Claim Missing Document
Check
Articles

SENTUHAN ADAT DALAM PEMBERLAKUAN SYARIAT ISLAM DI ACEH (1514-1903) zada, Khamami
JURNAL KARSA (Terakreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012) Vol 20, No 2 (2012): Islam, Budaya dan Hukum
Publisher : STAIN PAMEKASAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Artikel ini ingin menguji akar pemberlakuan hukum jinayah (hudud dan kisas) di Aceh pada masa Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903). Terjadi perdebatan, manakah yang diberlakukan di Aceh: syariat Islam (hudud dan kisas) atau hukum adat masyarakat Aceh. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum jinayah pernah diberlakukan pada beberapa masa Sultan Aceh dan pendapat kedua mengatakan bahwa hukum jinayah tidak diberlakukan di Aceh, melain-kan hukum adat yang diberlakukan. Titik singgung pemberlakuan syariat Islam dengan adat di Aceh justru memperlihatkan bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh tidak murni sesuai dengan ketentuan syariah, melainkan terjadi dinamika sosial, yakni masuknya unsur adat ke dalam pemberlakuan syariah.     Abstract This article tends to examine the basis of  jinayah (crime) law implementation in Aceh during the Aceh Darussalam Kingdom period (1496-1903 AD). QanunJinayah is argued by the Acehness, it goes around that which must be implemented the shari’a, Islamic law (hudûd and qishâsh) or customary law (hukum adat) of Aceh society. First side states that jinayah law had ever been valid during the Sultan of Aceh period of time but the second side argues that it was the customary law that had been implemented. It indicates that in Aceh the enforcement of Islamic law does not genuinely match the shari’a provision, in contrast it has been influenced by customary law factor. In brief, there is a social dynamics in the implementation of shari’a.   Kata Kunci: Syariat Islam, Aceh, adat, hudud,dan kisas
Orientasi Studi Islam di Indonesia: Mengenal Pendidikan Kelas Internasional di Lingkungan PTAI Zada, Khamami
INSANIA : Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan Vol 11 No 2 (2006)
Publisher : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1490.939 KB) | DOI: 10.24090/insania.v11i2.179

Abstract

Enthusiasm growth to comprehend the Islam more as “religious tradition that exist”, historical, compared to “set of doctrine” in al-Qur’an and Hadits, finding its momentum in growth of Islamic study in some notable and big university in United States. This then applied in religious Islam colleges. There also shift from more normative character of Islamic study to more historical, sociologic, and empiric one. Second, there’s tendency, broader scientific orientation. If at previously period scholar orientation tends to middle easterly, especially al-Azhar University, in the last two decade looked to be progressively wide of and immeasurable. Because that, nowadays started development of Islamic education instructing at demand of enhancing implementation quality, management, curriculum with the international standard. One of them is by opening international class (Islamic education), that expected can compete in global level..
SENTUHAN ADAT DALAM PEMBERLAKUAN SYARIAT ISLAM DI ACEH (1514-1903) zada, Khamami
KARSA: Journal of Social and Islamic Culture Islam, Budaya dan Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v20i2.42

Abstract

Abstrak: Artikel ini ingin menguji akar pemberlakuan hukum jinayah (hudud dan kisas) di Aceh pada masa Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903). Terjadi perdebatan, manakah yang diberlakukan di Aceh: syariat Islam (hudud dan kisas) atau hukum adat masyarakat Aceh. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum jinayah pernah diberlakukan pada beberapa masa Sultan Aceh dan pendapat kedua mengatakan bahwa hukum jinayah tidak diberlakukan di Aceh, melain-kan hukum adat yang diberlakukan. Titik singgung pemberlakuan syariat Islam dengan adat di Aceh justru memperlihatkan bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh tidak murni sesuai dengan ketentuan syariah, melainkan terjadi dinamika sosial, yakni masuknya unsur adat ke dalam pemberlakuan syariah.     Abstract This article tends to examine the basis of  jinayah (crime) law implementation in Aceh during the Aceh Darussalam Kingdom period (1496-1903 AD). QanunJinayah is argued by the Acehness, it goes around that which must be implemented the shari’a, Islamic law (hudûd and qishâsh) or customary law (hukum adat) of Aceh society. First side states that jinayah law had ever been valid during the Sultan of Aceh period of time but the second side argues that it was the customary law that had been implemented. It indicates that in Aceh the enforcement of Islamic law does not genuinely match the shari’a provision, in contrast it has been influenced by customary law factor. In brief, there is a social dynamics in the implementation of shari’a.   Kata Kunci: Syariat Islam, Aceh, adat, hudud,dan kisas
Pengaturan Pemungutan Cukai Terhadap Minuman Bersoda Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai Rasyid Ridho; Khamami Zada
JOURNAL of LEGAL RESEARCH Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jlr.v2i4.14611

Abstract

Minuman bersoda tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai yang mana saat ini cukai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hanya meliputi cukai hasil tembakau seperti sigaret, cerutu, rokok, cukai atas minuman yang mengandung etil alkohol serta cukai atas etil alkohol atau etanol, sehingga terjadi kekosongan hukum terhadap aturan mengenai cukai minuman bersoda. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan minuman bersoda dan pengendalian cukai terhadap minuman bersoda dalam sistem hukum di Indonesia.Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dan library research dengan melakukan pengkajian dimana bersumber dari buku, jurnal, artikel serta peraturan perundang-undangan yang relevan dengan studi penelitian ini. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statutory approach). Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan metode deskriptif. Metode penulisan penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai minuman bersoda tidak di atur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, padahal dalam kenyataanya minuman bersoda dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan masyarakat. Pemerintah tidak memberikan perlindungan kepada masyarakat akibat tidak adanya hukum yang mengatur dan menyebabkan terjadinya kekosongan hukum. Pemerintah juga tidak mengendalikan peredaran konsumsi minuman bersoda yang mana konsumsi terhadap minuman bersoda pun meningkat dan dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan sehingga dapat menyebabkan penyakit berat seperti osteoporosis, kanker, obesitas dan tentunya dapat merusak generasi bangsa. 
The Rohingya’s Muslim Asylum Seekers in Southeast Asia: From National to International Law Perspective Khamami Zada
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 17, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v17i1.6227

Abstract

The Rohingya’s Muslim asylum seekers have recently been global issues. International, regional, and national law have provided legal basis that they have the right to look for asylum and to be protected. By normative and empiric approach, this study analyze the respect of Indonesian and Malaysian goverment to international, regional, and national law on refugees. This study found that both of Indonesian and Malaysian goverment have respected the international customary law, regional law, and national law that fulfill their rights to seek asylum, have agreed that they welcomed them and will take care of them. The implication is to protect them in some areas in these country.DOI: 10.15408/ajis.v17i1.6227
Arus Utama Perdebatan Hukum Perkawinan Beda Agama Khamami Zada
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 13, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v13i1.949

Abstract

Abstract: Mapping the Mainstreaming Debate Regarding to Interfaith Marriage Law. This article intends to observe the linkage of the implementation of interfaith marriage law  with the opinion of  Islamic jurists’ and to political and social change in a country. Interfaith marriage law—as occurred in (former) North Yemen, Jordan, Algeria, and Iraq—is not influenced by the Islamic school of thought of the majority population. In contrary, interfaith marriage in the aforementioned states is not inline with the mainstream opinion of islamic jurists that forbidding softly (makrūh) Muslim man to marry a woman of Ahl al-Kitāb. The regulation is obviously influenced by  the rise of Islamism, such as the Muslim brotherhood in Jordan, Front Islamic Salvation in Algeria, and the growing influence of Shiite movements in Iraq and North Yemen in establishing religious conservatism in matters of interfaith marriage. Thus, it can be understood why those countries prefer to refer  text of the Quran that regulate interfaith marriage law.Keywords: interfaith marriage law, islamic family law, Ahl al-KitābAbstrak: Arus Utama Perdebatan Hukum Perkawinan Beda Agama. Artikel ini ingin menguji keterhubungan pemberlakuan hukum perkawinan beda agama dengan pendapat-pendapat ulama fikih dan perubahan sosial politik suatu negara. Hukum perkawinan beda agama di Yaman Utara, Yordania, Aljazair, dan Irak tidak begitu sepenuhnya dipengaruhi oleh mazhab fikih yang dianut mayoritas penduduknya. Justru perkawinan beda agama di negara-negara tersebut sedikit keluar dari mainstream pendapat ulama fikih yang memakruhkan laki-laki Muslim yang menikah dengan wanita Ahl al-Kitāb. Posisi ini diambil bukan karena dipengaruhi oleh kolonialisme Barat yang berlangsung lama dalam memberlakukan hukum, melainkan kuatnya Islamisme, seperti Ikhwanul Muslimin di Yordania, Front Islamic Salvation di Aljazair, dan kuatnya pengaruh gerakan Syiah di Irak dan Yaman Utara dalam membangun konservatisme agama dalam urusan perkawinan beda agama. Tidak heran jika empat negara ini mengambil jalan kembali ke teks Alquran untuk mengatur hukum perkawinan beda agama.Kata Kunci: hukum perkawinan beda agama, hukum keluarga Islam, Ahl al-Kitāb
GELOMBANG REVOLUSI DAN TRANSISI POLITIK DI TIMUR TENGAH DAN AFRIKA UTARA* Khamami Zada
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v2i1.2242

Abstract

Abstract: Revolutionary Waves and Political Transition in Middle East and North Africa. Political transition in Tunisia has greatly influenced to neighboring countries, especially Egypt. Libya and Yemen have been disturbed by the government’s opposition. Political transition in Middle East is a fruit of authoritarian in which has been taking place since years ago. In addition, the high level of poverty gives effect to the transition process. Political transition in Tunisia and Egypt was happened in a peaceful way, marked by the resignation of Zain al-Din Ben Ali and Husni Mubarak. On the other hand, the armed conflict has been occurred in Libya and Yaman, heading the government’s loyalties and the opposition groups.  After the fall of Ben Ali and Husni Mubarak, it exist the struggle between radical groups and liberal ones in competing optical power.Key Words: political transition, revolution, Islamism, radicalism and liberalism Abstrak: Gelombang Revolusi dan Transisi Politik di Timur Tengah dan Afrika Utara. Efek domino transisi politik di Tunisia menjalar ke negara-negara tetangganya, terutama Mesir. Libya dan Yaman pun sedang menghadapi tuntutan mundur dari kelompok oposisi. Transisi politik di Timur Tengah dan Afrika Utara merupakan akibat dari otoritarianisme yang berlangsung lama dan tingginya kemiskinan. Transisi politik yang terjadi di Tunisia dan Mesir berlangsung dengan pola damai dengan mundurnya Zain al-Din Ben Ali dan Hosni Mubarak. Di tempat lain, Libya dan Yaman juga berlangsung konflik bersenjata antara kelompok yang setia terhadap pemerintah dan kelompok oposisi. Paska Ben Ali di Tunisia dan Mubarak di Mesir terjadi pertarungan antara kelompok Islamisme, radikalisme dan liberalisme dalam memperebutkan sumber politik kekuasaan dan kultural.Kata Kunci: transisi politik, revolusi, Islamisme, radikalisme, liberalisme  DOI: 10.15408/sjsbs.v2i1.224
Law and Sovereignty of the State in the Renegotiation of Freeport Contracts in Papua Khamami Zada; Mustolih Mustolih; Diana Mutia Habibaty; Lukman Hakim; Desy Purwaningsih; Trini Diyani
Jurnal Cita Hukum Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jch.v9i2.21546

Abstract

The mineral and coal mines have long been managed by foreign contracts between governments and foreigners. The position threatens the state's sovereignty over the wealth of natural resources. The study was to analyze the renege-management of Indonesia's Freeport mines in Papua. Socio-legal methods were used to analyze the renegotiation of Indonesia's Freeport management. The study found that according to the principle of state mastery over natural resources as a common property of Indonesian people's prosperity as in article 33 verses (3) constitution of 1945, the Indonesian government officially took over its 51-percent share of Freeport. It is part of an expression of national sovereignty over the management of its natural resources. With this position, Freeport's mining management is no longer based on a contract of work, but a Special Mining Business License which provides guarantees to business holders to have their licenses extended to provide certainty to mining business actors in conducting mining business in Indonesia.Keywords: Renegotiation; Freeport; State Sovereignity Hukum dan Kedaulatan Negara Dalam Renegosiasi Kontrak Freeport Di Papua Abstrak      Pertambangan mineral dan batubara selama ini dikelola pihak asing berdasarkan kontrak antara pemerintah dan pihak asing. Posisi ini sesungguhnya mengancam kedaulatan negara atas kekeyaaan sumberdaya alam. Studi ini bertujuan untuk menganalisis renegosiasi pengelolaan tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Metode socio-legal digunakan untuk menganalisis renegosiasi pengelolaan tambang PT Freeport Indonesia. Studi ini menemukan bahwa berdasarkan prinsip penguasaan negara atas sumberdaya alam sebagai common property bangsa Indonesia untuk kemakmuran rakyat sebagaimana pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah Indonesia secara resmi mengambil alih saham PT. Freeport Indonesia sebesar 51 %. Kebijakan ini merupakan bagian dari perwujudan kedaulatan negara atas pengelolaan sumberdaya alamnya. Dengan posisi ini, pengelolaan tambang Freeport bukan lagi berdasarkan kontrak karya, melainkan Izin Usaha Pertambangan Khusus yang memberikan jaminan kepada pemegang usaha untuk diperpanjang izinnya unutk memberikan kepastian kepada pelaku usaha pertambangan dalam melakukan bisnis pertambangan di Indonesia.Kata Kunci: Renegosiasi; Freeport; Kedaulatan Negara Закон и суверенитет государствапри пересмотре договоров Freeport в Папуа АннотацияДо настоящего времени управление добычей полезных ископаемых и угля осуществлялось иностранными сторонами на основании договоров между правительством и иностранными сторонами. Эта позиция фактически угрожает суверенитету государства над богатством природных ресурсов. Данное исследование направлено на анализ пересмотра условий руководства рудником компании Freeport Indonesia в Папуа. Социально-правовой метод был использован для анализа пересмотра условий руководства рудником компании Freeport Indonesia. Это исследование показало, что на основе принципа государственного контроля над природными ресурсами как общей собственностью индонезийского народа для процветания народа, как указано в пункте (3) статьи 33 Конституции 1945 года, правительство Индонезии официально приняло на себя акции из компании Freeport Indonesia на 51%. Эта политика является частью реализации государственного суверенитета над управлением своими природными ресурсами. С этой должностью управление горнодобывающей промышленностью Freeport больше не основывается на договоре на выполнение работ, а на специальной лицензии на горнодобывающий бизнес, которая предоставляет владельцам бизнеса гарантии продления их лицензий, чтобы обеспечить уверенность участников горнодобывающего бизнеса в ведении горнодобывающего бизнеса в Индонезии.Ключевые Слова: Пересмотр; Freeport; Государственный суверенитет
Kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah dalam Reformasi Kelembagaan Perwakilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Khamami Zada
Jurnal Cita Hukum Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jch.v2i1.1839

Abstract

Abstract: The authority of the Regional Representatives Council Legislation In Institutional Reform Legislative Following the Ruling of the Constitutional Court. The Constitutional Court's decision reflects the theoretical conception DPDformation which is intended to reform the structure of the Indonesian parliament into two chambers (bicameral) consisting of DPR and DPD. With the bicameral structure of the legislative process is expected to be held by a double-check system that allows the representation of the interests of all the people in relative terms can be dispensed with broader social base. Parliament is a reflection of political representation, while the Council reflects the principle of territorial or regional representation. DPD legislative authority is still limited. DPD does not have the authority to establish laws, although it can propose draft laws relating to regional autonomy.  Abstrak: Putusan Mahkamah Konstitusi mencerminkan konsepsi teoritis pembentukan DPD yang dimaksudkan dalam rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan struktur bikameral ini diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem double-check yang memungkinkan representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas. DPR merupakan cermin representasi politik (political representation), sedangkan DPD mencerminkan prinsip representasi teritorial atau regional (regional representation). Kewenangan legislasi DPD masih dibatasi DPD tidak memiliki kewenangan membentuk undang-undang dalam bentuk penetapan/pengesahan rancangan undang-undang, meskipun rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.   DOI: 10.15408/jch.v2i1.1839
SENTUHAN ADAT DALAM PEMBERLAKUAN SYARIAT ISLAM DI ACEH (1514-1903) Khamami zada
Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Islam, Budaya dan Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v20i2.42

Abstract

Abstrak: Artikel ini ingin menguji akar pemberlakuan hukum jinayah (hudud dan kisas) di Aceh pada masa Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903). Terjadi perdebatan, manakah yang diberlakukan di Aceh: syariat Islam (hudud dan kisas) atau hukum adat masyarakat Aceh. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum jinayah pernah diberlakukan pada beberapa masa Sultan Aceh dan pendapat kedua mengatakan bahwa hukum jinayah tidak diberlakukan di Aceh, melain-kan hukum adat yang diberlakukan. Titik singgung pemberlakuan syariat Islam dengan adat di Aceh justru memperlihatkan bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh tidak murni sesuai dengan ketentuan syariah, melainkan terjadi dinamika sosial, yakni masuknya unsur adat ke dalam pemberlakuan syariah.     Abstract This article tends to examine the basis of  jinayah (crime) law implementation in Aceh during the Aceh Darussalam Kingdom period (1496-1903 AD). QanunJinayah is argued by the Acehness, it goes around that which must be implemented the shari’a, Islamic law (hudûd and qishâsh) or customary law (hukum adat) of Aceh society. First side states that jinayah law had ever been valid during the Sultan of Aceh period of time but the second side argues that it was the customary law that had been implemented. It indicates that in Aceh the enforcement of Islamic law does not genuinely match the shari’a provision, in contrast it has been influenced by customary law factor. In brief, there is a social dynamics in the implementation of shari’a.   Kata Kunci: Syariat Islam, Aceh, adat, hudud,dan kisas