Claim Missing Document
Check
Articles

Konsturksi Hukum Pidana Bagi Pelaku Penyalahgunaan Kartu Kredit Wijaya, Hendra; Irawati, Arista Candra
Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol 23, No 1 (2025): HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/hdm.v23i1.6158

Abstract

Kejahatan-kejahatan di bidang perbankan yang dapat dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam KUHP, salah satunya perbuatan penyalah- gunaan kartu kredit. Namun kenyataannya, kasus penyalahgunaan kartu kredit mencapai 11.263 kasus atau sekitar 0,006% dari jumlah total transaksi menggunakan kartu kredit pada tahun itu 2015-2019. Perumusan Masalah dalam tulisan ini adalah 1. Bagaimana Pola politik hukum pidana terhadap penyalahgunaan kartu kredit dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada saat ini? 2.Bagaimana pola politik hukum pidana terhadap penyalahgunaan kartu kredit dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi perbankan dalam kerangka pembaharuan hukum pidana?          Hasil dalam Penulisan ini adalah sebagai berikut:1Pola politik hukum pidana terhadap penyalahgunaan kartu kredit dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada saat ini, bahwa penyalahgunaan kartu kredit tidak secara khusus diatur dalam Undang-Undang Perbankan sehingga ketentuan pidana yang terdapat pada undang-undang tersebut tidak dapat diterapkan pada tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit. Selama ini tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit ditegakkan melalui sarana penal dengan merujuk pada KUHP Pasal 263, 264, 372, 378, dan 362 ataupun Undang-Undang Nomor nomor 1 Tahun 2024 dan Undang-undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua  atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, dan 37.  2.Pola politik Hukum Pidana  terhadap penegakan penyalahgunaan kartu kredit selama ini dilakukan melalui sarana penal dengan jenis sanksi berupa sanksi pidana meliput ipidana penjara ataupun denda yang dilaksanakan secara alternatif maupun kumulatif, dan dengan berat sanksi yang berbeda-beda. Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan kartu kredit identikdenganmetode yang digunakan oleh pelaku, namun secara umum berkaitan kuat dengan UU ITE
ANALISIS EFISIENSI PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA PERUSAHAAN PAILIT Soimah, Rodhiyatun; Irawati, Arista Candra
Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol 23, No 1 (2025): HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/hdm.v23i1.6416

Abstract

Pemutusan hubungan kerja masih sering terjadi dalam permasalahan hubungan industrial, dengan dampak dari permasalahan ini berupa kondisi yang tumpang tindih disebabkan beberapa pihak seringkali tidak mendapatkan hak-hak nya dengan adil. Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK dapat terjadi karena beberapa jenis alasan yaitu pemutusan hubungan kerja karena efisiensi dan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan pailit. Berdasarkan PHK karena efisiensi dapat terjadi apabila perusahaan memilih pemutusan hubungan kerja kepada pekerja atau buruh sebagai salah satu cara untuk mencegah ancaman kerugian yang mungkin dialami oleh perusahaan di kemudian hari. Sedangkan PHK setelah perusahan dinyatakan pailit adalah akibat perusahaan tidak mampu menjalankan operasional dan keuangan perusahaan dengan baik atau memiliki hutang yang tidak mampu dibayarkan dan hutang tersebut melebihi harta milik perusahaan, dan sesuai dengan kondisi tersebut terdapat dampak signifikan bagi para pekerja berupa pertanyaan mengenai hak-haknya, apakah akan dijamin dan diberikan secara adil oleh perusahaan yang mengalami kepailitan atau tidak, dan bagaimana dalam penyelesaiannya perusahaan yang dinyatakan pailit dapat bertanggung jawab dan memahami UUK PKPU terkait dengan hukum kepailitan. Penelitian ini menganalisis sejauh mana efektivitas dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja dapat ditempuh oleh pekerja kepada perusahaan yang mengalami kepailitan, sehingga menciptakan solusi berupa kesepakatan yang diterima oleh perusahaan dan pekerja untuk mendapatkan hak nya secara adil.
Pengetahuan Remaja Tentang Kekerasan Seksual: Teenagers' Knowledge About Sexual Violence Kristiningrum, Wahyu; Putri, Andini; Irawati, Arista Candra
Journal of Holistics and Health Sciences Vol. 7 No. 1 (2025): Journal of Holistics and Health Sciences (JHHS), Maret
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/jhhs.v7i1.585

Abstract

The adolescent age range is defined as 10 to 24 years and unmarried, marking the transitional period from childhood to adulthood. Over the past 20 years, there has been a significant increase in incidents of sexual violence. The lack of knowledge and understanding among adolescents regarding sexual harassment renders them more vulnerable to such acts. Therefore, it is essential for adolescents to protect themselves better through adequate skills and knowledge. This study aims to describe adolescents’ knowledge regarding sexual violence. The research employed a quantitative approach using a descriptive method with a cross-sectional design. The population of the study consisted of 426 individuals, and the sample size was determined using Slovin’s formula, resulting in 81 respondents. The sampling technique used was purposive sampling, and the instrument utilized was a questionnaire. The collected data were then tabulated and the frequencies calculated to facilitate percentage analysis. The results showed that the majority of respondents were aged between 16 and 21 years, totaling 46 respondents (56.7%). Most of the respondents had only a basic level of education, totaling 37 respondents (45.7%), and the majority were female, totaling 62 respondents (76.5%). Furthermore, most respondents had a moderate level of knowledge, with 32 respondents (39.5%) falling into this category. These findings are expected to support government policies, healthcare professionals, and social organizations in enhancing promotional and mentoring activities aimed at preventing sexual violence among adolescents.   ABSTRAK Rentang usia remaja ialah 10 hingga 24 tahun dan belum menikah, dapat diartikan remaja ialah masa pergantian dari anak-anak menuju dewasa. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ditemukan peningkatan yang signifikan terhadap kekerasan seksual. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja terhadap pelecehan seksual membuat mereka rentan mengalami pelecehan, hal ini mengharuskan remaja memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap dirinya melalui keterampilan dan pengetahuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja tentang kekerasan seksual. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif menggunakan metode deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 426 orang dan penentuan sampel menggunakan rumus slovin berjumlah 81 responden. Teknik pengambilan sampel dengan purposive Sampling serta alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dilanjutkan tabulating lalu menentukan frekuensi untuk memudahkan dalam perhitungan persentasenya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden sebagian besar berusia  16-21 tahun sebanyak 46 responden (56,7%), sebagian besar responden berpendidikan dasar yaitu sebanyak 37 responden ( 45,7 %), dan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 62 responden ( 76,5 %), serta sebagian besar responden berada pada kategori pengetahuan cukup sebanyak 32 responden (39,5%) sehingga diharapkan semakin mendukung kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan dan organisasi sosial untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi dan pendampingan kepada remaja untuk mencegah kekerasan seksual pada remaja.
Integration of Pancasila Values in Industrial Relations: A Trade Union Perspective in Multinational Companies Sutrisno, Jemy Rengge; Irawati, Arista Candra
UNTAG Law Review Vol 9, No 1 (2025): UNTAG LAW REVIEW
Publisher : Faculty of Law Universitas 17 Agustus 1945 Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/ulrev.v9i1.6437

Abstract

 This article analyzes the role of the Unit Leadership Council (PUK) of SP LEM SPSI at PT Steel Center Indonesia in developing industrial relations based on Pancasila values. The study emphasizes the integration of ideological foundations and practical strategies in advocating for workers' rights and fostering harmonious work relations. A qualitative descriptive method is employed, gathering data through observation, interviews, and document study. The findings reveal that PUK functions not only in normative roles within Collective Labor Agreement (CLA) negotiations but also as a transformative social agent through economic advocacy programs and social collaboration. Pancasila values are implemented through organizational activities such as bipartite communication, cadre consolidation, and cooperative management. These results demonstrate that trade unions can become a collective force not only to protect rights but also to promote social justice and sustainable welfare in the workplace.
Formulasi Ulang Delik Pencurian dalam Era Digital: Kajian Kritis Pasal 362 KUHP dalam Konteks Kejahatan Non-Fisik dan Aset Virtual Devi, Salsabela Oktaviona; Irawati, Arista Candra
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 5: Agustus 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i5.11434

Abstract

Perkembangan teknologi digital telah melahirkan bentuk kekayaan baru yang bersifat non-fisik, seperti data pribadi dan aset virtual. Namun, Pasal 362 KUHP belum mampu menjangkau bentuk kejahatan ini karena masih menggunakan konsep klasik "barang" sebagai objek pencurian. Akibatnya, pelaku pencurian data pribadi, khususnya dalam praktik pinjaman online ilegal, sulit dijerat secara pidana. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan studi literatur untuk menganalisis urgensi reformulasi delik pencurian dalam konteks digital. Hasil kajian menunjukkan bahwa data pribadi seharusnya diakui sebagai objek hukum pidana karena memiliki nilai ekonomi dan dapat dikuasai secara eksklusif. Negara-negara seperti Jerman dan Singapura telah mengatur hal ini secara eksplisit. Oleh karena itu, reformulasi norma dalam KUHP atau pembentukan delik baru dinilai penting untuk menjawab kekosongan hukum dan memastikan perlindungan terhadap korban kejahatan digital.
PERAN ADVOKAT DALAM MENJAMIN DUE PROCESS OF LAW PADA PERKARA PENIPUAN EKONOMI (Pasal 379a KUHP): REFLEKSI ATAS SINERGI DAN INTEGRITAS CATUR WANGSA PENEGAK HUKUM Hani Irhamdessetya; Arista Candra Irawati; Hendra Wijaya; Ahmad Isman Affandi; Purwati
Semarang Law Review (SLR) Vol. 6 No. 2 (2025): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v6i2.12734

Abstract

Law enforcement in economic fraud cases is becoming increasingly complex, requiring guarantees  of due process of law as the foundation of justice. Lawyers play a central role, not only as client advocates, but also as guardians of the legal process to ensure it  remains in line with principles of the rule of law. This study uses the case study of Decision Number 138/Pid.B/2025/PN Smg to evaluate the synergy and integrity of the four pillars of law enforcement (judges, prosecutors, police, and lawyers). Thus, the role of synergy among the four branches as a determining factor in the implementation of due process of law in economic fraud cases, an area that often focuses only on the roles of each instituition separately. Using normative and empirical legal methods, reinforced by the theoretical framework of the rule of law and the principle of fair trial, the results of the analysis show the significant role of lawyers in safeguarding the rights of defedents. Howefer, fundamental weaknesses were found in the coordination between law enforcement agencies and unequal perceptions of the independence of advocates. This study concludes that the suboptimal synergy of Catur Wangsa is the main obstacle to the substantive realization of due process of law. Therefore, practical recommendations are formulated to build a more integrated coordination mechanism to strengthen the integrity of the criminal justice system.   Abstrak Penegakan hukum dalam perkara penipuan ekonomi semakin kompleks, menuntut jaminan atas prinsip due process of law sebagai fondasi keadilan. Advokat memagang peran sentral, tidak hanya sebagai pendamping klien, tetapi juga sebagai pengawal proses hukum agar tetap sejalan denga prinsip-prinsip negara hukum (rule of law). Penelitian ini menggunakan studi kasus Putusan Nomor 138/Pid.B/2025/PN Smg untuk mengevaluasi sinergi dan integritas Catur Wangsa penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan advokat). Maka, peran aspek sinergi Catur Wangsa sebagai faktor determinan dalam implementasi due process of law pada perkara penipuan ekonomi, sebuah area yang seringkali hanya berfokus pada peran masing-masing institusi secara terpisah. Dengan menggunakan metode yuridis normatif dan empiris, serta diperkuat oleh kerangka teoritis rule of law dan asas fair trial, hasil analisis menunjukkan peran signifikan advokat dalam mengawal hak-hak terdakwa. Namun, ditemukan kelemahan fundamental dalam koordinasi antar penegak hukum dan persepsi yang belum setara terhadap independensi advokat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sinergi Catur Wangsa yang belum optimal menjadi penghambat utama terwujudnya due process of law secara substantif. Oleh karena itu, dirumuskan rekomendasi praktis untuk membangun mekanisme koordinasi yang lebih terintegrasi guna memperkuat integritas sistem peradilan pidana.
Beyond Formality in Indonesian Pretrial Law: KUHAP Reform, Human Rights, and Islamic Law Irawati, Arista Candra; da Silva, Eugenia Brandao
Al-Ahkam Vol. 35 No. 2 (2025): October
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ahkam.2025.35.2.28399

Abstract

Indonesia's pretrial system has long faced challenges, including formalistic procedures, limited judicial oversight, and potential violations of suspects' rights. The Constitutional Court Decision No. 21/PUU-XII/2014 expanded pretrial review, especially regarding suspect designation. Yet, gaps remain in implementation, legal certainty, and due process. This study aims to critically evaluate the reconfiguration of Indonesia's pretrial mechanism by integrating human rights principles, Islamic criminal law, and KUHAP reform. Employing doctrinal analysis of legislation, case law, and jurisprudence, complemented with comparative insights from Malaysia, Egypt, and Türkiye, the research examines how procedural fairness and accountability can be strengthened. Findings reveal persistent weaknesses in judicial control, repeated suspect status, and post factum review. Integrating positive law, human rights, and Islamic law principles such as ḥisba, qāḍī al-maẓālim, al-bayyina, and dar’ al-ḥudūd bi al-shubuhāt can enhance procedural justice. Recommendations include clearer pretrial codification, substantive judicial oversight, and adoption of Islamic law insights to build a more equitable, rights-oriented pretrial framework in Indonesia.
Analisis Hukum Terhadap Subjek Pengedar Narkoba Arviani, Efka; Irawati, Arista Candra
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i6.10939

Abstract

Peredaran narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan serius yang menimbulkan ancaman multidimensional, baik terhadap kesehatan masyarakat, tatanan sosial, maupun penegakan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara yuridis mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap subjek hukum yang terlibat dalam peredaran narkotika, tanpa membahas peran teknis distribusi seperti pengantar atau perantara. Kajian ini menggunakan pendekatan normatif dengan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori hukum pidana, serta putusan Pengadilan Negeri Ungaran Nomor 64/Pid.Sus/2025/PN Unr sebagai studi kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap pelaku peredaran narkotika harus mempertimbangkan adanya kesalahan dalam bentuk kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa), serta unsur penguasaan dan keterlibatan aktif yang dapat dibuktikan secara sah. Di samping itu, pendekatan multidisipliner seperti etika profesi hukum, ilmu kedokteran kehakiman, dan digital forensik sangat relevan dalam membuktikan keterlibatan pelaku secara komprehensif. Penegakan hukum terhadap peredaran narkotika harus dilakukan secara adil, proporsional, dan berbasis pada prinsip keadilan substantif guna menghindari kriminalisasi yang tidak tepat sasaran.
ALTERNATIF PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KONTEN ILEGAL “HOAKS” MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE (PERKAPOLRI NOMOR 8 TAHUN 2021 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIVE) Veronika, Irma Roito; Irawati, Arista Candra; Irhamdessetya, Hani
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar Vol. 10 No. 03 (2025): Volume 10 No. 03 September 2025 Terbit
Publisher : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/jp.v10i03.34351

Abstract

Perkembangan teknologi digital telah memunculkan berbagai bentuk tindak pidana baru, salah satunya adalah penyebaran konten ilegal berupa hoaks yang berpotensi menyesatkan publik dan mengganggu ketertiban umum. Pendekatan hukum yang bersifat retributif dinilai kurang efektif dalam menangani perkara semacam ini secara substantif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan keadilan restoratif (restorative justice) oleh kepolisian dalam penyelesaian tindak pidana hoaks, berdasarkan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021. Menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan studi kasus, data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumen terhadap beberapa perkara hoaks yang diselesaikan secara restoratif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini mampu memberikan alternatif penyelesaian yang cepat, partisipatif, dan berorientasi pada pemulihan sosial, asalkan seluruh persyaratan formil dan materiil terpenuhi. Analisis menggunakan teori sistem hukum Lawrence M. Friedman menunjukkan bahwa keberhasilan penerapan keadilan restoratif sangat bergantung pada keselarasan antara struktur hukum (lembaga kepolisian), substansi hukum (kerangka normatif Perkapolri), dan budaya hukum (penerimaan masyarakat). Artikel ini merekomendasikan penguatan kapasitas aparat, pengawasan pelaksanaan, dan edukasi publik sebagai langkah strategis dalam optimalisasi restorative justice pada perkara siber.
PEMERIKSAAN FORENSIK DALAM MENGUNGKAP KEBENARAN KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL Usman, Yerniah Iswanti; Irawati, Arista Candra; Irhamdessetya, Hani
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar Vol. 10 No. 03 (2025): Volume 10 No. 03 September 2025 Build
Publisher : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/jp.v10i03.34352

Abstract

Kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang memerlukan penanganan hukum secara menyeluruh. Dalam konteks pembuktian pidana, pemeriksaan forensik, khususnya visum et repertum, memiliki peran sentral dalam mengungkap kebenaran materiil. Penelitian ini membahas efektivitas visum et repertum sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana kekerasan seksual, serta menganalisisnya melalui pendekatan teori hukum Gustav Radbruch yang menekankan keadilan sebagai nilai utama. Studi ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris dengan lokasi penelitian di Biddokkes Polda Jawa Tengah, melibatkan data primer berupa wawancara dengan pihak medis forensik serta studi dokumen visum et repertum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa visum et repertum berperan penting dalam menegaskan unsur pidana dalam kasus kekerasan seksual, terutama ketika tidak tersedia saksi atau bukti langsung lainnya. Pemeriksaan forensik yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta evaluasi psikososial terbukti mendukung proses hukum yang berpihak pada korban. Dari perspektif teori Radbruch, peran visum mencerminkan integrasi antara keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan, serta menjadi sarana perlindungan hukum yang substansial bagi korban. Penelitian ini menyarankan perlunya peningkatan kapasitas profesional dokter forensik, serta penguatan prosedur visum yang berorientasi pada keadilan restoratif. Temuan ini memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem pembuktian hukum pidana yang lebih manusiawi dan responsif terhadap hak-hak korban.