Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search
Journal : LEX PRIVATUM

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA DENGAN KEJAHATAN LUAR BIASA (EXTRA ORDINARY CRIME) YANG MEMBUAT TERJADINYA KETIDAKADILAN BAGI MASYARAKAT Metmeilin Ada; Adi Tirto Koesoemo; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami aturan hukum mengenai pemberian remisi bagi Narapidana dengan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), dan dampak pemberian remisi kepada Narapidana dengan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang membuat terjadinya ketidakadilan bagi masyarakat, dengan menggunakan metode penelitian normatif yuridis, sehingga dapat disimpulkan : 1. Pengaturan hukum pemberian remisi bagi Narapidana dengan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemerian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersayarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi. 2. Dampak pemberian remisi bagi Narapidana dengan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yag membuat terjadinya ketidakadilan bagi masyarakat yakni menimbulkan kerugian seperti tidak berkembangnya infrakstruktur dan kesejahteraan masyarakat akibat korupsi, mengganggu ketentraaman dan kenyamanan masyarakat akibat teror yang dilakukan oleh teroris, menimbulkan trauma bagi korban pelaku pelecehan seksual, melanggar hak asasi manusia bagi mereka yang menjadi korban perbudakan, dan tidak ada efek jera bagi Narapidana dengan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Kata Kunci : Remisi, kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), ketidakadilan bagi masyarakat
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA MEDIS DALAM KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Johsua A. H. Roring; Cornelis Dj. Massie; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mendalami tentang perlindungan terhadap tenaga medis dalam konflik bersenjata antar negara dan untuk mengetahui dan memahami sejauh mana perlindungan dan pertanggungjawaban negara-negara peserta konflik bersenjata dalam perlindungan terhadap tenaga medis. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 adalah payung hukum dan juga konsep agar supaya para peserta konflik bersenjata tidak membabibuta dalam melakukan penyerangan. Ada pihak-pihak yang tidak boleh dijadikan sebagai sasaran tembak dalam konflik bersenjata antar Negara. Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 secara khusus melindungi orang yang tidak mengambil bagian dalam permusuhan (warga atau penduduk sipil, pekerja kesehatan dan pekerja bantuan kemanusiaan) dan mereka yang tidak lagi terlibat dalam permusuhan, seperti tentara yang terluka, sakit dan kapalnya karam dan tawanan perang. 2. Kedudukan tenaga medis dalam konflik bersenjata melalui beberapa instrumen hukum humaniter internasional dan aturan-aturan di dalam hukum humaniter internasional kebiasaan. Kata Kunci : perlindungan tenaga medis, konflik bersenjata.
LIE DETECTOR DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI INDONESIA Claudea Jaden Gil Jocom; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 3 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan lie detector sebagai alat bukti dalam hukum acara pidana Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana urgensi lie detector dalam pembuktian tindak pidana di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pada Pasal 184 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 atau biasanya disingkat menjadi KUHAP Lie Detector memiliki potensi untuk menjadi alat bukti keterangan ahli dalam proses peradilan, apabila digunakan sesuai dengan metode yang valid, dan oleh ahli yang terlatih. Meskipun bukan alat bukti yang tunggal, hasil dari lie detector dapat memberikan pandangan tambahan kepada pengadilan dalam memahami keabsahan keterangan saksi atau terdakwa. 2. Lie Detector adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur respons fisiologis. Penggunaan alat ini dalam konteks penyidikan tindak pidana memiliki beberapa alasan urgensi yang perlu dipertimbangkan. Salah satu alasan utama adalah bahwa lie detector dapat menjadi alat bantu penyelidikan, penyidik seringkali harus menghadapi situasi di mana saksi atau tersangka berpotensi untuk memberikan informasi yang tidak jujur. Dalam situasi seperti ini, penggunaan lie detector dapat membantu penyidik dalam mengidentifikasikan potensi kebohongan. Kata Kunci : pembuktian tindak pidana, lie detector
TINJAUAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP KEJAHATAN PINJAMAN ONLINE YANG TIDAK TERDAFTAR DI OTORITAS JASA KEUANGAN Sultan Hasan Toha Golonda; Adi Tirto Koesoemo; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 3 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kemajuan teknologi yang telah menghadirkan tantangan baru bagi masyarakat. Pada bidang hukum sendiri proses kemajuan teknologi ini ditandai dengan hadirnya fenomena baru dalam bidang hukum yaitu cyber crime. Aspek yang paling terasa dalam cyber crime itu sendiri ialah pada bidang layanan pinjam meminjam uang berbasi teknologi (pinjaman online). Pinjaman online sendiri terdiri dari dua yaitu pinjaman online legal dan pinjaman online illegal (tidak terdaftar) pada aspek pinjaman online illegal ada banyak hal yang masih harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah terkati untuk memberantasnya terutama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada aspek pengaturan sendiri Otoritas Jasa Keuangan tidak mengatur dan menjelaskan secara spesifik apa itu pinjaman online illegal hal ini hanya kita dapatkan pada penjelasan pasal 7 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam berbasis teknologi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pengaturan terhadap pinjaman online illegal (tidak terdaftar di otoritas jasa keuangan) terutama dalam Undang-undang No 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kata Kunci: Teknologi, Cyber crime, Pinjaman Online, Pinjaman Online Illegal.
PEMENUHAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLRES TOMOHON Tasya Feren Mamesah; Rodrigo F. Elias; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 4 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan atas hak-hak tersangka dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh polisi dan untuk mengetahui apakah penerapan Asas Praduga Tak Bersalah dalam bentuk perlindungan hak-hak tersangka yang dijamin dalam undang-undang dipenuhi oleh aparat penegak hukum dalam hal ini Polisi. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif empiris, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Setiap pihak wajib menghormati Hak Prioritas Penyelesaian Perkara, Hak Persiapan Pembelaan, Hak Memberi Keterangan Secara Bebas, Hak Mendapatkan Juru Bahasa, Hak Mendapatkan Bantuan Hukum, Hak Memilih Sendiri Penasehat Hukumnya, Hak Mendapatkan Bantuan Hukum Cuma-Cuma, Hak Menghubungi Penasihat Hukum, Hak Kunjungan oleh Dokter Pribadi, Hak Diberitahukan, Menghubungi atau Menerima Kunjungan Keluarga dan Sanak Keluarganya, Hak Berkirim Surat Hak Menerima Kunjungan Rohaniwan, Hak diadili pada Sidang Terbuka untuk Umum, Hak Mengajukan Saksi a de charge dan Saksi Ahli, Hak Untuk Tidak Dibebani Kewajiban Pembuktian, Hak Pemberian Ganti Kerugian dan Rehabilitasi. 2. Masih dijumpai adanya pelanggaran hak tersangka yang merendahkan harkat dan martabat tersangka. Pelanggaran hukum yang sering terjadi pada tingkat penyidikan berupa pemaksaan dari pihak penyidik supaya tersangka mengakui perbuatan yang disangkakan kepadanya. Kekerasan fisik memang sudah tidak lagi ditemui, namun masih ada bentak dan kata ancaman terhadap tersangka serta perlakuan terhadap tersangaka sebagai seorang yang telah bersalah. Kata Kunci : asas praduga tak bersalah, polres Tomohon
KEWENANGAN POLISI KEHUTANAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN Febri Grifin Rakian; Herlyanty Y. A. Bawole; Victor Kasenda
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 4 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana kehutanan dan untuk mengetahui ketentuan hukum kewenangan polisi kehutanan terhadap pelaku tindak pidana perusakan hutan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Kejahatan kehutanan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dibidang kehutanan, dapat terjadi dalam bentuk merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan serta menimbulkan kerusakan hutan, membakar hutan, menebang pohon dan memiliki hasil hutan secara illegal (Illegal Loging), melakukan penambangan dan eksplorasi serta eksploitasi bahan tambang tanpa ijin, memiliki hasil hutan tanpa surat keterangan, membawa alat-alat berat tanpa ijin. Sehubungan 2. Berkaitan dengan kewenangan Polisi Kehutanan dalam menanggulangi pelaku tindak pidana perusakan hutan, berdasarkan ketentuan yang berlaku Polisi Kehutanan dapat bertindak sebagai penyidik. Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindung Hutan, dijelaskan bahwa Polisi Kehutanan yang telah memenuhi persyaratan dapat diangkat menjadi Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan. Proses penyidikan dilakukan dengan berkoordinasi dengan aparat penyidik Polri berdasarkan hukum pidana formil. Kata Kunci : polisi kehutanan, tindak pidana kehutanan
TINJAUAN HUKUM TENTANG WANPRESTASI TERHADAP PLN YANG MEMUTUS ALIRAN LISTRIK KONSUMEN YANG MENUNGGAK PEMBAYARAN Justicia Sara Maukar; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 5 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap PLN yang melakukan pemutusan aliran listrik dan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian wanprestasi terhadap perjanjian dalam pembayaran tagihan listrik. Kesimpulan yang didapat: 1. Sebagai penyedia utama listrik di Indonesia, PLN berwenang menghentikan suplai listrik bagi konsumen yang menunggak pembayaran, sesuai Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Regulasi ini memberikan dasar hukum yang kuat bagi PLN untuk menegakkan disiplin pembayaran, memastikan operasional berkelanjutan, dan tetap menghormati hak-hak konsumen. Hal ini menciptakan keseimbangan antara kebutuhan PLN dan perlindungan hak konsumen. 2. Wanprestasi, atau ketidakpatuhan konsumen dalam membayar tagihan listrik, memerlukan penanganan hati-hati dari PLN. Proses ini dimulai dengan memberikan pemberitahuan resmi kepada konsumen tentang tunggakan mereka. Jika upaya damai tidak berhasil, PLN memiliki hak untuk memutus aliran listrik, tetapi harus mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh regulasi dan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemutusan aliran listrik hanya boleh dilakukan setelah semua upaya negosiasi telah dijalankan. Kata Kunci : PLN, Wanprestasi.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN SKIMMING ATM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK1 Angelica Gabriel; Dani R.Pinasang; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 5 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan tentang kejahatanskimming ATM berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 serta penegakan hukumterhadap kejahatan skimming ATM. Metode penelitian yang digunakan ialah jenispenelitian hukum normatif sehingga mendapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1.Pengaturan kejahatan Skimming Atm diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Pasal 46 ayat(2) UU ITE yang berbunyi : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak ataumelawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan caraapa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atauDokumen Elektronik dan Setiap Orang yang memenuhi unsur Pasal 30 ayat (2)tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ataudenda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). Selain itu,dalam kejahatan skimming Atm telah memenuhi unsur Turut Serta sebagaimanadiatur dalam Pasal 55 KUHP. 2. Penegakan hukum terhadap kejahatan SkimmingAtm dapat diselesaikan dengan hukum acara pidana. Terdapat beberapa langkahyang dilakukan sebagai bagian dari penegakan hukum yang meliputipenyelidikan, penyidikan, penuntutuan, pemeriksaan sidang di pengadilan sertapelaksanaan putusan.KATA KUNCI : Penegakan Hukum, Kejahatan, Skimming ATM
PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH KOTA MANADO NOMOR 9 TAHUN 2016 Stevano Eklesiano Aluy; Herlyanty Y. A. Bawole; Susan Lawotjo
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 5 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui danmembahas bagaimana bentuk pengelolaan airlimbah domestik berdasarkan peraturan daerahkota Manado dan untuk mengetahui danmembahas bagaimana pertanggungjawabanhukum semua pihak terkait dalam persoalan airlimbah domestik berdasarkan Peraturan DaerahKota Manado Nomor 9 Tahun 2016 tentangPengelolaan Air Limbah Domestik. Denganmenggunakan metode penelitian normatif, dapatditarik kesimpulan yaitu : 1. Bentuk pengelolaanair limbah domestik berdasarkan peraturan daerahkota Manado menggunakan Sistem PengelolaanAir Limbah yang selanjutnya disingkat SPAL.Peraturan dan ketentuan dalam SistemPengelolaan Air Limbah (SPAL) mempunyaimekanisme yang diatur dengan sangat rinci dandetail sesuai dengan Peraturan Daerah KotaManado. Namun belum ada Sistem PengelolaanAir Limbah Domestik di Kota Manado yangsesuai dengan peraturan dan ketentuan. 2. Dalampengelolaan air limbah domestik seperti yangdiatur dalam Peraturan Daerah Kota Manado,pihak terkait dengan masalah air limbah domestikmempunyai wewenang, tugas dan tanggung jawabmasing-masing. Namun dalampertanggungjawabannya terhadap tugasnya, parapihak terkait masih belum maksimal dalammenjalankan pengelolaan air limbah domestiksesuai dengan ketentuan dalam peraturan daerahini.Kata Kunci : pengelolaan air limbah domestik,kota manado
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL PONSEL ILEGAL PADA E-COMMERCE SHOPEE Kerenia Syalomita Ponow; Herlyanty Y. A. Bawole; Grace H. Tampongangoy
LEX PRIVATUM Vol. 14 No. 5 (2025): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum tentang penjualan ponsel ilegal pada e-commerce dan untuk mengetahui upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual ponsel ilegal di e-commerce Shopee. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pengaturan hukum terkait penjualan ponsel ilegal pada e-commerce sejauh ini belum diatur secara khusus. Namun beberapa peraturan yang ada saat ini, yaitu: UU 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang menegaskan bahwa pelaku usaha harus memastikan bahwa barang yang dijual sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Undang-Undang Kepabeanan yang mengatur tentang barang yang diselundupkan dari wilayah luar Indonesia (penyulundupan), dan dalam PP No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mengatur tentang kegiatan e-commerce. Peraturan-peraturan tersebut menunjukkan adanya harmonisasi atau sinkronisasi hukum dalam mengatur penjualan ponsel ilegal pada e-commerce. 2. Upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual ponsel ilegal di e-commerce Shopee dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah, pihak e-commerce, dan aparat penegak hukum. Upaya tersebut mencakup pelaporan masyarakat, pengawasan berkala oleh pemerintah, penerapan sanksi, serta tindakan langsung dari pihak Shopee seperti penghapusan daftar atau penangguhan dan pengakhiran akun. Kata Kunci : ponsel ilegal, e-commerce shopee