Claim Missing Document
Check
Articles

DARI TA’ARUF HINGGA MENIKAH: EKSPLORASI PENGALAMAN PENEMUAN MAKNA CINTA DENGAN INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS Arika Zulfitri Karim; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015 (Januari 2015)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.487 KB) | DOI: 10.14710/empati.2015.13088

Abstract

Pengalaman menemukan makna cinta merupakan sebuah peristiwa pengalaman yang unik bagi individu. Erikson (Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan bahwa nilai cinta muncul ketika seseorang mencapai masa dewasa awal ketika individu menjalin hubungan yang lebih dalam (keintiman) dengan lawan jenis. Proses penemuan makna cinta dalam proses ta’aruf memiliki dinamika yang khas dan unik dibandingkan dengan proses pacaran pada umumnya menuju pernikahan. Penggunaan metode Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) membantu peneliti untuk memahami dan menjelaskan lebih dalam mengenai proses penemuan makna cinta indiviu yang menjalani proses ta’aruf. Penelitian ini menggunakan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA), Pendekatan IPA dipilih karena memiliki prosedur analisis data yang terperinci. Prosedur tersebut bertitik fokus pada eksplorasi pengalamanyang diperoleh subjek melalui kehidupan pribadi dan sosialnya. Dari eksplorasi pengalaman subjek terhadap kehidupan, akan memunculkan makna dalam peristiwa unik yang dirasakan oleh subjek. Peneliti menemukan bahwa dalam proses ta’aruf, cinta tumbuh dalam diri subjek setelah menikah.Pada proses sebelum ta’aruf, subjek memaknai cinta secara negatif sebagai nafsu dan lebih menjaga perasaan cinta untuk tidak tumbuh sebelum menikah. Sedangkan pada proses ta’aruf hingga  menikah, individu mengalami berbagai peristiwa yang memunculkan nilai-nilai dalam situasi hingga mengantarkannya pada penemuan makna cinta. Penemuan makna cinta dari subjek diantaranya bahwa sebuah pengorbanan, perubahan ke arah positif, saling melengkapi dan memahami, serta pemberian tanpa pamrih. Pemaknaan cinta secara positif yang ditemukan oleh subjek membantunya untuk menghayati setiap proses kehidupan yang dialami.Hal tersebut akhirnya memberikan pengaruh pada kehidupan dan memunculkan kebahagiaan dalam hidup.
ADJUSTMENT OF MUALAF ADOLESCENCE Rizqa Andhini; Zaenal Abidin; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012 (Oktober 2012)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.511 KB) | DOI: 10.14710/empati.2012.468

Abstract

Mualaf are individuals who converted to Islam. The threat of expulsion, termination of financial support, even the threat of termination of kinship is a potential conflict experienced mualaf. This problem has been very heavy when the perpetrators are adolescence because adolescence is an age-prone and unstable. Mualaf adolesence had to adjust to a new religion, and all the changes that accompany. The main objective of this study was to understand the adjustment experienced by mualaf adolescence.The method used is phenomenology. The sample consisted of three subjects who converted to Islam. Two of the subjects before Catholic and one another Hindu. The primary method of data collection is the depth interviews, while supporting the method used is the observation and recording of the interview.The results of this study found that adolescence who commit religious conversion as a strong belief in themselves, are not experiencing difficulty in aligning individual needs with present conflicts related his conversion. Dominant issues that arise in the adolescence self converts is a family matter. Parents and family rejection, feelings of guilt in parents and anxiety of the threat that comes from the parents is a problem that is present in adolescences who decide to convert religions.Adjustment made to the various changes and demands of the present is the way a normal adjustment, the adjustment through self-control, learning, substitution, planning and exploitation of personal abilities. As a defense mechanism that appears in the subject was withdrawn, regression and rationalization, but not dominant. Religiosity, peer support, and the presence of other significant social acceptance is a contributing factor that makes teens converts able to adjust well.
HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PROBLEMFOCUSED COPING PADA SANTRI MADRASAH ALIYAH PONDOK PESANTREN AL BURHAN HIDAYATULLAH Efi Wulansari; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013 (Agustus 2013)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (30.353 KB) | DOI: 10.14710/empati.2013.5255

Abstract

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan problem focused copingpada santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al Burhan Hidayatullah. Problem focused coping adalah usaha individu yang berorientasi pada pemecahan atau penyelesaian masalah dengan cara menghadapi langsung sumber masalah, serta mengubahsituasi yang menimbulkan masalah dengan melakukan tindakan yang konstruktif dan mempelajari cara-cara atau keterampilan baru.Self efficacy merupakan suatu keyakinan individu akan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas pada situasi tertentu sehingga akan memperoleh hasil yang diharapkan. Penelitian dilakukan pada santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al Burhan Hidayatullah. Enam kelas populasi penelitian, melalui metode cluster random samplingdidapatkan sampel penelitian sejumlah tiga kelas, yaitu satu kelas putri dan dua kelas putra. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala self efficacyyang berjumlah21 aitem valid(koefisien reliabilitas= 0,895) dan skala problem focused coping yang berjumlah45aitem valid (koefisien reliabilitas= 0,950).Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan rxy = 0,749 dengan p= 0,000 (p<0,05). Nilai rxy positif menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah positif, yaitu semakin tinggi self efficacy maka semakin tinggi pula problem focused copingpada santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al Burhan Hidayatullah. Hal itu berlaku pula sebaliknya, semakin rendah self efficacy maka semakin rendah pula problem focused coping pada santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al Burhan Hidayatullah. Sumbangan efektif self efficacy terhadap problem focused coping pada santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al Burhan Hidayatullah sebesar 56,1%.
KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Dewina Pratitis Lybertha; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 (Januari 2016)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.853 KB) | DOI: 10.14710/empati.2016.15094

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan persepsi terhadap pernikahan pada usia dewasa awal. Populasi dalam penelitian berjumlah 745 mahasiswa. Sampel penelitian berjumlah 238 mahasiswa, sampel ditentukan dengan teknik cluster sampling. Pengumpulan data dengan dua skala, yaitu Skala Persepsi terhadap Pernikahan (27 aitem, α = 0,937) dan Skala Kematangan Emosi (32 aitem, α = 0,895). Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi sederhana menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,351 dengan p = 0,00 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kematangan emosi dengan persepsi terhadap pernikahan. Semakin tinggi tingkat kematangan emosi maka akan semakin positif persepsi terhadap pernikahan dan semakin rendah tingkat kematangan emosi maka akan semakin negatif persepsi terhadap pernikahan. Kematangan emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 12,4% pada persepsi terhadap pernikahan, sedangkan 87,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
GAMBARAN KEGIATAN BELAJAR DI RUMAH PADA ANAK YANG MENGALAMI KETERLAMBATAN BICARA (Sebuah Studi Kasus pada Anak Terlambat Bicara) Iris Salsa Nabila; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015 (Agustus 2015)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/empati.2015.12978

Abstract

Anak adalah karunia Tuhan yang diberikan kepada orang tua yang semestinya dijaga dengan baik. Namun, tidak semua anak diberkahi kesempurnaan seperti anak-anak normal lainnya. Banyak anak mengalami kekurangan baik fisik maupun psikis. Salah satu kekurangan yang mungkin dimiliki anak adalah keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara yang dialami anak akan menjadi hambatan akan berimbas pada beberapa aspek, salah satunya adalah proses belajarnya. Tujuan  penelitian adalah untuk melihat proses belajar anak yang mengalami keterlambatan bicara dan efek lainnya pada proses belajar anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data penelitian didapatkan melalui wawancara yang dilakukan kepada orang tua dan tutor serta observasi rating scale dan event sampling dilakukan pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak memiliki sikap belajar seperti moody, mudah bosan, memiliki konsentrasi yang mudah pecah, kurang percaya diri ketika diminta belajar membaca, dan sangat bergantung dengan keberadaan ibu. Faktor pendukung kegiatan belajar adalah kepedulian orang tua dan tutor terhadap keadaan anak. Strategi yang digunakan dalam mengajari anak adalah dengan mengulang-ulang satu materi pelajaran yang sama berkali-kali sampai anak paham materi tersebut, baru masuk ke materi yang baru. Kegiatan belajar juga disertai waktu istirahat untuk bermain agar anak tidak bosan. Faktor penghambat kegiatan belajar ada pada komunikasi antara orang tua dan tutor yang kurang maksimal, sehingga jarang terjadi diskusi diantara mereka untuk menentukan strategi belajar bagi anak.
PENGALAMAN PERNIKAHAN INDIVIDU DENGAN HAMBATAN FISIK (Studi Kualitatif Fenomenologi dengan Pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis) Dara Suci Amini; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 (Oktober 2016)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.508 KB) | DOI: 10.14710/empati.2016.15447

Abstract

Pernikahan merupakan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diterima secara legal oleh lingkungan social, yang bertujuan untuk membentuk keluarga. Hambatan fisik adalah gangguan fisik yang umumnya dikarenakan gangguan neuromotor dan gangguan ortopedik musculoskeletal sehingga menghambat mobilitas penderita. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami pengalaman pernikahan individu dengan hambatan fisik yang menikah dengan sesama individu yang memiliki hambatan fisik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif fenomenologi dengan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysisi (IPA). Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur yang dibantu dengan rekaman audio dan catatan lapangan. Subjek penelitian ini dipilih menggunakan teknik purposeful sampling dengan karakteristik individu dengan hambatan fisik yang telah menikah, masih tinggal bersama pasangannya, subjek dan pasangan memiliki hambatan fisik, berusia 20-40 tahun, serta bersedia menjadi subjek penelitian. Peneliti menemukan bahwa permasalahan utama yang dihadapi individu dengan hambatan fisik yang menikah dengan sesama individu yang memiliki hambatan fisik adalah permasalahan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari menjadi suatu hal yang cukup sulit karena individu dengan hambatan fisik dalam penelitian ini bekerja sebagai buruh atau pekerja bangunan. Selanjutnya, peneliti menemukan bahwa individu dengan hambatan fisik mampu merawat dan mengasuh anaknya, walau dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya, misalnya harus menggendong anaknya sambil menggunakan kruk. Selain itu, individu dengan hambatan fisik juga harus berkompromi dengan keterbatasan fisiknya dalam hal berhubungan seksual, misalnya perempuan yang harus mengambil alih peran dominan dalam berhubungan seksual karena memiliki mobilitas fisik yang sedikit lebih baik daripada laki-laki.
SEKS PRANIKAH BAGI REMAJA: Studi Fenomenologis pada Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual Pranikah Fisabella Dea Migiana; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015 (Januari 2015)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.819 KB) | DOI: 10.14710/empati.2015.13122

Abstract

Intimacy relationship pada remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan seks pranikah. Berdasarkan data yang diperoleh dari BKKBN (2014), terdapat 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah berani melakukan hubungan seksual pranikah. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pengalaman remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah, serta mengetahui faktor-faktor  dan dampak yang dialami remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Data diperoleh melalui wawancara dengan subjek penelitian. Karakteristik subjek penelitian adalah remaja berusia 18-21 tahun dan sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Berdasarkan hasil penelitian, kedua subjek memiliki latar belakang keluarga yang hampir sama, yaitu kurang terjalin kelekatan dengan orang tua. Kedua subjek merasa nyaman dan lebih terbuka dengan pacar, sehingga pacar dijadikan sebagai objek lekat. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan seksual pranikah adalah kurang terbukanya orang tua mengenai masalah seksual, adanya kesempatan untuk melakukan hubungan seksual pranikah, sumber informasi yang salah mengenai seksualitas, rasa ingin tahu yang tinggi, kebutuhan biologis, rangsangan seksual, dan pengaruh lingkungan pertemanan. Dampak dari berhubungan seksual dengan pacar membuat Subjek 1 ketagihan dan mengganggu pikirannya, sedangkan intensitas beribadah Subjek 2 menjadi kurang akibat berhubungan seksual dengan pacar.
KECERDASAN SPIRITUAL DAN SELF ESTEEM PADA REMAJA: Studi Korelasi Pada Remaja Pengguna Napza di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Penyalahguna Napza “Mandiri” Semarang Inayatul Khoeriyah; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 (Januari 2016)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.318 KB) | DOI: 10.14710/empati.2016.14937

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dengan self esteem pada remaja serta mengetahui besarnya sumbangan efektif yang didapatkan. Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kecerdasan spiritual dengan self esteem pada remaja pengguna napza. Sampel penelitian ini adalah penghuni Balai Rehabilitasi Sosial Eks Penyalahguna Napza “Mandiri” Semarang berjumlah 49 anak. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan dua buah skala psikologi, yaitu skala kecerdasan spiritual (26 aitem; α = 0,842) dan skala self esteem (37 aitem; α = 0,889). Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan terdapat hubungan positif antara kecerdasan spiritual dengan self esteem pada remaja pengguna napza di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Penyalahguna Napza “Mandiri” Semarang (rxy = 0,785; p = 0,000). Semakin tinggi kecerdasan spiritual remaja maka self esteem juga tinggi. Sumbangan efektif variabbel kecerdasan spiritual pada penelitian ini sebesar 61,6%, sedangkan 38,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini.
RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION CURRICULUM CREDIT SEMESTER SYSTEM (SKS) WITH ACADEMIC ACHIEVEMENT MOTIVATION IN STUDENTS OF SMAN 78 JAKARTA Fajriati Nurhidayah; Prasetyo Budi Widodo; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012 (Oktober 2012)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.99 KB) | DOI: 10.14710/empati.2012.423

Abstract

School education has a major role in improving the quality of eduvation  ,00aitems through the students academic achievement motivation. Students academic achievement motivation can be seen by the student perception of the curriculum semester credit system is applied in schools. This research was conducted to determine the relationship between perceptions of curriculum semester credit system with academic achievement motivation in students of SMAN 78 Jakarta.The population was 324 students with 177 students as the sample. Determination of the sample using cluster random sampling technique.  Cluster random sampling procedures are sampling conducted by randomization to the group. Data collection using academic achievement motivation scale consists of 35 aitems (α=0,855) and scale perception of curriculum semester credit system, which consists of 33 aitems (α=0,858).Simple regression analysis showed rxy=0,354 and p=0,000 (p<0,05), meaning that there is a significant positive relationship between perceptions of curriculum semester credit system with students academic achievement motivation SMAN 78 Jakarta. These result indicate that the positive perception of the curriculum semester credit system, the higher the academic achievement motivation. Conversely, the more negative perceptions of curriculum semester credit system, the lower the academic achievement motivation. The result of this study indicate that students academic achievement motivation SMAN 78 Jakarta are ini the high category and have a positive perception curriculum semester credit system. Perceptions of achievement motivation variable rate of 12,5%, while 87,5% came from other factors that are not disclosed in this study
PENGALAMAN MENIKAH BEDA AGAMA (SEBUAH INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS) Swastika Larasati; Dinie Ratri Desiningrum
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 (Agustus 2016)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.028 KB) | DOI: 10.14710/empati.2016.15418

Abstract

Fenomena pernikahan beda agama masih menjadi hal yang kontroversial di negara Indonesia. Secara umum, pernikahan beda agama di Indonesia merupakan pernikahan yang tidak dianjurkan baik dari segi agama maupun peraturan pemerintah. Penelitian ini bermaksud untuk memahami bagaimana pengalaman yang dialami oleh individu dalam menjalani kehidupan pernikahan beda agama. Peneliti mendasarkan diri pada pendekatan fenomenologis, khususnya IPA (Interpretative Phenomenological Analysis) yang berfokus pada eksplorasi pengalaman yang diperoleh subjek dari kehidupan pribadi maupun sosial dengan wawancara mendalam sebagai metode pengumpulan data. Proses penemuan subjek di dapat melalui teknik purposif sampling yang langsung tertuju pada karakteristik tertentu. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang bertempat tinggal di Semarang dan Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tiga tema utama, yaitu: keputusan untuk menikah beda agama, kehidupan setelah menikah, dan penilaian terhadap kehidupan pernikahan beda agama dan terdapat 12 tema superordinat di dalamnya. Pernikahan beda agama bukanlah hal yang mudah bagi ketiga subjek. Adanya keinginan untuk seagama di dalam keluarga menjadi harapan bagi kehidupan pernikahan subjek di masa mendatang. Pengalaman yang dimiliki mulai dari kesepakatan untuk menikah hingga konflik-konflik yang dialami menjadi tolak ukur dalam menilai kehidupan pernikahan bagi ketiga subjek. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan psikologi khususnya psikologi agama dan psikologi lintas budaya.