Claim Missing Document
Check
Articles

Method of law istinbath jama'ah al-Nadzir: determination of the beginning of the month of Ramadhan Sudirman Sudirman; Edi Gunawan; Kasjim Salenda
Ijtihad : Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan Vol 19, No 2 (2019)
Publisher : State Institute of Islamic Studies (IAIN) Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18326/ijtihad.v19i2.259-270

Abstract

The focus of this research is to reveal the method of istinbath jamaah al nadzir law in determining the beginning of the month. The method research is used descriptive with a qualitative approach. Data was collected by interview to the leadership of jamaah al-nadzir and jamaah al-nadzir society. Prophet bequeathed early determination method can be determined by methods rukyah (saw) and hizab (counting) months. The results showed that jamaah al-nadzir determine the beginning of the month with rukyah method (see) and hizab (counting) in contrast to a predetermined previous scholars. Leaders of jamaah al-nadzir is an absolute determinant beginning and end of the month to see some of them looking directly lunar and see the sea level at high tide and low tide. 
Strategy of Da’wah to Improve Muallaf’s Religiousity in Dologuo Village, Bolaangmongondow Regency Sahari Sahari; Edi Gunawan; Murjani Murjani
Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies Vol 15, No 1 (2021): Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies
Publisher : Faculty of Da'wah and Communication, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/idajhs.v15i1.12543

Abstract

This paper analyzes the religious-social activities done by the preachers as the strategy of da’wah for those who are converted to Islam or “muallaf” in Dologuo Village, Bolaangmongondow Regency. By employing qualitative research, this paper argues that the strategy of da’wah maintained by the preacher (“dai”) has influenced to the improvement of religiosity of the “muallaf”. This paper found that the da’i has been able to implement the strategy of da’wah that is in line with the need of “muallaf”. They established the religious circle or “pengajian”, provide religious books as the reference for the muallaf and building the social cohesion among between the muallaf and the broader Muslim community. This religious commitment can be seen at their ritual, knowledge, and attitude. This study seeks to contribute to the formulation of proper strategy of da’wah to the muallaf.Penelitian ini  bertujuan untuk menganalisis aktivitas sosial keagamaan dan kemasyarakatan yang dijadikan sebagai sarana dan strategi dakwah oleh para da’i  dan berimplikasi pada perubahan prilaku (komitmen religiusitas) muallaf di Desa Doloduo Kabupaten Bolaangmongondow. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang digunakan da’i di Doloduo Bolaangmongondow menyesuaikan dengan kebutuhan muallaf, yaitu meliputi penguatan aspek akidah, ibadah dan muamalah. Selain itu, dakwah dilakukan melalui kelompok pengajian, memberikan buku-buku agama sebagai bacaan dan mempererat persaudaraan antara muallaf dengan muslim lainnya. Komitmen religiusitas muallaf secara umum sudah tampak bagus dilihat dari beberapa indikator yaitu;  aspek keimanan, aspek ritual/ibadah, aspek penghayatan atau kedekatannya dengan Allah, aspek pengetahuan tentang ajaran pokok dalam Islam dan akhlak. Penelitian ini berimplikasi pada perumusan formulasi dakwah yang dilakukan terhadap muallaf.
Pembaruan Hukum Islam dalam Kompilasi Hukum Islam Edi Gunawan
Hunafa: Jurnal Studia Islamika Vol 12 No 2 (2015): HUKUM ISLAM
Publisher : State Institute of Islamic Studies (IAIN) Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.97 KB) | DOI: 10.24239/jsi.v12i2.395.281-305

Abstract

This paper discusses the reform of Islamic law in the Islamic Law Compilation. The main sources of Islamic law are the Qur'an and Sunnah shall be applied to the human race. Therefore, Islamic law must be able to respond to development and change that occur in people's lives. Reform of Islamic law as the search for relevance to the development of contemporary Islamic law is not a stand-alone effort, but is influenced by internal factors and external factors. One Islamic law in Indonesia in the form of the regulation that has become positive law is Islamic Law Compilation. Several articles in the Islamic Law Compilation is a form of Islamic law reform. Whether it relates to marriage or about donation such grants could be a legacy. There are many other clauses which are part of the reform of Islamic law in the Islamic law compilation.
RELASI AGAMA DAN NEGARA Edi Gunawan
KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial Keagamaan Vol 10 No 2 (2017): Pemikiran Islam dan Hubungannya dengan Budaya Nusantara
Publisher : LPPM IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35905/kur.v10i2.589

Abstract

This paper examines religious and state relations of Islamic thought perspective. This study aims to describe how the relationship between religion and state in the view of Islam. The method used in obtaining data is descriptive method through literature study. The results of the study show that among Muslim figures or thinkers such as Nurcholish Madjid and Abdur Rahman Wahid agree that there is a constructive relationship between state and religion which by revivalists separates it. Some of the indicators are: (1) Islam gives the principles of the formation of a state with the concept of khalīfah ,dawlah, or hukūmah, (2) Islam emphasizes the democratic values of truth and justice, and (3) Islam upholds Human Rights by stating that the basic rights that human beings bring ever since they are born are the right of religious freedom. Therefore, Islam essentially emphasizes the importance of human rights to be upheld in a state, because human rights are rights that should not be disturbed and deprived from the person who has the right.
Pelaksanaan Itsbat Nikah Pasca Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Pengadilan Agama Edi Gunawan; Budi Rahmat Hakim
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 18, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.282 KB) | DOI: 10.18592/sy.v18i2.2319

Abstract

 Abstrak: Itsbat nikah merupakan sebuah proses penetapan pengesahan pernikahan yang telah dilangsungkan berdasarkan syariat Islam, namun tidak dicatat di KUA. Tujuan dari itsbat nikah adalah untuk mendapatkan akta nikah sebagai bukti sahnya perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 dan pasal 7 ayat (1), (2), dan (3) Kompilasi Hukum Islam. Prosedur pengajuan itsbat nikah di Pengadilan Agama Manado setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu, melakukan pendaftaran ke Pengadilan Agama Manado, membayar panjar biaya perkara, menunggu panggilan sidang dari pengadilan, serta menghadiri persidangan dan putusan pengadilan. Ada beberapa yang menjadi alasan pengajuan itsbat nikah di Pengadilan Agama Manado, antara lain; (1) kehilangan akta nikah, (2) pengurusan perceraian, (3) Perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, dan (4) perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Perkara itsbat nikah (pengesahan nikah) bisa diajukan secara voluntair (permohonan) dan diajukan secara kontentius (gugatan) ke pengadilan agama. Dasar pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan itsbat nikah di Pengadilan Agama Manado diantaranya yaitu: 1) Legal standing (kedudukan hukum) pemohon untuk mengajukan perkara itsbat nikah di pengadilan agama berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (4) KHI, 2) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum), 3) Keterangan saksi dan bukti di persidangan, serta 4) Alasan-alasan mengajukan itsbat nikah. Kata Kunci: Perkawinan, Itsbat Nikah, Voluntair, Pengadilan Agama Abstract: Itsbat of marriage is an endorsement of the assignment process, which has been held on the basis of Islamic jurisprudence, but not recorded at KUA. The goal of itsbat is to get a marriage license deed as evidence of legitimate marriage in accordance with the legislation in force in Indonesia, as provided for in article 2 paragraph (1) and (2) of law No. 1 of the year 1974 and article 7 paragraph (1), (2) and (3) Compilation Of Islamic Law. Itsbat procedure for making marriage a religious Court in Manado, after the enactment of law number 1 year of 1974, namely, registration to court Religious bias, pay fees, waiting for the call from the Court of session, as well as attend the trial and the verdict of the Court. There are some who became the reason of filing itsbat of marriage in a religious Court in Manado, among others; (1) the lost deed, (2) management, (3) the marriage took place before the enactment of law No. 1 year 1974, and (4) a marriage conducted by those who have no impediments to marriage according to the law No. 1 year 1974. Itsbat matter of marriage (endorsement of marriage) may be filed in voluntair (the petition) and filed in kontentius (the suit) to the Court. Basic consideration of judges in giving the setting of itsbat marriage in a religious Court in Manado of which namely: 1) Legal standing (legal position) the applicant to litigate itsbat marriage in a religious court based on the provisions of article 7 paragraph (4) KHI, 2) Posita (facts and legal facts of the incident), 3) witnesses and evidence in the trial, as well as 4) the reasons for filing the itsbat marriage. 
Penerapan Asas Hukum Dalam Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Agama Rosdalina Rosdalina; Edi Gunawan
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 7 No. 2 (2017): Oktober 2017
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.936 KB) | DOI: 10.15642/ad.2017.7.2.342-365

Abstract

Abstract: Court is a judicial institution, which has the authority to settle cases between the parties. In carrying out these duties and authorities, this institution adheres to the simple, quick, and low cost principles as mandated in the judicial power law. The application of simple and quick principles in terms of making lawsuits or petitions is as practiced in a Religious Court of Manado. One of the elements that helps is the existence of Legal Aid Post (POSBAKUM) based in the Religious Court of Manado. As for the settlement of cases, the application of the principle has not been implemented properly. This is because the parties are less seriously coming at the trial that has been determined and the judges often postpone the hearing by several argumentations. The cost of litigation in a Religious Court of Manado is determined based on the radius or distance of the domiciled party territory. If the Plaintiff is incompetent and has a poor card, it may incur a court fee waiver. Abstrak: Pengadilan merupakan lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan menyelesaikan perkara antar para pihak. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan tersebut, lembaga ini menganut asas sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang kekuasaan kehakiman. Penerapan asas sederhana dan cepat dalam hal pembuatan gugatan ataupun permohonan di Pengadilan Agama yang diteliti yaitu Pengadilan Agama Manado dapat dilaksanakan dengan baik. Salah satu unsur yang membantu adalah adanya Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) yang berkantor di Pengadilan Agama Manado. Adapun dalam hal penyelesaian perkara, penerapan asas tersebut belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan karena para pihak kurang bersungguh-sungguh hadir pada persidangan yang telah ditentukan dan majelis hakim sering menunda sidang dengan alasan dinas luar atau cuti. Adapun biaya berperkara di Pengadilan Agama Manado ditentukan berdasarkan radius atau jarak wilayah pihak berdomisili. Jika Penggugat termasuk masyarakat tidak mampu dan memiliki kartu miskin, maka dapat dikenakan pembebasan biaya perkara.
COVID-19 DAN IBADAH ( RESISTENSI PERUBAHAN HUKUM ISLAM DALAM MEMPERTAHANKAN RUTINITAS IBADAH) Sudirman Sudirman; Edi Gunawan; Muh Rusdi Rasyid
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 6, No 1 (2021)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajip.v6i1.1583

Abstract

Abstract: This research examines Covid-19 and worship as a resistance to changes in Islamic law in maintaining routine worship. The study used a qualitative descriptive approach and obtained data through interviews, observation and documentation. The results showed that Covid-19 had an impact on changes in the law of worship. however, in the change in law in worship, various different practices were found. There are community groups who continue to carry out worship routines in the mosque in congregation by carrying out according to Health protocols such as maintaining distance and wearing masks. There are also people who are resistant to legal changes so that they maintain the practice of worship as before before the pandemic. There are also people who situationally follow the state of practice carried out by the local community and there are also people who completely close places of worship. from these results indicate that not all people are subject to the changes in law that occurred during the pandemic so as to maintain the routine of worship rather than submit to the new law which results in endangering themselves. Keywords: Rasistency, Legal Change, Worship, Covid-19 Abstrak: Penelitian ini mengkaji Covid-19 dan ibadah sebuah resistensi perubahan hukum islam dalam mempertahankan rutinitas ibadah. penelitian menggunakan pendekatan deskriktif  kualitatif dan memperoleh data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa C0vid-19 memberikan dampak terhadap perubahan ukum ibadah. namun dalam perubahan hukum dalam ibadah tersebut ditemukan berbagai praktik pengamalan yang berbeda. Terdapak kelompok masyarakat yang tetap menjalankan rutinitas beribadah dalam masjid secara berjamaah dengan menjalankan sesuai protokoler Kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker. Juga terdapat masyarakat yang rasisten terhadap perubahan hukum sehingga mempertahankan raktik beribadah sebgaimana dulu sebelum pandemi. Juga terdapat masyarakat yang situasional mengikuti keadaan praktik yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan juga terdapat masyarakat yang total menutup tempat ibadah. dari hasil tesebut menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat tunduk terhadap perubahan hukum yang terjadi saat ppandemi sehingga mempertahankan rutinitas ibadah ketimbang tunduk kepada hukum yang baru yang berakibat pada membahayakan dirinya.Kata Kunci: Rasistensi, Perubahan Hukum, Ibadah, Covid-19
EKSISTENSI KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA Edi Gunawan
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah Vol 8, No 1 (2010)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.272 KB) | DOI: 10.30984/as.v8i1.39

Abstract

Sejak Kompilasi Hukum Islam tersusun, para penyusunnya tidak secara tegas memberikan pengertian dari Kompilasi Hukum Islam itu sendiri, mereka mempelajari rencana dan proses penyusunannya, sehingga menyatakan bahwa Kompilasi Hukum Islam merupakan rangkuman dari  berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama fikih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan yang disebut dengan kompilasi. Kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan rangkaian sejarah hukum masional yang dapat mengungkapkan ragam makna kehidupan masyarakat Islam Indonesia. Kompilasi Hukum Islam dijadikan sebagai pedoman dalam penyelesaian perkara yang diajukan ke pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Hal itu disebabkan karena latarbelakang penyusunan Kompilasi Hukum Islam adalah untuk mengisi kekosongan hukum substansial yang dijadikan rujukan dalam penyelesaian perkara yang diajukan ke Peradilan Agama. Namun demikian hakim memiliki kebebasan untuk berkreasi sepanjang hakim tidak menemukan rujukan dalam hukum tertulis
Karakteristik dan Pendekatan Aspek Sosial Hukum Islam Mudassir Mudassir; Edi Gunawan
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah Vol 15, No 2 (2017)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (625.542 KB) | DOI: 10.30984/as.v15i2.477

Abstract

This article is a conceptual study of the characteristics and approaches of social aspects of Islamic law. This study is important because Islamic law encompasses various dimensions, namely the abstract dimension, in the form of all the commandments and the prohibitions of Allah and His Messenger, and the concrete dimension, in the form of behavior that is steady among Muslims as an effort to do the command of Allah and His Messenger, In addition, Islamic law also includes substances that are internalized into various social institutions. Therefore, the study of the social aspects approaches in Islamic law is very important. Islamic law has a character, namely rabbaniyah, syumul, al-wasthiyah, and insanity. There are several methods of Islamic law enforcement conducted by aspects of the social approach, especially in Indonesia, namely the establishment of Islamic law through fiqh, the establishment of Islamic law through the law, the establishment of Islamic law through jurisprudence, and the affirmation of Islamic law through fatwas.
NIKAH SIRI DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT UU PERKAWINAN Edi Gunawan
Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah Vol 11, No 1 (2013)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.673 KB) | DOI: 10.30984/as.v11i1.163

Abstract

Pernikahan siri, yang secara agama dianggap sah, pada kenyataannya justru memunculkan banyak sekali permasalahan yang berimbas pada kerugian di pihak perempuan . nikah siri sering diambil sebagai jalan pintas pasangan untuk bisa melegalkan hubungan nya, meski tindakan tersebut pada dasarnya adalah pelanggaran UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Tulisan ini berusaha mengungkap faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi seseorang melakukan pernikahan siri, disamping problem-problem dan dampak yang berimbas pada perempuan. Pada dasarnya pernikahan siri dilakukan karena ada hal-hal yang dirasa tidak memungkinkan bagi pasangan untuk menikah secara formal. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan siri, yang menurut penulis, semua alasan tersebut mengarah kepada pernkahan siri dipandang sebagai jalan pintas yang lebih mudah untuk menghalalkan hubungan suami isteri. Problem yang menyertai pernikahan siri yang paling nyata adalah problem hukum khususnya bagi perempuan, tapi juga problem intern dalam keluarga, problem sosial dan psikologis yang menyangkut opini publik yang menimbulkan tekanan batin bagi perilaku, problem agama yang perlu mempertanyakan lagi keabsahan nikah siri yang akhir-akhir marak terjadi di Indonesia. Dampak pernikahan siri bagi perempuan adalah secara hukum, istri tidak dianggap sebagai isteri sah, tidak berhak mendapat wariasan jika suami meninggal, tidak berhak mendapat harga gono-gini bila terjadi perpisahan. Dampak tersebut juga belaku bagi anak kandung hasil pernikahan siri.