Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

Studi Etnik Tanaman Obat Tradisional Buton . Jahidin; La Maronta Galib; . Muzuni; . Damhuri
Sainsmat : Jurnal Ilmiah Ilmu Pengetahuan Alam Vol 3, No 1 (2014): Maret
Publisher : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35580/sainsmat3110172014

Abstract

Penggunaan tumbuhan atau organnya sebagai obat tradisional oleh komunitas etnis Buton bertahan dan turun temurun dari generasi ke generasi. Penelitian kegunaan tumbuhan dalam obat tradisional oleh Etnis Buton Keknauwe dilakukan di Desa Barangka, Kamelanta, Lawela Selatan, Pogalampa, Watiginanda, Kaongkeongkea, Lontoi, Lapara, Biwinapada, dan Karae. Metode penelitian merupakan survei eksploratif dengan interview dan pengamatan langsung di lapangan. Subjek merupakan dukun atau tabib yang berjumlah 11 orang yang diwariskan cara pengambilan tumbuhan atau oragannya untuk obat tradisional. Pengumpulan organ tumbuhan obat terdiri dari: (1) daun dikumpulkan selama musim perbungaan dan sebelum buah ranum, (2) batang dan ritidoma dikumpulkan setelah pertumbuhan batang yang sempurna, (3) hasil dikumpulkan sebelum atau setelah musim berbunga, (4) buah dipetik saat matang, (5) biji dikumpulkan sebelum buah matang, dan (6) akar (Radix), rimpang (rhizome), umbi (tuber) dikumpulkan selama tumbuh. Hasil tercatat 78 spesies, 75 Genera, dan 49 familitumbuhan yang digunakan komunitas Etnis Buton sebagai komposisi obat tradisional. Umumnya jenis tumbuhan merupakan 22 spesies tumbuhan liar kecuali ditanam atau dipelihara sebagai tumbuhan dapur. Tumbuhan yang digunakan yaitu daun sebanyak 44 spesies, 6 spesies akar dan umbi, 14 spesies kulit dan batang, 8 macam yang digunakan seluruhnya (herba), 12 macam digunakan buah dan bijinya, 2 macam bunga yang digunakan, dan 2 macam resin yang digunakan. Dalam penggunaannya tumbuhan obat digunakan untuk mengobati 59 macam penyakit. Penggunaan tumbuhan jenis lain, diproses sendiri atau dicampur organ tumbuhan lainnya. Ada 9 spesies tumbuhan dalam penggunaannya sebagai herba obat dicampur dengan organ tumbuhan lain contoh tumbuhan wou(Garuga floribunda Decne), kumis kucing (Orthosipon spictus BBS), nipa (Nypa fruticans Wurmb), tolise (Terminalia catappa L.), fafa (Vitex cofassus Reinw. Ex Blume), rabundalili (Euphorbia tirucalli L.), kaai'ai (Phyllanthus niruri L.), wua (Areca catechu L.), and katimboka (Drynaria sparsisora Moore).Kata kunci: Tumbuhan, Obat Tradisional, Etnis Buton
EKSPLORASI BAKTERI TERMOHALOFILIK POTENSIAL PENGHASIL L-ASPARAGINASE SEBAGAI ANTIKANKER DI SUMBER AIR PANAS WAWOLESEA Jamaluddin Jamaluddin; Alfin Alfin; Muzuni Muzuni; Nur Arfa Yanti
BioWallacea : Jurnal Penelitian Biologi (Journal of Biological Research) Vol 5, No 1 (2018): Sains & Biodiversitas Wallacea
Publisher : University of Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (806.59 KB) | DOI: 10.33772/biowallacea.v5i1.4591

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh isolat bakteri termohalofilik penghasil enzim L-aparaginase dari sumber air panas Wawolesea. Bakteri termohalofilik penghasil L-asparaginase asal sumber air panas Wawolesea diperoleh dengan tahapan: survey dan pengukuran parameter lingkungan sumber air panas Wawolesea; isolasi bakteri pada media NA (Nutrient Agar) dan seleksi bakteri penghasil enzim L-asparaginase pada media M-9. Hasil isolasi menunjukkan adanya 52 isolat bakteri termohalofilik dan 14 isolat diantaranya mampu menghasilkan L-asparaginase. Kata Kunci: Bakteri Termohalofilik, L-Asparaginase, Sumber Air Panas Wawolesea ABSTRACT  The objective of this study was to obtain isolates of thermohalophilic bacteria producing L-asparaginase enzyme from Wawolesea hot spring. L-asparaginase producing thermohalophilic bacteria from the Wawolesea hot spring are obtained by steps; survey and environmental parameters measurement of Wawolesea hot spring, isolation of bacteria on NA (Nutrient agar) medium and selection of L-asparaginase producing bacteria on M-9 medium. The isolation results showed 52 isolates of thermohalophilic bacteria and 14 isolates of them capable of producing L-asparaginase. Keywords: Thermohalophilic bacteria, L-asparaginase, Wawolesea hot spring
Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Sebagai Antipiretik Pada Mencit (Mus muscullus L.) Hiperpireksia Muzuni Muzuni; Uhra Ali; Wa Ode Harlis
BioWallacea : Jurnal Penelitian Biologi (Journal of Biological Research) Vol 9, No 1 (2022): BioWallacea Universitas Halu Oleo
Publisher : University of Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/biowallacea.v9i1.25505

Abstract

This study aims to find out the effectiveness of ethanol extract rhizome curcuma (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) as an antipyretic in mice(Mus muscullus L.) hyperpireksia. This study is an experimental study with the Complete Randomized Design (RAL) method. A total of 15 male mice weighing 30-35 grams were divided into 5 treatment groups namely KN (drinking water), KP (paracetamol), P1 (extract 3 mg/gr BB), P2 (extract 8 mg/gr BB) and P3 (extract 14 mg/gr BB). Hyperpyreksia is obtained by inducing mice with 10% peptons. When it reaches above normal temperatures (35.50C - 37.00C), it is given extracts according to the treatment group and measured its effect at minutes 30, 60 and 90. The data was analyzed using ANOVA with α=0.05 and advanced tests of LSD. The results showed P3 was more effective and faster at lowering body temperature, compared to KN, P1 and P2. Seen in the 90th minute the body temperature squeaked P3 (35.960C) back to normal temperatures and closer to KP (35,760C), after which followed by P2 (36.30C). KN (38,630C) and P1 (37,630C) are still categorized as high, as they have not returned to normal temperatures. The results can be concluded that the ethanol extract of curcuma rhizome has antipyretic activity. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol rimpang temulawak(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) sebagai antipiretik pada mencitMus muscullus L.) hiperpireksia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 15 ekor mencit jantan berat 30-35 gram dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu KN (air minum), KP (parasetamol), P1 (ekstrak 3 mg/gr BB), P2 (ekstrak 8 mg/gr BB) dan P3 (ekstrak 14 mg/gr BB). Mencit hiperpireksia diperoleh dengan cara menginduksi mencit dengan pepton 10 %. Ketika mencapai di atas suhu normal (35,50C - 37,00C), maka diberikan ekstrak sesuai kelompok perlakuan dan diukur pengaruhnya pada menit ke 30, 60 dan 90. Data dianalisis menggunakan ANOVA dengan α=0,05 dan uji lanjut LSD. Hasil penelitian menunjukkan P3 lebih efektif dan lebih cepat menurunkan suhu tubuh mencit, dibandingkan dengan KN, P1 dan P2. Dilihat pada menit ke-90 suhu tubuh mencit P3 (35,960C) kembali ke suhu normal dan lebih mendekati KP (35,760C), setelah itu diikuti P2 (36,30C). KN (38,630C) dan P1 (37,630C) masih dikategorikan tinggi, karena belum kembali ke suhu normal. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol rimpang temulawak memiliki aktivitas antipiretik.Kata Kunci : Antipiretik, Temulawak, Mencit, Efektitivitas, Hiperpireksia.
KERAGAMAN MORFOLOGI UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) ASAL KABUPATEN MUNA Warhamni, Warhamni; Boer, Dirvamena; Muzuni, Muzuni
Jurnal Agroteknos Vol 3, No 2 (2013)
Publisher : Jurnal Agroteknos

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research aimed to study the morphological diversity of sweet potatoes in Muna regency. The morphological observation was performed to analyze both quantitative and qualitative characteristics of sweet potatoes. The morphological data were then analysed. The qualitative characteristics were presented in binary data. The quantitative data were firstly standardized. Then, the genealogical relationship of qualitative characteristics was analyzed using the Match Matching of genetic distance, and the genealogical relationship of quantitative characteristics was analyzed using Euclidian genetic distance. The genealogical relationship was calculated through genetic distance, which informs the genetic differences between populations. The results of the analysis showed that sweet potatoes in Muna beared similarities, although their dissimilarity coefficient value was small. Keywords: Sweet potatoes, Morphological, Genealogical Relationship
Analysis of the Molecular Structure of Lipase-Dependent Chaperone from Ralstonia pickettii Strain BK6 Azwar Syah, Muhamad; Ambardini, Sri; Jamili, Jamili; Muzuni, Muzuni; Trisandy, Darul
Jurnal Biodjati Vol 9, No 2 (2024): November
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/biodjati.v9i2.33770

Abstract

Several biotechnology industries are exploring the characteristics of lipase-dependent chaperones due to their distinctive biochemical traits. This study aimed to employ bioinformatics to analyze the molecular structure of Ralstonia picketii BK6's lipase-dependent chaperon (LipRM). The sequence mapping and amino acid distribution were examined using BioEdit (version 7.0.9.1). SignalP 5.0 and Interpro are employed for signal peptide detection, whereas Swiss-Model and VMD 1.9.2 are used for molecular dynamics modelling. The results showed that the Shine-Dalgarno sequence was discovered in the LipRM promoter, seven nucleotides upstream of the initiation codon (AUG) with the 5'-AGGAGA-3', and has a terminator region that facilitates the formation of a secondary structure. The protein's 3D structure prediction results indicate differences in the alpha helix chains (residues 166-174 and 254-271) between LipRM and the reference lipase. LipRM's molecular structure comprises a detachable signal peptide, and with variations in helix alpha chain conformation and ligand geometry.
Pelatihan Pembuatan Fungi Mikoriza Arbuskula Sebagai Solusi Budidaya Hortikultura: Upaya Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan 19 Nopember, Kolaka Ruslin Hadanu; Halim Halim; Muzuni Muzuni; Basrudin Basrudin; Muhtar Amin; Nursalam Nursalam
Jurnal Abdimas Indonesia Vol. 4 No. 4 (2024): Oktober-Desember 2024
Publisher : Perkumpulan Dosen Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53769/jai.v4i4.1083

Abstract

Fungi Mikoriza Arbuskula merupakan jenis jamur yang memiliki peran penting dalam meningkatkan penyerapan nutrisi, sehingga sangat relevan untuk mengatasi permasalahan degradasi tanah yang terjadi di wilayah sasaran. Kondisi tanah yang terus menurun akibat penggunaan pupuk kimia secara intensif memerlukan solusi berkelanjutan untuk mendukung produktivitas pertanian hortikultura. Pelatihan pembuatan pupuk mikoriza arbuskula dilaksanakan sebagai solusi bagi petani untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia sekaligus memperbaiki kualitas tanah. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat dalam memproduksi pupuk mikoriza arbuskula secara mandiri, melalui metode pemaparan teori dan sesi praktik langsung. Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan rata-rata pengetahuan peserta sebesar 40%, dengan keberhasilan 90% peserta dalam memproduksi pupuk mikoriza arbuskula. Dampak positif terlihat dari penurunan penggunaan pupuk kimia hingga 50%, yang berkontribusi pada penurunan biaya produksi dan perbaikan kualitas tanah secara bertahap. Manfaat jangka panjang dari penerapan pupuk mikoriza arbuskula mencakup peningkatan ketahanan ekonomi lokal melalui pengurangan ketergantungan pada input eksternal, serta dukungan terhadap praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan pupuk mikoriza arbuskula memiliki potensi untuk mendukung pemulihan tanah, meningkatkan produktivitas jangka panjang, dan mendukung keberlanjutan pertanian. Temuan ini menggarisbawahi relevansi pupuk mikoriza arbuskula sebagai alternatif inovatif dan berkelanjutan yang dapat diadopsi lebih luas untuk pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian.
Skrining Bakteri Termohalofilik Penghasil L-asparaginase dari Sumber Air Panas Wawolesea Sulawesi Tenggara dan Uji Aktivitas Enzimnya Muzuni Muzuni; Jamaluddin Jamaluddin; Suriana Suriana; Ardiansyah Ardiansyah; Nur Arfa Yanti
ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia Vol 20, No 1 (2024): March
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/alchemy.20.1.73523.12-21

Abstract

L-asparaginase merupakan enzim yang mengubah L-asparagin menjadi L-aspartat. L-asparagin dapat dimanfaatkan oleh sel kanker leukemia sebagai salah satu sumber nutrisinya. Penambahan L-asparaginase dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Penggunaan L-asparaginase dalam skala industri lebih mengutamakan L-asparaginase yang memiliki aktivitas dan stabilitas optimum di suhu tinggi, karena kecepatan reaksi dalam menghidrolisis L-asparagin tinggi, stabil dari denaturan misalnya detergen dan senyawa organik, dan stabil pada kondisi asam maupun basa. L-asparaginase yang memiliki aktivitas dan stabilitas di suhu tinggi dapat dieksplorasi dari mikroorganisme yang hidup di lingkungan yang bersuhu dan bersalinitas tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh isolat bakteri termohalofilik penghasil enzim L-aparaginase dari sumber air panas Wawolesea dan untuk mengetahui aktivitas enzim L-asparaginase yang dihasilkannya. Bakteri termohalofilik penghasil enzim L-asparaginase diperoleh dengan tahapan: isolasi bakteri pada media NA yang mengandung NaCl 1,5% – 1,6%; seleksi bakteri penghasil L-asparaginase pada media M-9; produksi L-asparaginase dengan prinsip fermentasi pada media produksi serta pengukuran aktivitas dan aktivitas spesifik enzim L-asparaginase. Hasil isolasi menunjukkan adanya 14 isolat bakteri termohalofilik yang mampu menghasilkan enzim L-asparaginase. Aktivitas enzim L-asparaginase tertinggi yaitu 86,61 IU/mL pada isolat AAT3.2 dan terendah yaitu 38,24 IU/mL pada isolat CAT1.1. Aktivitas spesifik tertinggi 6767,98 IU/mg pada isolat CAT3.2 dan terendah 684,54 IU/mg pada isolat CAT1.1.Screening of L-asparaginase-Producing Thermohalophilic Bacteria from Wawolesea Hot Springs in Southeast Sulawesi and Their Enzyme Activity Test. The L-asparaginase is an enzyme that can convert L-asparagine to L-aspartate. L-asparagine can be utilized by leukemia cancer cells as a source of nutrition. The use of L-asparaginase on an industrial scale prioritizes L-asparaginase that exhibits optimal activity and stability at high temperatures due to the high reaction rate in hydrolyzing L-asparagine, stability against denaturants such as detergents and organic compounds, and stability under acidic or basic conditions. L-asparaginase with activity and stability at high temperatures can be explored from microorganisms that live in high-temperature and high-salinity environments. This study aimed to obtain isolates of thermohalophilic bacteria that produce L-asparaginase enzymes from Wawolesea hot springs and determine the activity of the L-asparaginase enzymes. Thermohalophilic bacteria producing L-asparaginase from Wawolesea hot springs were obtained by the following steps: isolation of bacteria on NA (Nutrient Agar) media containing 1.5% – 1.6% NaCl, selection of L-asparaginase-producing bacteria on M-9 media, production of L-asparaginase with the principle of fermentation on production media and measurement of activity and specific activity of L-asparaginase enzyme. The isolation results showed that there were 14 isolates of thermohalophilic bacteria capable of producing L-asparaginase. The highest L-asparaginase enzyme activity was 86.61 IU/mL in AAT3.2 isolates, and the lowest was 38.24 IU/mL in CAT1.1 isolates. The highest specific activity was 6767.98 IU/mg in isolate CAT3.2, and the lowest was 684.54 IU/mg in isolate CAT1.1.
DETEKSI GEN mecA TERHADAP METHICILLIN RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA) PADA PASIEN DI RUANGAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD KOTA KENDARI TAHUN 2022 Satriani Syarif; Muzuni; Puan Maharani
Jurnal MediLab Mandala Waluya Vol. 7 No. 1 (2023): Jurnal MediLab Mandala Waluya
Publisher : Prodi D4 Teknologi Laboratorium Medis, Universitas Mandala Waluya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54883.7.1.4

Abstract

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit, salah satu bakteri penyebab infeksi ini adalah bakteri Staphylococus aureus. Staphylococcus aureus banyak ditemukan mengalami resiten terhadap antibiotik golongan Methicillint-Resisten Staphylococcus aureus (MRSA). MRSA telah menjadi salah satu bakteri patogen, terutama di rumah sakit. Transmisi bakteri MRSA berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya melalui alat medis yang tidak diperhatikan sterilisasinya. MRSA mengalami resisten karena perubahan genetik yang disebabkan oleh paparan terapi antibiotik yang tidak rasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi gen mecA pada pasien yang terinfeksi Methicillin Resistant Staphylococcus aures di ruang ICU RSUD Kota Kendari menggunakan metode PCR. Jenis penelitian ini adalah deskriptiff berbasis labolatorium. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 10 orang. Hasil dari 10 sampel yang diisolat yaitu terdapat 5 sampel yang memiliki ciri-ciri Staphylococcus aureus, yaitu berwarna kuning keemasan, berbentuk seperti buah anggur, dan uji katalase dan koagulase yaitu hasil positif. Hasil dari deteksi gen mecA metode PCR dari 5 yang diisolat menunjukkan terbentuk pita sesuai dengan target yaitu 533 bp, di peroleh sampel positif Methicillint-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) sebanyak 10 %. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan mendeteksi gen mecA pada pasien yang terinfeksi Methicillin-Resistant Staphylococcus aures di ruang ICU RSUD Kota Kendari menggunakan metode PCR yaitu adanya gen mecA pada P10, dengan terbentuknnya pita target 533 bp. Diharpakan pada penelitian selanjutnya Untuk penelitian selanjutnnya melakukan penelitian yang sama perlu adanya uji resistensi antibiotik sebelum melakukan uji PCR dan melakukan penelitian mengenai insiden MRSA pada pasien dan paramedis di ruangan yang berbeda.
Penyuluhan dan Transfer Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Plus kepada Petani Hortikultura di Kelurahan Sembilanbelas Nopember Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara Halim, Halim; Muzuni, Muzuni; Basrudin, Basrudin; Hadanu, Ruslin; Amin, Muhtar; Salam, Nur; Samsaifil, Samsaifil
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia Vol 5 No 3 (2025): JAMSI - Mei 2025
Publisher : CV Firmos

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54082/jamsi.1880

Abstract

Petani hortikultura yang ada di Kelurahan Sembilanbelas November Kolaka senantiasa diperhadapkan dengan masalah kelangkaan pupuk, khususnya pupuk kimia. Walaupun pupuk kimia tersebut telah digunakan oleh petani secara terus-menerus, namun seiring dengan perkembangan waktu hasil panen yang diperoleh mengalami penurunan.  Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik plus fungi mikoriza merupakan alternatif penting guna menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan penyuluhan dan transfer teknologi pembuatan pupuk organik plus kepada petani hortikultura di Kelurahan Sembilanbelas November Kolaka. Metode pelaksanaan kegiatan ini yaitu: (1) Model Participatory Rapid Appraisal (PRA), dilakukan dengan wawancara langsung kepada petani berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi selama melakukan kegiatan budidaya tanaman, (2) Model Focus Group Discussion (FGD), membahas pemecahan masalah yang terjadi selama petani melakukan budidaya tanaman melalui tanya jawab dan diskusi,  (3) Model Technology Transfer (TT), mendampingi petani secara langsung dalam membuat pupuk organik plus dan cara aplikasinya pada tanaman, (4) Model Enterpreneurship Capacity Building (ECB), memberikan pelatihan kepada petani tentang cara penjualan pupuk organik plus dan produk pertanian lewat online seperti WA dan Facebook. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa petani hortikultura di Kelurahan Sembilanbelas November Kolaka memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk membuat pupuk organik plus fungi mikoriza dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan kegiatan.
Inovasi Produk Olahan Pangan melalui Pemanfaatan Limbah Ampas Kelapa untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Kelurahan Talia, Kecamatan Abeli, Kota Kendari Ahmad, Sitti Wirdhana; Ardiansyah, Ardiansyah; Yanti, Nur Arfa; Ambardini, Sri; Muzuni, Muzuni; Amirullah, Amirullah; Prasetya, Wandy Murti
PUSAKA ABDIMAS Vol. 2 No. 1 (2025)
Publisher : Yayasan Serumpun Karang Konservasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61548/pa.v2i1.50

Abstract

ABSTRACT Coconut fruit processing produces by-products in the form of coconut pulp. Coconut pulp organic waste has a high fiber content that can benefit the body when consumed. So far, coconut pulp is only used as animal feed with very low product prices. The high amount of fiber content and the potential for protein and fat, provide opportunities for waste dregs to be developed into processed products. One of the efforts that can be done is to optimize the use of organic waste of coconut pulp into flour as raw material for making bread through community service activities. The problem faced by partners is the lack of information obtained by the community about making coconut pulp flour which can be used as a substitute for wheat flour for other food products.   The solution to this problem is to provide training and guidance on making coconut pulp flour and its processed products. This service aims to improve the skills of mothers by utilizing their potential and the potential of available natural resources optimally, in an effort to increase economic income. This training is the use of coconut pulp into flour for mothers in Talia Village, Abeli District, Kendari City. This method of service uses lectures, discussions and demonstrations. This training was attended by mothers in Talia Village, Abeli District. The results of the training obtained by the mothers of Talia Village can make bread from coconut pulp with various flavors. The training greatly supports the improvement of participants' skills and knowledge. During the training, all mothers enthusiastically participated in the course of activities and actively discussed both ways. Participants understand and can practice the technique of processing coconut pulp into raw materials for making bread and can be a business opportunity. Keywords: Coconut Dregs Waste, Coconut Dregs Flour, Bread, Kelurahan Talia   Abstrak Pengolahan buah kelapa menghasilkan produk samping berupa ampas kelapa. Limbah organik ampas kelapa memiliki kandungan serat yang tinggi yang dapat bermanfaat bagi tubuh apabila dikonsumsi. Selama ini ampas kelapa hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak dengan harga produk yang sangat rendah. Kandungan jumlah serat yang tinggi serta potensi protein dan lemak, memberi peluang limbah ampas untuk dikembangkan menjadi produk olahan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan limbah organik ampas kelapa menjadi tepung sebagai bahan baku pembuatan roti melalui kegiatan pengabdian masyarakat. Permasalahan  yang  dihadapi  oleh  mitra  adalah  kurangnya  informasi  yang  didapatkan  oleh masyarakat tentang   pembuatan   tepung   ampas   kelapa   yang   dapat dimanfaatkan   sebagai   pengganti   tepung   terigu   untuk   produk   pangan   lainnya.   Solusi dari permasalahan tersebut adalah memberikan pelatihan dan bimbingan tentang pembuatan tepung ampas kelapa beserta produk olahannya. Pengabdian ini bertujuan meningkatan keterampilan ibu-ibu dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki dan potensi SDA yang tersedia secara optimal, dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonomi. Pelatihan ini merupakan pemanfaatan ampas kelapa menjadi tepung pada ibu ibu Kelurahan Talia Kecamatan Abeli Kota Kendari. Metode pengabdian ini menggunakan metode ceramah, diskusi dan demonstrasi. Pelatihan ini diikuti oleh ibu ibu di Kelurahan Talia Kecamatan Abeli. Hasil pelatihan diperoleh ibu-ibu Kelurahan Talia dapat membuat roti dari ampas kelapa dengan berbagai rasa. Pelatihan tersebut sangat mendukung peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta. Selama pelatihan, semua ibu-ibu antusias mengikuti jalannya kegiatan serta aktif berdiskusi dua arah. Peserta memahami dan dapat mempraktikkan teknik pengolahan ampas kelapa menjadi bahan baku pembuatan roti dan dapat menjadi peluang usaha. Kata Kunci: Limbah Ampas Kelapa, Tepung Ampas Kelapa, Roti, Kelurahan Talia