Claim Missing Document
Check
Articles

Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pelacuran Di Indonesia Akmal Akmal; Sahuri Lasmadi; Dessy Rakhmawati
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i1.24158

Abstract

This article aims to analyze the phenomenon of juveniles in conflict with law in cases of prostitution from the perspective of criminal law policy in Indonesia by considering statutory regulations and criminal law policies concerning this problem. Referring to an in-depth study of existing laws and statutes, this article finds that regulations concerning prostitution in Indonesia, contained in both Criminal Code and specific laws, have not provided clear regulatory substance, because these regulations are still focused on pimps and brokers who are involved in criminal acts of prostitution, as well as the absence of clear boundaries regarding criminal acts of prostitution. The author argues that criminal law policies against prostitution in Indonesia committed by children has to be made by providing clear definition and boundaries as well as making rules that categorize prostitution as a criminal act, sanctions. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk menganalisis fenomena anak yang melakukan pelacuran dari perspektif kebijakan hukum pidana di Indonesia dengan mempertimbangkan peraturan perundang-undang serta kebijakan Hukum Pidana mengenai masalah tersesbut. Berangkat dari kajian mendalam terhadap aturan perundang-undang yang ada, artikel ini menemukan bahwa pengaturan hukum tindak pidana pelacuran di Indonesia baik yang didasarkan pada KUHP maupun peraturan perundang-undangan di luar KUHP belum memberikan substansi aturan yang jelas, karena aturan tersebut masih terfokus pada mucikari dan calo yang terlibat dalam tindak pidana pelacuran, serta tiadanya batasan yang jelas mengenai tindak pidana pelacuran. Penulis berargumen bahwa kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pelacuran di Indonesia yang dilakukan oleh anak dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengaturan tentang tindak pidana pelacuran dengan memberikan batasan yang jelas dan mengikat terhadap PSK dan pengguna jasa PSK, serta membuat aturan yang mengkategorikan pelacuran sebagai perbuatan kriminal yang memiliki sanksi cukup berat.  
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penyalahgunaan Data Pribadi Pada Tindak Pidana Dunia Maya Dennys Megasari Br Nababan; Sahuri Lasmadi; Erwin Erwin
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i2.26981

Abstract

This article is to find out and analyze how criminal responsibility is for misuse of personal data in cybercrimes and also how legal protection is from misuse of personal data. The research method used is Normative Juridical with a statutory approach (statute approach), conceptual approach (conceptual approach) and case approach (case approach). The research results show that in Law Number 27 of 2022 Concerning Personal Data Protection it is still not explicitly explained if there is a failure to protect data from criminal liability data subjects obtained by the Personal Data Manager in any form and it is also contained in Article 56 that not explained in the management of personal data the subject of personal data must obtain permission in the management of such data. Suggestion: law reform should be carried out against Law Number 27 of 2022 Concerning Personal Data Protection by clarifying what criminal liability is obtained by personal data managers and also the permits that must be explicitly explained in the management of personal data so as not to create an understanding in the community that their rights are being ignored. Abstrak Artikel ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap penyalahgunaan Data Pribadi pada tindak pidana dunia maya dan juga bagaimana perlindungan hukum dari penyalahgunaan data pribadi tersebut. Metode Penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi tersebut masih belum dijelaskan secara eksplisit jika terjadinya kegagalan dalam melindungi Data dari subjek data pertanggungjawaban pidana yang didapatkan oleh Pengelola Data Pribadi berupa apa saja dan juga terdapat di Pasal 56 bahwa tidak dijelaskan dalam pengelolaan data pribadi subjek data pribadi harus mendapatkan perijinan dalam pengelolaan data tersebut. Saran: hendaknya dilakukan pembaharuan hukum terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi dengan memperjelas pertanggungjawaban pidana apa yang didapatkan oleh pengelola data pribadi dan juga perijinan yang harus eksplisit dijelaskan dalam pengelolaan data pribadi agar tidak menimbulkan pemahaman dimasyarakat bahwa hak mereka diabaikan.
Harmonisasi Sistem Pemidanaan dan Tujuan Pemidanaan Pada Tindak Pidana Korupsi Suap Elly Sudarti; Sahuri Lasmadi
Pandecta Research Law Journal Vol 16, No 1 (2021): June
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v16i1.27516

Abstract

Sistem pemidanaan tindak pidana korupsi suap di Indonesia belum dapat mencapai tujuan pemidanaan, baik dari sisi kerugian negara maupun dari sisi moralitas. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk menganalisis dan menemukan keselarasan sistem pemidanaan tindak pidana korupsi suap dengan tujuan pemidanaan menurut hukum pidanaIndonesia dan hukum pidana Malaysia; (2) Untuk menemukan formulasi ideal sistem pemidanaan tindak pidana korupsi suap dalam rangka mewujudkan tujuan pemidanaan. Metode penelitian menggunakan tipe yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan; konseptual; perbandingan dan pendekatan kasus. Kesimpulan dari Penelitian ini: (1) Sistem pemidanaan tindak pidana korupsi suap di Indonesia belum selaras dengan tujuan pemidanaan, karena pengaturan sistem perumusan sanksi pidana yang belum tepat dan belum  berdaya guna. Di Malaysia, sistem pemidanaan pada tindak pidana korupsi suap telah selaras dengan tujuan pemidanaan. Sistem pemidanaan yang lebih menitikberatkan pada pidana denda, Malaysia mendapatkan nilai lebih dari nilai kerugian yang menjadi perkara. (2) Sistem pemidanaan yang selaras dengan tujuan pemidanaan apabila pidana yang diberikan bisa menutupi kerugian yang ditimbulkan tindak pidana suap baik dari segi keuangan maupun dari segi moralitas. Sistem pemidanaan ke depan harus dirumuskan dengan penguatan pada pidana denda yang ditentukan berdasarkan besarnya nilai suap dikalikan minimal duakali atau maksimal limakali dalam pengaturan sistem pemidanaan di Indonesia yang akan datang.
Pengaturan Jaksa Penuntut Umum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Asas Dominus Litis Naomi Artadinata; Sahuri Lasmadi
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 3 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i3.28637

Abstract

This study aims 1) to find out the role of the Public Prosecutor in handling criminal acts in the justice system in Indonesia 2) To find out the consequences of the existence of legal ambiguity regarding the authority of the Public Prosecutor to handle criminal acts based on the principle of dominus litis. Whereas the authority investigate and prosecute in the Indonesian criminal justice system related to the dominus litis KUHAP principle is only limited to prosecution. Because the prosecutor's office only present at the preliminary examination, the investigative actions of the public prosecutor can be reflected and become the responsibility of the public prosecutor. The research method used is a type of normative legal research. The research approach used is the Statutory Approach and the Conceptual Approach. The results of the study show that the principle of dominus litis is functionalized in the arrangement the authority to stop prosecution that belongs the prosecutor's office, as stipulated in Article 140 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code. The article regulates three components of the reasons that form the basis for stopping the prosecution, namely there isn’t enough evidence, the incident is not a crime, the case is closed by law. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peran Jaksa Penuntut Umum dalam menangani tindak pidana dalam sistem peradilan di Indonesia serta akibat dari adanya kekaburan hukum tentang kewenangan Jaksa Penuntut Umum menangani tindak pidana berdasarkan asas dominus litis. Bahwa kewenangan penyidikan dan penuntutan dalam sistem peradilan pidana Indonesia terkait dengan asas dominus litis KUHAP hanya terbatas pada penuntutan. Karena kejaksaan hanya hadir dalam pemeriksaan pendahuluan, maka tindakan penyidikan penuntut umum dapat tercermin dan menjadi tanggungjawab penuntut umum. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum normatif. Pendekatan Penelitian yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip dominus litis terfungsionalisasi dalam pengaturan kewenangan untuk menghentikan penuntutan yang dimiliki oleh kejaksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Pasal tersebut mengatur tiga komponen alasan yang menjadi dasar penghentian penuntutan, yaitu tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, perkara ditutup demi hukum.
Asset Seizure of Money Laundering Crimes Arising from Corruption in the Perspective of Legal Certainty and Justice Sahuri Lasmadi; Usman Usman; Elly Sudarti; Nys. Arfa
Pandecta Research Law Journal Vol 18, No 2 (2023): December
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v18i2.48568

Abstract

This article delves into the issue of legal systems and mechanisms for confiscating assets resulting from corruption. Currently, the mechanism for asset confiscation remains unclear, particularly concerning the procedures for asset restitution, the authorized entities responsible for taking over state assets, the eligible assets that can be confiscated to compensate for state losses, and the institutions authorized to receive, store, and manage state assets resulting from acts of corruption. As a consequence, law enforcement effectiveness has been hindered. Hence, it is essential to establish a fair and definitive regulation for the confiscation of assets related to the criminal act of money laundering arising from corruption by implementing the Asset Confiscation Bill. By implementing clear and comprehensive arrangements for managing confiscated assets, it will foster a professional, transparent, and accountable law enforcement system.
Pembebasan Bersyarat Atas Narapidana Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Keadilan Saudah, Saudah; Sudarti, Elly; Lasmadi, Sahuri
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.2241

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana pengaturan pembebasan bersyarat narapidana tindak pidana korupsi dalam perspektif peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana kebijakan hukum pidana tentang pembebasan bersyarat terhadap narapidana tindak pidana korupsi dalam perspektif keadilan di masa mendatang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Konseptual, selain itu dikaji dengan Pendekatan Kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan pembebasan bersyarat atas narapidana tindak pidana korupsi dalam perspektif peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah diatur, salah satunya Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022. Pembentukan UU ini ditujukan untuk keadilan semua narapidana tanpa membeda-bedakan dan semua berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Namun, pembuat undang-undang lupa bahwa rasa keadilan yang dijunjung tinggi masyarakat kita sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya polemik yang terjadi ketika undang-undang ini mulai diberlakukan. Pelaksanaan pembebasan bersyarat semakin terbuka lebar untuk semua narapidana tak terkecuali narapidana tindak pidana korupsi asalkan perlunya tambahan klausul pasal atau ayat dalam undang-undang ini, yakni perlu adanya revisi untuk tambahan klausul pasal atau ayat yang menjelaskan tentang syarat khusus bagi narapidana tindak pidana korupsi untuk mengembalikan uang kerugian negara dan membayar denda adalah sebagai wujud semangat pemberantasan korupsi yang sejalan dengan undang-undang pemberantasan korupsi. Karenanya, perlu ditambahkan syarat khusus untuk kejahatan luar biasa seperti tindak pidana korupsi. Prinsipnya adalah bahwa perlu adanya pengaturan persyaratan pembebasan bersyarat yang lebih adil dan manusiawi agar urgensi pembebasan bersyarat atas narapidana korupsi ke depan tidak menjadi sia-sia dan pelaksanaannya tidak merugikan atau menafikan semangat pemberantasn korupsi di negeri tercinta kita ini.
Utilizing Production Sharing Contracts (PSCs) as a Means for the Protection of Indonesia’s Natural Resources Disemadi, Hari Sutra; Lasmadi, Sahuri
Lentera Hukum Vol 6 No 3 (2019): LENTERA HUKUM
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/ejlh.v6i3.13380

Abstract

Indonesia has the potential to manage natural resources in such a way that social justice, public welfare, and the prosperity of the people is also realized. Contract law is the primary legal umbrella used in efforts to protect natural resources from exploitation. This study uses normative juridical methods that prioritize secondary data as the primary sources. This study shows the form of the legal protection of state assets related to oil and gas management including the government has the right of immunity, the existence of provisions regarding state revenue, state levies, and bonuses and the existence of provisions for contractors to distribute a portion of the production share. Thus, the government uses Production Sharing Contracts (PSC) to enter into oil and gas management agreements with contractors, specifically regarding upstream business activities. The Oil and Gas Law does not elaborate on the meaning of the PSC. Rather, it only states that the PSC is one form of the contracts. Keywords: Production Sharing Contract, State Control, Protection of Natural Resources.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK HAK ATAS TANAH DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) YANG MENGANDUNG KLAUSULA KUASA MUTLAK Ainayah, Aina; Lasmadi, Sahuri; Rosmidah, Rosmidah
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 8 No. 3 (2022): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v8i3.265

Abstract

This study was made to criticize the legal force of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) of land rights for containing an absolute power clause, which is legal smuggling and is null and void, so that actions due to the Notary's partiality have bad faith in the land sale and purchase agreement violating the Book of Laws. Article 1320 of the 4th Civil Code is a condition for the validity of an agreement, namely a lawful cause. The Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) becomes a prohibited substance of the agreement, causing the authentic deed made by the Notary to become a legally flawed deed. Legal protection for the owner of land rights in which the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) uses an absolute power clause that is caused as a result of the Notary's partiality to one of the parties, namely the buyer causing a violation committed by the Notary based on Law Number 02 of 2014 concerning amendments to the Law Number 30 of 2014 concerning the position of a Notary in accordance with Article 16 paragraph (1) as well as the responsibilities of a Notary in making a Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) which contains an absolute power of attorney clause, with losses suffered by the owner of land rights or who is known as the seller then the seller can file a civil lawsuit against the Notary who made the authentic deed. Penelitian ini dibuat untuk mengkritisi kekuatan hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) hak atas tanah yang mengandung klausula kuasa mutlak merupakan penyeludupan hukum dan batal demi hukum sehingga perbuatan dikarenakan adanya keberpihakan Notaris memiliki itikad tidak baik dalam kesepakatan jual beli tanah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 ke 4 sebagai syarat sahnya suatu perjanjian yaitu sebab yang halal. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut menjadi suatu substansi perjanjian yang terlarang sehingga menyebabkan akta otentik yang dibuat oleh Notaris tersebut menjadi akta yang cacat hukum. Perlindungan hukum terhadap Pemilik Hak atas tanah yang Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) menggunakan klausula kuasa mutlak yang disebabkan akibat dari keberpihakan Notaris kepada salah satu pihak yaitu pembeli menyebabkan pelanggaran yang dilakukan Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) serta tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang mengandung klausula kuasa mutlak , dengan adanya kerugian yang diderita oleh pemilik hak atas tanah atau yang diketahui sebagai pihak penjual maka pihak penjual dapat mengajukan gugatan perdata terhadap Notaris yang membuat akta otentik tersebut.
Bentuk Pidana Anak Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas Yang Menyebabkan Kematian Prayoga, Surian Rahma; Lasmadi, Sahuri; Rapik, Mohamad
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v5i1.31796

Abstract

The purpose of this study is to find out how the criminal liability of children as perpetrators of traffic violations that cause death based on the Analysis of Decision Number 58/Pid.Sus/2020PN Mbn and Decision Number 1/Pid.Sus-Anak/2020/PT Jmb. The formulation of the problem in this writing, namely: 1) How is the criminal responsibility of children perpetrators of traffic violations that cause death?, and 2) What is the basis for the judge's consideration in Decision Number 58/Pid.Sus/2020PN Mbn. In writing this thesis, the author uses normative juridical research methods using a statute approach, a case approach and a conceptual approach. The legal materials that the author uses are Primary Legal Materials, Secondary Legal Materials and Tertiary Legal Materials. Results of research on this thesis 1) Based on the facts at trial that the child perpetrator is forced to follow orders from his parents, so he cannot refuse to continue running the vehicle as instructed by his parents. Middelijke Daderschap (An act with an intermediary) is a person who wants to do a delict not to do it himself, but to tell others to do it, in that act must meet an important condition, namely that the person told must be a person who cannot be accounted for according to the Criminal Code, 2) The basis for the judge's consideration in Decision Number 58 / Pid.Sus/2020/PN Mbn. is in accordance with Pasal 55 ayat 1, namely the criminal act of participation (deelneming) and this decision also contains elements of vicarious liability. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku pelanggaran lalu lintas yang menyebabkan kematian berdasarkan Analisis Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2020PN Mbn dan Putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2020/PT Jmb. Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini, yaitu: 1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana anak pelaku pelanggaran lalu lintas yang menyebabkan kematian?, dan 2) Apa dasar pertimbangan hakim pada Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2020PN Mbn. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang penulis gunakan adalah Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Hukum Tersier. Hasil dari penelitian pada skripsi ini 1) Berdasarkan fakta di persidangan bahwa pelaku anak dalam keadaan terpaksa untuk mengikuti perintah dari orang tuanya, sehingga tidak dapat menolak untuk terus menjalankan kendaraan sebagaimana perintah yang diberikan oleh orang tuanya tersebut. Middelijke Daderschap (Perbuatan dengan perantara) adalah seseorang yang berkehendak melakukan suatu delict tidak melakukannya sendiri, akan tetapi menyuruh orang lain melakukannya, dalam perbuatan tersebut harus memenuhi syarat penting, yaitu orang yang di suruh itu harus orang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan menurut KUHP, 2) Dasar pertimbangan hakim pada Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2020/PN Mbn. yaitu sesuai dengan dengan Pasal 55 ayat 1 yaitu tindak pidana penyertaan (deelneming) dan putusan ini juga mengandung unsur pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability).
Analisis Yuridis Pengaturan Tindak Pidana Pelecehan Seksual Sesama Jenis Ditinjau Dari Perundang-Undangan Indonesia Ramadhan, M. Dika; Lasmadi, Sahuri
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 5 No. 2 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v5i2.33635

Abstract

This study aims to understand and analyze the regulation of acts of same-sex sexual harassment in the perspective of legislation in Indonesia and to analyze the ideal regulation of criminal acts of same-sex sexual harassment in legal reform in Indonesia. This research is a normative legal research. The results of this study are that there are no rules that specifically regulate this act, but it is possible that it can be subject to Article 292 of the Criminal Code, Article 335 of the Criminal Code and Article 6 letter a of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence. However, these articles still have weaknesses that create legal uncertainty for the victims.Therefore, a clearer and firmer legal policy is needed to regulate acts of same-sex sexual harassment in the future. And law enforcers can also use Article 335 of the Criminal Code as an alternative to solving this problem at this time. The conclusion is that there is no specific regulation governing acts of same-sex sexual harassment and the impact of this act is very large, therefore a legal policy is needed that specifically regulates this act. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis pengaturan terhadap perbuatan pelecehan seksual sesama jenis dalam perspektif Perundang-Undangan di Indonesia serta menganalisis pengaturan tindak pidana pelecehan seksual sesama jenis yang ideal dalam pembaharuan hukum di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini adalah belum ada aturan yang secara khusus mengatur tentang perbuatan ini, namun dimungkinkan bisa dikenakan Pasal 292 KUHP, Pasal 335 KUHP dan Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Tetapi dari pasal-pasal tersebut masih terdapat kelemahan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap para korban. Maka dari itu dibutuhkan suatu kebijakan hukum yang lebih jelas dan tegas mengatur terhadap perbuatan pelecehan seksual sesama jenis dimasa yang akan datang. Dan penegak hukum juga dapat menggunakan Pasal 335 KUHP sebagai alternatif untuk menyelesaikan permasalahan tersebut pada saat ini. Kesimpulannya yaitu bahwa tidak adanya pengaturan secara khusus yang mengatur perbuatan pelecehan seksual sesama jenis dan dampak dari perbuatan ini sangat besar maka dari itu dibutuhkan suatu kebijakan hukum yang mengatur secara khusus terhadap perbuatan tersebut.