I Ketut Sariada, I Ketut
Institut Seni Indonesia Denpasar

Published : 51 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

PENGGABUNGAN DUA GENRE TARI KE DALAM BENTUK KAKEBYARAN Pratama, Putu Angga; Sariada, I Ketut; Cerita, I Nyoman
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 1 No 2 (2021): Terbitan Kedua Bulan Oktober tahun 2021
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.111 KB) | DOI: 10.59997/journalofdance.v1i2.869

Abstract

Kebyar Jang is a dance creation originating from Truna Jaya Dance and Rejang Sacred Lanang Dance. The two dance genres have different characteristics and movement patterns, then the creators combine them to produce a new dance creation using a theme of spirit combination. The purpose of the creation of the Kebyar Jang dance is to preserve and introduce the arts in the Buleleng area, especially dance.This dance creation uses the angripta-sasolahan method by I Kt. Suteja with stages: ngarencana, nuasen, makalin, nelesin and ngebah. Ngarencana is done by observing, thinking, and imagining the creative resources used. Nuasen is a ritual ceremony before improvising the movement by performing prayers followed by all the dancers. Makalin is done by selecting the supporting the elements of creation and improvising the motion. Nelesin is a stage of formation which is done by summarizing the results of improvised motion that have been obtained. Ngebah is the first stage of the performance to find out the form of creation and get the results of the evaluation. Using the theory of imagination, symbols and aesthetics to assist in the creation process.This dance creation is packaged in the form of the kakebyaran dance which is danced by 6 male dancers using a fan property. Using makeup and clothing a combination of the rejang dance and the kakebyaran dance. Accompanied by the gamelan Semarandhana that can support the atmosphere of each structure that is displayed.Keywords: Kebyar Jang, Kakebyaran Dance, Truna Jaya Dance, Rejang Sacred Lanang Dance.
Tari Kreasi Ghni Petak Wiguna, I Made Adhi; Sariada, I Ketut; Negara, I Gede Oka Surya
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 2 No 2 (2022): Terbitan Kedua Bulan November tahun 2022
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1920.958 KB) | DOI: 10.59997/journalofdance.v2i2.1878

Abstract

Purana Pura Dalem Ped Nusa Penida mengisahkan tentang kesaktian dan kekuasaan dari seorang raja bernama Dalem Dukut yang memiliki api putih api putih atau Ghni Petak dalam dirinya. Makna dari cerita ini adalah perwujudan nyata dari kesaktian Gnhi Petak yakni berupa wong samar. Fenomena cerita ini sangat unik dan menarik untuk dituangkan ke dalam bentuk tari kreasi baru, karena pada dasarnya seorang pemimpin yang berkuasa seperti Dalem Dukut bukanlah apa-apa tanpa adanya dukungan berupa kekuatan yang besar dari para rencangnya (wong samar). Berangkat dari hal tersebut, maka diciptakanlah tarian kreasi baru berjudul Ghni Petak.Proses penciptaan karya tari Ghni Petak, menggunakan metode penciptaan Mencipta Lewat Tari oleh Y. Sumandiyo Hadi yang menjelaskan tentang penjajagan, percobaan dan pembentukan. Untuk memperkuat dan memperjelas hasil karya ciptaan ini digunakan teori imajinasi, yaitu mengimajinasikan karakter Dalem Dukut dengan kekuatannya yang luar biasa sesuai dengan interpretasi pencipta namun tetap berpedoman pada purana yang digunakan sebagai sumber kreatif. Karya tari. Ghni Petak adalah sebuah karya tari kreasi yang menginterpretasikan tentang kesaktian dari seorang raja bergelar Dalem Dukut yang memiliki kesaktian Ghni Petak atau api putih dalam dirinya dan apabila diwujudkan secara nyata berupa wong samar. Karya tari Ghni Petak ditarikan oleh tujuh orang penari putra dan diiringi dengan perpaduan instrumen Gong Kebyar dan Semara Pagulingan menggunakan style babonangan. Kata kunci : Ghni Petak, kesaktian, wong samar
TARI JEJAK AJI Udayana, Dewa Made Arta Subawa; Sariada, I Ketut; Kasih, Kasih
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 3 No 1 (2023): Terbitan Kesatu Bulan Juni tahun 2023
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/journalofdance.v3i1.2373

Abstract

Abstrak JEJAK AJI, sebuah konsep yang menggambarkan peristiwa pengalaman empiris penata yang berisikan tentang sebuah pembelajaran seorang ayah sebagai sosok guru dijadikan inspirasi terwujudnya garapan. Lahirnya garapan ini didasari atas keinginan penata untuk mengenang sosok ayah yang telah berpulang ke hadapan Tuhan yang dikemas ke dalam penyajian karya seni tari. Pendekatan yang digunakan adalah tari kontemporer dengan tetap mempertahankan aspek lokal jenius sebagai ciri berinovasi, originalitas, dan beridentitas. Garapan ini ditarikan oleh 2 orang penari putra yang diiringi dengan menggunakan instrumen musik MIDI, dengan tetap mempertahankan suasana sesuai tema yang ditentukan yakni kehidupan. Teori penciptaan yang digunakan adalah teori imajinasi yang lebih mengutamakan wilayah tafsir dalam melihat fenomena yang dijadikan objek penciptaan. Terwujudnya garapan ini bertujuan untuk memberikan rangsangan baru dalam berkreativitas baik dari segi konsep, tema, dan sajian garapan. Kata Kunci: JEJAK AJI, Pengalaman, Kehidupan Sosial.
Edukasi Dasar Tari Bali Perempuan oleh Ni Ketut Arini Komang Indah Parasari; I Ketut Sariada; Ni Nyoman Manik Suryani
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 3 No 2 (2023)
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Judul penelitian ini adalah Edukasi Dasar Tari Bali Perempuan oleh Ni Ketut Arini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara penerapan edukasi dasar tari Bali perempuan kepada anak-anak di Sanggar Warini. Untuk mendapatkan ilmu tentang edukasi dasar tari Bali perempuan setelah pelaksanaan magang di Sanggar Warini. Ingin membagikan ilmu tentang edukasi dasar tari Bali perempuan di masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif, yaitu memperoleh data secara objektif sehingga mampu mendeskripsikan objek yang diteliti. Selain menggunakan metode deskriptif penulis juga menggunakan pendekatan kualitatif yaitu, menjelaskan dan menganalisis fenomena, peristiwa dengan menuangkannya ke dalam tulisan. Pelaksanaan edukasi dasar tari Bali perempuan oleh Ni Ketut Arini melalui beberapa tahapan sebagai berikut, tahap pertama melakukan gerak-gerak dasar tari Bali perempuan seperti agem, tandang, tangkis dan tangkep. Tahap kedua menarikan jenis tari yang diajarkan seperti Tari Pendet, Tari Panyembrama, Tari Legong Keraton Lasem, Tari Margapati, Tari Puspanjali, Tari Baris Tunggal, Tari Gopala, Tari Wirayuda dan Tari Oleg Tamulilingan. Adapun faktor pendukung edukasi dasar tari Bali perempuan oleh Ni Ketut Arini yaitu peran aktif pendiri Sanggar Warini, adanya interaksi yang baik antara pelatih dengan peserta didik, proses pembelajaran yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai. Faktor penghambat edukasi dasar tari Bali oleh Ni Ketut Arini yaitu pola perilaku pelatih dengan peserta didik yang terkadang sulit diatur. Kata Kunci : Edukasi, Ilmu, Metode, Pelaksanaan
Megumi Chaksu: Sebuah Transformasi Kecantikan Sinar Matahari Dalam Bentuk Karya Tari Devi, Putu Rismayuni; Sariada, I Ketut; Satyani, Ida Ayu Wayan Arya
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 4 No 1 (2024): Jurnal IGEL Vol 4 No 1 2024
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jijod.v4i1.3391

Abstract

Tari Megumi Chaksu adalah sebuah tari kreasi baru dengan menjadikan Amaterasu, Dewi Matahari dalam Mitologi Jepang sebagai sumber kreatif penciptaan. Penata mencoba mentransformasikan mengenai akulturasi budaya antara Jepang dan Bali dengan mengimplementasikan sudut pandang penata dalam hal gerak, musik, tata rias, dan tata busana. Penciptaan Tari Megumi Chaksu menggunakan metode penciptaan Panca Sthiti Ngawi Sani yang dibuat oleh Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST, MA. yang meliputi: Ngawirasa, Ngawacak, Ngarencana, Ngawangun, dan Ngebah. Tari ini dibawakan secara kelompok dengan karakter putri halus menggunakan 7 orang penari perempuan dengan struktur tari, bagian 1 menggambarkan kecantikan Amaterasu, bagian 2 menggambarkan sinar matahari yang dipancarkan oleh Amaterasu, dan bagian 3 menggambarkan pemujaan terhadap Amaterasu. Durasi karya ini adalah 11 menit dengan menggunakan pendekatan persandingan laras utama pada gamelan Semarandana yang dikolaborasikan dengan beberapa instrumen Jepang dan efek dari sample bunyi dengan media aplikasi Musical Instrumen Digital Interface (MIDI). Menggunakan tata rias dan tata  busana dari perpaduan antara Jepang dan Bali. Properti payung dan kipas panjang  led juga sangat berperan penting untuk mendukung kesuksesan dan menunjang estetika dari karya Tari Megumi Chaksu.
TARI LEGONG TINUT Ni Made Ayu Kesuma Dewi; I Ketut Sariada; Ida Ayu Wayan Arya Satyani
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 5 No 2 (2025): Jurnal IGEL: Journal Of Dance VOL.5 NO.2, Oktober 2025
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jijod.v5i2.6073

Abstract

Abstrak Tari Legong Tinut merupakan tari kreasi palegongan yang dikembangkan dari gerak tari legong dan kisah mitos awal mula Pura Peti Tenget, di Desa Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Pemilihan mitos sebagai sumber kreatif mengantarkan proses kreatifnya pada kebaruan lakon dan kebaruan gerak yang terinspirasi dari tokoh dalam mitos serta jejak artefak yang ada di Pura Petitenget. Penciptaan Tari Legong Tinut mengacu pada rumusan masalah penciptaan: 1) bagaimana proses kreatif penciptaannya, 2) bagaimana wujud karyanya, 3) apa pesan yang disampaikan. Tujuan penciptaanya untuk memperkenalkan dan melestarikan mitos dalam bentuk karya seni tari kreasi palegongan dan mengayakan khasanah penciptaan tari legong kreasi di Bali. Metode penciptaan yang digunakan adalah angripta sasolahan dikemukakan oleh I Kt Suteja. Tahapannya meliputi ngerencana (merancang), nuasen (ritual awal), makalin (pemilahan gerak dan improvisasi), nelesin (merapikan), dan ngebah (pementasan perdana). Tema karya mengangkat kesetiaan dan ketaatan Bhuto Ijo terhadap janji tugasnya untuk menjaga peti pacanangan Dang Hyang Dwijendra. Tari ini dibawakan oleh tujuh orang penari putri dengan iringan tari gamelan semar pagulingan saih pitu. Karya berdurasi 13 menit dengan struktur: pangawit (penokohan Dang Hyang Dwijendra di tengah hutan), batel maya (penyerahan peti pecanangan), papeson (menggambarkan perawakan Bhuto Ijo, terinspirasi dari sikap togog Bhuto Ijo di Pura Petitenget), pangawak (menonjolkan keagungan Bhuto Ijo), pangecet (menggambarakan gerak-gerik kewaspadaan dan kedatangan masyarakat) dan pakaad (menggambarkan grubug yang disebabkan oleh kekuatan Bhuto Ijo dan pesan Dang Hyang Dwijendra untuk masyarakat Desa Adat Kerobokan). Terciptanya Tari Legong Tinut diharapkan kearifan lokal dan kesakralan lingkungan Pura Petitenget dapat terjaga dari generasi ke generasi. Kata Kunci: Legong Tinut, Kesetiaan, Bhuto Ijo
Estetika Adegan Bondres Wayang Tantri oleh Dalang I Wayan Wija Wicaksandita, I Dewa Ketut; Sariada, I Ketut; Santosa, Hendra
PANGGUNG Vol 30 No 1 (2020): Polisemi dalam Interpretasi Tradisi Kreatif
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v30i1.1146

Abstract

ABSTRACTBebondresan is a scene that is raised in order to entertain the audience. The scene of the bonding on theTantri puppet play Bhagawan Kundala Nangun Yadnya by Dalang Wija was brought up with a varietyof creativity that no other Dalang had ever done. This gave rise to appreciation in the form of applausefrom the audience who indicated the fulfillment of the wonderful taste of the aesthetic values that emerged.The main purpose of this research is to find out the aesthetics of the bebondresan scene. The researchmethod in the form of observation, interviews and documentation is the source of data acquisition by theauthor, which is then reduced and analyzed using instrumental aesthetic theory and aesthetic theoriesof aesthetics. The results of this study later found that the form of the bondres scene was formed visuallyin the form of three puppet Bondres namely, men holding drums, sexy women and agile old women,the structure consisted of three two-dimensional leather puppets, a drum and tambourine combinedthrough puppet play patterns, musical instruments and vocal wayang dialogues. The aesthetics of theBondres scene lies in, (1) ‘interrelations’, namely wholeness which is seen from the interrelationship,integration and harmony in the elements forming the scene; (2) ‘complexity’ that is interwoven betweenthe elements in the structure that are staged through complex playing patterns; (3) ‘prominence’ whichis the presentation of the results of the achievement of creativity by Dalang Wija which is seen from thecharacteristics of the artwork, the background of the mastermind’s abilities and his motivation.Keywords: Bondres Scene, Wayang Tantri, I Wayan WijaABSTRAKAdegan bondres merupakan sebuah adegan yang dimunculkan dengan tujuan untukmenghibur penonton. Adegan bondres pada wayang Tantri lakon Bhagawan Kundala NangunYadnya oleh Dalang Wija dimunculkan dengan beragam kreativitas yang tidak pernahdilakuakn Dalang lain. Hal ini memunculkan apresiasi berupa tepuk tangan dari penoton yangmengindikasikan terpenuhinya rasa nikmat indah atas nilai estetis yang muncul. Tujuan utamapenelitian ini ialah untuk mengetahui estetika dari adegan bebondresan. Metode penelitianberupa observasi, wawancara dan dokumentasi menjadi sumber perolehan data oleh penulisyang selanjunya direduksi dan dianlisis menggunakan teori estetika instrumental dan teoriestetika sifat estetis. Hasil penelitian ini selajutnya menemukan bahwa wujud adegan bondresini terbentuk secara visual berupa tiga wayang bondres yaitu, pria memegang kendang, wanitasexy dan wanita tua lincah, strukturnya terdiri atas tiga buah wayang kulit dua dimensi, sebuahkendang dan tamborin yang dikombinasi melalui pola bermain wayang, alat musik dan vokaldialog wayang. Estetika adegan bondres ini terletak pada, (1) ‘keterkaitan’ yaitu keutuhan yangdilihat dari keterkaitan, keterpaduan dan harmoni pada elemen-elemen pembentuk adegan;(2) ‘kerumitan’ yang terjalin di antara elemen-elemen pada struktur yang dipentaskan melaluipola bermain yang kompleks; (3) ‘penonjolan’ yaitu presentasi hasil pencapaian kreativitasoleh Dalang Wija yang dilihat dari ciri-ciri karya seni, latar belakang kemampuan dalang danmotivasinya.Kata Kunci: Adegan Bondres, Wayang Tantri, I Wayan Wija
Analisis Ekosistem Seni Raprock United Bali Ricky Fernando; I Wayan Mudra; I Ketut Sariada
Jurnal Riset Rumpun Ilmu Bahasa Vol. 4 No. 2 (2025): Agustus : Jurnal Riset Rumpun Ilmu Bahasa
Publisher : Pusat riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jurribah.v4i2.5315

Abstract

Raprock United Bali is an important music community that plays a significant role in preserving and promoting the rap rock genre in Bali. Since its formation in 2015, this community has served as a platform for musicians and rap rock enthusiasts to create, collaborate, and maintain the genre's presence amid shifting musical preferences within society. This study aims to analyze the role of Raprock United Bali within the cultural, social, economic, educational, and legal ecosystems, as well as the community's strategies for addressing various challenges. Using a descriptive qualitative method, data was collected through interviews with community members and literature analysis. The research findings indicate that Raprock United Bali has a strong cultural ecosystem through regular activities such as RAPROCK NIGHT and the production of the compilation album “ROKIN RAPROCK,” supported by local sponsors. In the social ecosystem, this community strengthens solidarity among members and builds connections with audiences through music events that also impact the local economy. Additionally, the community contributes to knowledge transfer and musical skill development, making it an informal educational platform for its members. Awareness of copyright protection and licensing regulations is also a crucial aspect of the community's legal sustainability. In conclusion, Raprock United Bali is not only a driving force in the music scene but also creates a significant impact on Bali's cultural ecosystem and society, making it an inspiring model for other art communities in Indonesia.
ART ECOSYSTEM OF THE HGATERI TRADITIONAL MUSIC GROUP IN JAYAPURA PAPUA Kaiway, Yudhi Aji Ristanto; Mudra, I Wayan; Sariada, I Ketut
Proceeding Bali-Bhuwana Waskita: Global Art Creativity Conference Vol. 4 (2024): Proceedings Bali-Bhuwana Waskita: Global Art Creativity Conference
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/bbwp.v4i1.604

Abstract

This study looks at the world of traditional Papuan music, focusing on the Hgateri group. Hgateri is a traditional music group in Jayapura that keeps Wonti-Waropen music alive and is a symbol of efforts to preserve traditional music in Papua. This research aims to describe the traditional Papuan music ecosystem by studying the Hgateri group. Using a qualitative method, we gathered data through observations, interviews with the group leader, and documents. The results show that Hgateri has found new ways to introduce traditional music to young people. This study looks at how this group works in different areas: culture and society, where Hgateri helps keep their culture alive and brings the Wonti people closer together; economics, where the group has shown that traditional arts can make a steady income; education, where Hgateri helps young people grow and learn; laws, where the group understands the importance of being legal; and technology, where they combine old and new ways to create exciting performances. This research helps us better understand traditional Papuan music and how to keep it alive.
The Aesthetic Value of the Accompaniment Music of the Dance Drama 'The Blessing of Siva-Visvapujita' | Nilai Estetika Musik Iringan Drama Tari “The Blessing of Siva-Visvapujita” Ni Ketut, Dewi Yulianti; Sariada, I Ketut; Marajaya, I Made
GHURNITA: Jurnal Seni Karawitan Vol 4 No 3 (2024)
Publisher : Pusat Penerbitan LPPMPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jurnalsenikarawitan.v4i3.3724

Abstract

Music is an art form consisting of sounds arranged in certain patterns to produce compositions containing harmony, melody, and rhythm. Accompaniment music accompanies an activity or event, such as art performances, dances, dance dramas, films, ceremonial events, or daily activities. This paper aims to find aesthetic values in the musical accompaniment influences the dance drama The Blessing of Siva-Visvapujita and find out how the musical accompaniment influences the interpretation and delivery of the story in the dance drama The Blessing of Siva-Visvapujita. This research applies a qualitative descriptive method, which consists of three stages, namely (1) Data collection, (2) Data analysis, and (3) Presentation of analysis results. This research shows that the musical accompaniment to the dance drama The Blessing of Siva-Visvapujita contains aesthetic values with unique melodic beauty and harmony, as well as rhythm and dynamics that suit the storyline and character traits. Synchronization with the dance choreography creates a harmonious experience while expressing emotion and atmosphere through music enriches the aesthetic dimension. The use of MIDI technology brings innovation to the listening experience. Music also plays an important role in creating atmosphere, highlighting emotions and conflict, and strengthening the narrative in the performance as a whole.