Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search

Comparison of Regulations on Medical Professional Discipline Enforcement Institutions between the United States, the United Kingdom, Singapore and Indonesia Sudarmanto, Alif Muhammad; Nurmardiansyah, Eko; Nugroho, Hari Pudjo; Siregar, Rospita Adelina
Media Iuris Vol. 8 No. 1 (2025): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v8i1.62951

Abstract

Law Number 17 of 2023 on Health served as a momentum for evaluation of the regulation regarding ethics and professional discipline enactment body for medical personnel, which includes doctors and dentists. The purpose of this research is to provide comparisons from regulations in the United States, Great Britain, Singapore, and Indonesia as an evaluation tool. Through doctrinal law method with analytical and comparative approach toward secondary data, this research found that there were notable regulation differences between the countries which could provide input for Indonesia. Analysis of professional discipline enactment body gave two key messages. One, Indonesia could give provisions on what could be subject to disciplinary actions, including legal violations that may be subject to disciplinary actions, in order to clarify the relationship between professional discipline and law. Two, Indonesia could introduce a tiered mechanism in the investigation of alleged professional discipline violations to strengthen the realm of professional discipline and affirm its position as primum remedium.
Legal Review: Doctor's Responsibility from a Civil Law Perspective in Fulfilling Patient's Rights Adi Suwanto; Rospita Adelina Siregar
International Journal of Health, Economics, and Social Sciences (IJHESS) Vol. 7 No. 2: April 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/ijhess.v7i2.7315

Abstract

This study aims to analyze the responsibility of doctors in the context of civil law, especially related to the relationship between doctors and patients and the legal implications arising from medical negligence. Using a normative legal approach, this study examines the provisions of applicable civil law, including Article 1365 of the Civil Code (KUHPerdata) concerning unlawful acts, as well as relevant court decisions. The results of the study indicate that the responsibility of doctors in civil law is objective, where doctors can be held accountable if there is negligence that causes harm to patients. This study also highlights the importance of the aspect of medical ethics in reducing the risk of legal disputes and as a fulfillment of patient rights. In conclusion, a comprehensive understanding of the legal responsibility of doctors is needed to protect patient rights and ensure responsible medical practice.
The Role of Visum et Repertum (VeR) and VeR Psychiatricum (Legal Study of FD Murder Cases in Jakarta, 2023) Siregar, Rospita Adelina; Sinaga, Dyandra Eunike Nauli
Jurnal Wawasan Yuridika Vol 7 No 2 (2023): September 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25072/jwy.v7i2.4257

Abstract

This research aims to analyze the role of law in handling the FD death case in Jakarta and its impact on the criminal justice system. The method used is normative juridical research with a statute approach and case approach. The results showed that during the examination of the suspect, an inconsistent change in attitude led to the decision to refer to the Police Hospital. The Psychiatric VeR stated that the suspect had a mental disorder of schizophrenia depression, thus following the provisions of Article 184 of the Criminal Procedure Code. According to Article 44 paragraph (1) of the Criminal Code, the suspect's actions cannot be accounted for due to mental disability, so he cannot be convicted. This finding underlines the important role of law and psychiatry in determining the criminal responsibility of a person with mental illness, contributing to the reform of a fairer and more humane justice system.
Paradigma Baru Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis Menurut Hukum Kesehatan Siregar, Rospita Adelina
Jurnal Hukum Mimbar Justitia Vol 11, No 1 (2025): Vol 11, No 1 (2025): Published 30 Juni 2025
Publisher : Universitas Suryakancana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35194/jhmj.v11i1.5104

Abstract

Penelitian ini menjelaskan bagaimana Paradigma atau Pandangan baru terkait Alternatif Penyelesaian Sengketa di Dunia Medis., karena Sengketa medis merupakan masalah yang sering muncul akibat ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan medis yang diterima. Metode Penelititan yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dengan pendekatan perundangan, dimana mengedepankan Pasal 310 Undang-undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai acuan utama dalam upaya penyelesaian sengketa medis atau sengketa kesehatan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan. Simpulannya, bahwa Proses penyelesaian sengketa medis yang konvensional, sering melibatkan jalur hukum formal, terkadang berlarut-larut, mahal, dan memperburuk hubungan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah paradigma baru dalam penyelesaian sengketa medis, yang berfokus pada alternatif penyelesaian sengketa (APS) yang lebih efisien, fleksibel, dan bersifat restoratif.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM KESEHATAN DALAM STUDI KASUS RIA BEAUTY JAKARTA Permana, Ilham; Siregar, Rospita Adelina
MAGISTRA Law Review Vol 6, No 02 (2025): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v6i02.6004

Abstract

Penelitian ini membahas permasalahan hukum terkait praktik klinik kecantikan ilegal dengan studi kasus Ria Beauty Clinic. Meningkatnya pertumbuhan industri kecantikan di Indonesia tidak diiringi dengan kepatuhan terhadap regulasi hukum, khususnya dalam bidang kesehatan dan perlindungan konsumen. Praktik medis tanpa izin, penggunaan tenaga medis tidak profesional, dan ketiadaan informed consent menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait, seperti Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik Ria Beauty Clinic melanggar berbagai ketentuan hukum kesehatan dan dapat digugat berdasarkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Penelitian ini merekomendasikan peningkatan pengawasan dan edukasi hukum bagi pelaku usaha di sektor kecantikan untuk melindungi hak-hak konsumen dan mencegah praktik yang merugikan masyarakat.
Pandangan Hukum Pembiayaan Atas Kasus Pembayaran Biaya Pengobatan dan Dugaan Malpraktek Putusan MA No. 872 K/Pdt/2017: Legal view of financing on cases of payment of medical expenses and alleged malpractice Supreme Court Decision No. 872 K/Pdt/2017 Harsono Yaputra; Rospita Adelina Siregar
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 4: April 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i4.7299

Abstract

Kewajiban pembayaran biaya pengobatan yang belum dilunasi, serta adanya dugaan malpraktik medis yang melibatkan kesalahan diagnosis oleh tenaga medis, menggambarkan terjadinya dua isu utama, yang dijadikan rumusan masalah penelitian.Kronologi kasus yang terjadi di rumah sakit di Mataram, melibatkan AS dituntut atas pembayaran biaya pengobatannya yang tertunggak dan mengklaim adanya kesalahan diagnosis yang menyebabkan pemberian obat anti-TB yang tidak diperlukan atas dirinya.Dilakukan penelitian yuridis normatif dengan melakukan kajian hukum atas penerapan undang-undang melalui analisis Putusan MA No. 872 K/Pdt/2017, dapat menjawab permasalahan hukum secara komprehensif. Sebagai simpulan bahwa berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian yang sah tetap mengikat para pihak, hal ini tidak membatalkan kewajiban pembayaran biaya pengobatan. Dengan demikian, gugatan penggugat mengenai pembayaran biaya pengobatan dapat diterima, dan keluarga pasien diwajibkan untuk melunasi sisa biaya tersebut. Kemudian tuduhan malpraktek atas dugaan ini terjawab berdasarkan pasal 52 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, bahwa kewajiban rumah sakit untuk memberikan salinan rekam medis, yang memuat seluruh informasi terkait riwayat pengobatan pasien, jadi rumah sakit di Mataram sudah melakukan prosedur yang benar dan tidak terbukti adanya malpraktek atas pasien AS.
Kontrak Terapeutik antara Dokter dan pasien menurut Pasal 1320 KUHPerdata: Therapeutic Contract between Doctor and Patient according to Article 1320 of the Civil Code Sylvia Anita; Rospita Adelina Siregar
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 5: Mei 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i5.7578

Abstract

Penelitian ini menganalisis kontrak terapeutik antara dokter dan pasien dalam konteks hukum perdata Indonesia, dengan fokus pada penerapan Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur syarat sahnya perjanjian. Kontrak terapeutik dalam pendidikan kedokteran melibatkan pengajaran dokter sekaligus pemberian layanan medis. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dan studi literatur untuk menganalisis peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan pendapat ahli. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kontrak terapeutik antara dokter dan pasien sah menurut Pasal 1320 KUHPerdata, dengan syarat kesepakatan, kecakapan para pihak, objek yang halal, dan sebab yang halal. Dokter memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan medis yang sesuai standar, sementara pasien berkewajiban memberikan informasi akurat dan mengikuti instruksi medis. Penelitian ini juga membahas isu hukum yang muncul, seperti ketidaksepakatan atau pelanggaran terhadap kewajiban kontraktual. Rekomendasi penelitian mencakup perlunya regulasi yang lebih jelas mengenai kontrak terapeutik, penyuluhan hukum bagi dokter dan pasien, serta pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik pendidikan kedokteran. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara hak-hak pasien dan kewajiban dokter, serta meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran yang aman dan profesional.
Pandangan Hukum Kesehatan Terhadap Dugaan Malpraktek Versus Komplikasi Tindakan Kedokteran: Health Law's View of Alleged Malpractice Versus Complications of Medical Procedures Koesmoeryantati; Rospita Adelina Siregar
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 6: Juni 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i6.7815

Abstract

Dalam hukum kesehatan, perbedaan antara malpraktik dan komplikasi medis menentukan batas pertanggungjawaban hukum tenaga medis. Malpraktik merujuk pada kesalahan profesional akibat kelalaian atau penyimpangan dari standar medis yang menyebabkan kerugian bagi pasien, sementara komplikasi merupakan risiko medis yang dapat terjadi meskipun prosedur dilakukan sesuai standar operasional (SPO). Analisis ini mengkaji aspek hukum dari malpraktik dan komplikasi, termasuk implikasi hukum perdata, pidana, dan administratif berdasarkan KUHPerdata, KUHP 2023, serta UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam malpraktik, pembuktian diarahkan pada kesalahan medis dan deviasi dari standar profesi, sementara dalam komplikasi, fokusnya adalah kepatuhan terhadap prosedur dan transparansi informasi kepada pasien. Studi kasus menunjukkan bahwa malpraktik terjadi akibat kelalaian prosedural, sedangkan komplikasi adalah risiko medis yang dapat diterima selama ada informed consent. Kesimpulan penelitian menegaskan perlunya pendekatan hukum yang proporsional untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan pasien dan kepastian hukum bagi tenaga medis dalam sistem kesehatan yang berkeadilan.
Perlindungan Hukum Second Opinion Sebagai Hak Pasien: Legal Protection of Second Opinion as a Patient's Right Liana Suryani Ali; Rospita Adelina Siregar
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 6: Juni 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i6.7816

Abstract

Second option merupakan hak pasien yang mencerminkan prinsip otonomi dan keselamatan dalam pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 276 huruf f Undang-Undang nomer 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Hak untuk mencari second opinion adalah bagian tak terpisahkan dari perlindungan hukum pasien dalam sistem pelayanan kesehatan. Landasan hukumnya di Indonesia sudah cukup kuat, terutama dengan adanya Undang-Undang Rumah Sakit yang secara eksplisit mengaturnya. Dengan melakukan kajian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Ditelusuri bagaimana Mengimplementasikan hak ini secara optimal bukan hanya memberdayakan pasien untuk membuat keputusan medis yang lebih baik, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Simpulan didapat bahwa, diperlukan upaya berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan masyarakat, untuk memastikan hak second opinion dapat diakses dan dimanfaatkan secara efektif demi terwujudnya pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien.
Kaitan Informed Consent Dengan Prinsip Hak Asasi Manusia Di Era Digital Gaol, Hotben Marchiano Lumban; Siregar, Rospita Adelina
Jurnal JURISTIC Vol 6, No 01 (2025): Jurnal JURISTIC
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/jrs.v6i01.6069

Abstract

Informed consent is an important principle in protecting individual rights, especially in the context of medicine, research, and is now increasingly relevant in the digital world. In the digital era, the collection, use, and distribution of personal data pose new challenges to the protection of human rights, especially the rights to privacy, freedom of expression, and protection against data misuse. This research is a normative legal research with a statutory approach.  This article examines the relationship between Informed consent and human rights principles in the digital era, and provides a critical analysis of its implementation in current digital policies and practices