Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

Diagnosis dan Penatalaksanaan Ventilator-Associated Pneumonia Anna Rozaliyani; Boedi Swidharmoko
Majalah Kedokteran UKI Vol. 27 No. 1 (2010): JANUARI – MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33541/mkvol34iss2pp60

Abstract

Abstrak Ventilator-associated pneumonia (VAP) atau pneumonia terkait penggunaan ventilator masih menjadi masalahdalam penatalaksanaan pasien pengguna ventilasi mekanis. Kejadian VAP dihubungkan dengan meningkatnyamorbiditas, lama rawat di rumah sakit atau ICU serta biaya yang harus dikeluarkan pasien. Etiologi VAP sangatbervariasi, hal itu berdasarkan atas populasi pasien, lama rawat di rumah sakit serta terapi antimikrobasebelumnya. Identifikasi segera pasien terinfeksi dan pemilihan antimikroba yang tepat berperan penting dalampenatalaksanaan. Pemilihan terapi antimikroba awal hendaknya didasarkan atas flora paling dominan yangbertanggungjawab terhadap terjadinya VAP pada tiap pusat perawatan, jenis ruang rawat, data laboratoriumpemeriksaan langsung bahan klinis paru, aktivitas antimikroba serta karakteristik farmakokinetiknya. Kata kunci : ventilator-associated pneumonia, diagnosis, penatalaksanaan, pemilihan antimikroba Abstract Ventilator-associated pneumonia (VAP) continues to complicate the management of patients receiving mechanical ventilation (MV). The VAP is associated with excess morbidity, increasing intensive care unit (ICU)/hospital stay and patient costs. The etiologic agents widely differ depend on the population of patients, duration of hospital stay and prior antimicrobial therapy. Rapid identification of the infected patients and accurate selection of the antimicrobial agents represent important clinical goals. Selection of the initial antimicrobial therapy should be based on the predominant flora responsible for VAP at each institution and clinical setting. Furthemore, the information provided by direct examination of pulmonary secretions. Finally, it should also be based on the antimicrobial agents activities and their pharmacokinetic characteristics. Keywords: ventilator-associated pneumonia, diagnosis, management, antimicrobial therapy
Kriptokokosis Meningeal: Epidemiologi Berbasis Molekular, Manifestasi Klinis dan Luarannya Robiatul Adawiyah; Anna Rozaliyani; Retno Wahyuningsih
Majalah Kedokteran UKI Vol. 35 No. 2 (2019): APRIL - JUNI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33541/mkvol34iss2pp60

Abstract

Abstrak Cryptococcus sp. sebagai penyebab kriptokokosis meningeal telah banyak diteliti di dunia, tetapi epidemiologi molekular, manifestasi klinis, penegakan diagnostik dan luaran klinisnya belum dibahas secara komprehensif. Tujuh nama baru Cryptococcus sp. telah diusulkan dan berdasarkan hal itu penyebarannya bervariasi di beberapa negara. Cryptococcus. gattii masih lebih terbatas area penyebarannya dibandingkan C. neoformans. Keragaman genotipe dapat diperoleh baik dalam satu negara maupun pada satu pasien kriptokokosis meningeal. Manifestasi klinis yang mucul berbeda-beda, namun utamanya adalah sakit kepala, demam dan penurunan kesadaran. Prosedur diagnosis dapat dipilih mulai dari pemeriksaan konvensional hingga uji berbasis molekular dan protein. Luaran klinis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya beban jamur, penyakit dasar, status imun pasien, diagnosis dini, serta ketersediaan obat. Kata Kunci: Cryptococcus, kriptokokosis, spesies, aspek klinik. Abstract Cryptococcus sp. as the cause of meningeal cryptococcosis had been widely studied around the world. But its molecular epidemiology with clinical manifestations, diagnostic procedures and clinical outcomes have not been comprehensively discussed. Seven new names for Cryptococcus sp. have been proposed and the distribution varies in several countries. However, C. gattii is still more restricted in area than C. neoformans. Genotype diversity was obtained in both one country and in one patient meningeal cryptococcosis. The clinical manifestations that appear are different, however the main ones are headache, fever and decreased consciousness. Diagnosis procedures could be carried out from conventional to molecular and protein-based. Clinical outcomes are influenced by several factors, including fungal load, underlying disease, patient’s immune status and early doagnosis as well as the availability of drugs.Key words: Cryptococcus, molecular epidemiology, clinical aspects
Tinjauan Etik Penyampaian Diagnosis HIV/AIDS pada Pihak Ketiga Pukovisa Prawiroharjo; Febriani Endiyarti; Zubairi Djoerban; R Sjamsuhidajat; Broto Wasisto; Frans Santosa; Rianto Setiabudi; Ghina Faradisa Hatta; Anna Rozaliyani
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.938 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v3i2.34

Abstract

Terdapat peningkatan prevalensi HIV/AIDS maupun jumlah pasien yang mendapatkan diagnosis HIV/AIDS di Indonesia. Sangat disayangkan, diagnosis ini seringkali dikaitkan dengan stigma bahwa penyakit ini menular secara seksual, walaupun banyak kasus yang tidak demikian adanya. Muncul pertanyaan yang sering menimbulkan konflik etis pada dokter, yakni apakah dokter boleh membuka diagnosis HIV pasiennya kepada pihak ketiga, antara lain pihak perusahaan yang membiayai pemeriksaan, pihak asuransi yang membiayai pengobatan, atau pasangan dan keluarga. Tinjauan etik ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada sejawat dalam praktik seharihari terkait dilema etis ini. Secara umum, informasi medis terkait HIV/AIDS dapat diberikan kepada pihak ketiga sesuai yang diperbolehkan UU seperti atas kemauan pasien sendiri, demi kebaikan kesehatan pasien, atas perintah pengadilan, atau dalam situasi dilema etis dengan argumentasi nilai etis keadilan untuk membuka informasi lebih tinggi dibandingkan nilai etis menghargai otonomi pasien, yakni demi mencegah penularan.
Etika Menangani Komplain Pasien/Keluarganya pada Konteks Layanan Gawat Darurat dan Elektif Pukovisa Prawiroharjo; Ghina Faradisa Hatta; Anna Rozaliyani; Fadlika Harinda; Prijo Sidipratomo
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.621 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v4i1.40

Abstract

Ketika perlakuan dokter dalam konteks layanan kesehatan tidak memenuhi ekspektasi pasien/keluarganya, maka komplain akan muncul. Tidak jarang terdapat kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan pertimbangan klinis yang melatarbelakangi perlakuan dokter terhadap pasien. Dalam konteks emergensi, pemusatan perhatian tenaga kesehatan untuk menangani komplain dapat membawa risiko tambahan terhadap pasien yang membutuhkan penanganan gawat darurat. Untuk itu, manajemen rumah sakit perlu untuk membentuk tim khusus penanganan komplain. Dalam menangani komplain, dokter disarankan untuk mendengarkan keluhan terlebih dahulu sebelum memberikan respons, mengingat komplain adalah sarana evaluasi pelayanan yang baik.
Celetukan Beracun: Pendiskreditan Dokter pada Second Opinion Muhammad Yadi Permana; Fadlika Harinda; Azharul Yusri; Anna Rozaliyani
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.397 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v3i2.35

Abstract

Tidak jarang pasien berpindah dokter dalam upaya mendapat informasi medis mengenai penyakit yang dideritanya. Informasi yang disampaikan secara kurang tepat oleh dokter lainnya dapat menimbulkan ketidakpercayaan pasien terhadap dokter yang dikunjungi sebelumnya. Di sisi lain, praktik kedokteran bersifat kompleks dan dalam menghadapi kasus berbagai pendekatan dapat dilakukan. Perbedaan antar literatur juga memperkaya khasanah pendekatan klinis. Dalam menghadapi kasus seperti ini, nilai kesejawatan harus dijunjung. Seorang dokter harus menjaga martabat dan keluhuran profesi dengan mengedepankan nilai kesejawatan. Apabila dokter merasa janggal terhadap pendekatan medis yang dilakukan oleh teman sejawatnya, tidak boleh langsung mengutarakan kepada pasien yang awam dan berisiko tinggi untuk salah menginterpretasi informasi tersebut. Dokter perlu berkomunikasi pribadi dengan teman sejawat yang bersangkutan untuk mengingatkan teman sejawatnya bila hal yang dilakukan berpotensi menimbulkan kerugian. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dapat berperan sebagai mediator dalam melakukan pembinaan profesi agar tidak terjadi pelanggaran etik terkait dengan perilaku kesejawatan.
Tinjauan Etik Pembukaan Rahasia Medis dan Identitas Pasien pada Situasi Wabah Pandemi COVID-19 dan Kaitannya dengan Upaya Melawan Stigma Pasien Positif Rulliana Agustin; Anna Rozaliyani; Ghina Faradisa Hatta; Pukovisa Prawiroharjo
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4, No 2 (2020)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26880/jeki.v4i2.46

Abstract

Surveilans kesehatan masyarakat merupakan hal dasar yang perlu dilaksanakan pada kejadian wabah penyakit menular. Akan tetapi, pembukaan rahasia medis yang dikumpulkan pada kondisi wabah (termasuk nama, alamat, diagnosis, riwayat keluarga, dan sebagainya) tanpa persetujuan pasien dapat berisiko bagi individu yang bersangkutan. Penanganan data tersebut perlu dilakukan secara hati-hati karena individu terkait dapat menghadapi stigmatisasi maupun diskriminasi bila informasi terkait dirinya, terutama data dengan hasil tes positif, bocor ke publik. Maka dari itu, pengaturan dan panduan penggunaan pembukaan rahasia medis dalam kondisi wabah penyakit menular memerlukan pendalaman etik yang baik. Terdapat beberapa peraturan dan panduan yang mengatur kerahasiaan pasien dalam kondisi wabah. Regulasi hukum serupa pun juga ditemukan pada negara lainnya, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Tata Laksana Sidang MKEK Membuat Fatwa Etik Kedokteran Yuli Budiningsih; Pukovisa Prawiroharjo; Anna Rozaliyani; Wawang Sukarya; Julitasari Sundoro
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.749 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.25

Abstract

Dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Ikatan Dokter Indonesia (AD/ART IDI) 2015, wewenang untuk membuat fatwa etik kedokteran dimandatkan tunggal kepada Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat. Dengan demikian, kepengurusan MKEK Pusat 2015-2018 merupakan kepengurusan pertama yang menerima mandat ini. Dalam perjalanannya ternyata sistem yang ada belum efektif, karena tata cara persidangan pembuatan fatwa belum diatur dalam Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja (Ortala) MKEK. Dalam upaya perbaikan Ortala diusulkan agar kewenangan pembuatan fatwa etik kedokteran  dilakukan satu pintu melalui MKEK Pusat dan dimandatkan ke divisi khusus, yang akan membuat fatwa setelah melakukan proses kajian etik ilmiah terlebih dahulu. Sidang fatwa etik kedokteran akan mengundang para penulis kaji etik ilmiah, organisasi profesi yang berkepentingan, dan minimal tiga orang tokoh masyarakat yang terkait. Fatwa yang dibuat bersifat mengikat serta dapat menjadi materi dan bahan pertimbangan dalam sidang pembinaan dan kemahkamahan MKEK. Walaupun demikian, fatwa ini tidak bersifat sakral dan sangat terbuka dengan perubahan.
Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter Terlapor dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Etik Kedokteran Anna Rozaliyani; Broto Wasisto; Nurfanida Librianty
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.118 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.19

Abstract

Jika seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran, maka Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang merupakan badan otonom di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan memanggil dokter yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi dan/atau mempertanggungjawabkan perilakunya tersebut. Apabila dokter teradu tidak dapat hadir tanpa alasan yang jelas setelah tiga kali pemanggilan, maka penanganan kasus dapat dilanjutkan tanpa kehadiran dokter teradu (in absentia). Walaupun persidangan in absentia memastikan keberlanjutan pencapaian keadilan, proses persidangan ini juga masih mengundang kontroversi. Tanpa kehadiran dokter teradu, maka dokter tersebut kehilangan haknya untuk membela diri secara langsung. Untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak bagi dokter teradu dan mencapai hasil persidangan yang adil, maka perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut untuk menetapkan persyaratan dan pelaksanaan persidangan in absentia.
Bullying (Perundungan) di Lingkungan Pendidikan Kedokteran Anna Rozaliyani; Broto Wasisto; Frans Santosa; R Sjamsuhidajat; Rianto Setiabudy; Pukovisa Prawiroharjo; Muhammad Baharudin; Ali Sulaiman
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.152 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v3i2.36

Abstract

Dalam lingkungan pendidikan kedokteran, bullying atau perundungan masih kerap terjadi. Korban perundungan umumnya peserta didik atau junior, sedangkan pelaku perundungan antara lain pendidik dan senior. Perundungan merupakan bentuk pelanggaran etik dasar dan hak asasi manusia, yang dapat berdampak buruk terhadap peserta didik, lingkungan kerja, maupun kualitas pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan upaya komprehensif dengan menyertakan berbagai pihak terkait guna mencegah dan menghentikannya. Perbaikan kurikulum pendidikan yang mengutamakan prinsip kesetaraan dan etika kesejawatan, diharapkan dapat mencegah dan menghentikan tindakan perundungan secara bertahap dan sistematis.
Pengelolaan Surat Menyurat Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Putri Dianita Ika Meilia; Anna Rozaliyani; Nurfanida Librianty
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 3 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.7 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i3.26

Abstract

Sebagai badan otonom Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang bertanggung jawab dalam penerapan etika kedokteran, ketertiban administratif adalah sangat penting bagi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), terutama karena banyak berurusan dengan masalah sensitif dan rahasia yang menyangkut hajat hidup teman sejawat dan kewibawaan MKEK maupun IDI. Oleh karena itu, MKEK sudah sepatutnya memiliki aturan tentang pengelolaan surat menyurat untuk melancarkan komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak dan agar tertib secara administratif. Setiap MKEK wilayah/cabang hendaknya memiliki aturan internal tentang pengelolaan surat menyurat, yang dapat dibuat dengan merujuk ke Standar Prosedur Operasional yang telah dibuat oleh MKEK Pusat.
Co-Authors Abul A'la Al Maududi Adrir, Mutia Syarifah Agus Dwi Susanto Agus Purwadianto Agustin, Heidy Ali Sulaiman Alvin Kosasih Ammar Abdurrahman Hasyim Anna Ujainah Anna Ujainah, Anna Annisa Mulia Anasis Anwar Jusuf Arief Riadi Arifin Arifin Nawas Arifin Nawas Arifin, Arief Riadi Ary Indriana Savitri Asiyah Taqiyya Fakhrur Razi Azharul Yusri Aziziah, Aziziah Bahtiar Husain Bambang Dwi Hasto Baskoro, Hario Boedi Swidharmoko Broto Wasisto Budi Prasetyo Budi Prasetyo C. Martin Rumende, C. Martin Christy Efiyanti Damayanti, Triya Denny Grecius Siregar Dewi Rizki Agustina Dewi Rizki Agustina, Dewi Rizki Diah Handayani Djatikusumo, Ari Dodi Sudiana Elisna Syahruddin Elqowiyya, Aqidatul Islamiyyati Erlang Samudro Erlina Burhan Evy Yunihastuti Fadlika Harinda Faisal, Hana Khairina Putri Fariz, Nurwidya Febriani Endiyarti Findra Setianingrum Findra Setianingrum Findra Setianingrum Frans Santosa Ghina Faradisa Hatta Hansel Tengara Widjaja Hario Baskoro Hasto, Bambang Dwi Hasyim, Ammar Abdurrahman Henie Widowati Heri Wibowo Heri Wibowo Husain, Bahtiar Ikhwan Rinaldi Indah Kusumawati Susanti Julian Julitasari Sundoro Kartika, Emiliana Kusumowidagdo, Gladys Librianty, Nurfanida Lisnawati Rachmadi Lukman Edwar Malik, Andi Sri Suryani Mardianto, Umar Marissa, Melani Mohammad Baharuddin Muh Ronike Yunus Muhammad Alkaff Muhammad Baharudin Muhammad Yadi Permana Mulyati Mulyati Mulyati Tugiran Oktarina, Caroline Pane, Irene Audrey Davalynn Prijo Sidipratomo Priyanti ZS Pukovisa Prawiroharjo Putri Dianita Ika Meilia Putri Dianita Ika Meilia R Sjamsuhidajat Rani Sauriasari Rani Sauriasari Ratika Rahmasari Retno Wahyuningsih Rianto Setiabudi Rianto Setiabudy Rianto Setiabudy Ridhawati Sjam Ridhawati, Ridhawati Rizki Oktarini Robiatul Adawiyah Robiatul Adawiyah Robiatul Adawiyah Rulliana Agustin Rulliana Agustin Samoedro, Erlang Sandra Widaty Sarah Almira Satria Pratama Satria Pratama Satria Pratama Savitri, Ary Indriana Setianingrum, Findra Sita Andarini Sresta Azahra Theola, Jason Tugas Ratmono Tugas Ratmono, Tugas Tugiran, Mulyati Vincent Pratama Wawang Sukarya Wawang Sukarya Yudantha, Anggun R. Yuli Budiningsih Yunita, Fenny Yuwono, Edho Zahrah Annisa Zaini, Jamal Zubairi Djoerban