Claim Missing Document
Check
Articles

The Different of Protein Intake Between Chronic Renal Failure Patients with Malnutrition and Not Malnutrition in Hemodialysis Unit at dr. Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung Dian Isti Angraini
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Chronic renal failure patients undergoing hemodialysis are at risk of malnutrition, especially protein energy malnutrition. Adequate protein intake in hemodialysis patients aims to compensate for the loss of protein due to the hemodialysis process and to fullfill of basic physiological functions of the body. Malnutrition can increase the risk of morbidity and mortality. This study aims to determine the differences between the mean intake of protein in hemodialysis patients are malnourished and not malnourished. This study is an observational analytic with cross sectional design, in 43 patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis in hemodialysis installation dr. H. Abdoel Moeloek in October to December 2013, taken with consecutive sampling technique. Malnutrition was the underweight status based on assessment of body mass index (BMI). Protein intake was obtained by the method of assessment of food consumption using semiquantitative food frequency questionnaire quesionaire (SQ-FFQ) that explores history of the patient ate during the last week. The results showed that subjects who were malnourished as much as 16.3%, and less protein intake was 36.5%. The mean intake of protein malnourished subjects (54 grams / day) lower than in subjects who are not malnourished (60.4 g / day). There were no differences between the mean protein intake was statistically significant between the groups malnourished and not malnourished (p = 0.163). Conclusion: there are no differences between the mean protein intake was statistically significant in subjects who are malnourished or not malnourished.
Korelasi Aktifitas Fisik dan Jumlah Gigi Berfungsi dengan Kadar Gula Darah Sewaktu pada Pasien Poliklinik Universitas Lampung Dian Isti Angraini; Sofyan Musyabiq Wijaya
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 1, No 2 (2016): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v1i2.1617

Abstract

Faktor risiko penyakit degeneratif di antaranya hipertensi, diabetes melitus, dan kanker sangat berkaitan dengan pola hidup yang dijalani seseorang. Asupan makan inadekuat, aktifitas fisik yang kurang, stres emosial, dan status gizi berlebih merupakan contoh faktor risiko penyakit degeneratif. Asupan makan inadekuat juga bisa dipengaruhi dengan adanya gangguan pengunyahan akibat masalah gigi mulut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi aktifitas fisik dan jumlah gigi berfungsi dengan kadar gula darah sewaktu. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional pada 89 orang pasien yang datang ke poliklinik Unila pada bulan Juni sampai Oktober 2015, berusia lebih dari 18 tahun dan tidak menderita penyakit infeksi kronis serta keganasan. Sampel diambil secara consecutive sampling. Aktifitas fisik didapatkan dengan hasil kuesioner 24 h recall of physical activity. Jumlah gigi berfungsi dinilai dengan pemeriksaan gigi dan mulut menggunakan indeks DMF-T. Kadar glukosa darah sewaktu didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata subyek penelitian memiliki aktifitas fisik ringan (1,62), jumlah gigi berfungsi baik (29,2) dan kadar glukosa darah sewaktu dalam batas normal (163,3 mg/dl).Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara aktifitas fisik dengan kadar glukosa darah sewaktu (r=-0,28; p<0,05) dan korelasi yang tidak bermakna antara jumlah gigi berfungsi dengan kadar glukosa darah sewaktu (r=0,058; p>0,05).Simpulan: aktifitas fisik berkorelasi negatif dengan kadar glukosa darah sewaktu dan jumlah gigi berfungsi tidak berkorelasi. [JK Unila. 2016; 1(2)]Kata kunci: aktifitas fisik, jumlah gigi berfungsi, kadar glukosa darah sewaktu, pasien poliklinik Unila.
Pengaruh Status Gizi Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Daerah Endemis Malaria Kabupaten Pesawaran Dian Isti Angraini; Efriyan Imantika; Reni Zuraida; Sofyan Musyabiq Wijaya
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 4, No 2 (2020): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v4i2.2871

Abstract

Malnutrisi dan anemia pada ibu hamil merupakan masalah gizi yang masih sulit diatasi di seluruh dunia. Malnutrisi dan anemia bukan hanya berdampak pada ibu, tetapi juga pada bayi yang dilahirkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh status gizi terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di daerah endemis malaria kabupaten Pesawaran. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di kabupaten Pesawaran pada  bulan Mei sampai November 2019.  Sampel adalah 70 orang ibu hamil yang bersedia untuk berpartisipasi dalam proses penelitian dan tidak menderita penyakit keganasan, diabetes melitus dan TBC, yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data anemia ibu hamil diukur dengan pemeriksaan kadar haemoglobin darah ibu dandata status gizi diperoleh dari pengukuran lingkar lengan atas. Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan Uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 32,9% responden menderita anemia dalam kehamilan, dan 22,9% memiliki status gizi malnutrisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh terhadap kejadian anemia ketika ibu hamil (p=0,02).Kata Kunci: anemia, ibu hamil, status gizi
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) : Diagnosa dan Tatalaksana Jhons Fatriyadi Suwandi; Dian Isti Angraini; Syfa Dinia Putri
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2232

Abstract

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY), merupakan salah satu bentuk dari defek sel beta pankreas akibat mutasi genetik. Hingga saat ini terdapat lebih dari 10 mutasi fenotip gen yang mendasari terjadinya MODY. MODY mengenai seseorang di onset yang muda biasanya pada dekade dua dan berkaitan erat dengan riwayat diabetes yang kuat dalam keluarga. MODY dilaporkan sebagai bentuk paling umum dari diabetes monogenik dan mempengaruhi 1-2% dari semua pasien diabetes di Eropa. Penelitian terbaru telah melaporkan prevalensi MODY 21-45/1.000.000 anak dan 100/1.000.000 orang dewasa. Telah ditentukan bahwa 5% dari individu yang didiagnosis dengan diabetes sebelum usia 45 tahun memiliki MODY, dengan 80% dari individu salah didiagnosis memiliki tipe 1 (T1DM) atau tipe 2 diabetes mellitus (T2DM). Orang dengan MODY mungkin hanya memiliki gejala diabetes ringan atau tidak ada dan hiperglikemia ditemukan selama tes darah rutin. MODY sering sekali terlambat didiagnosis bahkan terjadi misdiagnosis karena sifatnya yang tidak khas sehinga dibutuhkan kehati-hatian dalam penegakkan diagnosis. Standar baku pemeriksaan MODY yaitu menggunakan analisis gen. Terapi yang dapat diberikan berdasarkan pada jenis MODY sangat spesifik, karena setiap tipe memiliki karakteristik klinis tersendiri. Pada MODY 2 dan 4 dapat dilakukan tatalaksana diet dibandingan MODY tipe lain yang membutuhkan obat anti diabetes atau insulin.Kata kunci: diagnosis, karakteristik klinis, maturity onset diabetes of the young (MODY), terapi
Peran Zat Besi terhadap Adaptasi Fisiologis Ibu Hamil dengan Anemia Akibat Malaria di Daerah Endemis Malaria Kabupaten Pesawaran Efriyan Imantika; Dian Isti Angraini
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 2 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i2.2494

Abstract

Malaria merupakan infeksi oleh parasit golongan Plasmodium yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Lima daerah di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dengan kasus positif malaria tertinggi terjadi di 4 wilayah kerja Puskesmas yaituPuskesmas Hanura dengan jumlah kasus terbanyak yaitu 1.738 kasus,Puskesmas Padang Cermin 91 kasus, dan Puskesmas Pedada 82 kasus.Di Indonesia, kasus Malaria pada ibu hamil terjadi 66 kasus dari perkiraan jumlah ibu hamil sebanyak 4.066tahun 2014. Di dunia, kematian terjadi pada 10.000 wanita hamil dan 200.000 bayi setiap tahunnya akibat malaria dalam kehamilan. Di Kabupaten Pesawaran propinsi Lampung, angka kesakitan (Annual Parasite Incidence) sebesar 4,44 per 1000 penduduk berisiko. Malaria pada ibu hamil meningkatkan risiko kematian pada wanita hamil dan janin yang dikandungnya. Efek Malaria terhadap janin berupa anemia, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pertumbuhan janin terhambat, kelahiran prematur dan kematian perinatal. Menggunakan metode penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian cohort retrospektif. Uji hipotesis yang digunkan yaitu Independent t-testyaitu peneliti mempelajari peran pemberian zat besi terhadap adaptasi fisiologi ibu hamil yang terdiagnosis dengan anemia akibat infeksi Malaria. Pemberian zat besi sebanyak 30-60 buah selama 4-6 minggu pada kelompok yang anemia dan normal, memberikan perbedaan frekuensi nadi (89.7 ±7.6vs78.6 ±8.1; p=0.001; IK 95% (-16.2-(-5.9)) dan selisih kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian tablet zat besi bermakna secara statistik (1.1±0.4 vs0.6 ±0.4; p=0.001; IK 95% (-0.8-(-0.3)). Pemberian tablet zat besi pada ibu hamil sebanyak 30-60 buah selama 4-6 minggu menyebabkan adaptasi fisiologis berupa peningkatan frekuensi nadi 11.3 kali pada kelompok anemia akibat Malaria dan peningkatan kadar hemoglobin sebesar 0.53 mg/dL.Keyword: Zat besi, adaptasi fisiologis, anemia, malaria
Analisis Asupan Makan Sebagai Faktor Risiko Kurang Energi Kronis pada Ibu Hamil di Kota Bandar Lampung Dian Isti Angraini; Ratna Dewi Puspita Sari; Sofyan Musyabiq Wijaya; Rachmi Lestari Rukmono
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2208

Abstract

Prevalensi kurang energi kronis pada ibu hamil usia 15-49 tahun mencapai 24,2%. Kurang energi kronis merupakan gambaran status gizi ibu di masa lalu, sehingga bisa berisiko mengakibatkan komplikasi kehamilan dan kelahiran serta melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis asupan makan sebagai faktor risiko kurang energi kronis pada ibu hamil di kota Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di kota Bandar Lampung pada bulan April sampai Oktober 2018. Sampel adalah 138 orang ibu hamil berusia 18 sampai 45 tahun, yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data kurang energi kronis dinilai melalui pengukuran lingkar lengan atas dan asupan makan dengan menggunakan kuesioner semiquantitative food frequency (SQFFQ). Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan Uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 35,5% responden menderita kurang energi kronis, 39,1% asupan energi lebih, 50% asupan karbohidrat lebih, 81,9% asupan protein lebih, 42,8% asupan lemak kurang dan 53,6% asupan zat besi lebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan energi, protein dan lemak merupakan faktor risiko terjadinya kurang energi kronis pada ibu hamil (p=0,0; p=0,00; p=0,038), asupan karbohidrat dan zat besi bukan merupakan faktor risiko kurang energi kronis pada ibu hamil (p=0,13; p=0,052). Kata Kunci: asupan makan , ibu hamil, kurang energi kronis
Penyebab Langsung (Immediate Cause) yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Bagus Pratama; Dian Isti Angraini; Khairun Nisa
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Vol 8 No 2 (2019): Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Akademi Keperawatan Sandi Karsa (Merger) Politeknik Sandi Karsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.167

Abstract

Short stature (stunting) is a nutritional problem that has implications on children’s growth problems. The consequences to the children are having lower length or height comparing to other children at their age. The results of nutritional status measurement show that less than -2 to -3 of standard deviations (stunted) and less than -3 of standard deviations (severely stunted). This condition occurs because the golden period is not achieved in the first thousand days of a child's life. Stunting can be caused by various factors like the conditions of mother or prospective mother, fetal period, infancy period or on the first thousand days period of life. Direct actors that influence stunting such as inadequate food intake and infectious disease, or the child's health status.
Hubungan Perilaku Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mp-Asi) Dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Satelit Kota Bandar Lampung Winda Puspita Sari; Dian Isti Angraini
Medula Vol 12 No 2 (2022): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v12i2.427

Abstract

After the baby agrees 6–12 months breastfeeding is no longer enough to meet nutrition. Inadequate fulfillment of nutrition will result in poor nutritional status of children. The impact of malnutrition status will cause an increase in physical growth and intelligence development as well as a decrease in endurance which results in an increase in mortality in infants. One cause of malnutrition is the help of parents in providing complementary feeding. This study aims to determine the relationship between the behavior of complementary feeding with the nutritional status of infants aged 6–24 months in working area of ​​the Bandar Lampung Satelit Health Center. This research uses quantitative method with cross sectional approach. The sample consisted of 64 mothers who had babies aged 6–24 months in working area of ​​Bandar Lampung Satelit Health Center. Sampling was done by consecutive sampling and the data were analyzed by chi square test. As many as 45 infants (70.3%) had good nutritional status and 19 (29.7%) infants had undernourished status. A total of 25 people (39.1%) had good complementary feeding behavior, while a total of 39 people (60.9%) have poor complementary feeding giving behavior. Statistically, complementary feeding giving behavior is related to infant nutritional status with p value = 0,000. Based on this study, we can concluded that there is a relationship between maternal behavior in the provision of complementary feeding and nutritional status of infants aged 6–24 months in working area of ​​Bandar Lampung Satelit Health Center.
Penatalaksanaan Holistik Pada Laki-Laki Usia 69 Tahun Dengan PPOK Dan Hipertensi Grade II Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga Rizki Arisandi; Dian Isti Angraini
Medula Vol 12 No 4 (2022): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v12i4.533

Abstract

Changes in the level of welfare of the Indonesian people have led to an increase in the prevalence of non-communicable diseases, one of which is Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). The prevalence of COPD in Indonesia is 3.7% and in Lampung the prevalence is 2.04% and ranks number 7 of the 10 most common diseases found in Lampung. In addition, it is estimated that there are 1.28 billion people aged 30-79 years who have hypertension, of which two thirds live in developing countries, and about 46% are not aware of having hypertension. Less than half (42%) of the population with hypertension is diagnosed and treated. In this case report, it is reported that a 69-year-old male patient with COPD and grade II hypertension had concerns that his complaints would increase and not improve. The limited knowledge about the patient's health condition in the form of risk factors, disease prevention, treatment patterns and the lack of motivation and encouragement from the family to stop smoking and take the patient for routine health control are factors that cause problems that occur in patient and family. The management was carried out holistically using a family medicine approach and after evaluation it was found that the patient's symptoms were reduced, increased knowledge, and changes in the patient's diet and physical activity.
HOLISTIC MANAGEMENT OF 63 YEARS OLD GERIATRIC MAN WITH AXIAL NECK PAIN THROUGH THE FAMILY MEDICINE APPROACH Hana Nafisah; Clara FIrhan Asifa; Dian Isti Angraini
Medula Vol 13 No 1 (2023): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v13i1.602

Abstract

The most common health problem at work is musculoskeletal disorders (MSDs). One of the most common complaints of MSDs is pain in the neck muscles or axial neck pain. Axial neck pain is often exacerbated and has many risk factors, especially related to workplace ergonomics. Comprehensive management is needed so that risk factors can be identified, and holistic management can be given. Application of evidence-based medicine-based family doctor services by identifying risk factors, clinical problems, and patient management based on a patient problem-solving framework using a patient-centered and family approach. Primary data were obtained through anamnesis, physical examination, supporting examinations and home visits to assess the physical environment. The patient complains of pain in the back of the neck accompanied by a feeling of stiffness in the neck. Complaints felt since 1 week ago. The pain is felt like squeezing, comes and goes, decreases slightly when you apply warm oil and rest, but a few moments later the pain will recur, the pain gets worse after working lifting heavy weights on your shoulders or turning your neck to the right and left and lowering your head. Pain also radiates from the back of the neck to the shoulders, shoulder blades and upper back. Pain does not radiate down the arm. According to the patient's statement, the pain scale felt by the patient between 1-10 is 7. Diagnosis and management of this patient is carried out holistically and comprehensively, patient center, family appropriate, community oriented with drug administration, carrying out ergonomic guidelines at work and doing cervical exercises regularly according to the EBM so that it can prevent recurrence of axial neck pain.