Claim Missing Document
Check
Articles

Pembiayaan Kesehatan Operasional Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat Andri Satriadi Firmana; Mubasysyir Hasanbasri; Susi Irawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.795 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.25334

Abstract

ABSTRACTBackground: 2015 is known as the last year from the worldwide agenda called Millennium Development Goals (MDGs). One of amongst MDGs pledge is to ensure environmental sustainability, which aimed to reduce the proportion of the population without sustainable access to safe drinking water and basic sanitation to halves (Goal 7, Target 7C). The condition in West Sumbawa Regency shows that the implementation of Community-Based Total Sanitation had not fulfilled its five pillars due to limited funding resources.Goals: To understand the funding mechanism of Community- Based Total Sanitation program under the Health Department of West Sumbawa RegencyResearch Method: This research classified as descriptive research with qualitative method and the case study design to describe the program financing of the Community-Based Total Sanitation Program under the Health Department of West Sumbawa Regency. The sampling is purposive sampling method and; in depth interview and document review are used to collect the data.Result: The STBM program under the Health Department are successfully conducted, as shown by the 100% realization of the funds utilization in which most of the fund allocated to the triggering workshop. The establishment of program priority based on the health department’s strategic plan, minimum service standard (IPM), and MDGs whereas the program related to people’s life expectancies to increase the regency’s Human Development Index. The commitment of the regency’s health department was well realized, however the commitments of regency’s inter-related department to CBTS are lacking. The program coverage until this research published, is dwelling on first pillar with ownership of toilet beyond 70% and access to toilet reached 90%.Conclusion: Coordination between related departments needed further enhancement despite the different nature of task, function and program given; in which designed to resolve sanitation and environmental problem in West Sumbawa Regency. Keywords: Health Financing, Community Based Total Sanitation (STBM) ABSTRAKLatar Belakang: Tahun 2015 adalah akhir dari agenda program Millenium Development Goal (MDGs). Salah satu tujuan dari kesepakatan MDGs adalah menjamin keberlanjutan lingkungan, dimana salah satu sasaran utamanya megurangi separuh dari proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar (tujuan 7 target 10). Pelaksanaan STBM di Kabupaten Sumbawa Barat belum tercapai sampai lima pilar, disebabkan oleh keterbatasan dana pembiayaan program.Tujuan: Untuk mengetahui pembiayaan program sanitasi total berbasis masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat.Metode: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif dan rancangan studi kasus untuk menggambarkan Pembiayaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Metode pengumpulan data diperoleh dengan wawancara mendalam (in depth interview), dan Telaah Dokumen.Hasil: Program STBM di Dinas Kesehatan sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari pemanfaatan pembiayaan yang terealisasi 100% dan sebagian besar digunakan untuk pelatihan pemicuan. Penetapan prioritas program mengacu kepada renstra dinas kesehatan dinas kesehatan, juga SPM dan MDGs yang dimana programnya berkaitan dengan Umur Harapan Hidup untuk meningkat IPM Kabupaten. Komitmen di dinas kesehatan sudah berjalan dengan baik, akan tetapi komitmen dengan dinas yang terkait STBM masih kurang baik. Cakupan program STBM sampai dengan saat ini masih di Pilar I dengan kepemilikan melebihi 70% dan akses terhadap penggunaan jamban mencapi 90%.Kesimpulan: Koordinasi yang ada antara dinas terkait harus ditingkatkan dan dibangun lebih baik lagi meskipun tugas dan fungsi dan program yang dilaksanakan berbeda, tetpai mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memperbaiki sanitasi dan lingkungan di Kabupaten Sumbawa Barat. Kata Kunci: Pembiayaan Kesehatan, Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Integrasi bidan praktek swasta dalam program kesehatan ibu dan anak puskesmas: studi kasus implementasi jampersal di pelayanan primer Veronika Evita Setianingrum; Mubasysyir Hasanbasri; Mohammad Hakimi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 3, No 4 (2014)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.039 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v3i4.25531

Abstract

Pendahuluan: Pemerintah Indonesia meluncurkan program Jampersal pada awal tahun2011. Program ini harus dilaksanakan oleh Puskesmas dan sektoe swasta. Penelitian ini menilai tentang puskesmas yang melakukan inovasi dalam Pelaksanaan Jampersal yang berdasar pada kebutuhan pasien, dimana puskesmas memastikan bahwa ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal yang berkualitas dengan cara pelayanan yang terintegrasi.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan dengan desain studi kasus. Wwancara mendalam dilaakukan kepada 16 responden, termasuk pejabat kabupaten yang mengampu program Jampersal.Hasil:Puskesmas Moyudan melakukan integrasi pelayanan antenatal care dengan bidan swasta dalam bentuk paket pelayanan yang tidak dipungut biaya apapun. Sebagian besar peserta Jampersal merasa puas dengan pelayanan antenatal care yang terintegrasi ini, namun baru 46,5% ibu hamil di wilayah Moyudan yang sudah memanfaatkan pelayanan ini. Kesimpulan:Meskipun tingkat pemanfaatan program ini baru 46,5% , namun dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam pelayanan antenatal. Peran bidan swasta yaitu merujuk ibu hamil peserta Jampersal ke puskesmas untuk mendapatkan paket pelayanann antenatal care dan mengirimkan laporan pelayanan kesehatan ibu dan anak ke puskesmas setiap bulan.Kata kunci: Jampersal, integrasi pelayanan kesehatan, antenatal care, puskesmas, bidan praktek mandiri
Analisis determinan ketersediaan dokter spesialis dan gambaran fasilitas kesehatan di RSU pemerintah kabupaten/kota Indonesia (analisis data rifaskes 2011) Heri Priyatmoko; Lutfan Lazuardi; Mubasysyir Hasanbasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 3, No 4 (2014)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.818 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v3i4.25532

Abstract

Determinants of specialist availability in public hospitals: analysis of 2011 RifaskesABSTRACT Background:Indonesia still faces theproblem of unequal distribution of specialist doctors. The ratio of health workers per 100.000 population has not met the target. In 2008, the ratio of health workers to medical specialist per 100.000 population amounted to 7,73 compared to the target which is 9. Some areas of development in underserved areas, such as low economic power, lack of hospital system capacity and hospital medical equipment, have been neglected by government. Engagement of stakeholder to improve hospital quality system is a critical element to contribute to the policy of specialist doctors dsitribution, typically to increase the number of specialist doctors practising in rural and remote areas. Objective: To assess the determinants ofavailability of specialist doctors in government/public hospitals and to find out the correlation of variable factors. Methods: A cross sectional design was adopted for this study, in which 7 factors were chosen to assess determinant of availability of specialist doctors using a Health Facilities Research (Rifaskes) conducted Bay the HealthMinistry in 2011 and to describe availibility of hospital facilities in the Indonesian public hospitals. Results: Bivariate analysis indicated that level of district, hospital accredited, BLU versus Non-BLU, remuneration, hospital facilities, dan GNP significantly affect to the number of specialist doctors (p <0,05). Logistic regression indicated that the strongest predictors of availibility specialist is accredited public hospital with 12 standard of care (odds ratio 9,32 ; 95% CI: 1,2-72,4) ; p < 0.03). Level of district have significantly associated to availibility specialist in public hospital (odds ratio 2,15 ; (95% CI: 1,36-3,39) ; p = 0,001). Conclusion: The current study makes an important contribution to the literature in finding the determinants of distribution of specialist doctors in public hospital in Indonesia to address maldistribution between urban and rural barriers. Additional research is needed to examine preference to choose rural location and the incorporation of other retention strategies, such as medical educationinitiatives, community and professional support, differential rural fees and alternate funding models. Keywords: Availability,specialist doctors, specialistic facilities
Benarkah puskesmas poned efektif? Christina Pernatun Kismoyo; Mubasysyir Hasanbasri; Mohammad Hakimi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 1, No 2 (2012)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.483 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v1i2.26235

Abstract

Basic emergency maternal care at public health center: are they effective  Background: Every pregnancy and birth is a risky event; therefore, every pregnant woman and maternity must be located as close as possible to the basic emergency obstetric care. As a health care unit, near and reachable health centers are expected to provide basic emergency neonatal and obstetric care (PONED or EmOC in primary health level). In Bantul District, there are six PONED health centers. Health centers in their implementation need an evaluation to improve or maintain a mechanism to measure whether they are good or not good. This study aimed to determine the implementation of PONED in the health centers of Bantul District.Method: This was a qualitative descriptive study. The analysis unit was service providers such as doctors, midwives, nurses, laboratory and driver as well as the head of Bantul District Health Office. The research instrument was the researcher and the tools used were cameras, tape recorders, checklists and interview guides.Results: PONED health centers were viewed more as a routine work because the service provider had not been able to understand the purpose of a good service. Emergency obstetric and neonatal care had not been fully able to be served at six health centers. Sewon I Health Center was the only PONED health center with available support system, but the availability of the service such as tools, medicine and infrastructure had not yet fully available. This was because of the rare cases of obstetric and neonatal complications handled so that the drugs and equipment available were expired and damaged. Management of emergency obstetric and neonatal referral had not been going well according to the case; thus, early referral was frequently preferable.Conclusion: The management of PONED health center’s services was more on the bureaucracy not based on the setting of emergency obstetric and neonatal care, so that the orientation of service providers was seen as a routine job. Support from the government and incentives were still very influential on service providers’ work motivation. Keywords: evaluation, PONED health center, maternal mortality rateLatar belakang: Setiap kehamilan dan persalinan merupakan kejadian berisiko, oleh karena itu setiap ibu hamil dan bersalin harus berada sedekat mungkin dengan pelayanan obstetrik emergensi dasar. Unit pelayanan kesehatan yang dekat dan mampu terjangkau oleh masyarakat puskesmas diharapkan mampu memberikan pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar. Di Kabupaten Bantul ada 6 puskesmas mampu PONED. Puskesmas dalam pelaksanaannya perlu adanya suatu langkah evaluasi guna meningkatkan ataupun mempertahankan suatu mekanisme yang sudah baik atau kurang baik.Tujuannya adalah untuk melihat implementasi pelayanan puskesmas mampu kegawatdaruratan Obstetrik dan Neonatal Dasar (PONED) di Kabupaten Bantul.Metode: Penelitian diskriptif kualitatif dengan unit analisis adalah petugas (dokter, bidan, perawat, laboran dan sopir) serta kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, alat yang digunakan kamera, tape recorder, daftar tilik, dan pedoman wawancara.Hasil: Puskesmas PONED lebih dipandang sebagai pekerjaan rutinitas karena provider pelayanan belum mampu memahami tujuan pelayanan dengan baik. Pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal belum seluruhnya dapat dilayani di 6 puskesmas hanya Sewon I. Sistem pendukung pelayanan PONED tersedia, namun ketersediaan pelayanan belum seluruhnya tersedia yakni; alat, obat dan infrastruktur. Hal ini karena jarangnya kasus komplikasi obstetri dan neonatus yang ditangani sehingga obat dan alat yang tersedia kadaluarsa serta rusak. Pengelolaan rujukan kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal belum berjalan dengan baik sesuai dengan kasus, cenderung melakukan rujukan dini. Kesimpulan: Manajemen pelayanan puskesmas PONED lebih pada birokrasi belum berdasarkan pada setting pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal, sehingga orientasi petugas pelayanan dipandang sebagai pekerjaan rutinitas. Dukungan pemerintah dalam support insentif sangat berpengaruh pada motivasi kerja petugas pelayanan.  
Learning Disabilities dalam Layanan Kesehatan Ibu dan Anak: Studi Kasus di Dinas Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas di Indonesia Nana Diana; Mubasysyir Hasanbasri; Mohammad Hakimi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.862 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i2.26922

Abstract

ABSTRACTBackground: The growing number of infant mortality is one of the challenging problems in distric health offi ce. One of the causes of this problem is the recurring mistakes in the system. Learning organization is a strategic step to continuously learn and determine proper solution. However, there are learning disabilities in the organization that interfere with the learning organizationin maternal and infant mortality.Objective: This study was aimed to explore learning organizationin emergency care unit by midwifes in the perspective of organizational learning in three organization level: distric health office, community health center, and midwifes.Method: This was a case study with multi cases design in the working area of Distric Health Offi ce of Kepahiang Region from September to October 2015. Study subjects were secretary of distric health offi ce, director of Planning division, director and officers of maternal and infant health division, coordinator of midwifes, and midwifes. Three strategic steps of conducting qualitative studies were preparing and organizing data, reducing data into themes, and presenting data.Result: There were four learning disabilities that often occurred in organization, which were: I am my position, the enemy is out there, the illusion of taking charge and the myth of team management.Conclusion: Learning disabilities interfered with implementation of learning organization. Improving the role of maternal and perinatal audit were strategic opportunities to optimize learning organization process.Keywords: Learning organization, organizational learning,midwives, emergency care unit.ABSTRAKLatar Belakang: Kasus kematian bayi yang terus meningkat setiap tahun merupakan permasalahan yang belum mampu tertangani oleh dinas kesehatan. Ada kesalahan berulang yang terjadi, namun dinas kesehatan belum mampu mengambil pelajaran dari kesalahan tersebut. Learning organization merupakan langkah yang strategis untuk senantiasa belajar dan menentukan langkah penanganan yang tepat. Tetapi ada learning disabilities yang terjadi dalam organisasi sehingga proses learning organization dalam kasus kematian ibu dan bayi tidak mampu berjalan sebagaimana yang diharapkan.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi bagaimana learning organization dalam layanan kegawat daruratan oleh Bidan Desa ditinjau dari Perspektif organizational learning pada tiga level organisasi yaitu Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Bidan Desa.Metode: Penelitian ini adalah studi kasus dengan desain multi kasus di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kepahiang mulai bulan September sampai dengan Oktober 2015, subjek penelitian adalah sekretaris dinas kesehatan, kepala seksi perencanaan, kepala seksi KIA, staff KIA, bidan koordinator dan bidan desa. Ada tiga langkah strategis dalam melakukan analisis data kualitatif: menyiapkan dan mengorganisasikan data, untuk analisis mereduksi data menjadi tema, dan menyajikan data.Hasil: Ada empat learning disabilities yang sering terjadi dalam organisasi meliputi I am my position, the enemy is out there, the illusion of taking charge dan the mytm of team management.Kesimpulan: Learning disabilities merupakan hambatan dalam menerapkan learning organization. Penguatan peran audit maternal dan perinatal merupakan peluang strategis untuk mengoptimalkan proses learning organization.Kata Kunci: Learning organization, organizational learning, Bidan desa, Layanan kegawatdaruratan. 
Konseling Ibu Hamil pada Bidan Praktik Swasta dan Puskesmas di Kabupaten Bantul Retno Heru; Mubasysyir Hasanbasri; Mohammad Hakimi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 1, No 3 (2012)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.241 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v1i3.26926

Abstract

Counseling for Pregnant Women at Midwife Practice and Community Health Center in Bantul DistrictBackground: One of the factors of Maternal and Neonatal Mortality is the lack of knowledge on the cause and how to deal with important complications during pregnancy, labor, and post natal. Counseling is an effort to dig and give useful information in order to help pregnant mother to take decisions. Midwife practice and Community Health Center is an organization which aims at giving service to pregnant mother including counseling. Midwife practice an independent organization which is managed privately, whereas Community Health Center is an organization which belongs and runs by the government. Objectives: The objective of the research is to find out the implementation of counseling on pregnant mother which includes, time, places, instruments, materials, problem solving, training efforts, and form of teaching counseling skill on midwife practice and Community Health Center in Bantul district. Method: Research method used in this research is qualitative research method with case study and descriptive method. The analysis unit is the pregnant mother, midwife in charge in midwife practice and in Community Health Center. The data was taken using purposive sampling through interview, observation and library study. Result: Counseling implementation in midwife practice and Community Health Service is done through giving information. The time done for counseling is under the standard which was below 20 minutes. The counseling process is undergone in one place along with the other services, and there are many patients in the room. The instruments used for counseling is just KIA book and there are no other instruments, the information given is merely on the problems which are shared by the pregnant mother. If the pregnant mother doesn’t share her problem, the midwife will not give counseling. The problem which is often faced by the midwife is that pregnant mother has difficulties in intrepreting information given. Problem solving is done through the participation of the husband during the counseling service. Training efforts to increase the counseling skill has not been done officially. The efforts taken so far is by reading books or learn from other coleagues. The form of teaching counseling skill is using roleplay, done in pairs and not more than 45 minutes. Conclusion: The implementation of counseling for pregnant mother is done inappropriately, which is not the same as it is stated in the Standart Service of Midwifery. It makes pregnant mother doesn’t have the necessary information dealing with the pregnancy.Keywords: Counseling, Pregnancy, MidwifeLatar Belakang: Salah satu penyebab tingginya Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu adalah karena kurangnya pengetahuan tentang penanggulangan dan komplikasi-komplikasi penting dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. Konseling adalah upaya menggali dan memberikan informasi guna mendapatkan apa yang dibutuhkan dan membantu ibu hamil dalam mengambil keputusan. Bidan Praktik Swasta dan Puskesmas adalah organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pada ibu hamil termasuk konseling. BPS adalah organisasi pelayanan kesehatan swasta yang dikelola secara mandiri, sedangkan Puskesmas adalah organisasi pelayanan kesehatan yang di kelola oleh pemerintah. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan konseling pada ibu hamil yang meliputi: praktik konseling, waktu, tempat, alat bantu, materi, cara mengatasi hambatan, upaya peningkatan ketrampilan, dan bentuk pengajaran ketrampilan konseling di pendidikan di BPS dan puskesmas di Kabupaten Bantul. Metode: Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan rancangan studi kasus dan bersifat deskriptif. Unit analisis adalah ibu hamil, bidan pelaksana di BPS dan puskesmas. Data diambil secara purposive sampling melalui wawancara mendalam dan lembar pengamatan konseling serta penelusuran dokumen. Hasil: Praktik konseling di BPS dan puskesmas dalam bentuk pemberian informasi. Waktu yang digunakan dalam proses konseling masih kurang yaitu di bawah 20 menit. Tempat yang digunakan untuk proses konseling menjadi satu dengan tempat yang digunakan untuk periksa kehamilan, dan banyak orang yang ada dalam ruangan periksa. Alat bantu yang digunakan untuk konseling sebatas buku KIA dan belum menggunakan alat bantu yang lain. Informasi yang diberikan sebatas pada keluhan yang disampaikan oleh ibu hamil. Jika ibu hamil tidak menyampaikan keluhan, bidan tidak berusaha menggali permasalahan atau memberikan informasi. Hambatan yang paling sering ditemui bidan adalah sulitnya ibu hamil memahami informasi yang diberikan bidan. Cara penyelesaian hambatan dengan cara melibatkan suami dalam proses konseling. Upayapeningkatan ketrampilan konseling secara resmi seperti pelatihan-pelatihan belum ada. Upaya yang dilakukan selama  ini adalah dengan membaca buku-buku dan belajar dari teman. Bentuk pengajaran ketrampilan konseling di pendidikan dengan metode roleplay, dilaksanakan dikelas, dan dilakukan dengan teman sendiri. Kesimpulan: Proses konseling pada ibu hamil yang dilakukan oleh bidan pada umumnya tidak berjalan sebagaimana mestinya, yaitu tidak sesuai dengan pedoman yang ada dalam standar  pelayanan kebidanan. Dampaknya adalah ibu hamil belum paham dengan segala hal yang berkaitan dengan kehamilan.Kata Kunci: Konseling, Kehamilan, Bidan
Analisis Anggaran Program Prioritas Kesehatan Ibu dan Anak di Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2010 Marnaza Yusman; Mubasysyir Hasanbasri; Lutfan Lazuardi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 1, No 4 (2012)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.818 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v1i4.35809

Abstract

Background: Global commitments for developing countries contained in the Millennium Development Goals (MDGs) by 2015, where the target MMR 102 per 100,000 live births and IMR 23 per 1,000 live births. In connection with this mother and child health program should be a concern. Lingga Health Authority supports the achievement of MDGs with budget support and adequate human resources and the commitment of policy makers. Goal of Research: To find out the budgeting maternal and child health program priorities Lingga Health Authority. Methods of Research: The design of this study using a case study design is descriptive with qualitative methods. Researchers analyzed the budget maternal and child health program in Lingga Health Authority Kepulauan Riau Province 2009-2010. Research Result: The low budget of MCH programs and programs that have not implemented effectively viewed from maternal and child mortality is still high. MPS implementation of the strategy aimed to emergency service only focused on improving access and coverage, while the increase in family and community participation, use of co-operation, and management support is not implemented consistently. There is no prioritization of MCH program activities and budget refers only to the previous year’s budget is based on data or the strengthening of the program. Weak commitment to decision makers and advocacy that have an impact on the budgets MCH program of low. Conclusions: Local builders index is determined by success in reducing maternal mortality. MCH program budget allocation should be based on evidence based and consider the magnitude of maternal mortality can be reduced. Priority setting is needed to determine which program activities over the allocated budget priorities so that more effective. The need for advocacy to local government and is committed to implement the priority programs so that programs are implemented more useful. Latar belakang: Komitmen global bagi negara berkembang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, dimana target AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup. Sehubungan dengan hal itu program kesehatan ibu dan anak harus menjadi perhatian. Dinas Kesehatan kabupaten Lingga mendukung pencapaian target MDGs dengan dukungan anggaran dan sumber daya manusia yang memadai serta komitmen para pembuat kebijakan. Tujuan penelitian: Untuk mengetahui anggaran program prioritas kesehatan ibu dan anak di Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga. Metode Penelitian: Rancangan penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat deskriptif dengan metode kualitatif. Peneliti menganalisis anggaran dan program prioritas kesehatan ibu dan anak di Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2010. Hasil Penelitian: Rendahnya anggaran program KIA dan program yang telah dilaksanakan tidak efektif dilihat dari angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi. Penerapan strategi MPS yang diarahkan untuk pelayanan kegawatdaruratan hanya terfokus pada peningkatan akses dan cakupan pelayanan, sedangkan peningkatan partisipasi keluarga dan masyarakat, pemanfaatan kerjasama, dan manajemen support tidak dilaksanakan dengan konsisten. Tidak ada penetapan prioritas untuk kegiatan program KIA dan penyusunan anggaran hanya mengacu pada anggaran tahun sebelumnya tidak berdasarkan data atau penguatan dari program. Lemahnya komitmen dan advokasi pengambil keputusan yang berdampak pada anggaran program KIA rendah. Kesimpulan: Indeks pembangun daerah sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pengalokasian anggaran program KIA harus berdasarkan evidence based dan mempertimbangkan besaran angka kematian ibu dapat diturunkan. Penetapan prioritas sangat perlu dilakukan untuk menentukan kegiatan program yang lebih prioritas sehingga anggaran yang dialokasikan lebih efektif. Perlunya advokasi terhadap pemerintah daerah dan mempunyai komitmen untuk melaksanakan program prioritas sehingga program yang dilaksanakan lebih bermanfaat. 
Ketersediaan Obat Esensial pada Sarana Kesehatan di Kabupaten Bangka Barat Achmad Nursyandi; Mustofa Mustofa; Mubasysyir Hasanbasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 1, No 3 (2012)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.057 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v1i3.36017

Abstract

Background: The effectiveness of treatment at government health facilities is largely determined by the availability of the drug. In addition to essential drugs, doctors and the public can choose medications that are considered more suitable for medical needs. Bureaucratic rigidity and lack of funds the government plans to make the supply of medicines in health centers to be minimalist in terms of number and variety of drugs. Such inflexibility encourage minimalist prescribing behavior among primary care physicians and health workers. Objective: This study want to learn management practices that deal with drug supply and its distribution in government owned primary health care facilities. It specifically tried to identify strategies at health center level that allow the provision of more drugs in accordance with the medical needs and rational drug use practices. Method: Data were collected by observation report drug use and demand for health facilities in January-June 2010 and in- depth interview of chief health official, the head of pharmacy department, 7 of pharmacy main health centers and 11 midwives/nurses extending health center, village health clinic and village health post. Results: This case illustrates a successful story about making drugs available at primary health care facilities. Five main health centers, four extending health centers, and ten village health clinic and village health posts are classified as “safe” based on MOH standard. This success reflects human resource capacity and decentralized management of drug supply. Pharmacists and pharmacy assistants throughout the Bangka Barat Regency has already trained in drug supply management. The study also found that the procurement of drugs has been based on bottom-up planning. Although under the coordination of district level pharmacy unit, health care centers has broader authority to determine their drug needs. They also have their own drug procurement budget that are part of district budget that can be used for unexpected situations. Conclusion: This study attempted to show effort to change local government health sector bureaucracy in decentralization era. This case study shows the involvement and bigger participation of primary care facilities in the planning and implementation of drug supply. Health centers have a greater authority in managing the medication needs to circumstances beyond expectations. Communication, information and education to doctors about the drug delivery mechanism will allow doctors to prescribe drugs according to the medical needs of patients and drug development, and because it makes health care facilities into place an effective treatment. Latar Belakang: Efektivitas pengobatan di fasilitas kesehatan pemerintah sangat ditentukan oleh ketersediaan obat. Di samping obat esensial, dokter dan masyarakat dapat memilih obat-obat yang dipandang lebih cocok untuk kebutuhan medik. Kekakuan birokrasi perencanaan dan keterbatasan dana pemerintah membuat penyediaan obat di puskesmas menjadi minimalis dari sisi jumlah dan variasi obat. Kekakuan seperti itu mendorong praktik peresepan minimalis yang diragukan manfaat terapetiknya. Tujuan: Penelitian ini mempelajari manajemen penyediaan obat dan distribusinya di fasilitas kesehatan dasar. Ia secara khusus berusaha menemukan strategi-strategi di tingkat puskesmas yang membuat penyediaan obat lebih sesuai dengan kebutuhan lapangan dan pengobatan rasional. Metode: Data dikumpulkan dengan observasi laporan pemakaian dan permintaan obat sarana kesehatan bulan Januari-Juni 2010 dan wawancara mendalam terhadap kepala dinas kesehatan, kepala instalasi farmasi, 7 pengelola obat puskesmas dan 11 bidan/perawat pustu, polindes serta poskesdes. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa lima puskesmas, empat puskesmas pembantu, dan sepuluh polindes dan poskesdes berhasil merencanakan dan menyediakan obat hingga pada tingkat yang “aman”. Keberhasilan ini merupakan bukti dari kapasitas tenaga yang memadai. Apoteker dan seluruh pengelola obat puskesmas Kabupaten Bangka Barat sudah memiliki mengikuti pelatihan manajemen pengelolaan obat. Penelitian juga menemukan bahwa pengadaan obat telah berbasis desentralisasi dan mencerminkan perencanaan bottom up. Meski di bawah koordinasi instalasi farmasi kabupaten, puskesmas memiliki kewenangan menentukan kebutuhan. Mereka juga memiliki fleksibilitas pengadaan obat sendiri untuk situasi di luar dugaan. Kesimpulan: Penelitian ini berusaha memperlihatkan upaya perubahan birokrasi di bidang kesehatan dalam era desentralisasi. Studi kasus dalam penyediaan obat esensial di Kabupaten Bangka Barat menunjukkan keterlibatan dan partisipasi puskesmas yang lebih besar dalam perencanaan dan implementasinya. Puskesmas juga memiliki kewenangan lebih besar dalam mengelola kebutuhan obat untuk situasi di luar dugaan. Komunikasi, informasi dan edukasi kepada dokter tentang mekanisme penyediaan obat akan memudahkan dokter meresepkan obat sesuai dengan kebutuhan medik pasien dan perkembangan obat, dan karena itu membuat fasilitas kesehatan menjadi tempat pengobatan yang efektif.
Efisiensi Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Pemalang Menggunakan Data Envelopment Analysis Wahyudi Wahyudi; Lutfan Lazuardi; Mubasysyir Hasanbasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.25 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.36085

Abstract

Background. Limited availability of health resources has in- fluenced the health care performance at the health centers. In addition, the health office and health centers are required to be able to manage the available resources to provide optimally healthcare by putting priority on the efficiency in every opera- tional of health centers. The objective of the study is to ana- lyze relative efficiency of primary health care, to find out the efforts for efficiency increase on the inefficient health cen- ters, and to estimate the influence of environmental/ contex- tual factors on the efficiency of primary health care in the health centers.Methods. A descriptive quantitative study was conducted using two-stage data envelopment analysis (DEA). The first stage was to measure efficiency of primary health care, and the second stage was to determine the influence of environ- mental/ contextual factors on the efficiency of primary health care. This study using secondary data of the outpatient per- formance reports in 2013 on 22 health centers in Pemalang regency. Results: Efficiency measurement using DEA-VRS model with output orientation obtained 50% of health centers technically efficient and 50% of health centers technically inefficient. From the efforts of increasing efficiency on the inefficient Health Centers obtained targets of reducing input of workforce re- sources as much as 49 personnels and targets of increasing output of primary health care as much as 154.911 outpatient visits. In the tobit regression analysis showed the population was statistically significant with positive sign, while the popu- lation density, the proportion of visits the poor society and the other primary health facilities are not significant with positive sign. Conclusion. Inefficiencies of health centers was caused by the excessive number of health workforce and low utilization of primary health care by the society. DEA method can be used as a tool to measure the level of efficiency of primary health care in health centers , to provide information on the cause of inefficiency, and to determine the target of efficiency increas- ing on the inefficient health centers. Latar Belakang: Ketersediaan sumber daya kesehatan yang terbatas mempengaruhi kinerja pelayanan puskesmas. Di sisi lain dinas kesehatan dan puskesmas dituntut mampu mengelola sumber daya kesehatan yang tersedia untuk menyelenggara- kan pelayanan kesehatan secara optimal dengan mengedepan- kan efisiensi dalam setiap operasional puskesmas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat efisiensi relatif pelayanan kesehatan dasar puskesmas, mengetahui upaya peningkatan efisiensi bagi puskesmas inefisien dan memperkira- kan pengaruh faktor-faktor lingkungan/ kontekstual terhadap efisiensi pelayanan kesehatan dasar puskesmas. Metode: Jenis penelitian deskriptif kuantitatif menggunakan metode data envelopment analysis (DEA) dua tahap. Tahap pertama untuk mengukur efisiensi pelayanan kesehatan dasar. Tahap kedua untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lingku- ngan/ kontekstual terhadap efisiensi pelayanan kesehatan dasar. Penelitian ini menggunakan data sekunder laporan kinerja pelayanan rawat jalan 22 puskesmas di Kabupaten Pemalang tahun 2013. Hasil: Pengukuran efisiensi menggunakan model DEA VRS orientasi output diperoleh 50% puskesmas efisien teknis dan 50% puskesmas inefisien teknis. Dari upaya peningkataan efi- siensi pada puskesmas inefisien diperoleh target pengurangan input sumber daya ketenagaan puskesmas ssebanyak 49 personil dan target peningkatan output pelayanan kesehatan dasar sebanyak 154.911 kunjungan rawat jalan. Hasil analisis regresi tobit menunjukkan populasi penduduk signifikan dengan arah hubungan positif terhadap efisiensi teknis pelayanan kese- hatan dasar puskesmas. Sedangkan kepadatan penduduk, pro- porsi kunjungan masyarakat miskin dan sarana kesehatan dasar lain tidak signifikan dengan arah hubungan positif. Kesimpulan: Ketidakefisienan puskesmas disebabkan oleh penggunaan sumber daya ketenagaan puskesmas yang berle- bih dan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar oleh masyarakat. Metode DEA dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat efisiensi pelayanan kesehatan dasar puskesmas, memberikan informasi penyebab puskesmas inefisien dan menentukan target peningkatan efisiensi pada puskesmas inefisien.
Asuransi Kesehatan Sosial dan Biaya Out of Pocket di Indonesia Timur Isak Iskandar Radja; Hari Kusnanto; Mubasysyir Hasanbasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.033 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i2.36095

Abstract

Background: Social health insurance in Indonesia is carried by social insurance mechanism aims to provide social security protection to the community so their basic health needs can be met adequately. Social insurance is expected to increase access and utilization of health services as well as reducing the risk of out-of-pocket expenditure (OOP) that resulting in catastrophic expenditures and poverty. Objective: To analyze the utilization of inpatient care, health insurance and hospitalization OOP expense ratio based on living area, type of health facility and type of social health insurance in Eastern Indonesia. Methods: This study uses secondary data analysis using Indonesian Family Life Survey East 2012 data. This is a quantitative approach using cross-sectional design, and multivariate analysis using linear regression at 95% confidence level. Results: The use of hospitalization in Eastern Indonesia by insurance users is 54.6%, while those who do not use insurance is 45.4%. A total of 24.6% insurance owner do not use insurance at the time of hospitalization. Multivariate analysis showed no significant difference in the cost of hospitalization OOP based living area and type of health facility. OOP costs of hospitalization for Jamsostek/other members were higher than Askes and Jamkesmas members. Conclusion: The government needs to implement a social health insurance system that is of a better quality and comprehensive in order to protect users from the burden of high health care cost. Latar belakang: Jaminan kesehatan sosial di Indonesia dilakukan dengan mekanisme asuransi sosial bertujuan untuk memberi jaminan perlindungan sosial kepada masyarakat agar dapat terpenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak, khususnya di bidang kesehatan. Asuransi sosial diharapkan dapat meningkatkan akses dan utilisasi pelayanan kesehatan serta mengurangi resiko pengeluaran biaya out of pocket (OOP) yang bisa berdampak pada pengeluaran katastropik serta kemiskinan. Tujuan: Menganalisis pemanfaatan rawat inap, asuransi kesehatan dan perbandingan biaya OOP rawat inap berdasarkan area tinggal, jenis fasilitas kesehatan dan jenis asuransi kesehatan sosial di Indonesia Timur. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder dengan sumber data Indonesian Family Life Survey East 2012. Pendekatan kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Analisis multivariat menggunakan regresi linier pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil: Pemanfaatan rawat inap di Indonesia Timur oleh pengguna asuransi sebesar 54,6% sedangkan yang tidak menggunakan asuransi sebesar 45,4%. Sebanyak 24,6% pemilik asuransi tidak menggunakan asuransinya pada saat kunjungan rawat inap. Hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan biaya OOP rawat inap yang signifikan berdasarkan area tinggal dan jenis fasilitas kesehatan. Biaya OOP rawat inap pengguna Jamsostek/lainnya ternyata lebih tinggi dari pengguna Askes dan Jamkesmas. Kesimpulan: Pemerintah perlu menerapkan sistem asuransi kesehatan sosial yang lebih bermutu dan komprehensif agar dapat melindungi penggunanya dari beban biaya kesehatan yang tinggi, agar utilisasi asuransi kesehatan lebih berkualitas di masa mendatang.
Co-Authors A Tudiono A.A. Ketut Agung Cahyawan W Abdullah, Fadila Achmad Nursyandi Affan, Auf Ahmad Watsiq Maula Ahmad Zacky Anwary Aini Suryani Alfian R Munthe Alvi Purwati Andina Vita Sutanto Andina Vita Sutanto Andri Satriadi Firmana Aphrodite Nadya Nurlita Arjuna, Tony Aulawi Aulawi Azis Bustari Bagian PKMK, Fakultas Kedokteran UGM Bagian Prodi Kesehatan Masyarakat, FKM UNISKA Bagian Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UGM Bambang Hastha Yoga Batubara, Irwan Bayu, Yoni Setyo Nugroho BSA, Amira Candra Candra Christantie Effendy Christina Pernatun Kismoyo Citra Widya Kusuma Darwito, Darwito Deni Kurniadi Sunjaya Detty S. Nurdiati DEWI HERAWATI Dian Mawarni Djaswadi Dasuki Djoko Mardijanto Djonny Sinaga Eko Nugroho Eko Nugroho Eko Sriyanto Elfrida Tambun Emy Huriyati Ester Febe Eva Rusdianah Fahri, Kharis Vidi Faisal Mansur Fauziah, Saidatul Febria Rahmi Fitriani Mediastuti Ghani Ikhsan Majid Ghosyasi, Arfiny Guardian Yoki Sanjaya Gufria D.Irasanty Hamdiah, Irma Hari Kusnanto Hari Kusnanto Hari Kusnanto Hariawan, Muhammad Hafizh Heri Priyatmoko Hieronimous Amandus Ignasius Luti Inriyani Takesan Isak Iskandar Radja Ishak SKM., MPH Isnaini Putri Iswarno Iswarno Jairani, Eka Nenni Jati Untari Jumarko Jumarko Juraidin JURAIDIN JURAIDIN JURAIDIN krisnawati, arini Kus Winarno Laksono Trisnantoro Lely Lusmilasari, Lely Lisma Evareny, Mohammad Hakimi, Retna Siwi Padmawati Lucia Sri Rejeki Lussy Messiana Gustantini Lussy Messiana Gustantini, Lussy Messiana Lutfan Lazuardi Lutfan Lazuardi Lutfan Lazuardi Lutfan Lazuardi Lutfan Lazuardi Maria Wigati Marnaza Yusman Mohamad Hakimi Mohammad Hakimi Mohammad Hakimi Mohammad Hakimi Mohammad Hakimi Monica Dara Delia Suja Musa Musa Mustofa Mustofa Nana Diana Nina Rahmadiliyani Ningrum, Ema W. Nisa, Syifa Nisa Novi Inriyanny Suwendro Noviana Nur Sari Nunung Priyatni Ova Emilia Pandawa, Rugaya Pandawa, Rugaya Munawar Pratiningsih, Widya Ayu Priyatni, Nunung Purwandari, Ari Retno Heru Riris Andono Ahmad Riska Novriana Rofiatun Rofiatun Rofiatun Rofiatun Rofiatun, Rofiatun Rossi Sanusi Said Muntahaza Setyaningrum, Vernika Evita Setyaningrum, Veronika Evita Shofan Ardianto Siti Helmyati Siti Suryati Siwi Padmawati, Retna Sri Surahmiyati Sri Wiyanti Sudiyo, Sudiyo Suka, Veronika Sulistyo, Dwi Handono Supriyati Susi Irawati Syamsinar Tiara Marthias Titik Nuryastuti Tri Wahyudi Tri Wibawa Upiek Sumanti Utami Putri Kinayungan Vena Jaladara Veronika Evita Setianingrum Veronika Suka Vicka Oktaria Wahyudi Wahyudi Wahyudi Wahyudi Widodo Wirawan Yayuk Hartriyanti Yodi Mahendradata Yuliastuti Saripawan Yundari, Yundari Zahra Anggita Pratiwi Zul Afril