Implementasi penghapusan Ujian Nasional dalam kurikulum Merdeka Belajar memunculkan pro dan kontra di kalangan pendidik pada umumnya. Meskipun terdapat hal-hal kontra dalam penerapannya, akan tetapi implementasi penghapusan Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) memiliki cita-cita berkaitan dengan pemberian kemerdekaan dan kebebasan kepada guru dan sekolah dalam mengelola evaluasi yang dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana implementasi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di salah satu sekolah Kota Surakarta dengan perspektif Paulo Freire. Melalui metode penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan data berupa wawancara mendalam dan observasi, diperoleh data bahwa implementasi selama ini menghasilkan pandangan pro dan kontra di kalangan akademik. Penulisan artikel ini akan lebih banyak membahas mengenai hal-hal yang pro pada implementasi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di sekolah. Jika selama ini evaluasi pendidikan hanya ditentukan oleh Ujian Nasional dengan beberapa mata Pelajaran saja, penghapusan ini harapannya akan memberikan sisi humanis dimana kemampuan anak sejatinya tidak hanya dalam kognitif saja tetapi ada aspek lain yakni afektif dan psikomotorik. Sejalan dengan perspektif Paulo Freire yang menyampaikan bahwa pembelajaran di kelas bukan sekedar mendengarkan, tapi berdiskusi. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajar di kelas. Pertimbangkan sebuah proyek sosial yang melibatkan seluruh kelas. Pemikiran Freire tentang refleksi dan tindakan sejalan dengan arah konseptual pendidikan yang digagas pemerintah saat ini, bahwa guru dan siswa perlu terlibat dalam proses refleksi selama pembelajaran.