Abstrak: Rumah layak huni merupakan hunian yang memenuhi standar kualitas, kenyamanan, aksesibilitas, kesehatan, dan keberlanjutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman. Namun, minimnya pemahaman masyarakat mengenai kenyamanan termal sering kali menyebabkan pembangunan rumah hanya mengacu pada desain gambar tanpa mempertimbangkan faktor lingkungan, seperti orientasi bangunan, ventilasi, dan material yang digunakan. Pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan termal rumah layak huni melalui sosialisasi dan penerapan desain prototipe yang menyesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Kegiatan ini melibatkan 15 peserta, terdiri dari perangkat desa, anggota Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), serta Pendamping Lokal Desa (PLD). Evaluasi dilakukan melalui angket pre-test dan post-test, wawancara, serta observasi langsung terhadap implementasi desain adaptif di rumah percontohan. Hasil pengabdian menunjukkan bahwa rumah contoh dapat dikategorikan layak huni, namun masih terdapat variabel yang memengaruhi kualitas kenyamanan termal, yaitu arah ventilasi dan bukaan, jumlah penghuni, luas rumah, serta jenis material bangunan. Sosialisasi ini berhasil meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta sebesar 60%, terutama dalam aspek perencanaan ventilasi silang dan pemilihan material isolasi termal. Selain itu, pengukuran menggunakan 5-in-1 Environment Meter menunjukkan adanya penurunan suhu ruangan rata-rata sebesar 2°C setelah dilakukan perbaikan ventilasi dan penggunaan material yang lebih sesuai. Hasil ini menunjukkan bahwa edukasi dan intervensi desain adaptif dapat meningkatkan kenyamanan termal dan kualitas hunian di wilayah tropis.Abstract: A habitable house is a dwelling that meets the standards of quality, comfort, accessibility, health, and sustainability, as regulated in Law No. 1 of 2011 on Housing and Settlement Areas. However, limited public understanding of thermal comfort often results in house construction that solely follows design blueprints without considering environmental factors such as building orientation, ventilation, and materials used. This community service activity aims to enhance thermal comfort in habitable houses through socialization and the implementation of a prototype design adapted to local climate conditions. The activity involved 15 participants, including village officials, members of the Family Empowerment and Welfare group (PKK), and Local Village Facilitators (PLD). Evaluation was conducted using pre-test and post-test questionnaires, interviews, and direct observation of adaptive design implementation in sample houses. The results indicate that while the examined houses can be categorized as habitable, certain factors still influence thermal comfort, including ventilation orientation and openings, number of occupants, house size, and building materials. This socialization program successfully improved participants' knowledge and skills by 60%, particularly in planning cross-ventilation and selecting thermal insulation materials. Additionally, measurements using a 5-in-1 Environment Meter recorded an average indoor temperature reduction of 2°C after ventilation improvements and the use of more suitable materials. These findings demonstrate that education and adaptive design interventions can enhance thermal comfort and overall housing quality in tropical regions.