Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan Terapi Komplementer dengan Psychological Well Being pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5 Sri Elis Rohaeti; Kusman Ibrahim; Sri Hartati Pratiwi
The Indonesian Journal of Health Science Vol 13, No 1 (2021): The Indonesian Journal of Health Science
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/ijhs.v13i1.4004

Abstract

 ABSTRAK Penyakit Ginjal Kronis stadium 5 dengan Dialisis (PGK5D) merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi pengganti seumur hidup sehingga pasien memerlukan perawatan paliatif untuk mengurangi gejala, memperhatikan aspek psikologis, spiritual, serta meningkatkan kualitas hidup. Terapi komplementer adalah metode yang digunakan untuk mengontrol gejala, berpengaruh kepada pengendalian perasaan,  sikap serta emosi. Tujuan dari penelitian ini mengetahui hubungan penggunaan terapi komplementer dengan Psychological Well Being (PWB). Desain menggunakan korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel 97 responden, teknik Sampling Purposive, kriteria inklusi pasien menjalani hemodialisis lebih dari 3 bulan, pernah atau sedang menggunakan terapi komplementer. Menggunakan kuesioner Complementary Alternative Medicine yang disusun peneliti, validitas 0,482-0,884, reliabilitas 0,931 serta kuesioner PWB adaptasi  skala Carol Ryff  validitas 0,456-0,905, reliabilitas 0,975. Hasil analisis korelasi Pearson terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan terapi komplementer dengan PWB (r= 0.418, p value= 0.000). Jenis terapi komplementer yang banyak digunakan adalah teknik pijat tradisional, dimensi keyakinan dan komunikasi memiliki rata-rata terendah dan dimensi PWB yang masih rendah yaitu otonomi, tujuan hidup dan penerimaan diri.  Saran, bagi perawat mengikuti pelatihan pijat refleksi untuk memberikan pendidikan kepada keluarga pasien dan Caregiver, menyediakan terapi doa dan lantunan Al-Qur’an selama intradialitik.  Kata Kunci : Kesejahteraan Psikologis, Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5, Terapi Komplementer.
KEPATUHAN MENJALANKAN MANAJEMEN DIRI PADA PASIEN HEMODIALISIS Pratiwi, Sri Hartati; Sari, Eka Afrima; Kurniawan, Titis
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 3 No. 2 (2019): August 2019
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (67.358 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v3i2.308

Abstract

Pasien gagal ginjal kronik harus menjalankan manjemen diri diantaranya hemodialisis, pengobatan, pembatasan cairan dan diet. Angka morbiditas dan mortalitas pada pasien hemodialisis akan meningkat apabila tidak menjalankan manajemen diri dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kepatuhan pasien hemodialisis dalam menjalankan manajemen diri. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan kepada pasien di Unit Hemodialisis di salah satu rumah sakit terbesar di Jawa Barat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling dengan jumlah responden 129 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner kepatuhan menjalankan manajemen diri pada pasien hemodialisis diadaptasi dari kuesioner End Stage Renal Disease Adherence. Data dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi berupa frekuensi, persentase, dan mean. Sebagian besar responden tidak patuh dalam menjalankan manajemen diri 92 orang dan patuh sebanyak 28,7% yaitu 37 orang. Kepatuhan pasien dalam menjalankan hemodialisis sesuai jadwal sudah baik dengan rata-rata skor 271,3. Kepatuhan pasien hemodialisis masih kurang dalam membatasi asupan cairan dengan rata-rata skor 120, makanan dengan rata-rata skor 147, dan pengobatan dengan rata-rata skor 133).  Tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan dukungan kepada pasien dengan memberikan edukasi, konseling dan promosi kesehatan dengan menggunakan berbagai media termasuk media sosial terkait pentingnya pengontrolan cairan dan makanan. Kata kunci: Hemodialisis, Kepatuhan manajemen diri Abstract Compliance with running self-management on hemodializing patients Patients with chronic kidney failure must carry out self-management including hemodialysis, treatment, fluid and dietary restrictions. The morbidity and mortality rates in hemodialysis patients will increase if they do not carry out self-management properly. This study was conducted to identify the compliance of hemodialysis patients in carrying out self-management. This research was a descriptive study conducted on patients at the Hemodialysis Unit in one of the largest hospitals in West Java. The sampling technique used was consecutive sampling with the number of respondents 129 people. Data collection techniques carried out by compliance questionnaire method of running self management in hemodialysis patients adapted from the End Stage Renal Disease Adherence questionnaire. Data were analyzed using frequency distributions in the form of frequency, percentage, and mean. Most of the respondents were not obedient in carrying out self-management as many as 71.3%, 92 people and obedient as many as 28.7%, 37 people. Patient compliance in conducting hemodialysis schedule has been good with mean 271.3. Compliance with hemodialysis patients was still lacking in limiting fluid intake with mean 120, food with mean 147, and treatment with mean 133. Health workers are expected to be able to provide support to patients by providing education, counseling and health promotion by using various media including social media related to the importance of controlling fluids and food that must be carried out by hemodialysis patients. Keywords: Adherance, Hemodialysis, Self-Management
Observasi Penggunaan Posisi High Fowler Pada Pasien Efusi Pleura di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Fresia 2 RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung : Studi Kasus Windiramadhan, Alvian Pristy; Sicilia, Asha Grace; Sari, Eka Afrima; Pratiwi, Sri Hartati; Platini, Hesti; Hamidah, Hamidah
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 4 No. 1 (2020): May 2020
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.984 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v4i1.446

Abstract

Efusi pleura merupkaan penimbunan cairan yang berlebihan pada rongga pleura sehingga menyebabkan seseorang mengalami sesak nafas. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi sesak nafas dan meningkatkan oksigenasi agar tidak ketergantungan dengan pemberian oksigen dalam jangka panjang yaitu dengan posisi high fowler. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus tentang penggunaan posisi high fowler pada pasien efusi pleura di Ruang Fresia 2 RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus pada 3 orang pasien dengan krieria pasien yang di diagnosis efusi pleura pasien yang mengalami sesak nafas (RR > 24 x/menit), pasien dewasa atau lanjut, pasien dapat berkomunikasi dan bersedia diwawancara, terpasang CTT atau pigtail dan terpasang oksigen. Setelah dilakukan observasi selama tiga hari ada perbedaan nilai pernafasan dan saturasi oksigen sebelum dan sesudah posisi high fowler. Rentang nilai pernafasan sebelum posisi high fowler adalah 24 – 30 kali/menit dengan nilai saturasi oksigen 97 – 98%. Sedangkan rentang nilai pernafasan sesudah posisi high fowler adalah 22 – 27 kali/menit dengan nilai saturasi oksigen 98 – 99%. Posisi high fowler merupakan posisi pilihan untuk pasien yang mengalami sesak nafas khususnya pada pasien yang mengalami efusi pleura. Observation of Using High Fowler Position in Pleura Efficient Patients in The Medical Ward in Fresia 2 Dr. Hasan Sadikin Bandung Hospital: Case Study. Pleural effusion is an excessive accumulation of fluid in the pleural cavity and causing a person to experience shortness of breath. Actions that can be taken to reduce shortness of breath and increase oxygenation so as not to depend on the provision of oxygen in the long term is by positioning high fowler. Therefore researchers interested in conducting a case study of the use of high fowler positions in pleural effusion patients in Fresia Room 2 Dr.Hasan Sadikin Hospital Bandung. The study was conducted with a case study approach on 3 patients with patients who were diagnosed with pleural effusion of patients experiencing shortness of breath (RR> 24 x / min), adult or advanced patients, patients can communicate and be willing to be interviewed, CTT or pigtail attached and attached oxygen. After observing for three days there were differences in respiratory values and oxygen saturation before and after the high fowler position. The range of respiratory values before the high fowler position is 24-30 times / minute with an oxygen saturation value of 97-98%. While the range of respiratory values after the high fowler position is 22-27 times / minute with an oxygen saturation value of 98 - 99%. The high fowler position is the position of choice for patients who experience shortness of breath, especially in patients who experience pleural effusion. 
Observasi Latihan Relaksasi Nafas Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Dengan Fatigue Rohaeti, Sri Elis; Sutandi, Andi; Sari, Eka Afrima; Pratiwi, Sri Hartati; Platini, Hesti; Hamidah, Hamidah
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 4 No. 1 (2020): May 2020
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.509 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v4i1.452

Abstract

Menilai fatigue merupakan hal yang sangat penting karena fatigue sering meningkat secara langsung setelah dialysis.Masalah akan timbul jika fatigue pada pasien CKD tidak teratasi salah satunya adalah kualitas hidup yang buruk. Latihan nafas adalah teknik alami merupakan bagian strategi holistik self care untuk mengatasi keluhan seperti fatigue. Menggunakan teknik pernafasan yang efektif untuk menurunkan tingkat fatigue dapat menjadi manajemen fatigue yang dapat ditawarkan pada pasien CKD. Studi kasus ini bertujuan untuk mengobservasi penggunaan latihan nafas untuk mengatasi fatigue pada pasien CKD di Ruang Fresia 2 RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus pada 3 orang pasien dengan kriteria: pasien CKD stadium 5 dengan usia > 18 tahun, menjalani hemodialisis kurang dari 1 tahun, yang mengalami fatigue, dan lama rawat inap minimal 3 hari. Ketiga pasien mengalami fatigue dengan skor rata-rata fatigue hari pertama sebelum latihan relaksasi nafas 59.6 dan skor rata-rata setelah latihan relaksasi nafas adalah 55.6, skor rata-rata fatigue hari kedua sebelum latihan 54.6 dan setelah latihan 49, terdapat penurunan skor rata-rata setelah pasien mempraktikan latihan nafas pada hari pertama dan kedua. Hasil latihan relaksasi nafas yang dilakukan pasien dapat menurunkan level fatigue yang dirasakan pasien.Breathing relaxation observation in chronic kidney diseases patients with fatigue. Assessing fatigue is very important because fatigue often increases directly after dialysis. Problems will arise if fatigue in CKD patients is not resolved, one of which is poor quality of life. Breath training is a natural technique that is part of a holistic self care strategy to deal with complaints such as fatigue. Using effective breathing techniques to reduce the level of fatigue can be a management of fatigue that can be offered to CKD patients. This case study aims to observe the use of breathing exercises to overcome fatigue in CKD patients in Fresia Room 2 Dr.Hasan Sadikin Hospital Bandung. The study was conducted with a case study approach on 3 patients with criteria: stage 5 CKD patients> 18 years old, undergoing hemodialysis less than 1 year, who experienced fatigue, and a minimum stay of 3 days. All three patients experienced fatigue with an average score of fatigue the first day before breathing relaxation exercise 59.6 and the average score after breathing relaxation exercise was 55.6, the average score of fatigue the second day before exercise 54.6 and after exercise 49, there was a decrease in the average score after the patient practices breathing exercises on the first and second day. Conclusion: The results of breathing relaxation exercises by the patient can reduce the level of fatigue that is felt by the patient. 
Kebutuhan Psikososial Pasien Paska Stroke Pada Fase Rehabilitasi SRI Hartati Pratiwi
Jurnal Keperawatan 'Aisyiyah Vol. 4 No. 2 (2017): Jurnal Keperawatan 'Aisyiyah
Publisher : Universitas 'Aisyiyah Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.218 KB) | DOI: 10.33867/jka.v4i2.43

Abstract

Pasien paska stroke sering mengalami masalah psikososial seperti gangguan emosi, perubahan perilaku dan kognitif. Perubahan tersebut dapat memperberat kondisi kesehatannya dan menghambat pencapaian outcome pada fase rehabilitasi. Pemenuhan kebutuhan psikososial sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang dialami pasien stroke. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan psikososial pasien paska stroke yang sedang menjalani perawatan fase rehabilitasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien paska stroke di Poliklinik saraf dan stroke centre salah satu Rumah Sakit di Bandung. Teknik sample yang digunakan adalah consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 83 orang. Kriteria inklusi pasien paska stroke dalam penelitian ini adalah memiliki kesadaran penuh dan tidak mengalami aphasia. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari konsep kebutuhan pasien paska stroke Kevitt (2009) dan Moreland (2009) dengan skala likert dan koefisien validitas 0,73 dan r 0,75 sehingga dinyatakan valid dan reliable. Data yang terkumpul akan dianalsa dengan menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebutuhan psikososial yang paling dibutuhkan pasien paska stroke adalah dukungan teman, keluarga, dan kelompok (= 1,76), mendapatkan konseling ( = 1,39), mendapatkan dukungan emosi ( = 1,20), bantuan untuk menjalankan aktivitas sebagaimana sebelum sakit ( = 1,16), berinteraksi dengan pasien paska stroke lainnya (= 1,11), mengatasi perasaan terpuruk (= 1,07), mengatasi kecemasan (=1,05) dan mengatasi perasaan menjadi beban keluarga (= 1,02). Berdasarkan hasil tersebut, pasien membutuhkan bantuan dalam mengatasi masalah psikologis yang dialaminya. Petugas kesehatan diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan pasien tersebut dengan melakukan konseling dan mendorong keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien paska stroke.
Intervensi Pursed-Lip Breathing dan Posisi High Fowler untuk Mengatasi Gejala Sesak Napas pada Pasien dengan Coronary Artery Disease: Sebuah Studi Kasus Hannifa Dwi Aulia; Sri Hartati Pratiwi; Eka Afrima Sari
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.10894

Abstract

ABSTRACT Coronary artery disease (CAD) is a pathological process characterized by the accumulation of atherosclerotic plaques in the arteries, both obstructive and non-obstructive. CAD often causes chest pain and shortness of breath. However, patients with symptoms of tightness have 4 times higher mortality compared to patients without chest pain. Pursed-lip breathing intervention and a high fowler position can be done to reduce the shortness of breath experienced by CAD patients. The purpose of this study was to determine the effect of pursed-lip breathing nursing intervention and high fowler position on shortness of breath felt by patients with coronary artery disease. This research method was carried out with a case study approach that used a case about coronary artery disease with complaints of shortness of breath in one of the patient in a hospital in Indonesia.  The results of the study obtained were patients complaining of shortness of breath on a scale of 7 out of 10, respiration rate (RR) is 25 breath per minute, SpO2 value of 100% with oxygen 5L/minute, and heard ronkhi lung sounds. Thus, patients are given nursing intervention in the form of pursed-lip breathing and high fowler positions. The results obtained during the three days of treatment were shortness of breath on a scale of 2 out of 10, respiration rate is 18 breath per minute, SpO2 value of 95% without the oxygen therapy, and ronkhi sound is absent. The conclusion is that pursed-lip breathing intervention and high fowler position are effective in patients who experience shortness of breath. Therefore, pursed-lip breathing interventions and high fowler positions can be applied to patients with coronary artery disease who experience symptoms of shortness of breath. Keywords: Pursed-Lip Breathing, High Fowler, Coronary Artery Disease  ABSTRAK Penyakit arteri koroner atau coronary artery disease (CAD) atau penyakit jantung koroner (PJK) adalah proses patologis yang ditandai dengan akumulasi plak aterosklerotik di arteri, baik obstruktif maupun non-obstruktif. PJK sering kali menimbulkan  nyeri pada dada dan sesak napas. Namun, pasien dengan gejala sesak memiliki mortalitas empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa gejala sesak. Intervensi pursed-lip breathing dan posisi high fowler dapat dilakukan untuk mengurangi rasa sesak yang dialami pasien PJK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi keperawatan pursed-lip breathing dan posisi high fowler terhadap gejala sesak yang dirasakan oleh pasien dengan penyakit jantung koroner. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus yang menggunakan sebuah kasus tentang coronary artery disease dengan keluhan sesak napas pada salah satu pasien di rumah sakit yang ada di Indonesia.  Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu pasien mengeluh sesak napas skala 7 dari 10, respiration rate (RR) 25x/menit, saturasi oksigen 100% dengan oksigen 5L/menit, dan terdengar suara ronkhi. Sehingga, pasien diberikan intervensi keperawatan berupa pursed-lip breathing dan posisi high fowler. Hasil yang didapatkan selama tiga hari perawatan, yaitu keluhan sesak napas skala 2 dari 10, respiration rate menjadi 18x/menit, saturasi oksigen 95% tanpa bantuan terapi oksigen. Intervensi pursed-lip breathing dan posisi high fowler efektif diterapkan pada pasien yang mengalami sesak napas. Maka dari itu, intervensi pursed-lip breathing dan posisi high fowler dapat diterapkan pada pasien dengan coronary artery disease yang mengalami gejala sesak napas. Kata Kunci: Pursed-Lip Breathing, High Fowler, Penyakit Jantung Koroner
Hipervolemia dan Keletihan pada Pasien Chronic Kidney Disease Stage 5: Sebuah Studi Kasus Yuyun Kartika Sari; Eka Afrima Sari; Sri Hartati Pratiwi
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.10878

Abstract

ABSTRACT Chronic kidney disease leads to a progressive decline in kidney function. A decrease in kidney function leads to water and sodium retention, which subsequently causes hypervolemia. Mr. N came with complaints of shortness of breath to the hospital; the patient has undergone hemodialysis five times. In the process of examination, the presence of peripheral edema, pulmonary edema, and shortness of breath was found to be characterized by rapid and shallow breathing. According to the case, there was a problem of hypervolemia and fatigue in Mr. N. The aim of this study is to explore the application of nursing care in patients with chronic kidney disease stage 5 with hyperbolemia and fatigue. The method used is a case study descriptive of nursing care provision systematically starting from the examination, determination of diagnosis, planning, implementation, and evaluation of nurse care. The course was carried out for three days in a collaborative and independent manner. General interventions performed include hypervolemia management consisting of fluid restriction; edema and jugular venous pressure monitoring; interdialytic weight gain calculation; fluid intake and output control; monitoring of urea and creatinine levels; as well as co-administration of furosemide and hemodialysis. General interventions to overcome fatigue performed by giving semi-fowler positions; deep breathing relaxation; oxygen therapy; transfusion packed red cells, and relaxation foot massage. After the evaluation results were obtained for the problem of hypervolemia showed a decrease in the level of edema in the leg from degree 2 to degree 1, decreased jugular venous pressure, reduced blood pressure, interdialytic weight gain of 3.2%, improvement in the values of urea and creatinine, and a glomerular filtration rate post-hemodialysis of 8.28 ml/min/1.73 m2. As for the problem of fatigue, fatigue decreased from a score of 35 to 29, sickness decreased from a scale of 4 to 3, and breathing frequency was within the normal boundaries, so it can be concluded that the problems of nursing hyperbolemia and fatigue are partially overcome. Keywords: Chronic Kidney Disease, Hypervolemia, Fatigue  ABSTRAK Chronic Kidney Disease mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif. Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan retensi air dan natrium yang selanjutnya menimbulkan hipervolemia. Tn.N datang dengan keluhan sesak nafas ke RS, pasien telah menjalani hemodialisis sebanyak 5 kali. Pada proses pengkajian ditemukan adanya edema perifer, edema paru, serta sesak nafas yang ditandai pernafasan cepat dan dangkal. Berdasarkan kasus ditemukan adanya masalah hipervolemia dan keletihan pada Tn.N. Tujuan penelitian ini untuk mengekplorasi penerapan asuhan keperawatan pada pasien chronic kidney disease stage 5 dengan masalah keperawatan hipervolemia dan keletihan. Metode yang digunakan yaitu dengan studi kasus deskriptif pemberian asuhan keperawatan secara sistematis diawali dari pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Intervensi dilakukan selama 3 hari secara kolaborasi dan mandiri. Intervensi generalis dilakukan meliputi manajemen hipervolemia yang terdiri atas pembatasan cairan, pemantauan edema dan jugular venous pressure, perhitungan interdialytic weight gain, pemantauan intake dan output cairan, pemantauan kadar ureum dan kreatinin, serta kolaborasi pemberian furosemide, dan tindakan hemodialisis. Adapun intervensi generalis untuk mengatasi keletihan dilakukan dengan pemberian posisi semi fowler, relaksasi nafas dalam, terapi oksigen, transfusi packed red cells, dan relaksasi pijat kaki. Setelah dilakukan evaluasi didapatkan hasil untuk masalah hipervolemia, terdapat penurunan tingkat edema pada kaki dari derajat 2 menjadi derajat 1, penurunan jugular venous pressure, penurunan tekanan darah, interdialytic weight gain 3,2%, perbaikan pada nilai ureum dan kreatinin dengan glomerular filtration rate post-hemodialisis 8,28 ml/min/1,73m2. Adapun untuk masalah keletihan, kelelahan berkurang dari skor 35 menjadi 29, sesak berkurang dari skala 4 menjadi 3, frekuensi nafas dalam batas normal, sehingga dapat disimpulkan masalah keperawatan hipervolemia dan keletihan teratasi sebagian. Kata Kunci: Chronic Kidney Disease, Hipervolemia, Keletihan
Penggunaan Spinal Cord Independence Measure III sebagai Alat Ukur Kemampuan Fungsional Pasien Spinal Cord Injury di Indonesia Sri Hartati Pratiwi; Debie Dahlia; Liya Arista
Journal of Telenursing (JOTING) Vol 5 No 2 (2023): Journal of Telenursing (JOTING)
Publisher : Institut Penelitian Matematika, Komputer, Keperawatan, Pendidikan dan Ekonomi (IPM2KPE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31539/joting.v5i2.6377

Abstract

This study aims to determine the use of the Spinal Cord Independence Measure (SCIM) III as a functional measurement tool for spinal cord injury patients in Indonesia. The method used was cross-sectional as a pilot project. The population of this study were trauma and non-traumatic spinal cord injury patients. The results of this study indicate that SCIM III can assess the patient's functional status in self-care, bladder management, bowel management, and mobilization. In conclusion, SCIM III is an objective and reliable questionnaire that can be used as a tool to measure the functional ability of SCI patients. In addition, SCIM can be used to determine interventions that are appropriate to the patient's condition so that the outcome of the rehabilitation phase of care to make the patient independent can be achieved optimally. Keywords: Tool, Functional, Spinal Cord Independence Measure
In-House Training Perawat Terkait Perawatan Integratif di Area Keperawatan Medikal Bedah Nursiswati Nursiswati; Bambang Aditya Nugraha; Sri Hartati Pratiwi; Hasniatisari Harun; Urip Rahayu; Eka Afrima Sari; Chandra Isabella Hostanida Purba; Titis Kurniawan
Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Vol 6, No 11 (2023): Volume 6 No 11 2023
Publisher : Universitas Malahayati Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jkpm.v6i11.12169

Abstract

ABSTRAK Perawatan integratif dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang akan berkontribusi kepada peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup pasien. Penerapan perawatan integratif membutuhkan kemampuan perawat dalam mengelola upaya preventif, promotif dan rehabilitatif secara efektif pada saat memberikan asuhan keperawatan pada area keperawatan medikal bedah (KMB). Pengabdian pada masyarakat ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas perawat dalam perawatan integratif di area keperawatan medikal bedah. Metoda yang digunakan adalah in-house training berupa ceramah dan tanya jawab interaktif kepada 9 preseptor klinik dan 3 clinical case manager di RSUD Sumedang. Materi yang disampaikan diantaranya adalah Continuity of care pada chronic disease, Protocol follow up care pada area KMB, Transitional care, dan Discharge planning. Evaluasi kegiatan menggunakan analisis pre-posttest. Hasil kegiatan menunjukkan adanya peningkatan poin nilai rata-rata pre-post test (3,09). Nilai rata-rata pre-test sebesar 56 dan post-test sebesar 69,09. Dengan demikian, upaya yang sudah dilakukan bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas perawat khususnya pengetahuan dan keterampilan menginisiasi integrative care. Upaya tersebut dapat diulang dengan target sasaran perawat medikal bedah lainnya selain perseptor maupun case manager. Kata Kunci: Keperawatan Medikal Bedah, Kapasitas Perawat, Perawatan Integratif, Preceptor, Case Manager, Pengabdian Masyarakat  ABSTRACT Integrative Care could increase quality nursing services to be contribute to enhance the patient’s health status and quality life. Application of the integrative care requires the ability of nurses to effectively manage preventive, promotive and rehabilitative measurements when providing nursing care in the medical surgical nursing (MSN) area. This community service conducted with the purpose for increasing capacity of the nurses in integrative care in the MSN area. The method used was in -house training through interactive presentation and interactive  discussion to nine clinical preceptors and three clinical case managers at Sumedang District Hospital. The topic presented included Continuity of care in chronic disease, Protocol follow-up care in the MSN area, Transitional care, and Discharge planning. The evaluation and outcome analysis using pre-post test design. The results of the program showed an increase in the average pre-post test score points (3.09). The average pre-test score was 56 and the post-test was 69.09. Thus, this community program that have been made are beneficial in increasing capacity nurse specifically knowledge and skills to initiate the integrative care . The future program is needed with other medical surgical nurses non preceptors and case managers. Keywords: Medical Surgical Nursing, Capacity Nurse, Integrative Care, Preceptor, Case Manager, Community Service
Intervensi Pencegahan Merokok dan Konsumsi Alkohol pada Remaja melalui Pendidikan Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan Stunting Nursiswati Nursiswati; Malihatunnisa Nurrofiqoh; Sri Hartati Pratiwi; Titis Kurniawan; Chandra Isabella Hostanida Purba
Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Vol 7, No 2 (2024): Volume 7 No 2 2024
Publisher : Universitas Malahayati Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jkpm.v7i2.13084

Abstract

ABSTRAK Tahap perkembangan remaja sangat rentan akan perilaku berisiko. Kontrol emosi dan stres yang labil mengakibatkan remaja memilih mekanisme koping yang salah. Dampaknya, remaja dapat berisiko mengalami stunting. Perlu adanya penyuluhan terkait bahaya dan cara pencegahan konsumsi rokok dan alkohol guna mencegah terjadinya stunting. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini untuk melihat gambaran pengetahuan (kognitif) dari siswa kelas 7 salah satu SMP swasta di Kabupaten Bandung mengenai pencegahan penggunaan rokok dan alkohol. Pendidikan kesehatan dilaksanakan secara interaktif bertemakan menghindari rokok dan alkohol agar terhindar dari masalah kesehatan fisik dan mental guna mencegah terjadinya stunting. Pendidikan kesehatan diikuti oleh 72 siswa kelas 7 Sekolah Menengah Pertama. Evaluasi dari hasil pendidikan kesehatan dilakukan dengan memberikan soal Pre-test dan Post-test masing-masing sebanyak 5 soal. Sebanyak 55,55% remaja yang mengikuti pendidikan kesehatan dapat menjawab dengan benar ≥3 soal dari 5 soal yang tersedia dan sebanyak 33,33% mengalami peningkatan skor dari pre-test ke post-test. Pemahaman tentang bahaya merokok dan alkohol dapat diberikan sejak masa SMP dan dilakukan pemantauan berkelanjutan oleh guru di sekolah. Sekolah dapat memberikan kebijakan dan pelayanan UKS yang memadai bagi siswa. Pendidikan kesehatan berpengaruh positif dan secara signifikan meningkatkan pengetahuan remaja mengenai bahaya serta cara menghindari rokok dan alkohol. Kegiatan lanjutan berupa focus group discussion dan permainan dibutuhkan sebagai kegiatan lanjutan penguatan kognitif, afektif, dan psikomotor pencegahan merokok dan konsumsi alkohol pada siswa SMP. Kata Kunci: Alkohol, Merokok, Pendidikan Kesehatan, Remaja, Stunting  ABSTRACT The developmental stage of adolescents is very vulnerable to risky behavior and bad coping mechanisms. As a result, teenagers may be at risk of experiencing stunting. There is a need for education regarding the dangers and ways to prevent cigarette and alcohol consumption to prevent stunting. This research aims to describe the knowledge (cognitive) of grade 7 students at one of the private junior high schools in Bandung Regency regarding preventing the use of cigarettes and alcohol. Health education was carried out interactively with the theme of avoiding smoking and alcohol to avoid physical and mental health problems to prevent stunting. Health education was attended by 72 grade 7 junior high school students. Evaluation of the results of health education was carried out by providing pre-tests and post-tests. As many as 55.55% of teenagers who took part in health education were able to answer ≥3 questions correctly out of the 5 questions available and as many as 33.33% experienced an increase in scores from pre-test to post-test. Understanding of the dangers of smoking and alcohol can be given since junior high school and ongoing monitoring by teachers at school. Schools can provide adequate UKS policies and services for students. Health education has a positive effect and significantly increases teenagers' knowledge about the disadvantages and how to avoid smoking and alcohol. Further activities in the form of focus group discussions and games are needed as further activities to strengthen cognitive, affective, and psychomotor skills to prevent smoking and alcohol consumption in junior high school students. Keywords: Adolescents, Alcohol, Health Education, Smoking
Co-Authors Ade Rosi Amalia, Fany Andini, Nathania Putri Andri Agustin Anita Setyawati Asri Nurkarimah Azizah, Levina Bambang Aditya Nugraha Bambang Aditya Nugraha Chandra Isabella Hostanida Purba Citra Windani Mambang Sari Citra Windani Mambang Sari Dahlia, Debie - Dewin Safitri Dwi, Tia Dyah Setyorini Early Octavia Limbong Eka Afrima Sari Eka Afrima Sari Eka Afrima Sari Eka Afrima Sari Eka Afrima Sari, Eka Afrima Eka Fitri Ningsih Endah Yuniarti Estiqomah, Yuli Etika Emaliyawati Fitri Nurul Khotimah Giovanni Maria Gusgus Ghraha Ramdhanie Hamidah . Hana Rizmadewi Agustina Handayani, Nathasa Hannifa Dwi Aulia Harun, Hasniatisari Harun, Hasniatisari Helwiyah Ropi Herman, Regina Hesti Platini Ida Maryati Indah Wahyuni Karina, Grashiva Khairunnisa, Nisrina Kusman Ibrahim Liya Arista lukman, dede Ma'ripah, Isnan Malihatunnisa Nurrofiqoh Mira Trisyani Muhammad Ramdhani, Muhammad Musawi, Husein Nada Salsabila Nur Fitriani Nurjanah, Ismirani Nurkarimah, Asri Nursalma, Aisyah Nursiswati Nursiswati Nurul Azmi Fauziyah Oktorullah Oktorullah Puspita, Tita Rahmah, Tira Nur Rahmayani, Melly Rahmita Nurul Aprilia Ria Sitorus Ristina Mirwanti Ristina Mirwanti Ristina Mirwanti, Ristina Rohaeti, Sri Elis Rohayanti, Yanti Ryan Hara Permana Salwa Ghaida Fauzia Salwa, Sayyidah Sandra Pebrianti Seizi Prista Sari Sicilia, Asha Grace Siti Ulfah Rifa’atul Siti Yuyun Rahayu Fitri Slamet Riyanto Sri Elis Rohaeti Sutandi, Andi Sya'fa, Siti Noor Tanjung, Rifani Taty Hernawaty Titis Kurniawan Titis Kurniawan Titis Kurniawan Titis Kurniawan Titis Kurniawan Tuti Pahria Urip Rahayu Urip Rahayu Urip Rahayu, Urip Wati, Putri Windiramadhan, Alvian Pristy Yosilistia, Yosilistia Yusshy Kurnia Yusshy Kurnia Herliani, Yusshy Kurnia Yuyun Kartika Sari