Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar Typhi dan Paratyphi, dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Transmisi terjadi melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. Artikel ini bertujuan untuk meninjau aspek etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan demam tifoid, serta membahas peran rasio neutrofil-limfosit (NLR) dalam menilai keparahan penyakit. Metode: Kajian ini dilakukan berdasarkan telaah pustaka dari berbagai literatur terkini dan sumber referensi primer yang relevan terkait patogenesis, diagnosis laboratorium (biakan darah, tes Widal, Tubex, dan PCR), serta terapi medikamentosa dan non-medikamentosa demam tifoid. Hasil: Demam tifoid menunjukkan gejala progresif mingguan, termasuk demam tinggi, gangguan gastrointestinal, dan komplikasi sistemik bila tidak ditangani. Diagnosis dini melalui biakan darah dan metode molekuler sangat penting untuk outcome klinis yang baik. Antibiotik seperti sefalosporin generasi III dan azitromisin menjadi pilihan utama pengobatan. NLR berpotensi sebagai indikator inflamasi sistemik dan keparahan penyakit. Kesimpulan: Penanganan komprehensif demam tifoid meliputi terapi antimikroba, edukasi kesehatan, dan pencegahan melalui perbaikan sanitasi dan vaksinasi. Rasio NLR dapat digunakan sebagai biomarker tambahan dalam evaluasi infeksi tifoid secara klinis.