Claim Missing Document
Check
Articles

Responsibility of the Board of Directors for Tax Billings of the Bankrupt Company (A Case Study of PT United Coal Indonesia's Tax Debt Claims Which Have Been Declared Bankrupt by the Commercial Court) Fadjrin Wira Perdana; Joko Setiyono; Wahyudi Siswanto; Sri Kartini; Irwan Irwan
Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences Vol 4, No 4 (2021): Budapest International Research and Critics Institute November
Publisher : Budapest International Research and Critics University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birci.v4i4.3329

Abstract

Based on the KUP Law, companies that have been declared bankrupt by the Commercial Court are still burdened with tax debt because the Commercial Court's Bankruptcy Decision only stops the company's wheels but does not stop the tax debt. On the other hand, related to tax debt, based on the Limited Liability Company Law, it is the responsibility of the company's Board of Directors, so that companies that have been declared bankrupt still have to pay tax bills as happened to PT. United Coal Indonesia (PT. UCI).
Juridic Review Filling Membership of the Regional Representative Board of the Republic of Indonesia Post the Decision of the Constitutional Court Number 30/PUU-XIV/2018 Fadjrin Wira Perdana
Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences Vol 4, No 3 (2021): Budapest International Research and Critics Institute August
Publisher : Budapest International Research and Critics University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birci.v4i3.2503

Abstract

Positions as functionaries of Political Parties with DPD membership are not common before the 2019 General Election as a political practice that is prohibited by Law Number 7 of 2017 concerning General Elections jo. KPU Regulation Number 21 of 2018. However, with the Constitutional Court Decision Number 30/PUU-XVI/2018 jo. KPU Regulation Number 26 of 2018 states that concurrent positions of political party functionaries in the DPD membership are a violation of the law, so all parties should obey it. In this study, analysis and discussion of the legal aspects of the dual position practice will be carried out after the Constitutional Court's Decision.
Kajian Kebutuhan Prasarana dan Sarana Pendidikan Politeknik Transportasi Sungai Danau dan Penyeberangan Palembang Irwan Irwan; Andri Yulianto; Doharman Lumban Tungkup; Surnata Surnata; Fadjrin Wira Perdana
Journal on Education Vol 5 No 1 (2022): Journal on Education: Volume 5 Nomor 1 Tahun 2022
Publisher : Departement of Mathematics Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This official school was first established with the FTA 170 Project agreement between the Government of the Kingdom of Belgium and the Government of the Republic of Indonesia on December 19, 1979. In an effort to meet the qualification needs in the field of river and lake transportation traffic, the River and Lake Transportation Training Center was formed (BPL LLASD) based on MENPAN Decree No. 537/5/MENPAN/10/87 dated October 5, 1987 and MENHUB Decree No. 231/HK.602/Phb-87 dated October 21, 1987 which only held short courses for students. In 1990, he received the Diploma III program in River, Lake, and Ferry Transport Traffic (LLASDP). Education and training as well as counseling are held through various training and counseling programs according to needs so that the programs implemented can run efficiently, optimally and effectively. One thing that is very important to realize the development of human resources is through the maximum participation of educational institutions, especially in the field of transportation. With the determination of the organizational structure, of course, we refer to the Regulation of the Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia No. 3 of 2020 concerning National Higher Education Standards. The progress of Polytechnics has increased from year to year so that we have recruited cadets from one study program to 3 study programs, namely the D-III MTPD Study Program, the D-III Ship Engineering Study Program and the D-III Nautical Study Program. From the results of this increase, there is still a lack of infrastructure in the placement of cadets, especially in terms of class facilities with an imbalance between students and cadet facilities.
Disharmoni Politik Hukum Pengelolaan Pelabuhan dalam Peraturan Perundang-Undangan Pelayaran Dahlia Dewi Apriani; Fadjrin Wira Perdana; H.Irwan; Bambang Setiawan ; Surnata 
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 10 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.653 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v2i10.449

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui Pengaturan Hukum tentang penyelenggaraan pelabuhan berdasarkan sistem hukum di Indonesia dan untuk mengetetahui kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pelabuhan Berdasarkan sistem Hukum di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya yang berkaitan dengan implikasi pemberlakuan asas Cabotage dalam pelayaran Indonesia terhadap eksistensi perusahaan angkutan laut nasional dalam kegiatan perdagangan bebas. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan hukum penyelenggaraan pelabuhan secara diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Peraturan tersebut dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78, Pasal 89, Pasal 95, Pasal 99, Pasal 108, Pasal 112 ayat (2), Pasal 113, dan Pasal 210 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang mengatur mengenai Tatanan Kepelabuhanan Nasional, Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, pembangunan dan pengoperasian pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri, dan sistem informasi pelabuhan Penerapan UU No. 23 Tahun 2014, pada dasarnya bahwa pemerintah daerah menjalankan aturannya yaitu untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Tinjauan Yuridis Kejahatan Perang Menurut Hukum Internasional Muhammad Khairani; Fadjrin Wira Perdana; Purboyo Purboyo; Driaskoro Budi Sidarta; Surnata Surnata
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 12 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.946 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v2i12.479

Abstract

Kejahatan perang merupakan suatu istilah yang lebih tepat diartikan sebagai pelanggaran terhadap hukum humaniter. Dikatakan sebagai kejahatan karena tindakan tersebut melanggar hukum perang atau hukum humaniter internasional yang menimbulkan adanya tanggungjawab individu. Kejahatan perang dapat terjadi pada konflik bersenjata, hal tersebut dapat diakui dan dinyatakan dalam berbagai kasus yang terjadi dan telah memiliki suatu putusan dengan kekuatan hukum tetap maupun yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis lebih dalam lagi mengenai kriteria kejahatan perang di tinjau dari hokum internasional. Penelitian ini menggunakan metode metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif (yuridis normatif) yaitu pendekatan penelitian hukum (approach) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perbandingan (comparative approach). Hukum Perang (Humaniter) tidak bertujuan untuk melarang perang, atau untuk mengadakan undang-undang yang menentukan aturan permainan dalam perang, tetapi demi alasan kemanusian untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu dan untuk membatasi wilayah dimana kekuasaan konflik bersenjata diperbolehkan. Melalui alasan-alasan ini hukum humaniter disebut sebagai “peraturan tentang perang berperikemanusiaan”. Kesimpulan pada pembahasan di atas adalah hukum humaniter mencoba untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan. Adapun dasar hukum yang dipakai dalam penulisan ini adalah Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949 dan Pasal 8 Statuta Roma 1998.  
Implementasi Prinsip Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif dalam Diplomasi Mengatasi Konflik Rohingya Siti Nurlaili Triwahyuni; Fadjrin Wira Perdana; Bambang Setiawan; Irwan Irwan; Yohan Wibisono
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 12 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.769 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v2i12.481

Abstract

Konflik internal pemerintah Myanmar dengan suku Muslim Rohingya adalah salah satu dari sekian banyak bentuk tragedi yang mematikan dan memilukan. Penderitaan suku Muslim Rohingya ini tentu berimplikasi pada situasi keamanan regional Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif dalam upaya diplomasi Indonesia mengatasi konflik Rohingya di Myanmar. Konflik terkait isu kemanusiaan di Myanmar yang menimpa etnis Rohingya telah menarik keprihatinan banyak masyarakat internasional juga masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaan politik luar negeri diplomasi dapat menjadi suatu nilai tawar (state branding) untuk membangun image sebuah Negara. Diplomasi yang sukses membutuhkan negosiasi yang efektif. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis studi kepustakaan yang sumber datanya dianalisis dari buku dan jurnal terkait penelitian upaya diplomasi pemerintah Indonesia dalam mediasi konflik kemanusiaan di Myanmar. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa strategi diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia dalam masalah konflik etnis Rohingya dengan pemerintah Myanmar, yakni pengajuan proposal kemanusiaan dan usulan formula 4+1 bagi masyarakat rohingya dimasa depan.
Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali dalam Perspektif Hukum Progresif Slamet Prasetyo Sutrisno; Fadjrin Wira Perdana; Surnata Surnata; Yohan Wibisono; Bambang Setiawan
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 12 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.656 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v2i12.482

Abstract

Berlakunya KUHAP telah menimbulkan perubahan mendasar baik secara langsung dan konsepsional maupun secara implementasi terhadap tata cara penyelesaian perkara pidana Indonesia. Salah satu persoalan yang muncul adalah permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permohonan peninjauan kembali (PK) oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam perspektif hukum progresif. Penelitian ini menggunakan metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif (yuridis normatif) yaitu pendekatan penelitian hukum (approach) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perbandingan (comparative approach). Berdasarkan uraian di atas, Subtansi Peninjauan Kembali (PK) berpijak pada dasar, bahwa negara telah salah mempidana penduduk yang tidak berdosa dan tidak dapat lagi diperbaiki dengan upaya hukum biasa melainkan harus dengan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK). Demikian Peninjauan Kembali (PK) bukan saja dipertuntukan kepada terpidana atau ahli warisnya melainkan juga dapat diberikan kepada Jaksa Penuntut Umum, atas dasar keadilan dan asas keseimbangan. Urgensi untuk memberikan ruang kepada Jaksa Penuntut Umum mengajukan permohoan Peninjauan Kembali (PK) adalah untuk mewujudkan keadilan substantif. Memperluas pihak-pihak yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam Pasal 263 KUHAP sebagai terobosan hukum (rule breaking) untuk mendapatkan tujuan hukum yang maksimal. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa permohonan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perspektif Hukum Progresif adalah sebagai terobosan hukum (rule breaking) terhadap KUHAP.  
SP3 KPK atas Kasus SKL Blbi dalam Perspektif Hukum Progresif Damaida Hatina; Fadjrin Wira Perdana; Purboyo Purboyo; Irwan Irwan; Sri Kelana
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 12 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.971 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v2i12.483

Abstract

Korupsi    merupakan    masalah    yang serius   di   Indonesia.   Banyak   usaha   telah dilakukan oleh pemerintah untuk memberantas  korupsi  namun  tampak  sia­sia. Banyak sekali komentar negatif bahkan umpatan-umpatan terhadap perilaku dan pelaku tindak pidana korupsi. Muak, jengkel, gregetan, putus asa, marah, dan hal-hal negatif lain atas langgeng dan menjamurnya perilaku korupsi. Terlebih dalam tayangan televisi, tersangka, terdakwa, dan bahkan terpidana seakan-akan menunjukkan show of force ataupun berperilaku sebagai celebrity Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana langkah KPK menghentikan penyidikan kasus SKL BLBI dalam perspektif hukum progresif. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris untuk mengetahui dan menentukan bagaimana hukum itu berlaku sebagai norma atau das sollen. Hasil penelitian dijelaskan bahwa dalam perspektif Hukum Progresif, SP3 atas Kasus SKL BLBI menegaskan cara pandang KPK yang masih mendasarkan diri kepada ajaran ilmu hukum positif (analytical jurisprudence). Resistensi dari kelompok masyarakat atas langkah KPK tersebut menegaskan posisi KPK yang tidak mampu menghadirkan keadilan substantif.  
Pemikiran Tokoh Pakar Hukum Lima Paradigma Irwan Irwan; Fadjrin Wira Perdana; Paulina M. Latuheru; Muhammad Khairani; Sri Kartini
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 12 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.8 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v2i12.497

Abstract

Perbedaan paradigma hukum bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk disandingkan dan dapat digunakan sebagai pisau analisis dalam menyelesaikan permasalahan hukum sekaligus mewujudkan hukum yang berkeadilan di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan pemahaman mendalam tentang aliran filsafat hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain library research, dengan cara mengumpulkan dan menganalisis sumber data untuk diolah dan disajikan dalam bentuk laporan penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah Positivisme hukum digunakan untuk menunjuk pada konsep hukum sebagai komando pemikiran hukum di bawah komando John Austin. Perspektif filsafat hukum dengan menggeser paradigma positivisme ke konstruktivisme. Tujuannya agar sistem hukum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yakni pranata sosial, institusi keadilan, pengendali sosial, mekanisme pengintegrasi sosial dan rekayasa sosial.
Implikasi Penerapan Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Pelaksanaan Administrasi Pemerintah Doharman Lumban Tungkup; Fadjrin Wira Perdana; Irwan Irwan; Surnata Surnata; Wahyudi Siswanto
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 3 No. 08 (2022): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.59 KB) | DOI: 10.59141/jiss.v3i08.664

Abstract

Indonesia as a state of law, it is not surprising that the issuance of new laws is often carried out, either through laws, regulations, regional regulations or other things. One of the hotly discussed regulations is the Job Creation Act. The existence of the job creation law certainly provides changes to the previously applicable regulations so that the government must be able to adapt quickly. For this reason, this research was conducted to determine the implications of the implementation of the Job Creation Act on the implementation of government administration. The research approach used is qualitative with a normative juridical type, namely through a literature review. In addition, data collection techniques are also through interviews, observation and distributing questionnaires to selected respondents through purpose sampling techniques. The result of this research is that the implementation of the Job Creation Act has implications for the implementation of government administration, specifically in the areas of authority, discretion, electronic decisions, and positive fictitious.