Abstrak: Musim kemarau di Kabupaten Sumbawa ditandai oleh tingkat kekeringan yang sangat tinggi, yang berdampak pada terbatasnya ketersediaan pakan ternak. Kondisi ini berpotensi menurunkan produksi sapi, sehingga menghambat pencapaian program NTB Bumi Sejuta Sapi. Desa Poto, Kabupaten Sumbawa, merupakan salah satu daerah dengan produksi jagung yang melimpah berdampak pada meningkatnya jumlah limbah jagung. Produksi jagung yang melimpah menghasilkan limbah dalam jumlah besar, yang umumnya dibakar oleh petani untuk membersihkan lahan, meskipun hal ini menimbulkan polusi. Padahal, limbah jagung masih mengandung nutrisi yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Melalui program pemberdayaan kemitraan masyarakat, dilakukan pelatihan kepada Kelompok Tani Ternak Lenang Rea III untuk mengolah limbah jagung menjadi pakan alternatif menggunakan mesin pencacah (Hammer Mill). Pelatihan ini bertujuan meningkatkan hardskill mitra dalam fermentasi limbah jagung dan formulasi pakan ternak. Meningkatan softskill dalam kesadaran akan pentingnya inovasi, keberlanjutan lingkungan, dan potensi ekonomi dari limbah jagung. Tiga tahapan kegiatan meliputi diskusi, pelatihan pembuatan silase dengan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), dan evaluasi. Hasil evaluasi menunjukkan tingkat kepuasan peserta cukup tinggi dengan skor total setiap variabel berada dalam rentang antara 0,72 hingga 0,88, yang mengindikasikan bahwa nilai pada masing-masing indikator berada pada kategori sedang (medium). Secara keseluruhan, nilai Technology Readiness Index (TRI) sebesar 3,14, menandakan kesiapan moderat dalam menerapkan teknologi pengolahan limbah jagung.Abstract: The dry season in Sumbawa Regency is characterized by very high levels of drought, which impacts the limited availability of animal feed. This condition can potentially reduce cattle production, thus hampering the achievement of the NTB Bumi Sejuta Sapi program. Poto Village, Sumbawa Regency, is one of the areas with abundant corn production, which impacts the increasing amount of corn waste. Abundant corn production produces large amounts of garbage, which farmers generally burn to clear the land, although this causes pollution. Corn waste still contains nutrients that can be used as animal feed. Through the community partnership empowerment program, training was conducted for the Lenang Rea III Livestock Farmers Group to process corn waste into alternative feed using a shredder (Hammer Mill). This training aims to improve the hard skills of partners in corn waste fermentation and animal feed formulation. Increasing soft skills in awareness of the importance of innovation, environmental sustainability, and the economic potential of corn waste. The three stages of activity include discussion, silage-making training using the Participatory Rural Appraisal (PRA) method, and evaluation. The evaluation process involved [specific details about the evaluation process]. The evaluation results showed that the level of participant satisfaction was relatively high, with the total score of each variable ranging from 0.72 to 0.88, indicating that the value of each indicator was in the medium category. Overall, the Technology Readiness Index (TRI) value was 3.14, indicating moderate readiness to implement corn waste processing technology.