This study examines the understanding of hadith regarding the permissibility of reciting tahlil (the declaration of “Laa ilaaha illallah”) for individuals who have committed major sins, using a historical approach. The research focuses on the analysis of authentic hadiths that emphasize the virtue of the tahlil phrase and the opportunity for forgiveness for anyone who sincerely repents, including those who have committed grave transgressions such as adultery or theft. The research method involves a comprehensive literature review, takhrij (critical examination) of hadiths, analysis of classical texts, and limited interviews with hadith experts. The findings indicate that the practice of tahlil is strongly supported by authentic hadiths and historical precedents from the Prophet Muhammad and his companions, demonstrating that this ritual can serve as a valid medium for repentance and supplication, even for those who have committed major sins. Besides its theological foundation, tahlil has also developed as a religious and social tradition among Indonesian Muslims, reinforcing values of inclusivity and spiritual reconciliation. This study affirms that Islam provides ample space for repentance and self-improvement, and establishes tahlil as a relevant and moderate practice for contemporary Muslim societies. Abstrak: Penelitian ini membahas pemahaman hadis tentang kebolehan membaca tahlil (pengucapan “Laa ilaaha illallah”) bagi individu yang pernah melakukan dosa besar, dengan menggunakan pendekatan historis. Fokus kajian diarahkan pada analisis hadis-hadis sahih yang menegaskan keutamaan kalimat tahlil dan peluang ampunan bagi siapa pun yang bertobat, termasuk mereka yang pernah terjerumus dalam dosa besar seperti zina atau pencurian. Metode penelitian ini meliputi studi pustaka secara komprehensif, takhrij (kritik sanad dan matan) hadis, analisis literatur klasik, serta wawancara terbatas dengan ahli hadis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik tahlil didukung oleh hadis-hadis sahih dan contoh nyata dari sejarah Nabi Muhammad serta para sahabat, yang membuktikan bahwa amalan ini dapat menjadi sarana taubat dan permohonan ampunan yang sah, bahkan bagi pelaku maksiat besar. Selain memiliki dasar teologis, tahlil juga berkembang menjadi tradisi sosial keagamaan di masyarakat Muslim Indonesia yang menegaskan nilai inklusivitas dan rekonsiliasi spiritual. Kajian ini menegaskan bahwa Islam membuka ruang luas untuk taubat dan perbaikan diri, serta menempatkan tahlil sebagai amalan yang relevan dan moderat dalam dinamika masyarakat Muslim kontemporer.