Negara mengutamakan perpajakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Di antara banyak pajak yang dilakukan negara, “Pajak Pertambahan Nilai (PPN)” memiliki peran sebagai pajak yang sangat penting dan ditempatkan secara strategis. Sayangnya, potensi pemasukan pajak Indonesia belum mampu dimanfaatkan secara memadai bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Pasalnya, banyak orang pribadi atau wajib pajak yang melakukan kegiatan penipuan atau data fiktif terkait data “pajak pertambahan nilai (PPN)”. Para pelaku mengabaikan semua hukum dan standar yang relevan. Apabila keterangan pada Faktur Pajak atau dokumen yang sejenis itu tidak sesuai dengan fakta sebenarnya tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, maka Faktur Pajak atau dokumen yang sejenis itu tidak memenuhi syarat material atau tidak sah, meskipun telah membayar Pajak Pertambahan Nilai dan sudah memenuhi ketentuan formal. Penetapan sanksi bagi pelanggar pajak berfungsi sebagai saksi utama (primum remedium) dalam upaya menjaga pendapatan negara, sedangkan penahanan dirangkai sebagai pidana yang bersifat ultimatum remedium (senjata pamungkas). Menurut penelitian terhadap “UU No. 16 Tahun 2009 berisi tentang Penerapan Peraturan Perpajakan Terhadap Badan Usaha Penerbit Faktur Pajak”, penghindaran pajak berupa kejahatan administrasi (kalpa) merupakan perbuatan yang diperhitungkan dan disengaja. Kesalahan yang dilakukan oleh pihak yang menerbitkan faktur pajak, pihak yang menggunakan faktur pajak, atau faktur pajak itu sendiri.