Claim Missing Document
Check
Articles

TANGGUNGJAWAB MASKAPAI PENERBANGAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI ATAS KEHILANGAN ATAU KERUSAKAN BAGASI PENUMPANG Endra Wirawan; Niru Anita Sinaga; Mardenis
Transparansi Hukum Vol. 7 No. 1 (2024): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/transparansi.v7i1.5435

Abstract

AbstrakPengangkutan udara telah menjadi salah satu mode pengangkutan yang paling penting dan populerdi era modern. Abstrak ini memberikan tinjauan singkat tentang pengangkutan udara, fokus padaperan, manfaat, dan tantangan yang terkait dengan moda transportasi ini. Regulasi tentang bagasipenumpang juga terdapat pada konvensi internasional maupun regulasi di Indonesia, regulasitersebut diantaranya mengatur tentang ganti kerugian sebagai akibat kerusakan atau kehilanganbagasi pesawat, menurut regulasi penerbangan konvensional yang telah diratifikasi di Indonesiaterkait penggantian kerugian dihitung per kilo berat bagasi, perselisihan timbul ketika penggantiankerugian tersebut tidak sesuai dengan nilai barang yang sebenarnya, pentingnya perusahaan asuransiuntuk mengelola resiko tersebut sehingga tercapai prinsip keadilan bagi pihak maskapaipenerbangan dan penumpang. Metode penelitian yang digunakan adalah metodologi penelitiannormatif dengan pendekatan deskriptif dengan analisis dokumen melalui studi kepustakaan yangmeliputi peraturan hukum baik internasional maupun nasional, keputusan pengadilan dan literasilainnya yang dapat membantu penulis dalam menguraikan permasalahan tersebut. Hasil penelitianmenunjukkan salah satu sebab timbulnya perselisihan antara penumpang dan maskapai adalahkarena terdapat ketimpangan terhadap jumlah peggantian kerugian akibat kerusakan atau kehilanganbagasi, pengggantian per kilo berat bagasi lebih rendah dari nilai bagasi yang sebenarnya Perusahaanasuransi diharapkan dapat menjadi alternatif solusi dalam meminimalisir kerugian finansial sebagaiakibat dari perbedaan nilai bagasi tersebut, sehinggal prinsip keadilan dapat tercapai dari keduabelah pihak.Kata Kunci: tanggungjawab, bagasi, maskapai penerbangan, perusahaan asuransi, penumpang,kerusakan, kehilangan, kerugian
KEWENANGAN PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) Eny Noviyanti; Niru Anita Sinaga; Sujono
Transparansi Hukum Vol. 7 No. 1 (2024): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/transparansi.v7i1.5436

Abstract

ABSTRAKKorupsi adalah perbuatan immoral dari dorongan untuk memperoleh sesuatudengan metode pencurian dan penipuan seperti bentuk-bentuk kejahatan yangsering terjadi di masyarakat. Perbuatan korupsi termasuk salah satu kejahatan yangdikutuk masyarakat dan terus diperangi oleh pemerintah dengan seluruh aparatnya.Hal ini karena akibat serta bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan tindak pidanakorupsi sangat merugikan keuangan negara, menghambat dan mengancam programpembangunan, bahkan berakibat menurunnya kepercayaan masyarakat kepadajajaran aparatur pemerintah. Tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Nomor31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi atau UU PTPK, dikelompokkan antara lain yaitu tindak pidanakorupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, tindakpidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana jabatanatau kedudukan, tindak pidana korupsi suap dengan memberikan atau menjanjikansesuatu, tindak pidana korupsi suap pada hakim dan advokat, korupsi dalam halmembuat bangunan dan menjual bahan bangunan dan korupsi dalam halmenyerahkan alat keperluan TNI, korupsi pegawai negeri menggelapkan uang dansurat berharga, dan lain-lain. Penelitian ini bersifat deskriptif analis yaitumenggambarkan perundang-undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan teoriteori hukum dalam praktek pelaksanaannya yang menyangkut permasalahan yangditeliti dalam hal ini kewenangan KPK. Jenis penelitian yang digunakan adalah“penelitian hukum normatif” yaitu jenis penelitian yang fokus kajiannyamenitikberatkan pada asas-asas hukum dan kaidah-kaidah hukum yang terdapatdalam berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku maupun teori-teorihukum yang tersebar dalam berbagai literatur.Kata Kunci : Korupsi, Kewenangan, KPK dan Upaya Pemberantasan Korupsi
REGULASI DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN Rochmawati; Niru Anita Sinaga
Transparansi Hukum Vol. 7 No. 1 (2024): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/transparansi.v7i1.5470

Abstract

AbstrakTindak pidana penggelapan uang di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebabterpuruknya sistem hukum material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalammasyarakat Tindak pidana penggelapan adalah salah satu jenis kejahatan terhadapkekayaan manusia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Bagaimana pengaturan tindak pidana penggelapan dan sanksi hukum dalam hukumpidana Indonesia? Dan Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindakpidana penggelapan uang? Pengaturan tindak pidana penggelapan dan sanksi dalamhukum pidana Indonesia diatur di dalam Dalam KUHP Buku II Pasal 372-377Sedangkan Penggelapan didalam KHUP terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 1Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tindak PidanaPenggelapan diatur di dalam BAB XXVI yang terdiri dari Pasal 486, 487, 488, 489,490 dan 491 dan Tindak pidana penggelapan uang banyak terjadi di dalamkehidupan sehari-hari. Pelaku tindak pidana penggelapan bisa dilakukan olehsiapapuun juga, tidak hanya masyarakat melainkan pejkabat yang memiliki Jabatandisebuah instansi dapat melakukan tindak pidana penggelapan uang. Penelitian inimenggunakan metode penelitian metode penelitian Yuridis Normatif dengan datasekunder terdiri dari bahan-bahan hukum premier, sekunder dan tersier. Pengaturantindak pidana penggelapan dan sanksi perlu disosialisakan kepada masyarakat agarmasayarakat paham bahwa tindak pidana penggelapan bisa terjadi secara massifdan tidak di sadari oleh masyarakat. Pemerintah harus mengatur sanksi tindakpidana penggelapan lebih berat dari saat ini agar menimbulkan efek jera dan kehatihatian bagi Masyarakat.Kata Kunci: Tindak Pidana Penggelapan, Regulasi Tindak Pidana Penggelapan,Sanksi Tindak Pidana Penggelapan
Membangun Transportasi Udara Era 5.0 di Indonesia: Perspektif Hukum dan Kebijakan Lumban Gaol, Selamat; Mardianis, Mardianis; Niru Anita Sinaga; Subhan Zein Sgn; , Budi Prayitno; Anggraeni Rosliana Dewi
UNES Law Review Vol. 7 No. 1 (2024): UNES LAW REVIEW (September 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v7i1.2311

Abstract

Society 5.0 was initiated by Japan, and inaugurated on January 21, 2019, made as a resolution to the Industrial Revolution 4.0, using modern-based science (Artificial Intelligence, Robots, Internet of Things) for human needs with the aim that humans can live comfortably, including in air transportation, initially focusing on human factors (pilots) began to shift the emphasis to the development of aviation technology. Therefore, it is interesting and necessary to examine how the readiness of laws and policies to build air transportation in the 5.0 era in Indonesia. This research is normative legal research using a statute approach, conceptual approach, and comparative approach and uses secondary data obtained from primary and secondary legal sources related to laws and policies to build air transportation in the 5.0 era in Indonesia. The results show that the existing laws and policies for building air transportation in the 5.0 era in Indonesia are not ready. It is necessary to harmonize and synchronize laws and regulations and policies to build air transportation in the 5.0 era in Indonesia with global regulations and policies in the form of international agreements related to air transportation development in the 5.0 era in the world.
PENTINGNYA PERLINDUNGAN HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA Sinaga, Niru Anita
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Sasana: December 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i2.385

Abstract

Pembangunan ekonomi suatu negara berkaitan erat dengan perlindungan Kekayaan Intelektualnya. Semakin tinggi penghargaan negara terhadap Kekayaan Intelektual, akan merangsang pertumbuhan ekonomi. Kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir untuk menghasilkan suatu produk atau proses yang bermanfaat. Pada intinya kekayaan intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Indonesia memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap perlindungan Kekayaan Intelektual baik yang bersifat nasional, regional maupun internasional. Hal ini dapat dilihat dengan: Dibentuknya Undang-Undang Nasional di bidang Kekayaan Intelektual, yaitu tentang: Hak Cipta, Merek Dan Indikasi Geografis, Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Perlindungan Varietas Tanaman dan Rahasia Dagang; Ikut ambil bagian dalam Persetujuan/Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN (ASEAN Frame work Agreement) dan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dalam agenda kerja Osaka; Menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia World Trade Organization (WTO) menyiratkan bahwa Indonesia secara otomatis terikat pada TRIPs; Meratifikasi World Intellectual Property Organization (WIPO). Pembentukan hukum Kekayaan Intelektual harus tetap memiliki orientasi pada kepentingan nasional dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan internasional. Perlindungan hukum Kekayaan Intelektual di Indonesia berpegang pada teori keadilan yang berdasarkan pada Pancasila, dengan prinsip-prinsip: Kemanusiaan; Keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat; Nasionalisme; Keadilan sosial dan Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tidak bebas nilai (berdasarkan nilai-nilai Pancasila). Meskipun telah dibentuk dan diberlakukan berbagai peraturan di bidang Kekayaan Intelektual, masih terdapat banyak permasalahan-permasalahan. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: Berkaitan dengan substansi, struktur, dan budaya (kultur) hukum. Penelitian ini membahas tentang: Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum Kekayaan Intelektual bagi pembangunan ekonomi Indonesia dan Permasalahan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan perlindungan hukum Kekayaan Intelektual bagi pembangunana ekonomi Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya solusi agar tercipta apa yang menjadi tujuan dari perlindungan hukum Kekayaan Intelektual yaitu terwujudnya keadilan.
Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Pada Perusahaan Yang Melakukan Upaya Menghalangi Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Indonesia Dwi Atmoko; Niru Anita Sinaga; Selamat Lumban Gaol
Jurnal Hukum Sasana Vol. 9 No. 2 (2023): Jurnal Hukum Sasana: December 2023
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/kxd2sz97

Abstract

Dalam membahas terkait penegakan hukum berdiriya organisasi serikat pekerja / buruh tentunya harus mempunyai landasan hukum. Landasan hukum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja merupakan perkembangan pemikiran yang berasal dari Pasal 28 Huruf C, E, G, H, dan I Undang-Undang Dasar 1945, Seiring dalam perkembangannya, terdapat banyak perusahaan dan pemilik perusahaan yang melakukan penolakan terhadap berdirinya serikat pekerja. Focus topik masalah pada penelitian ini bagaimanakah ancaman perdata maupun pidana serta penerapannya bagi pemimpin perusahaan yang menolak pendirian Serikat Pekerja dan apakah upaya penegakan hukum bagi pelaku pemimpin perusahaan yang penolakan pendirian serikat pekerja sudah efektif.Selanjutnya dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif. Metode penelitian yuridis normatif merupakan suatu penelitian kepustakaan terhadap data sekunder. Tujuan pokok penelitian ini adalah bagaimana suatutindakan ancaman pidana atau perdata bisa dikenakan bagi pemimpin perusahaan terhadap penolakan pendirian Serikat Pekerja, terdapat pada pengaturannya Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, namun dalam proses hukum acaranya masih terdapat kekosongan, mengenai kewenangan pihak yang melakukan penyidikan dan nomor registrasi dari Badan Pengawasan obat dan Upaya penegakan hukum bagi pelaku pemimpin perusahaan yang melakukan penolakan pendirian Serikat Pekerja, masih minim di Indonesia, upaya pemidanaan terhadap pemimpin perusahaan yang melakukan penolakan pendirian Serikat Pekerja, diketahui sejak tahun 2011 hingga tahun 2016 setiap tahunnya hanya terdapat satu atau dua kasus, sedangkan faktanya begitu banyak perusahaan yang melakukan tindakan union busting di Indonesia dan dinamika penyelesainnya.
Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan di Indonesia Niru Anita Sinaga
Jurnal Hukum Sasana Vol. 8 No. 2 (2022): Jurnal Hukum Sasana: December 2022
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v8i2.1295

Abstract

Aviation as part of the national transportation system has an important role in people's lives, therefore the implementation must be arranged in an integrated national transportation system by integrating and dynamizing aviation infrastructure and facilities. The purpose of the flight operation is to realize an orderly, regularly, safe, secure, comfortable flight, etc. This is in accordance with the motto that is generally accepted in the aviation world, that is 3S+1C: Safety, security, services and compliance to rules. In order to support the smooth running of flight activities, it is required to comply with applicable regulations, including: Article 44 of the 1944 Chicago Convention, International Civil Aviation Organization (ICAO), Aviation Law, Government Regulations, Regulations and Decrees of the Minister of Transportation and other Implementing Regulations. There are various factors that affect flight safety performance that can be used as a joint evaluation material for the achievement of flight safety services in accordance with national and international regulations. This study discusses: How is the regulation and implementation of aviation safety policies in Indonesia? This type of research is normative legal research (juridical normative), using secondary data obtained from primary, secondary, and tertiary legal sources.
Interpretasi Masa Daluwarsa Pengaduan Nasabah pada Pialang Berjangka Yusriansyah; Sinaga, Niru Anita; Sudarto
IBLAM LAW REVIEW Vol. 4 No. 3 (2024): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v4i3.492

Abstract

Angka pengaduan nasabah terhadap pialang berjangka terus meningkat setiap tahun, dengan rata-rata pengaduan terkait peristiwa hukum yang terjadi 4-5 tahun sebelumnya. Namun, penyelesaian pengaduan tersebut tidak sebanding dengan jumlahnya, sementara peraturan yang ada belum mengatur batas waktu daluwarsa pengaduan nasabah. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha dan nasabah. Untuk mengatasi hal ini, pialang berjangka berinisiatif melibatkan Bursa Berjangka, Bappebti, Lembaga Ombudsman, serta praktisi dan akademisi hukum guna menafsirkan hukum terkait masa daluwarsa pengaduan nasabah. Penelitian ini bertujuan untuk memahami interpretasi masa daluwarsa pengaduan nasabah pada pialang berjangka dan urgensinya dalam perdagangan berjangka komoditi. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, kasus, dan komparatif. Data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Masa daluwarsa pengaduan nasabah dapat diatur berdasarkan syarat formil dan materiil, dengan pengaduan diajukan maksimal 2 tahun setelah peristiwa terjadi. (2) Terdapat kebutuhan mendesak untuk mengatur masa daluwarsa pengaduan dalam peraturan Bappebti, termasuk perubahan Peraturan No. 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Nasabah.
Pertanggung Jawaban Hukum Wakil Pialang Berjangka Dalam Perspektif Hukum Indonesia Nurwanto; Sinaga, Niru Anita; Sudarto
IBLAM LAW REVIEW Vol. 4 No. 3 (2024): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v4i3.498

Abstract

Seiring berkembangnya zaman dan taraf hidup dalam perekonomian dunia, hal ini juga menjadi salah satu faktor yang mendorong minat investasi di masyarakat kelas menengah-atas khususnya dalam bidang perdagangan berjangka komoditi. Perdagangan Berjangka Komoditi, yang selanjutnya disebut Perdagangan Berjangka adalah segala sesutau yang berkaitan dengan jual beli Komoditi dengan penyerahan kemudian berdasarkan Kontrak Berjangka dan Opsi atas Kontrak Berjangka. Wakil Pialang Berjangka adalah warga negara Indonesia dalam bentuk orang perseorangan yang berdasarkan kesepakatan dengan Pialang Berjangka melaksanakan sebagian fungsi Pialang Berjangka. Ruang lingkup Wakil Pialang Berjangka dalam menjalankan fungsi Pialang Berjangka adalah dalam pelaksanaan kegiatan usaha Pialang Berjangka dilakukan oleh seorang Wakil Pialang Berjangka yang telah memiliki izin resmi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Tanggung jawab kontraktual merupakan beban moral yang lahir dari suatu hubungan kontraktual, maka tidak demikian dengan tanggung jawab yang lahir dari suatu perbuatan melawan hukum. Maka dalam terminologi hukum dengan tanggung jawab sesungguhnya adalah beban yang harus dipikul seseorang karena ia telah tidak memenuhi kewajibannya baik kewajiban yang disepakati dalam kontrak ataupun kewajiban yang telah ditentukan oleh hukum baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.Dalam rangka memberikan perlindungan kepada Nasabah, Pialang Berjangka wajib terlebih dahulu menyampaikan Dokumen Keterangan Perusahaan kepada Nasabah. Pialang Berjangka juga wajib menjelaskan segala risiko yang mungkin dihadapi Nasabah sebagaimana tercantum dalam Dokumen Pemberitahuan Adanya Risiko.
CESSIE PIUTANG SEBAGAI SARANA PENGGANTIAN KEDUDUKAN KREDITOR DALAM PENGAJUAN KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Astuti, Sri; Sinaga, Niru Anita; Sudarto, Sudarto
IBLAM LAW REVIEW Vol. 4 No. 2 (2024): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v4i2.515

Abstract

Betapa pentingnya cessie dalam jual-beli piutang di Indonesia, karena kreditor saat mengetahui piutang yang telah dibeli tidak bernilai karena gagal untuk ditagihkan kepada debitor di Indonesia. Permasalahannya adalah Bagaimana Pengaturan Cessie Piutang Sebagai Sarana Penggantian Kedudukan Kreditor Dalam Pengajuan Kepailitan dan PKPU Berdasarkan Hukum Perdata di Indonesia? Dan Bagaimana Penerapan Cessie Piutang Sebagai Sarana Penggantian Kedudukan Kreditor Dalam Pengajuan Kepailitan dan PKPU Berdasarkan Praktek Pengadilan Niaga di Indonesia? Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami serta mengkaji penerapan cessie piutang sebagai sarana penggantian kedudukan kreditor dalam pengajuan Kepailitan dan PKPU berdasarkan praktek Pengadilan Niaga di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitiannya adalah penerapan Cessie Piutang Sebagai Sarana Penggantian Kedudukan Kreditor Dalam Pengajuan Kepailitan dan PKPU Berdasarkan Praktek Pengadilan Niaga di Indonesia yaitu bahwa penerapan cessie dalam praktik pengadilan niaga, cessie sering digunakan sebagai dasar pengalihan sebagian piutang (hak tagih) pemohon PKPU sebagai kreditor kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru (cessionaris) yang sering digunakan untuk memenuhi persyaratan minimal dua kreditor sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Kesimpulannya cessie yang dibuat setelah permohonan Pailit atau PKPU diajukan, tidak hanya menjadikan syarat permohonan tidak terpenuhi, namun juga kerugian Termohon PKPU akibat adanya partial assignment yang menjadi dasar diajukannya permohonan PKPU seharusnya juga menjadi alasan batalnya perjanjian obligatoir atas cessie dalam kasus a quo sehingga dapat lebih menjamin kepastian hukum.