Claim Missing Document
Check
Articles

PERSEPSI KEPALA KUA KOTA SAMARINDA TERHADAP KEDUDUKAN WALI NIKAH BAGI ANAK HASIL NIKAH SIRI DALAM TINJAUAN MAQASHID SYARIAH Ashary, Sayyidil Haqqy; Sofyan, Akhmad
Mitsaq: Islamic Family Law Journal Vol 2 No 2 (2024): MITSAQ, VOLUME 2 NOMOR 2, 2024
Publisher : Fasya UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/jm.v2i2.6534

Abstract

Pernikahan siri tentunya akan berdampak kepada anak yang mereka lahirkan. Artikel ini membahas tentang persepsi Kepala KUA terhadap kedudukan wali nikah bagi anak hasil nikah siri dalam tinjauan Maqashid Syariah. Merupakan penelitian kualitatif, sifatnya deskriptif, menggunakan pendekatan empris normatif. Subjek penelitian yaitu Kepala KUA dan pelaku nikah siri di Samarinda. Hasil kajian, persepsi Kepala KUA terbagi menjadi dua, pertama menyatakan bahwa orang tua dari anak hasil nikah siri dapat menjadi wali karena pencatatan pernikahan adalah syarat administrasi, bukan syarat sahnya perkawinan. Pendapat kedua, pencatatan perkawinan itu bagian dari syarat keabsahannya perkawinan secara hukum agama dan negara sehingga ayahnya tidak boleh menjadi wali kecuali jika ayahnya telah melakukan sidang isbat nikah dengan ibunya. Adapun terhadap dua Persepsi yang ada bahwa persepsi pertama lebih diunggulkan karena termasuk pada maqashid dharuriyat yang mana melihat status wali jika sah secara syariat sudah cukup untuk menjadi wali dengan mempertimbangkan jika pernikahan anak hasil pernikahan siri ini ditunda, akan berakibat terjadinya nikah siri yang mengakibatkan terhalangnya maqashid syariah yakni menjaga keturunan. Sedangkan pada pendapat kedua lebih masuk kepada maqashid hajiyah karena bagi anak hasil nikah siri harus menunggu putusan isbat nikah kedua orang tuanya agar bisa menjadi wali dan mengurus administrasi pendaftaran nikah di KUA.
TINJAUAN HUKUM KELUARGA TERHADAP FENOMENA KEKHAWATIRAN PARA JANDA UNTUK MENIKAH KEMBALI Aqiqa, Ikfini Haula; Sofyan, Akhmad
Mitsaq: Islamic Family Law Journal Vol 2 No 1 (2024): MITSAQ VOLUME 2, NOMOR 1, 2024
Publisher : Fasya UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/jm.v2i1.7142

Abstract

Pertimbangan dari para janda yang khawatir untuk menikah kembali, sering muncul dan dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang pernah terjadi yaitu kegagalan pada pernikahan sebelumnya, yang wanita khawatirkan adalah pikiran-pikiran apakah kebahagiaan yang mereka inginkan dapat tercapai setelah menikah kembali. Maka dari kasus tersebut dapat dipahami bahwa masih banyak para janda yang khawatir untuk menikah kembali padahal menikah kembali ini telah diatur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris normatif dengan analisis deksriptif kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang peneliti gunakan ialah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) faktor yang melatarbelakangi kekhawatiran para janda untuk menikah kembali didasari oleh faktor internal dan eksternal. 2) Tinjauan hukum keluarga terhadap fenomena kekhawatiran para janda untuk menikah kembali sebagai berikut ini: bagi wanita janda yang memilih tidak menikah karena khawatir akan rasa trauma atau kesulitan dalam hal emosional itu hukumnya makruh. Selanjutnya bagi wanita janda yang memilih tidak menikah kembali sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan biologisnya secara sah, maka hukumnya wajib menikah kembali. Selanjutnya bagi wanita janda yang memilih untuk tidak menikah lagi dan menjadi orang tua tunggal yang hanya fokus mencari nafkah untuk anak-anaknya, maka hukum untuk menikah kembali ialah mubah. Adapun bagi wanita janda yang tidak mendapat izin dari anak-anaknya sehingga tidak menikah kembali itu hukumnya mubah. Selanjutnya hukum dari faktor stigma sosial yang ada di masyarakat untuk menikah kembali ialah sunnah.
FACTORS CAUSING DIVORCE FOR OLD AGE COUPLES IN SOCIETY Sofyan, Akhmad; Yatul, Robi
Mitsaq: Islamic Family Law Journal Vol 1 No 2 (2023): MITSAQ VOLUME 1, NOMOR 2, 2023
Publisher : Fasya UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/jm.v1i2.7223

Abstract

Old age is an age that is very vulnerable to disputes between husband and wife which sometimes just because of trivial things, the two partners will be at odds and some will even cause fights. According to the researchers' observations that there was a divorce in Kota Bangun District where the age of the couple was no longer young. This raises the question, what are the factors contributing to the divorce and how does the impact of divorce affect the two partners? This study uses qualitative research with an empirical normative approach. The results of the research conducted showed that the causes of divorce that occurred for old couples in the Kota Bangun sub-district were caused by financial problems and because the husband was unable to provide all of the income he earned to his wife, causing suspicion for the wife. In addition, disputes are also caused by problems in sexual relations where one party has no desire to have sexual intercourse. And the last one is caused by differences in religious views which have an impact on the emergence of differences in parenting and educating children and this has been buried for years. Then the negative impact that arises as a result of divorce that occurs in old couples is that one partner experiences inner burden and depression because they feel they have failed in building a household. Besides that, it will also cause hostility and discomfort when meeting with ex-spouse or relatives of the former partner. Likewise for children who are still in their teens will experience emotional instability because they see their parents separate. But there is also a positive impact, namely the end of prolonged disputes and both partners will both examine themselves so that they become better individuals.
PROBLEMATIKA PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI AKSESORI HANDPHONE NON-ORIGINAL DI KECAMATAN TENGGARONG Ramadhan, Muhammad Rizki; Pancasilawati, Abnan; Sofyan, Akhmad
Ghaly: Journal of Islamic Economic Law Vol 3 No 2 (2025): Ghaly: Journal of Islamic Economic Law
Publisher : Islamic Economic Law Study Program, Faculty of Sharia Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda Islamic State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/ghaly.v3i2.8135

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan konsumen berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap praktik jual beli aksesori handphone non-original di Kecamatan Tenggarong. Latar belakang penelitian ini adalah masih ditemukannya pedagang yang tidak memberikan informasi secara jujur dan benar mengenai produk non-original, seperti headset, charger, dan power bank, kepada konsumen. Rumusan masalah meliputi: (1) bagaimana praktik jual beli aksesori handphone non-original di Kecamatan Tenggarong, dan (2) bagaimana tinjauan yuridis perlindungan konsumen terhadap praktik tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi terhadap tiga pedagang dan empat konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang masih menyamarkan informasi kualitas produk bahkan menipu konsumen dengan mengklaim produk non-original sebagai barang original atau tanpa memberikan penjelasan mengenai kualitas produk. Praktik ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UUPK, khususnya butir c tentang hak konsumen memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa, serta butir h tentang hak konsumen untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa praktik jual beli aksesori handphone non-original di Kecamatan Tenggarong belum sepenuhnya sejalan dengan prinsip perlindungan konsumen yang diatur dalam UUPK.
PERNIKAHAN SESAMA PENGIKUT MANHAJ SALAFI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KELUARGA ISLAM Nisa, Zakiyatun; Materan, Materan; Sofyan, Akhmad
Mitsaq: Islamic Family Law Journal Vol 3 No 2 (2025): MITSAQ, VOLUME 3 NOMOR 2, 2025
Publisher : Fasya UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21093/jm.v3i2.10000

Abstract

Abstrak: Salah satu yang menganjurkan melakukan pernikahan sesama pengikutnya adalah manhaj Salafi. Berdasarkan hal ini, peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang pengikut manhaj Salafi dalam melakukan pernikahan sesama pengikutnya. Bahwa terdapat disalah satu daerah, tepatnya di kelurahan Air Putih melakukan pernikahan yang menganjurkan menikah sesama pengikut manhaj Salafi. Penelitian ini bertujuan untuk; pertama, mengetahui latar belakang pernikahan sesama pengikut manhaj Salafi dalam melakukan pernikahan sesama pengikutnya. kedua, mengetahui pernikahan sesama pengikut manhaj Salafi termasuk kedalam kategori kafa’ah menurut Hukum Keluarga Islam atau tidak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris normatif dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif yakni penelitian yang menjelaskan dan memaparkan data-data yang diperoleh dari lapangan. Hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah; pertama, mengenai latar belakang pengikut manhaj Salafi melakukan pernikahan sesama pengikutnya adalah untuk menyamakan pandangan dalam beragama, menyamakan pandangan dalam menjalankan syariat, menyamakan pandangan dalam manhaj serta menerapkan sikap, cara beragama dan cara beribadah serta bermuamalah sesuai dengan tuntunan Islam dengan berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah. kedua, pernikahan sesama pengikut manhaj Salafi dalam kategori kafa’ah menurut Hukum Keluarga Islam, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu dinilai kurang tepat. Karena adanya pembatasan pernikahan harus sesama pengikutnya. Adapun kafa’ah dalam nasab yang dimaksud menurut jumhur ulama (Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) adalah dari keturunan bangsa Arab dan keturunan Nabi SAW, bukan pernikahan sesama pengikutnya semanhaj Salafi, yaitu mereka yang menjelaskan secara terang-terangan dalam pemahaman salaf serta menyikapi orang-orang yang berbuat bid’ah. Kata Kunci: Pernikahan, Manhaj Salafi, Hukum Keluarga Islam