Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Akibat Hukum Wanprestasi Pelaku Pembangunan (Developer) dalam Penguasaan Satuan Rumah Susun Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Putra, Sapta Adi; Nasseri, Jelly; Ismed, Mohamad
Themis : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2024)
Publisher : LPPI Yayasan Almahmudi bin Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70437/themis.v2i1.868

Abstract

Rumah susun adalah bangunan bertingkat yang terdiri dari satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, serta dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Penelitian ini mengkaji akibat hukum dari wanprestasi yang dilakukan oleh developer terkait penguasaan satuan rumah susun berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, serta penyelesaian sengketa yang timbul akibat wanprestasi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan data sekunder yang mencakup bahan primer, sekunder, dan tersier. Pendekatan penelitian meliputi perundang-undangan, konseptual, analitis, dan kasus, dengan teknik pengumpulan data melalui identifikasi dan inventarisasi aturan hukum serta literatur terkait. Analisis dilakukan dengan penafsiran gramatikal dan sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum dari wanprestasi developer terhadap konsumen meliputi kewajiban membayar ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan pembayaran biaya perkara. Developer yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Rumah Susun dapat dituntut untuk mengganti kerugian melalui gugatan di pengadilan. Saran dari penelitian ini adalah agar rumah susun dijual setelah pembangunan selesai dan agar pembeli mempertimbangkan mediasi formal dengan mediator profesional sebelum membawa kasus ke pengadilan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi sengketa dan memberikan perlindungan lebih baik bagi konsumen.
Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Munzir, Marinov; Kristiawanto, Kristiawanto; Ismed, Mohamad
ARMADA : Jurnal Penelitian Multidisiplin Vol. 2 No. 3 (2024): ARMADA : Jurnal Penelitian Multidisplin, Maret 2024
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi 45 Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/armada.v2i3.1248

Abstract

Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) adalah sisa dari kegiatan yang mengandung B3, seperti industri, pelayanan kesehatan, dan rumah tangga, menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Pengelolaan limbah B3 memerlukan izin dari Mentri, Gubernur, atau Bupati/Walikota. Ketidakpatuhan aturan oleh penghasil limbah B3 dapat mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan, memerlukan sanksi administratif dan pidana sebagai efek jera. Penjelasan lebih rinci pada pertanggungjawaban pidana dan perluasan sanksi diperlukan untuk menekan dampak negatif pada lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis-Normatif, dengan metode pendekatan dengan menggunakan bahan hukum pustaka adengan kata lain, penelitian kepustakaan (Library Research). Pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi dokumentasi yakni dengan mencatat informasi dari bahan hukum baik pendapat ahli, hasil penelitian maupun jurnal. Hasil penelitian bahwa Pertanggungjawaban pidana lingkungan di Indonesia bergantung pada asas kesalahan, di mana individu atau badan usaha harus bersalah untuk dipidana. Fokus konsep pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukum terletak pada kesalahan dalam pengelolaan lingkungan, termasuk dumping limbah B3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memungkinkan penuntutan dan sanksi pidana terhadap badan hukum yang mencemari atau merusak lingkungan. Meskipun badan hukum tanpa kejiwaan, pertanggungjawaban diterapkan berdasarkan hubungan kerja dan pekerjaan individu di dalamnya. Tindak pidana lingkungan diartikan sebagai perbuatan yang dapat berpotensi pidana sesuai regulasi lingkungan, mencakup "setiap orang" termasuk individu dan badan usaha. Penegakan hukum lingkungan, tahap akhir dalam regulasi kebijakan, menekankan pelaksanaan peraturan yang, jika dilanggar, akan dikenai sanksi sesuai tingkat pelanggaran. Strategi penegakan hukum diperlukan untuk mencapai tujuan kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.