsep tersebut mendapatkan apresiasi positif dari pendidik dan peserta didik. Dari uraian tersebut peneliti berkesimpulan bahwa, saat ini pengajaran sejarah membutuhkan satu inovasi yang sesuai dengan semangat dan jiwa zaman. Kata kunci: local hero; memori kolektif; pembelajaran sejarah
PERCIKAN API REVOLUSI DI KAMPUNG TULUNG MAGELANG 1945 Amin, Syaiful; Kurniawan, Ganda Febri
Journal of Indonesian History Vol 7 No 1 (2018): Journal of Indonesian History (JIH)
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Beberapa kajian tentang Revolusi Indonesia masih terfokus pada wilayah administrasi yang luas, seperti Provinsi atau Kabupaten/Kota. Padahal, desa juga memiliki potensi untuk dikaji tentang keterlibatannya dalam proses perubahan cepat yang terjadi pasca kekalahan Jepang melawan Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya (PATR). Kampung Tulung di Kota Magelang merupakan contoh kasus, dimana desa ikut terlibat merasakan percikan api revolusi yang membakar semangat rakyat untuk merdeka. Kondisi Magelang yang darurat, kemudian disikapi oleh pemerintah pusat dengan menjadikan daerah Magelang sebagai daerah darurat militer. Saat Jepang melakukan pawai milter dari Semarang dan tiba di Kampung Tulung. Dalam waktu sangat singkat Tentara Kido Butai telah sampai di belakang Kelurahan, dan oleh para Pemuda yang berada di Kelurahan mengira bahwa itu adalah kawan sendiri yang berasal dari Tentara Keamana Rakyat (BKR). Para Pemuda sibuk menyiapkan makan siang bagi para pejuang, karena di Kelurahan itu adalah penyelenggara Dapur Umum. Kedatangan mendadak para Tentara Kido Butai menyerang para pemuda yang tidak bersenjata untuk melawan. Akibatnya, penduduk Kampung Tulung yang berada di sekitar dan dalam Kantor Kelurahan dibantai dengan kejam. Jumlah penduduk Kampung Tulung tewas yang berhasil teridentifikasi berjumlah 42 orang, pemuda 42 orang, 16 pejuang, dan 26 anggota TKR berasal dari Kelurahan Magelang. Penyerangan tersebut disinyalir dilatarbelakangi oleh faktor kebrutalan situasi perang. Jepang yang sudah terdesak oleh Sekutu dan Tentara Republik mencoba bertindak agresif, sehingga mereka tidak segan melakukan penjarahan bahkan pembunuhan.
Pembelajaran Sejarah Lokal Berbasis Folklore Untuk Menanamkan Nilai Kearifan Lokal Kepada Siswa Romadi Romadi; Ganda Febri Kurniawan
Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 11, No 1 (2017): Jurnal Sejarah dan Budaya, Juni 2017
Publisher : Jurnal Sejarah dan Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (752.969 KB) | DOI: 10.17977/sb.v11i1.9123

Abstract

Abstrak: Folklore sebagai bagian dari sejarah lokal merupakan nilai kearifan lokal yang mampu memberikan pengaruh positif bagi siswa, apabila dijelaskan dengan penuh penjiwaan oleh guru dan didukung oleh materi yang kreatif dan inovatif. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Proses pengum-pulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukan pentingnya folklore untuk dikedepankan dalam materi pembelajaran Sejarah lokal merupakan sarana untuk pembentukan jati diri bangsa melalui kesadaran sejarah dan kesadaran budaya, juga sebagai pendekatan seorang guru atau pengajar untuk mengenalkan kepada anak didik tentang kearifan-kearifan lokal yang ada di sekitar mereka. Pembelajaran seperti ini akan menjadi-kan anak didik paham dengan sejarah diri atau lingkungannya, yang bisa menjadi-kan anak didik peka dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Abstract: Folklore as a part of local history is local knowledge which will be able to provide a positive influence for students if the inspiration is explained by the teacher and supported by a creative and innovative materials. This study used qualitative approach. The data collection used observation, interview and enumer-ation. Finding shows that folklore is important to expose into teaching of local history and to form national identity through historical and cultural awareness, as well as a teacher or teaching approaches to introduce the students on local wisdom that exists around them. Learning will make the students familiar with their history and environment, which can make the students to be sensitive to what is happening around them.
Dominasi Orang-Orang Besar Dalam Sejarah Indonesia: Kritik Politik Historiografi dan Politik Ingatan Ganda Febri Kurniawan; W. Warto; Leo Agung Sutimin
Jurnal Sejarah Citra Lekha Vol 4, No 1 (2019): Politik Ingatan, Identitas Kota, dan Warisan Budaya
Publisher : Department of History, Faculty of Humanities, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.288 KB) | DOI: 10.14710/jscl.v4i1.21576

Abstract

This paper departs from the restlessness of some scientists about the dominant of the big man in Indonesia's historical narrative. It also becomes a form of public memory about the meaning of heroism which is more likely to be cultured rather than understanding academically. This article was composed an academic criticism of the conditions mentioned above, the political term historiography or historical writing that is used as a political interest is the most appropriate in describing Indonesia's current historiographic conditions. The dominance of the big man in history requires to be distorted and historiography needs to provide a place for stories of local heroes. Besides, memory politics also requires to be dammed through a counter-narrative that can be presented through critical historical studies, so that the desire to remember the forgotten will continue to live and become a guide for thinkers and activists of history.
PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL BERBASIS FOLKLORE UNTUK MENANAMKAN NILAI KEARIFAN LOKAL KEPADA SISWA Romadi Romadi; Ganda Febri Kurniawan
Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 11, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (753.423 KB)

Abstract

Radikalisme dan Tantangan Perguruan Tinggi Syaiful Amin; Ganda Febri Kurniawan
Social, Humanities, and Educational Studies (SHES): Conference Series Vol 5, No 3 (2022): Social, Humanities, and Educational Studies (SHEs): Conference Series
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.339 KB) | DOI: 10.20961/shes.v5i3.59323

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendiskusikan bagaimana perguruan tinggi berperan dalam membina calon pemimpin masa depan yang pro terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Penelitian ini mengoperasikan metode deskriptif dan melibatkan 73 responden dari 8 fakultas yang ada di Universitas Negeri Semarang. Data dikumpulkan dengan teknik survey dan wawancara. Analisis data menggunakan model interaktif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih ada mahasiswa yang meragukan wacana radikalisme di kampus. Radikalisme masih dinilai sebagai propaganda negara yang bermakna bias. Dibutuhkan dialog interfaith bertema isu-isu keberagaman dan pencarian titik temunya. Hal itu bisa diupayakan melalui kegiatan bela negara bagi mahasiswa. Bela negara yang digagas yaitu kegiatan yang membiasakan mahasiswa terhadap perbedaan; etnis dan agama. Usulan ide ini mendapatkan apresiasi positif dari mahasiswa. Melalui kegiatan itu karakter mahasiswa yang pro terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan diperkuat dan mendapatkan hasil yang cukup positif. Dapat disimpulkan bahwa kampus dapat menjadi arena untuk membangun pola pikir dan keberpihakan mahasiswa pada kemanusiaan dan kebangsaan, serta meyakinkan mereka bahwa ancaman terhadap keberagaman itu nyata, seperti halnya radikalisme yang saat ini sedang berkembang dan mengganggu stabilitas negara.
Kepemimpinan Perempuan dalam Konstruksi Berpikir Presiden Tiga Negara Syaiful Amin; Ganda Febri Kurniawan; Andy Suryadi
Social, Humanities, and Educational Studies (SHES): Conference Series Vol 5, No 1 (2022): Social, Humanities, and Educational Studies (SHEs): Conference Series
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (642.242 KB) | DOI: 10.20961/shes.v5i1.57782

Abstract

This study aims to investigate the thought construction of the leaders of three countries, namely Indonesia, the United States and Russia about women's leadership. This research was done by descriptive method. The data for this study was obtained from the official tweets of the presidents of three countries on Twitter. The keywords in the data search were: leadership, women, politics, human rights, and justice. Data analysis was carried out with the Nvivo 12 Pro. The results show that Joe Biden has a stronger thinking construct about women's state leadership with as many as 51, discussed by Joko Widodo in the second position with as many as 49 and Vladimir Putin in the last position with as many as 25. This also answers the thesis that with a liberal democratic system more open to women's leadership compared to the Pancasila democratic system and socialist democracy.
Problematika Pembelajaran Sejarah dengan Sistem Daring Ganda Febri Kurniawan
Diakronika Vol 20 No 2 (2020): DIAKRONIKA
Publisher : Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.604 KB) | DOI: 10.24036/diakronika/vol20-iss2/148

Abstract

Pembelajaran sejarah seharusnya mampu mendorong proses transfer nilai dan pengetahuan mengalami problematika dalam pembelajaran daring. Penelitian ini berusaha menganalisa problematika yang dihadapi guru sejarah dalam pelaksanaan pembelajaran secara daring. Motode penelitian menggunakan studi kualitatif dengan desain deskriptif. Sumber data penelitian berasal dari guru sejarah, setidaknya terdapat 7 (tujuh) guru dari SMA di kota Semarang yang terlibat dalam penelitian ini. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi langsung. Analisis data penelitian menggunakan model interaktif. Temuan penting penelitian yaitu: a) guru mengalamikendala dalammengorganisasi kelas sejarah dalam sistem daring; b) jam belajar yang begitu pendek membuat guru sulit melakukan inovasi; c) guru mengandalkan metode ceramah secara dominan pada pelaksasnaan pembelajaran; dan d) guru mengalami kesulitan dalam menerapkan beberapa pendekatan untuk mengaktifkan kelas. Kesimpulan penelitian guru sejarah masih belum beradaptasi secara maksimal dalam proses pembelajaran secara daring.