Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Peran Umpatan dalam Bahasa Jepang: Kajian Sosiopragmatik Nugraha, Triyana Andra; Soepardjo, Djodjok; Nurhadi, Didik
Journal of Japanese Language Education and Linguistics Vol 6, No 1 (2022): Februari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jjlel.v6i1.12393

Abstract

Umpatan merupakan bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyampaikan emosi kuat. Secara umum, umpatan dianggap sebagai hal negatif karena fungsinya yang cenderung bersifat menyakiti seseorang. Oleh karena itu, umpatan dikategorikan ke dalam bahasa tabu yang penggunaanya dalam masyarakat dilarang karena berlawanan dengan norma-norma kesantunan. Meskipun begitu, tuturan umpatan juga perlu dipahami secara sosiopragmatik. Faktor-faktor yang menyebabkan digunakannya umpatan juga beragam. Untuk memahami umpatan, diperlukan interpretasi yang sama antara penutur dan lawan tutur mengenai makna serta tujuan diucapkannya umpatan. Bahasa Jepang tergolong ke dalam bahasa yang memiliki jenis umpatan sedikit, bahkan dianggap sebagai “swearless language”. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan terhadap kotodama. Pada penelitian ini, penulis akan membahas bagaimana penggunaan serta peran umpatan dengan menggunakan kajian sosiopragmatik. Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian deskriptif kualitatif dengan sumber data dari Balanced Corpus of Contemporary Written Japanese (BCCWJ). Data yang diambil dibatasi dengan mengambil data yang ada pada tahun 2008. Kata yang diteliti yaitu kuso shine, dan yatsu. Berdasarkan hasil penelitian, fungsi umpatan dalam bahasa Jepang yaitu untuk menekankan emosi terhadap seseorang/kejadian serta sebagai ciri khas penutur. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa umpatan dalam bahasa Jepang berperan sebagai “media” untuk menyalurkan emosi yang dirasakan penutur.
Interlanguage Pragmatics Failure among Javanese Learners of Japanese Rina Supriatnaningsih; Tatang Hariri; Djodjok Soepardjo; Lisda Nurjaleka; Silvia Nurhayati
Humaniora Vol 33, No 3 (2021)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jh.67978

Abstract

In the Japanese language, Keigo refers to the politeness in language that one must adhere to during interactions with native speakers. Japanese language students are obliged to pay attention to this principle and behave politely in spoken communication. In the Javanese language, the manner in which speech is delivered, undha usuk, comprises a variety of registers applied to different social contexts, such as krama (High or formal Javanese) and ngoko (Low or vernacular Javanese). Still, other politeness principles are to be taken into account. This study, driven by such a concern, was devoted to examining politeness violations in communications between 108 university students, most of whom were native Javanese speakers. The politeness principle was employed to unravel the issue. Data were collected by recording conversations between participants and native Japanese speakers. A follow-up interview with each subject was also conducted. The results revealed that most students failed to build intercultural communication in Japanese conversation, due to their lack of socio-pragmatic knowledge. Based on the interview results, in daily communication, the students rarely used the Javanese speech act level of krama, instead using basa ngoko or Indonesian. These findings emphasize the socio-pragmatic concept, and more precisely the politeness principles other than the Keigo style, to students. This should minimize the violation of politeness maxims in the Japanese language.
Non-Verbal Communication on Imperative Speech in Japanese and Indonesian Marina Indahningrum; Djodjok Soepardjo; Roni Roni
J-Litera: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra dan Budaya Jepang Vol 3 No 2 (2021): November 2021
Publisher : Program Studi Sastra Jepang, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jlitera.2021.3.2.4587

Abstract

Komunikasi antar manusia disebut komunikasi interpersonal. Komunikasi dibangun dengan pengkodean berulang di mana pembicara menyampaikan pesan kepada penerima dan mendekode tempat penerima membacanya. Pengiriman pesan secara luas dibagi menjadi komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Jepang adalah negara yang lebih banyak menggunakan komunikasi nonverbal ketimbang Indonesia. Komunikasi nonverbal membantu pembicara untuk menekankan makna pragmatis secara eksplisit dan juga untuk menerapkan beberapa asumsi dalam pikiran lawan bicara. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan oleh para peneliti untuk menggambarkan bentuk komunikasi nonverbal dalam pidato keharusan Jepang dan Indonesia; menggambarkan kesamaan dan perbedaan dalam bentuk komunikasi non-verbal dari pidato penting dalam bahasa Jepang dan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk menggambarkan dan menyinkronkan perbedaan dan kesamaan komunikasi nonverbal antara kedua negara. Hasil yang diperoleh adalah bahwa komunikasi verbal ditemukan untuk memperkuat kalimat penting, sebagai berikut dalam komunikasi nonverbal dinamis, seperti dalam ekspresi imperatif dalam bahasa Jepang, orang Jepang menggunakan lebih banyak gerakan atau ekspresi gerakan tubuh melalui kepala, yaitu mengangguk, kemudian kalimat imperatif juga. gunakan lebih banyak ekspresi wajah dengan senyum. Berbeda dengan bahasa Indonesia, kalimat imperatif yang digunakan didukung oleh komunikasi non-verbal, yaitu komunikasi nonverbal dinamis menggunakan gerakan anggota badan pada telapak tangan. Ini, terlepas dari perbedaan, ada kesamaan dalam komunikasi verbal yang digunakan untuk menekan komunikasi verbal dalam bahasa Jepang dan Indonesia, yaitu setiap komunikasi selalu disertai dengan sedikit gerakan anggota badan. Selain itu, komunikasi nonverbal statistik dalam bahasa Jepang adalah karakteristik budaya yang ditemukan dalam pakaian.
STRATEGI KETIDAKSOPANAN DALAM TINDAK UJAR PADA KOLOM ULASAN PENGGUNA SITUS BERITA YAHOO JEPANG Putri Zizi Yuliani; Djodjok Soepardjo; Didik Nurhadi
Jurnal Education and Development Vol 9 No 3 (2021): Vol.9.No.3.2021
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.49 KB)

Abstract

Ketidaksopanan merupakan konsep paralel kesopanan yang sering ditemukan dalam kegiatan berkomunikasi. Ketidaksopanan dapat dijadikan sebagai sebuah strategi dalam komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jenis komunikasi tersebut bermacam-macam, di antaranya adalah komunikasi yang dimediasi oleh komputer, contohnya adalah komunikasi pada sebuah situs di internet. Penulis dalam penelitian ini menggunakan tindak ujar yang mengandung ketidaksopanan dalam kolom ulasan berita Yahoo News Jepang. Rumusan masalah yang diangkat ada dua, yakni (1) Bagaimana jenis tindak ujar pada kolom ulasan Yahoo News Jepang dan (2) Bagaimana strategi ketidaksopanan yang digunakan dalam tindak ujar pada kolom ulasan Yahoo News Jepang tersebut. Penelitian ini menggunakan kajian pragmatik untuk mengetahui strategi ketidaksopanan yang cenderung digunakan pengguna Yahoo News Jepang.
Content and Language Integrated Learning (CLIL) dalam Kurikulum ABEKA Sekolah Internasional Nardiansyah Kamumu; Kisyani Laksono; Maria Mintowati; Didik Nurhadi; Djodjok Soepardjo; Roni Roni
Gema Wiralodra Vol. 13 No. 2 (2022): Gema Wiralodra
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/gw.v13i2.228

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendekatan CLIL (Content and Language Integrated Learning) dalam kurikulum ABEKA Sekolah Internasional. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan). Pengumpulan data penelitian kepustakaan diarahkan kepada pencarian data atau informasi melalui dokumen, foto, gambar, serta dokumen elektronik yang dapat diakses melalui website dan sumber studi literatur dari informan yang memiliki pengetahuan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pendekatan CLIL pada kurikulum ABEKA sekolah internasional, guru mata pelajaran Science misalnya, mengajar Science menggunakan bahasa Inggris. Proses belajar, penugasan/project, hingga Mid Term/UTS, dan Final Test/UAS menggunakan bahasa Inggris. Soal-soal pada mata pelajaran Science dikaitkan dengan cerita Alkitab, sebab kurikulum ABEKA berorientasi pada Alkitab sebagai kitab suci agama Kristen. Dalam pendekatan CLIL yang digunakan pada kurikulum ABEKA di Kalimantan Christian School, para siswa lebih terlatih berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dibandingkan dengan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Pada sisi lain, penggunaan bahasa Indonesia oleh para siswa sangat minim. Bahasa Indonesia hanya digunakan pada beberapa mata pelajaran yang menggunakan kurikulum nasional di tingkat SD dan SMP, salah satunya mata pelajaran bahasa Indonesia.
Exploring The Relation Between Learning Style and Learning Outcome in Basic Level of Nihongo Course Joko Prasetyo; Djodjok Soepardjo; Ina Ika Pratita; Didik Nurhadi; Miftachul Amri
Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran Vol. 7 No. 1 (2024): January - April 2024
Publisher : Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/jsgp.7.1.2024.3382

Abstract

Grammar is is an integral part of language competencies that must be mastered by foreign language learner, as one of the requirements for mastering all of language competencies. Therefore various strategies are being attempted in order to help students gain the learning outcomes of the course. In learning activities, it was found that students who were identified as a group with lower initial abilities were able to achieve high learning outcomes at the end of the semester. The students' learning styles are assumed to have a contribution to the students learning outcomes, because students have learn with the same learning resources, and the methods used by teachers are not different. This became the starting point to explore the relationship between learning styles and student learning outcomes. This research is a quantitative research to describe the correlation between learning styles and student learning outcomes in the basic level of Nihongo subject. This study will also describe the quality of the relationship between the two variables. The population in this study is all undergraduate students of State University of Surabaya (UNESA) Japanese Language Education Program class of 2022, totaling 104 students. The sampling method used in this study is a non-sampling method because all members in one population will be the subject of this study. Based on the results of the analysis that has been done, the following conclusions can be drawn: 1) The learning styles of UNESA Japanese Language Education Program students class of 2022 were analyzed based on VARK model learning style preferences, showing that students have a single learning style and a combined learning style. However, The most dominant learning style preference used by students is Kinesthetic learning style with more than half of the total number of respondents. In addition, gender-based learning style preferences show that female student groups have a greater number of combined learning styles than male student groups; 2) The correlation between students' learning styles, and Japanese learning outcomes after being analyzed through a non-parametric model showed that the coefficient value of both variables of this study is 0.663, which is classified as "very weak". The result shows that learning styles do not contribute significantly to student learning outcomes.
Taksonomi Fungsi Lanskap Linguistik Taman Ayodia dan Taman Puring Jakarta Selatan Hilda Hilaliyah; Mulyono Mulyono; Mintowati Mintowati; Agusniar Dian Savitri; Djodjok Soepardjo
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 13, No 1 (2024): Ranah: jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/rnh.v13i1.7063

Abstract

Ayodia Park and Puring Park are one of the parks located in DKI Jakarta. In the park there are many linguistic landscapes that can be studied and analyzed in the midst of English globalization. The Indonesian language is present as the national language for the development and education it deserves. This research aims to study the use of language for markers on two parks in the Capital viewed from information and symbolic functions. This method of research is qualitatively descriptive using the approaches of Spolsky and Coper (1997) as well as Landry and Bourhis (1991). The results of the research showed that the use of markers in Ayodia Park and South Jakarta Puring Park has several boards, namely officials, zone labels, regulations, ban boards and warning boards. These boards use a variety of materials, ranging from cement, zinc, fiber, posters with a combination of attractive colors, like red, white, green, orange, and yellow. The language used is mostly Indonesian, there are also some monolinguistic and bilingual boards. From the overall analysis it is known that of several elements of LL Sapolsky and Cooper namely (1) street signs, (2) advertising signes, (3) warnings and prohibitions, (4) the names of buildings, (5) information sign, (6) warning sign, (7) objects, and (8) graffiti used in Puring Park and Ayodya Park. These eight elements have very important functions and utilities for the users of the public area, that is, the general public. By using and managing these linguistic landscape elements well, parks like Puring Park and Ayodya Park can be a pleasant, informative, and safe environment for its visitors. AbstrakTaman Ayodia dan Taman Puring adalah salah satu taman yang terletak di DKI Jakarta. Dalam taman terdapat banyak lanskap linguistik yang dapat dikaji dan dianalisis di tengah pengglobalisasian bahasa Inggris. Bahasa Indonesia hadir sebagai bahasa nasional untuk pembangunan dan pendidikan yang sudah sepatutnya. Penelitian ini bertujuan mengkaji penggunaan bahasa untuk papan penanda pada dua taman di Ibu Kota dilihat dari fungsi informasi dan simbolik. Metode penelitian ini kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan Spolsky dan Coper (1997) serta Landry dan Bourhis (1991). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan papan penanda di Taman Ayodia dan Taman Puring Jakarta Selatan terdapat beberapa papan, yaitu papan peresmian, papan tanda pelabelan zona area, papan peraturan, papan larangan, dan papan peringatan. Papan ini menggunakan berbagai material, mulai dari semen, seng, fiber, poster dengan kombinasi warna-warna yang mengundang atensi, seperti merah, putih, hijau, orange, dan kuning. Bahasa yang digunakan lebih banyak berbahasa Indonesia, ada pula beberapa papan yang monolinguistik dan bilingual. Dari keseluruhan analisis diketahui bahwa dari beberapa elemen LL Sapolsky dan Cooper yaitu (1) tanda jalan, (2) tanda iklan, (3) peringatan dan larangan, (4) nama-nama gedung, (5) tanda informasi, (6) tanda peringatan, (7) objek, dan (8) grafiti digunakan di Taman Puring dan Taman Ayodya. Kedelapan elemen ini memiliki fungsi dan kegunaan yang sangat penting bagi pengguna area publik yaitu masyarakat luas. Dengan memanfaatkan dan mengelola elemen-elemen lanskap linguistik ini dengan baik, taman seperti Taman Puring dan Taman Ayodya dapat menjadi lingkungan yang menyenangkan, informatif, dan aman bagi pengunjungnya.
Kesantunan Negatif pada Tuturan Keluhan Anime Naruto Shippuden Marina Indahningrum; Djodjok Soepardjo; Roni Roni
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 4 No. 2 (2023): Edukasia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Publisher : LP. Ma'arif Janggan Magetan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62775/edukasia.v4i2.376

Abstract

This study aims to analyze politeness in utterances of complaints in Japanese. Complaint utterances are essentially rude speech acts to convey negative feelings that tend to offend the other party's feelings, even so the speaker can consider politeness to maintain harmony in communication between humans. Complaint utterances are examined through sociopragmatics by using the strategy concept of Anna Torsbog's complaint strategy and Brown and Levinso's negative politeness. the first season of Naruto Shippuden anime which is analyzed through the stories told by the characters. The results of the study found that negative politeness pays respect, negative politeness questions, negative politeness is not optimistic.
Verba Majemuk Leksikal Tematik dalam Bahasa Jepang dan Pemaknaannya Novia Lutfi Susanti; Djodjok Soepardjo; Roni Roni
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 4 No. 2 (2023): Edukasia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Publisher : LP. Ma'arif Janggan Magetan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62775/edukasia.v4i2.591

Abstract

The process of forming compound verbs in Japanese has different patterns and rules from Indonesian. Japanese compound verbs are formed by combining two verbs to form a new verb that carries a certain meaning. The process of combining two verbs lexically can be grouped into aspectual lexical compound verbs and thematic lexical compound verbs. This research focuses on thematic lexical compound verbs, and provides a descriptive explanation of the meanings that emerge as a result of the process of combining two verbs thematic-lexically. This research uses a qualitative descriptive method with an interpretive approach, with proportional random sampling data collection techniques using documentation methods. The results of this research show that the process of combining two verbs thematic-lexically to form a lexical thematic compound verb will give rise to new meanings that can be seen from the relationship between V1 and V2, namely the meaning of means of action, manner of motion/movement, cause-result, and parallel meaning.
Komunikasi Fatik pada Film Good Doctor dalam Kaitannya dengan Tachiba Lenny Puspitasari; Djodjok Soepardjo; Roni Roni
EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 5 No. 1 (2024): Edukasia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Publisher : LP. Ma'arif Janggan Magetan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62775/edukasia.v5i1.744

Abstract

Phatic Communication or Phatic Communion has started to be widely practiced recently with several theories and forms, especially in relation to Indonesian and English, but in Japanese, it is very limited. Researchers here want to conduct research on phatic communication in relation to the Japanese language. In Japanese, a similar concept to phatic communication has existed for a long time, it is even said that the Japanese language is hyperphatic or a society that is very strong in applying the concept of phatic communication in its daily life, although with a different name, shakou jirei (社交辞令). This research discusses phatic sentences in Japanese conversation found in the film Good Doctor which will be examined regarding their function and relationship in relation to tachiba or the relationship between the speaker and the interlocutor in a conversational situation which according to Haugh and Obana (2016) is divided into 2 relevant classification (1) chi’i 地位(social status) and (2) yakuwari 役割 (role, responsibility). The function of phatic sentences in Japanese was classified according to Jumanto (2014) with 12 functions in English conversation, while in this study the researchers examined phatic sentences that appeared in Japanese conversation in relation to the concept of tachiba in Japanese society. The research regarding phatic communication in Japanese is still very limited, even though it is very often found in the daily conversation, thus considered very interesting to research, especially in relation to the social values that very commonly known in Japanese society. This research is a qualitative descriptive study using the free-involved listening method and note-taking method to analyze the fatic expression in relation to the concept of tachiba in Japanese society.