Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Dwi Afni Maileni; Alwan Hadiyanto; Emy Hajar Abra; Pristika Handayani; Parningotan Malau
PETITA Vol 2, No 2 (2020): PETITA Vol. 2 No. 2 Desember 2020
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.505 KB) | DOI: 10.33373/pta.v2i2.4009

Abstract

Penyelesaian perkara tindak pidana Anak tidak lagi hanya diselesaikan melalui proses peradilan pidana melainkan telah dapat diselesaikan diluar proses peradilan pidana. Penyelesaian perkara tindak pidana Anak di luar peradilan pidana disebut sebagai cara Diversi. Cara ini wajib dilaksanakan oleh Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dengan dibantu oleh pihak-pihak yang mengerti permasalahan Anak sebagai pemberi masukan atau saran tentang penyelesaian perkara tindak pidana Anak. Cara Diversi berusaha mengalihkan Anak dari pemidanaan khususnya pidana penjara sebagai bentuk pertanggungjawaban Anak atas perbuatannya, serta memberikan kesempatan bagi Anak untuk dididik dan memperbaiki diri menjadi lebih baik dalam lingkungan yang tepat. Pada kesempatan ini Anak diajarkan untuk meminta maaf dan menyesali perbuatannya, serta melatih Anak untuk bertanggung jawab yaitu dengan melakukan ganti rugi atau rehabilitasi terhadap korban maupun keluarga Anak Korban sebagai bentuk pertangung jawaban atas perbuatannya yang merugikan korban atau keluarga Anak Korban. Tercapainya kesepakatan Diversi merupakan terwujudnya Keadilan Restoratif bagi Anak yang berhadapan dengan hukum.
EFEKTIVITAS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA UNTUK MENEKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI DI LOKA REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI KEPULAUAN RIAU) Alwan Hadiyanto
PETITA Vol 1, No 1 (2019): PETITA Vol. 1 No. 1 Juni 2019
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.08 KB) | DOI: 10.33373/pta.v1i1.4030

Abstract

Tindak kejahatan narkotika saat ini tidak lagi secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terang-terangan yang dilakukan oleh para pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasi barang berbahaya itu. Tindak pidana ini dengan cepat tersebar di seluruh tanah air. Tentu tidak asing dengan fenomena penyalahgunaan narkotika saat ini.Dilihat dari Undang-Undang narkotika ini dijelaskan bahwa pelaku penyalahgunaan merupakan pelaku tindak pidana terhadap narkotika itu sendiri.Dari latar belakang yang telah ada, maka tersusunlah rumusan masalah, yaitu bagaimanakah efektifitas rehabilitasi bagi pecandu narkotika untuk menekan tindak pidana narkotika di Loka Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Kepulauan Riau, selain mengetahui keefektifitasan rehabilitasi itu sendiri, pastinya pihak BNN memiliki kendala yang dihadapi dalam menerapkan rehabilitasi bagi pecandu narkotika untuk menekan tindak pidana narkotika di Loka Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Kepulauan Riau. Dengan telah mengetahui efektifitas rehabilitasi dan kendala yang diterapkan dengan cara metode penelitian hukum empiris, dimana metode ini adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum yang nyata serta meneliti bagaimana kinerja hukum di suatu wilayah, maka jenis metode penelitian hukum ini juga menggunakan data primer yang merupakan data yang berasal dari lapangan. Dan juga dibutuhkan pula sumber data sekunder guna menunjang kelengkapan data serta referensi yang di angkat. Melihat dari yang telah dijabarkan di bab berikutnya, maka dapat disimpulkan bahwa Rehabilitasi merupakan salah satu solusi terbaik dan tepat bagi para korban yang ingin berhenti dari barang haram tersebut karena sangat merugikan hidupnya. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.Tujuan penelitian ini juga untuk mengetahui efektivitas rehabilitasi bagi pecandu narkotika untuk menekan tindak pidana narkotika. Maka konsep dari rehabilitasi diharapkan dapat menjadi solusi terbaik bagi penyalahguna narkotika.
PELAKSANAAN DAN PENERAPAN AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Alwan Hadiyanto
PETITA Vol 4, No 2 (2022): PETITA Vol. 4 No. 2 Desember 2022
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/pta.v4i2.4969

Abstract

Upaya untuk menghilangkan tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak bisa hanya melakukan satu sisi keluar tetapi harus setiap sisi yang lebih bisa mempengaruhinya. Salah satu pengaruh sisinya yaitu menganggap hukum oleh hakim adalah substansi ilegal untuk melakukan dakwaan. Bahan ilegal diterapkan pada otentikasi pidana korupsi tindakan tanpa batas hanya formil substansi ilegal namun upaya menghilangkan korupsi harus diterapkan materil substansi ilegal dalam fungsi positif atau alasan pembenar untuk hukuman. Didasarkan pada formulasi menyeluruh materil ilegal tidak disertakan oleh membatasi dalam hukum tentang korupsi di Indonesia sampai dalam aplikasi di otentikasi kasus korupsi masih harus dilakukan penelitian yang menganggap oleh hakim. Formulasi ini membatasi dari materil ilegal dalam fungsi positif pada korupsi hukum di Indonesia berpengaruh untuk otentikasi tindak pidana korupsi
THE IMPLEMENTATION OF THE SUSPECT'S RIGHTS IN THE LEGALITY OF PRETRIAL INVESTIGATION Budiyanto Budiyanto; Farida Kaplele; Alwan Hadiyanto
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 10, No 1 (2023): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jph.v10i1.30577

Abstract

The purpose of this study is examine the legality of the investigative process at pretrial hearings and their constraints. The normative legal research method supported by empirical legal research is used in this study. The results of the study found that the suspect's right to test the legality of the investigation process at the pretrial hearing has been implemented through legal procedures in accordance with the provisions of Article 77, Article 79, Article 82 and Article 95 of the Criminal Procedure Code. In its implementation, out of a total of 40 cases, 15 cases were rejected, 7 cases were granted, 7 cases were withdrawn, 4 cases could not be accepted, 6 cases were declared disqualified, 1 case was still in trial. As a result, it was found that there were procedural errors and violations of rights committed by investigators, so that during the examination the pretrial hearing was declared invalid. Obstacles for a legality test for the investigation process through a pretrial hearing include: the pretrial request was declared invalid, declared unacceptable, the difficulty for the suspect to find legal counsel who could win his case, the high cost of paying attorneys, the suspect's ignorance and ignorance of legal issues.
THE ADVOCATES' IMMUNITY RIGHTS IN INDONESIA'S CRIMINAL JUSTICE SYSTEM Mas Rara Tri Retno Herryani; Alwan Hadiyanto; Mas Subagyo Eko Prasetyo; Agus Saepul Alam
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 10, No 2 (2023): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jph.v10i2.33463

Abstract

The purpose of this study is to determine the factors causing the lack of protection of advocates' immunity rights in the criminal justice process, and to analyze the future protection of advocates' immunity rights in the criminal justice system. The approach method used in this research is empirical juridical method. In the future advocate immunity rights can be used adversarial system. Where the in-adversarial system can be subject to immunity. That the judge here is only a jury between the advocate and the public prosecutor who is trying to prove the charges and charges filed at trial. if there is a violation of the code of ethics, for example an Advocate is attacked or criminalized by the opposing party, then with this advesari system the advocate can prove that what an Advocate does is in accordance with the procedures and rules of law that apply is a system that is a legal umbrella for an Advocate where the Advocate can prove what he does in carrying out his profession in accordance with the law.
Modification Fisher Rebuilding Intervention and ‘Sabar’ Counseling on Women after Divorced Hasibuan, Wilda; Adiningtiyas, Sri Wahyuni; Hadiyanto, Alwan; Asanjarani, Faramarz
Engagement: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 8 No 2 (2024): November 2024
Publisher : Asosiasi Dosen Pengembang Masyarajat (ADPEMAS) Forum Komunikasi Dosen Peneliti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29062/engagement.v8i2.1470

Abstract

A divorce is not something that every couple wants. No couple must desire divorce if there are still opportunities. The primary issues in many divorces, including those involving community service, are The methods utilized in the home to resolve disputes, the coping mechanisms employed in times of stress, and the personalities of each couple. Three distinct divorce situations were treated using the Fisher Rebuilding Intervention and 'Sabar' Counselling as a result of this service. The outcome of this service is that the SP case finds a way to deal with long-buried emotions, the VN case has no emotional content and allows for more behavioral interventions, and in the ST case, the angler rebuilding intervention is not only carried out on ST but also on his daughter and his daughter's adolescent.
Pasang Surut Demokrasi Dalam Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Pasca Reformasi Abra, Emy Hajar; Hadiyanto, Alwan; Hanafi, Hanafi; Laila, Saviarnis; Ciptono, Ciptono; Arianto, Dian; Herningtyas, Tuti; Sriono, Sriono; Marfuah, Siti; Amin, Saifuddin
JURNAL DIMENSI Vol 14, No 1 (2025): JURNAL DIMENSI (MARET 2025)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/dms.v14i1.7065

Abstract

Sebuah negara dikatakan berdemokrasi ketika dijalankannya sistem pemilihan umum. Begitupun dengan Indonesia yang sepanjang perjalanan pasca kemerdekaan telah menjalankan sistem pemilihan umum baik legislatif juga eksekutif dengan beragam formula dan perubahannya. Indonesia kemudian mulai berbenah sistem ketatanegaraan dengan didahului pada amandemen konstitusi yakni pada masa refromasi tahun 1998. Dalam perubahan konstitusi konstruksi pemilihan umum khususnya pada pemilihan presiden dan wakil presiden mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari masa jabatan presiden, sistem pemilihan, asal presiden sampai pada proses pemberhentian. Sayangnya, perubahan konstitusi tidak berbanding lurus pada pelaksanaan undang-undang pemilu. Undang-undang pemilihan umum khususnya untuk presiden dan wakil presiden kian hari mengalami pasang surut nilai demokrasi. Lantas bagaimana melihat pasang surut demokrasi dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia. Metode penulisan ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan dengan data kepustakaan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang kemudian dianalisa secara deksriptif kualitatif. Pasang surut demokrasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia ini kemudian penulis kaji menggunakan tiga kategori sebagai pisau Analisa, dengan hasil dan kesimpulan sebagai berikut. Pertama ambang batas pemilihan umum presiden dan wakil presiden untuk menjadi pintu masuk dalam penyederhanaan partai politik demi penguatan system presidensial menjadi tidak tepat. Kedua; terkait konstruksi parpol Indonesia. Bahwa penyederhanaan partai politik harus memperhatikan alasan-alasan fundamental yang tidak dapat terlepas dari. Ketiga; terkait dengan produk hukum pemilihan umum, maka undang-undang pemilihan umum dari masa ke masa mengalami proses kemunduran demokrasi.
PEMBERANTASAN PEREDARAN NARKOBA DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA MENURUT HUKUM NASIONAL Hadiyanto, Alwan; Marpuah, Siti; Azrianti, Seftia; Kurniawan, Wan Rahmat; Wardani, Dian Wiris Woro
JURNAL DIMENSI Vol 12, No 3 (2023): JURNAL DIMENSI (NOVEMBER 2023)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/dms.v12i3.5978

Abstract

Penyalahgunaan narkoba masih menjadi masalah kronis yang menimpa Indonesia, kasus peredaran sabu dan banyak tertangkapnya bandar-bandar narkoba internasional dalam beberapa tahun terakhir menjadi bukti bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat narkoba. Pemerintah Indonesia mengedepankan peran Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam rangka mencegah dan memberantas peredaran Narkoba di Indonesia. Adapun upaya pencegahan dan pemberantasan Narkoba dilakukan dengan tiga tahapan yaitu pertama, Preemtif yaitu upaya pencegahan yang dilakukan secara dini. Kedua, Preventif yaitu upaya yang sifatnya strategis dan merupakan rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang, namun harus dipandang sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan. Ketiga, Represif, merupakan upaya penanggulangan yang bersifat tindakan penegakan hukum mulai yang dilakukan oleh intelijen.
The Controversy on Transfer of Absolute Competency of the State Administrative Courts in Government Administrative Law Wahyunadi, Yodi Martono; Jansen, Bart; Hadiyanto, Alwan
Jurnal Hukum Vol 41, No 1 (2025): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v41i1.44125

Abstract

The absolute competence of the State Administrative Court is to adjudicate objects of state administrative disputes in the form of State Administrative Decisions. This study aims to analyze the transitional provisions in government administration regulations and analyze the absolute competence of state administrative courts. This study is a normative legal study. The results of this study state that the transitional provisions in the Government Administration regulations in particular have changed the meaning of State Administrative Decisions in a veiled manner, which is contrary to the principle of forming laws and regulations. The absolute competence of the State Administrative Court has been expanded to include testing for abuse of authority, state administrative actions, and the concept of positive fictitious decisions, namely considering a request to be granted if the authorized official does not issue a decision within a certain time limit. In order to fulfill the principle of legal certainty and regulatory hierarchy, changes to State Administrative Decisions should be made through changes to the State Administrative Court Law, not through transitional provisions in the State Administrative Law.
Pertanggungjawaban Hukum Tindak Pidana Penggelapan Faizin, Muhammad; Sudarmanto, Kukuh; Hadiyanto, Alwan; Sukarna, Kadi
Journal Juridisch Vol. 2 No. 1 (2024): MARCH
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v2i1.7949

Abstract

The purpose of this research is to examine the legal accountability in cases of embezzlement crimes. The significance of conducting this research lies in the fact that embezzlement is one of the criminal acts that frequently occur across various segments of society. This type of research is classified as empirical juridical research. The research findings indicate that embezzlement is a criminal act closely related to wealth or property, which often occurs within the community, alongside other criminal acts such as theft under Article 362 of the Criminal Code, extortion under Article 268 of the Criminal Code, and fraudulent activities under Article 378 of the Criminal Code. Perpetrators of embezzlement can face criminal sanctions based on the provisions found in Article 372, Article 373, Article 374, Article 375, and Article 376 of the Criminal Code. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang pertanggungjawaban hukum dalam tindak pidana penggelapan. Pentingnya mengakngkat penelitian ini karena tindak pidana penggelapan merupakan salah satu tindak pidana yang banyak terjadi di seluruh lapisan masyarakat. Jenis penelitian ini dalah jenis penelitian yuridis empiris. Hasil penelitiannya adalah tindak pidana penggelapan adalah suatu tindak pidana yang erat kaitannya dengan harta kekayaan atau harta benda, yang sering terjadi di dalam kehidupam masyarakat, disamping tindak pidana lainnya seperti pencurian dalam Pasal 362 KUHP, pemerasan dalam Pasal 268 KUHP, dan juga perbuatan curang dalam Pasal 378 KUHP. Pelaku tindak pidana penggelapan dapat diancam dengan sanksi pidana berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 372, Pasal 373, Pasal 374, Pasal 375 dan 376 KUHP.