Articles
            
            
            
            
            
                            
                    
                        Analisis Hukum Proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPRD Kabupaten Empat Lawang Terkait Pelanggaran AD/ART Partai Politik 
                    
                    Reza, Mehmed; 
Salia, Erli; 
Saptawan, Ardiyan; 
Mahfuz, Abdul Latif                    
                     AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam Vol 5 No 2 (2023) 
                    
                    Publisher : Fakultas Syariah INSURI Ponorogo 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.37680/almanhaj.v5i2.3770                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
The purpose of this paper is that Time Between Time Switching (PAW) is a mechanism in the representative system to replace board members who resign, die, or are dismissed. This research focuses on legal analysis of the PAW process of members of the Four Lawang Regency DPRD who are involved in violations of the Articles of Association / Bylaws (AD / ART) of political parties. The method used is normative legal research with a statutory and case approach. The results showed that the PAW process due to violations of political parties' AD/ART refers to applicable regulations but often causes controversy. This is due to the vagueness of the definition of "violation" in AD/ART and how it is enforced. In addition, the internal political dynamics of parties and the interests of various parties often influence the PAW process, which is supposed to be neutral and objective. In conclusion, there needs to be further revision and clarification regarding the definition of violations in AD/ART as well as a firmer and more transparent law enforcement mechanism to ensure the integrity and accountability of members of the Four Lawang Regency DPRD.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Pertanggungjawaban Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pengadaan Ternak Sapi 
                    
                    Meria, Fatma; 
Holijah, Holijah; 
Tanzil, Mulyadi; 
Mahfuz, Abdul Latif                    
                     AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam Vol 5 No 2 (2023) 
                    
                    Publisher : Fakultas Syariah INSURI Ponorogo 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.37680/almanhaj.v5i2.3831                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
The purpose of the paper is to understand the legal responsibility faced by individuals or entities in the event of unlawful acts in the procurement of cattle. In the cattle procurement industry, there are often practices that are not in accordance with the law, such as falsification of documents, improper feeding, and fraud in transactions. This research method used is a normative juridical approach, this study examines various regulations, regulations, and legal cases relevant to illegal acts in the procurement of cattle. The results of this study show that there is a strict legal framework governing the responsibility of individuals or entities that commit unlawful acts in the procurement of cattle. Business actors are expected to understand and comply with applicable regulations to avoid sanctions and ensure the sustainability of their business in the cattle procurement industry.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Pertanggungjawaban Hukum Atas Kehilangan Barang Pengguna Jasa di PT. Pos Indonesia (Persero) Kecamatan Sirah Pulau Padang dan Kota Kayuagung 
                    
                    Putri, Tresyah Meyrinda; 
Emirzon, Joni; 
Mahfuz, Abdul Latif                    
                     AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam Vol 5 No 2 (2023) 
                    
                    Publisher : Fakultas Syariah INSURI Ponorogo 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.37680/almanhaj.v5i2.3958                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
The purpose of this article is to understand and analyze the legal liability of PT. Pos Indonesia (Persero) Sirah Pulau Padang District and Kayuagung City regarding loss of goods of service users. normative legal research, which focuses on the analysis of applicable legal theories and regulations. The research method used is empirical juridical with primary and secondary data sources. The research results showed that there were several cases of lost goods at PT. Pos Indonesia area. PT. Pos Indonesia, based on its internal regulations and policies, has an obligation to provide compensation to service users in the event of loss of goods. However, the compensation claim process often experiences obstacles and often causes customer dissatisfaction. The recommendation from this research is the need to improve the compensation claim mechanism and increase the quality of service so that public trust in PT. Pos Indonesia can be maintained.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGEMUDI YANG LALAI DALAM KECELAKAN LALU LINTAS YANG MENYEBAKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES PALEMBANG 
                    
                    Imanuhadi, Imanuhadi; 
Mahfuz, Abdul Latif; 
Zahri, Saipuddin; 
Salia, Erli                    
                     JURNAL DARMA AGUNG Vol 30 No 1 (2022): APRIL 
                    
                    Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA) 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.46930/ojsuda.v30i1.3073                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Kecelakan di atas disebabkan oleh Faktor manusia merupakan faktor yang paling menentukan. Hal tersebut terjadi karena adanya kecerobohan atau kealpaan pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya, kecerobohan pengemudi tersebut tidak jarang menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang? dan 2) Apa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang??. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang telah ditegakan melalui upaya penal dengan sanksi penjara dikenakan Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, yang mana diancam dengan hukuman pidana paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan upaya non penal lebih diarahkan pada pencegahan terhadap terjadinya kecelakan lalu lintas. Dan 2) Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang yaitu a) faktor hukum itu sendiri yaitu Masih banyak peraturan perundang-undangan yang berasal dari produk zaman Belanda sehingga tidak mampu mengakomodir perkembangan yang ada dan masih ada perundang-undangan yang substansinya tidak jelas sehingga memunculkan multitafsir., b) faktor penegak hukum yaitu keterbatasan kemampuan aparat penegak hukum dalam hal ini polisi lalu lintas dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara lalu lintas, keterbatas jumlah anggota polisi lalu lintas untuk ditempatkan di lapangan, c) Faktor masyarakat, masih banyaknya mayarakat yang belum sadar hukum dan belum mengerti tentang tata tertib berlalu lintas dan rambu-rambu lalu lintas; d) faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, banyaknya rambu dan marka jalan yang sudah rusak dan tidak terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan; e) faktor kebudayaan, masih berlakunya hukum adat yang merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGEMUDI YANG LALAI DALAM KECELAKAN LALU LINTAS YANG MENYEBAKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES PALEMBANG 
                    
                    Imanuhadi, Imanuhadi; 
Mahfuz, Abdul Latif; 
Zahri, Saipuddin; 
Salia, Erli                    
                     JURNAL DARMA AGUNG Vol 30 No 1 (2022): APRIL 
                    
                    Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA) 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.46930/ojsuda.v30i1.3073                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Kecelakan di atas disebabkan oleh Faktor manusia merupakan faktor yang paling menentukan. Hal tersebut terjadi karena adanya kecerobohan atau kealpaan pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya, kecerobohan pengemudi tersebut tidak jarang menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang? dan 2) Apa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang??. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang telah ditegakan melalui upaya penal dengan sanksi penjara dikenakan Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, yang mana diancam dengan hukuman pidana paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan upaya non penal lebih diarahkan pada pencegahan terhadap terjadinya kecelakan lalu lintas. Dan 2) Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap pengemudi yang lalai dalam kecelakan lalu lintas yang menyebakan korban meninggal dunia di Wilayah Hukum Polrestabes Palembang yaitu a) faktor hukum itu sendiri yaitu Masih banyak peraturan perundang-undangan yang berasal dari produk zaman Belanda sehingga tidak mampu mengakomodir perkembangan yang ada dan masih ada perundang-undangan yang substansinya tidak jelas sehingga memunculkan multitafsir., b) faktor penegak hukum yaitu keterbatasan kemampuan aparat penegak hukum dalam hal ini polisi lalu lintas dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara lalu lintas, keterbatas jumlah anggota polisi lalu lintas untuk ditempatkan di lapangan, c) Faktor masyarakat, masih banyaknya mayarakat yang belum sadar hukum dan belum mengerti tentang tata tertib berlalu lintas dan rambu-rambu lalu lintas; d) faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, banyaknya rambu dan marka jalan yang sudah rusak dan tidak terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan; e) faktor kebudayaan, masih berlakunya hukum adat yang merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        KEDUDUKAN HUKUM PENYELENGGARAAN APOTIK YANG TIDAK MEMILIKI IZIN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 
                    
                    Afriansyah, Iwan; 
Zainuddin, Cholidi; 
Mahfuz, Abdul Latif                    
                     JURNAL DARMA AGUNG Vol 30 No 1 (2022): APRIL 
                    
                    Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA) 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.46930/ojsuda.v30i1.3506                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Salah satunya adalah masalah perizinan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana kedudukan hukum penyelenggaraan apotik yang tidak memiliki izin Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017?; dan 2) Apa upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan dalam menangani penyelenggaraan apotik yang tidak memiliki izin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kedudukan hukum penyelenggaraan apotik yang tidak memiliki izin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 kurang sesuai dengan fungsi apotik sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat masih belum dapat mengakomodir semua kebutuhan apotek selaku pelaku usaha terkait dengan persyaratan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan sehingga bersifat bersifat tidak patuh terhadap hukum, karena apotik yang tidak memiliki izin dianggap tidak sah dimana Perizinan Apotek di Kabupaten Banyuasin dalam proses pelayanan perizinannya belum sepenuhnya mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2017 tentang Apotek, hal ini dikarenakan dalam pengurusan baik penerbitan izin maupun perpanjangan izin tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. dan 2) Upaya yang dilakukan dinas kesehatan dalam menangani penyelenggaraan apotik yang tidak memiliki izin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 meliputi Pertama, Dinas Kesehatan mempermudah dan mempercepat proses penerbitan Surat Izin Apotek (SIA) , meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), dan Melakukan perbaikan sarana dan prasarana dalam menerbitkan izin apotek dan memberikan informasi terlebih dahulu ketika adanya keterlambatan dalam pengurusan penerbitan izin. Kedua, melakukan pengawasan Dalam Rangka Pemberian Izin. Ketiga, melakukan pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotik dan Keempat, Dinas Kesehatan melakukan Pembinaan kesadaran hukum hendaknya didasarkan pada usaha-usaha apotik untuk menanamkan, memasyarakatkan dan melembagakan nilai-nilai yang mendasari peraturan hukum tersebut dengan sosialisasi
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        TINJAUAN HUKUM PUTUSAN PENGADILAN TINGGI JAMBI NOMOR 38/PDT/2023/PT JMB TERHADAP PENANGANAN KREDIT MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA PADA PT PEGADAIAN 
                    
                    Zulkifli, Zulkifli; 
Holijah, Holijah; 
Mahfuz, Abdul Latif                    
                     JURNAL DARMA AGUNG Vol 32 No 2 (2024): APRIL 
                    
                    Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA) 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.46930/ojsuda.v32i2.4232                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Kredit macet menjadi salah satu permasalahan sangat berpengaruh serta menjadi skala prioritas dalam penanganannya oleh PT Pegadaian. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui 1. Bagaimanakah tinjauan hukum putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 38/PDT/2023 PT JMB terhadap penanganan kredit macet serta proses eksekusi jaminan fidusia pada PT Pegadaian? 2. Bagaimanakah penanganan kredit macet serta proses eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh PT Pegadaian setelah dikeluarkan Putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 38/PDT/2023/PT JMB?. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen, wawancara, pengamatan langsung terhadap situasi dan kondisi dilapangan. Berdasarkan hasil penelitian 1. Tinjauan Hukum Putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 38/Pdt/2023/PT JMB Terhadap Penanganan Kredit Macet Dan Eksekusi Jaminan Fidusia Pada PT Pegadaian yaitu terdapat perbedaan pertimbangan hakim dalam memutus perkara meskipun terdapat yurisperudensi yang terkait pemeriksaan gugatan konvensi dan rekonvensi antara Putusan Tingkat pertama dan Putusan Tingkat banding. 2. Penanganan Kredit Macet Serta Proses Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Dilakukan Oleh PT Pegadaian Setelah Dikeluarkan Putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 38/PDT/2023/PT JMB adalah tetap melakukan proses penanganan kredit macet dan eksekusi objek jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada PT Pegadaian, sehingga tidak terdapat perbedaan proses penanganan kredit macet dan eksekusi objek jaminan fidusia antara sebelum dan setelah dikeluarkannya Putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 38/PDT/2023/PT JMB.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN AKTA JUAL BELI TANAH YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS/PPAT H.TAMRIN AZWARI DALAM PUTUSAN Nomor 119/pdt.G/2021/PN PLG 
                    
                    Baranika, Millen Nagasti; 
Mahfuz, Abdul Latif                    
                     JURNAL DARMA AGUNG Vol 32 No 2 (2024): APRIL 
                    
                    Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA) 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.46930/ojsuda.v32i2.4234                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Keberadaan Notaris sebagai pejabat publik menjawab kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum dalam segala tugasnya. Demi kepentingan umum, notaris menghadapi perbedaan kemanusiaan dan perbedaan aspirasi dari pihak yang mengunjungi notaris untuk mengesahkan suatu akta atau sekedar mengesahkan akta tersebut sebagai bukti tertulis dari suatu perjanjian yang telah dibuat. Pelaksanaan tugas Notaris diatur dengan peraturan profesi Notaris. Namun ada kalanya Notaris melakukan kesalahan fatal terhadap akta yang pada akhirnya dapat mengakibatkan cacat akta dan dicabutnya akta oleh pengadilan. Putusan Nomor 119/Pdt.G/2021/PN Plg pembatalan akta jual beli tanah yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT H.Tamrin Azwari yang dinyatakan Akta Jual Beli Nomor: 991 tanggal 31 Desember 2007 batal demi hukum. Penelitian hukum ini merupakan penelitian normatif dan dengan menggambarkan dengan pendekatan kasus mengenai kepastian hukum dan akibat hukum dari pembatalan akta jual beli notaris dalam Putusan 119/PDT.G/2021/PN PLG.Berisi data lapangan yang bersifat deskriptif dan pendekatan legislatif yang mengutamakan materi. Bahan hukum berupa peraturan hukum. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan survei lapangan, dan data yang ada diperkaya dengan melakukan wawancara terhadap pemangku kepentingan. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Akta Notaris H.Tamrin Azwari mengenai produk dokumen yang dipermasalahkan di pengadilan sehubungan dengan akta yang ditandatangani oleh Notaris H.Tamrin Azwari, termasuk Notaris sebagai tergugat atau pihak yang berperkara; Dinyatakan bahwa Anda dapat dikenakan terdakwa. Diketahui, akta persetujuan yang mendasari akta jual beli bernomor 991 tanggal 31 Desember 2007 itu palsu. Hal ini membuktikan Rustam banyak melakukan penipuan dalam melakukan pembelian dan penjualan. Sesuai dengan undang-undang, kontrak penjualan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “pemalsuan dokumen” dan terdakwa divonis delapan bulan penjara. Akad penjualan dibuat di kantor Notaris H.Tamrn Azwari.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        ASPEK PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENARIKAN BARANG JENIS KENDARAAN BERMOTOR OLEH PIHAK LESSOR 
                    
                    Hayatuddin, Khalisah; 
Mahfuz, Abdul Latif; 
Rosalina, Rosalina                    
                     JURNAL DARMA AGUNG Vol 30 No 1 (2022): APRIL 
                    
                    Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA) 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.46930/ojsuda.v30i1.2968                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Penarikan kendaraan bermotor yang masih berada dalam penguasaan debitur (Lesee) yang dilakukan oleh Kreditur (Lessor) mestilah dilakukan secara hati-hati. Hak mengeksekusi sendiri itu (melakukan penarikan kendaraan bermotor), sebagaimana yang dinyatakan di dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fiducia, yang menjadi dasar hukum bagi pihak kreditur sebagai perusahaan pembayaan leasing dalam melakukan penarikan kendaraan bermotor, ternyata setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019 hanya dapat diterapkan secara limitative. Artinya penarikan itu hanya dapat dibenarkan sepanjang ada kesepakatan antara kreditur (Lessor) dengan debitur (Lesee) terkait dengan ketentuan cidera janji (wanprestasi) dan debitur menyatakan secara sukarela menyerahkan kendaraan dimaksud. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, maka kreditur haruslah mendapatkan putusan pengadilan terlebih dahulu mengenai cidera janji atau wanprestasi tersebut. Jika ketentuan ini dilanggar, maka penarikan tersebut itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Jika kemudian penarikan kendaraan bermotor tersebut dilakukan dengan tidak mengindahkan ketentuan limitative dimaksud, maka perbuatan itu, otomatis telah menimbulkan kerugian bagi pihak debitur, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), maka hukum memberi hak kepada debitur (Lesee), sebagai pihak yang dirugikan itu untuk mengajukan tuntutan ganti rugi, yang implementasinya dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Legal Implications For Victims Of Telegram Fraud In The Jurisdiction Of The South Sumatra Polda 
                    
                    Marlin, Marlin; 
Mahfuz, Abdul Latif                    
                     DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 9, No 1 (2024): January-June 
                    
                    Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.30596/dll.v9i1.18514                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Digital fraud is the most common cybercrime and is a global problem. Cases of fraud committed by online media using Telegram accounts are increasing from year to year. The problem in this investigation is the legal implications for victims of criminal acts of wire fraud in the jurisdiction of the South Sumatra Regional Police. The research method used is a standard legal research method that uses secondary data resulting from library research. A study of the legal implications for legal protection for victims of wire fraud in the jurisdiction of the South Sumatra Regional Police shows that although the victims' rights have been fulfilled, the victims have not received complete justice. Victims are in a vulnerable position in providing legal protection by reporting a criminal incident, explaining who the perpetrator of the crime is, and/or providing evidence, both physical and non-evidence. Physical suffering and material and non-physical losses - material losses for law enforcement officers