Articles
Pemetaan dan Alternatif Pemanfaatan Limbah Cangkang Rajungan di Indonesia: Mapping and Alternative Utilization of Shell Crab Waste in Indonesia
Kiki Puspita Amalia;
Meti Ekayani;
Nurjanah Nurjanah
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol 24 No 3 (2021): Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 24(3)
Publisher : Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia (MPHPI)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.17844/jphpi.v24i3.37436
Pasteurized crab meat is one of the largest fishery export commodities in Indonesia. Fish Processing Unit (FPU) receives raw materials in the form of whole crab from the miniplant, thus leaving a fairly large crab waste because about 50-60% of the crab is the shell. Previous research has informed that crab waste has potential utilization and it can increase the economic value of the crab waste. This study aims to map the supply chain related to the use of crab waste, including calculate waste potential, economic value and identify alternative uses of crab waste. The method used is a qualitative descriptive, benefit transfer, and income analysis. The result of this study represent supply chain mapping of crab waste utilization in 8 provinces based on 37 FPU and 148 miniplant on 9 provinces that supply raw materials. Based on the main choice of alternative utilization by respondents, the number of shells available in each province and the high economic value of chitosan, shell waste has great potential used as chitosan.
WISATA ALAM SEBAGAI JEMBATAN EKONOMI DAN EKOLOGI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Perluasan kawasan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS) tidak seharusnya meniadakan aspek sosial ekonomi masyarakat yang tercakup dalam perluasan kawasan tersebut. Relokasi masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas ekonomi di dalam kawasan TNGHS kurang tepat, karena menyalahi UU No 5 tahun 2009 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, akan menimbulkan banyak konflik dan membutuhkan biaya sosial yang tinggi. Salah satu strategi yang dijalankan untuk menjembatani kepentingan ekologi dan kepentingan ekonomi di kawasan TNGHS adalah dengan mengembangkan kegiatan wisata alam.
TAMAN NASIONAL UNTUK SIAPA? TANTANGAN MEMBANGUN WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
Meti Ekayani;
. Nuva;
Rizqiyyah Yasmin K;
Lidya Rahma Shaffitri;
Bahroin Idris T
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pengelolaan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS) dan kegiatan wisata alam di (TNGHS) mengalami perubahan pengelolaan akibat dari perluasan kawasan taman nasional pada tahun 2003. Kawasan wisata semula dikelola oleh Perum Perhutani bermitra dengan Dinas Pariwisata Bogor, dimana obyek wisata tersebut berada di kawasan hutan lindung Perum Perhutani (TNGHS, 2007). Perluasan kawasan taman nasional mengakibatkan obyek wisata tersebut menjadi bagian dari kawasan TNGHS, sehingga tanggung jawab dan kewenangan kawasan tersebut beralih kepada Balai Konservasi Sumberdaya Hutan (BKSDH). Perubahan status kawasan mengharuskan penyesuaian pemanfaatan dan pengelolaan kawasan wisata tersebut sesuai UU No 5 tahun 2009 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Peralihan tersebut mengakibatkan posisi dan peran masyarakat secara langsung dalam pengelolaan wisata TNGHS menjadi tidak jelas. Peralihan kewenangan memerlukan waktu (time lag) sehingga konsep dan pemanfaatan menjadi tidak jelas. Perum Perhutani dan Dinas Pariwisata sudah tidak berwenang atas pengelolaan pemanfaatan kawasan wisata tersebut, sedangkan BKSDH belum memiliki kepastian jenis pemanfaatan kawasan wisata terkait dengan masalah penataan zonasi kawasan TNGHS. Untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan, perlu segera di dorong kebijakan yang mengarah pada penguatan kelembagaan, kejelasan legalitas, sinergitas kebijakan antara semua stakeholder yang berkepentingan.
INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL SERTA ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI PANAS BUMI SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF
Bahroin Idris Tampubolon;
Akhmad Fauzi;
Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 2 No 2 (2015): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Kebutuhan akan energi khususnya listrik di Indonesia diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya. Supplyuntuk energi listrik tersebut mayoritas bersumber dari pembangkit listrik berbahan baku fosil (batubara, diesel, dan gas). Ketergantungan akan energi fosil akan menjadi permasalahan karenacadangan bahan baku yang dimilki sangat terbatas jumlahnya dan akan habis dalam jangka waktu tertentu serta menghasilkan emisi/ dampak negatif bagi lingkungan. Ancaman kelangkaan energi fosil akan berimplikasi pada peningkatan harga energi itu sendiri. Di sisi lain Indonesia memiliki potensi yang besar dalam energi terbarukan seperti panas bumi, namun sampai saat ini tingkat pemanfaatannya masih sangat kecil.Perlu adanya suatu kebijakan yang memperhitungkan berbagai aspek seperti ekonomi, sosial dan lingkungan dalam rangka mengembangkan energi listrik untuk pemenuhan kebutuhan dimasa mendatang.Hasil perhitungan untuk analisis kebijakan yang dilakukan menghasilkan kesimpulan pembangkit yang memiliki nilai tertinggi untuk memenuhi kriteria ekonomi, sosial, dan lingkungan adalah jenis pembangkit listrik tenaga panas bumi. Panas bumi memiliki keunggulan dari sisi ketersedian bahan baku, penyerapan tenag kerja, dan rendahnya tingkat emisi per output listrikyang dihasilkan jika dibandingkan dengan pembangkit listrik yang lainnya.
PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS
Lidya Rahma Shaffitri;
Yusman Syaukat;
Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 2 No 2 (2015): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Proses produksi tahu di Desa Kalisari Kabupaten Banyumas, Purwokerto tidak lepas dari sisa sampingan berupa limbah cair yang sampai saat ini menimbulkan permasalahan bagi lingkungan khususnya lingkungan perairan. Sampai saat ini limbah cair tahu tersebut sebagian besar sudah diolah menggunakan IPAL yang pembangunannya didanai oleh pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan IPAL di Desa Kalisari belum memperhitungkan analisis kelayakan dengan memasukkan manfaat dan biaya ekonomi yang diperoleh dari IPAL. Berdasarkan hasil analasis kelayakan ekonomi, diperoleh bahwa sekalipun pembangunan IPAL tidak lagi didanai oleh pemerintah, pembangunan IPAL ini dapat menghasilkan cashflow yang menguntungkan dimana NPV yang dihasilkan bernilai positif. Cashflow yang bernilai positif ini kemudian dapat dijadikan acuan untuk pembanguan IPAL selanjutnya apabila IPAL saat ini umur ekonomi IPAL sudah habis dan dapat dijadikan proyek yang menjadikan Desa Kalisari menjadi desa mandiri energi karena teknologi pada IPAL ini dapat menghasilkan biogas pada akhir proses pengolahan limbah dimana biogas ini dapat dijual kepada masyarakat Desa Kalisari yang memanfaatkan biogas sebagai bahan bakar pengganti LPG untuk kegiatan memasak sehari-hari. Pada akhirnya, diperlukan pengembangan kelembagaan seperti BUMDes yang pada proses implementasinya difasilitasi oleh para stakeholder seperti pemerintah pusat, daerah, dan aparat Desa Kalisari sehingga pengelolaan limbah cair tahu dan pemanfaatan biogas dapat terus berjalan secara berkelanjutan.
MANFAAT EKONOMI DAN DAYA DUKUNG KAWASAN PANTAI LOMBANG KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR
Norita Vibriyanto;
Ahyar Ismail;
Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 2 No 2 (2015): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pantai Lombang memiliki manfaat ekonomi dan manfaat ekologi. Manfaat ekonomi berupa Penerimaan Asli Daerah (PAD) dari retribusi yang dipungut sedangkan manfaat ekologi merupakan manfaat yang diperoleh dari keberadaan cemara udang yang ada di sepanjang bibir pantai yaitu berupa wind break dan mencegah terjadinya tsunami. Peningkatan jumlah pengunjung wisata pantai Lombang setiap tahunnya berdampak positif terhadap perekonomian yaitu peningkatan PAD. Namun, peningkatan kunjungan yang tidak terkendali dapat merugikan lingkungan wisata pantai, yaitu berupa rusaknya ekosistem cemara udang di pantai Lombang. Apabila ekosistem pantai rusak maka keindahan pantai akan berkurang dan dapat menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan berkurang. Dalam kondisi ini akan terjadi trade off antara kepentingan ekonomi dan ekologi. Oleh karena itu penelitian terhadap manfaat ekonomi dan dukung kawasan (DDK) Pantai Lombang perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan wisata dapat berjalan tanpa mengabaikan kelestarian cemara udang dan memberikan manfaat ekonomi. Manfaat ekonomi yang tinggi menunjukkan Pantai Lombang sebagai wisata alam memiliki jasa lingkungan yang sangat penting bagi ekonomi masyarakat. Sumberdaya alam dan keindahan Pantai Lombang harus dijaga untuk keberlangsungan wisata alam, karena tanpa keindahan dan konservasi lingkungan tidak akan ada aktivitas wisata, dan itu berarti tidak ada manfaat ekonomi bagi masyarakat.
WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT
Nurita Nurita;
Sri Mulatsih;
Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 2 No 3 (2015): Desember
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pelestarian Penyu di Pantai Temajuk yang semakin terancam dari waktu ke waktu karena masalah kemiskinan dan terbatasnya lapangan pekerjaan. Daerah perbatasan umumnya jauh dari pembangunan menyebabkan masyarakat lokal cenderung memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada. Salah satunya adalah penjualan telur Penyu secara ilegal yang mengakibatkan keberadaan Penyu di Pantai Temajuk terancam. Dalam lingkup nasional dan internasional Penyu berstatus dilindungi, namun kondisi Penyu semakin terancam karena aktivitas tersebut. Status perlindungan saja tidak cukup untuk mempertahankan kelestarian Penyu, selama secara ekonomi masyarakat lokal masih lemah. Penyu mempunyai potensi yang lebih besar dan bernilai jual. Pemanfaatan Penyu sebagai objek wisata merupakan salah satu alternatif solusi terhadap kepentingan perlindungan Penyu dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Pengunjung Pantai Temajuk mendukung usaha pelestarian Penyu melalui kesediaan membayar untuk tarif tiket wisata alam Penyu yang mempengaruhi penerimaan wisata dan berpotensi untuk memotivasi masyarakat lokal bekerja di bidang wisata. Selain itu, adanya dukungan dari masyarakat lokal menyatakan bersedia mengubah pola mencari nafkah dari menjual telur Penyu ke usaha di bidang wisata.
ESTIMASI NILAI EKONOMI DAN EKSTERNALITAS NEGATIF PEMANFAATAN WADUK DARMA
Dindin Syawaludin Pratama;
Yusman Syaukat;
Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 4 No 1 (2017): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Waduk Darma merupakan salah satu waduk yang penting di Jawa Barat dengan luas 425 ha. Waduk ini memberikan manfaat kepada perikanan, air irigasi, air baku PDAM dan pariwisata. Berbagai kegunaan waduk tersebut berpotensi menimbulkan ekternalitas di Waduk Darma. Eksternalitas yang dirasakan adalah adanya pertumbuhan eceng gondok yang cepat menyebar di permukaan perairan dan menyebabkan ekternalitas negatif, hal ini dapat diduga karena adanya pemberian pakan yang berlebih (over feeding) dari budidaya KJA.Eksternalitas negatif tersebut berupa penurunan produksi perikanan, gangguan saluran irigasi, penyumbatan saluran PDAM, dan terganggunya perjalanan perahu wisata. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji estimasi nilai manfaat dan nilai eksternalitas negatif dari pemanfaatan Waduk Darma tersebut. Untuk mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan menggunakan metode harga pasar (market price method), residual imputation approach (RIA/Water Rent), dan pendekatan Travel Cost Methode (TCM) atau biaya perjalanan individu. Untuk mengestimasi nilai kerugian eksternalitas menggunakan metode Change of Productivity (CoP) dan metode pendapatan yang hilang (Loss of Earning). Hasil penelitian menunjukkan total nilai manfaat langsung Waduk Darma adalah Rp.1.142.945.174.610/tahun, dan total nilai kerugian dari eksternalitas negatif adanya eceng gondok sebesar Rp.169.087.933.326/tahun.
IMPLIKASI PERUBAHAN HUTAN RAKYAT MENJADI KAWASAN LINDUNG BAGI PETANI (Studi Kasus : Desa Cikondang Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka)
Iding Supriatna;
Meti Ekayani;
Eva Anggraini
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 4 No 1 (2017): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadikan 45% wilayahnya menjadi kawasan lindung. Sebagian kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan hutan rakyat yang berubah fungsi dari fungsi produksi menjadi fungsi lindung. Hal tersebut berimplikasi pada property rights petani terhadap kawasan hutannya. Sehingga perlu untuk mengidentifikasi perubahan property rights dan implikasinya dari penetapan hutan rakyat menjadi kawasan lindung dan mengestimasi nilai manfaat dan kerugian bagi petani dan lingkungan dari penetapan hutan rakyat menjadi kawasan lindung. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, yaitu di Desa Cikondang Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka. Metode Pengambilan data dilakukan dengan observasi lapang, wawancara dan dokumentasi. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik probability sampling, jumlah responden sebanyak 116 petani. Analisis kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi perubahan property rights dan implikasinya sedangkan mengestimasi nilai manfaat dan kerugian diestimasi dengan metode nilai pasar, replacement cost dan benefit transfer. Hasil penelitian menunjukan penetapan hutan rakyat menjadi kawasan lindung mengakibatkan perubahan property right yang mengakibatkan hilangnya sebagian manfaat langsung bagi petani dari kawasan hutan rakyat. Oleh karena itu perlu insentif bagi petani minimal sebesar nilai manfaat yang hilang.
INTERNALISASI LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) TAPIOKA MELALUI IPAL BIOGAS UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK
Rita Rahmawati;
Eka Intan Kumala Putri;
Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 4 No 1 (2017): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Industri tapioka merupakan industri yang berpotensi menimbulkan pencemaran karena limbah cair yang dihasilkan dari industri ini mengandung bahan organik yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, perlu mengetahui dampak dari buangan limbah cair tapioka dan juga nilai kesediaan membayar (willingness to pay) industri kecil menengah (IKM) tapioka untuk mengelola limbahnya. Limbah cair tapioka memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi biogas dan digunakan sebagai pembangkit listrik, agar usaha pemanfaatan limbah cair tapioka dapat berkelanjutan, perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Penelitian dilakukan di Desa Sentul dan Desa Kadumangu Kecamatan Babakan Madang, serta Desa Nanggewer Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan dengan observasi lapang, wawancara, dokumentasi, dan study literature. Responden dalam penelitian ini sebanyak 100 pengrajin tapioka yang berada di Desa Kadumangu serta 40 kk di Desa Nanggewer dan 30 kk di Desa Sentul. Analisis kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi dampak dari buangan limbah cair tapioka. Nilai willingness to pay (WTP) dilakukan melalui metode contingen valuation method sedangkan untuk mengetahui kelayakan pengusahaan biogas dilakukan uji net present value, internal rate return dan net benefit/cost. Hasil penelitian menunjukan nilai WTP IKM tapioka belum cukup untuk mendanai biaya investasi pembangunan biogas sebagai pembangkit listrik, namun secara finansial pengolahan limbah tapioka menjadi biogas layak untuk dijalankan, sehingga dibutuhkan peran pemerintah untuk penyediaan alat baik itu dalam bentuk hibah maupun dalam bentuk kredit lunak.