Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

PENGARUH KOLESTASIS INTRAHEPATIK TERHADAP KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM Mulyana, Ryan Saktika
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 5 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kolestasis Intrahepatik pada Kehamilan atau Intrahepatic Cholestasis of Pregnancy (ICP) merupakan gangguan hepar terbanyak yang khas terjadi dalam periode kehamilan. Sebagian besar muncul pada trimester ketiga kehamilan dengan keluhan gatal sebagai gejala khas, disertai dengan gangguan fungsi hepar pada pemeriksaan laboratorium. Kelainan lain yang bisa menjadi penyebab kolestasis yakni kelainan hepar, endokrin, maupun dermatologis harus dapat disingkirkan terlebih dahulu. Kelainan ICP menyebabkan komplikasi maternal yang ringan, namun secara nyata meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas perinatal.  Komplikasi yang terbanyak antara lain persalinan preterm, kematian janin dalam rahim, dan fetal distress. Kolestasis adalah retensi sistemik unsur-unsur pokok sistem bilier akibat dari gangguan pembentukan dan sekresi serta gangguan aliran empedu, diikuti dengan berkurangnya jumlah asam empedu dalam saluran cerna, serta akumulasi zat toksik dalam hepar dan sirkulasi sistemik. Kolestasis disebabkan oleh penyebab ekstrahepatik maupun intrahepatik. Pengetahuan tentang etiologi yang mendasari kelainan ICP telah menunjukkan perkembangan dalam dekade terakhir bahwa kelainan ini didasari oleh kelainan mutifaktorial yang melibatkan faktor hormonal, genetik serta lingkungan. Tujuan utama penanganan farmakologis pada kasus kehamilan dengan komplikasi ICP adalah meperbaiki gejala maternal serta luaran perinatal. Penggunaan ursodeoxycholic acid (UDCA) kini merupakan penanganan yang menjanjikan dalam penanganan ICP dibandingkan dengan terapi lainnya. UDCA merupakan asam empedu hidrofilik, tanpa efek samping baik pada ibu maupun janin. Belum ada metode yang paling ideal dalam memprediksi luaran perinatal yang terbaik pada kasus ICP. Secara tidak langsung pengobatan untuk mengurangi kadar asam empedu pada ibu juga dapat mengurangi risiko komplikasi pada janin. Kasus kematian janin pada ICP tidak dapat diprediksi dengan pemantauan antenatal yang rutin dilakukan, namun demikian pemantauan status janin adalah tetap direkomendasikan pada kasus-kasus ICP. Manajemen obstetri yang terbaik adalah mempertimbangkan risiko prematuritas dengan risiko kematian janin dalam rahim. Belum ada data yang memadai untuk mendukung ataupun menolak prosedur induksi persalinan lebih awal pada usia kehamilan 37 minggu untuk mengurangi risiko kematian janin. Pertimbangan waktu terminasi bersifat sangat individual pada masing-masing kasus.
PERANAN PELUCUTAN PROGESTERON FUNGSIONAL PADA PERSALINAN Mulyana, Ryan Saktika
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 5 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peranan progesteron dalam mempertahankan kehamilan telah diakui secara umum. Bukti-bukti menyatakan bahwa progesteron memegang peranan penting selama kahamilan, dari saat implantasi hingga proses terjadinya persalinan. Pada proses implantasi progesteron menekan respon T-limfosit agar tidak terjadi penolakan jaringan terhadap hasil konsepsi. Selama kehamilan progesteron mempertahankan ketenangan dan relaksasi miometrium sehingga menciptakan suasana kondusif untuk pertumbuhan hasil konsepsi.Dan pada akhir kehamilan pelucutan progesteronmenyebabkan terjadinya konversi dari miometrium sehingga miometrium yang tenang dan kebal menjadi miometrium yang reaktif dan kontraktil sehingga terjadilah pengeluaran hasil konsepsi. Pelucutan progesteron merupakan syarat mutlak untuk mengaktivasi miometrium sehingga kehamilan di terminasi dan persalinan terjadi.Pada kebanyakan spesies mamalia, awal persalinan ditandai oleh penurunan konsentrasi progesteronsirkulasi dan peningkatan konsentrasi estrogen. Namun pada manusia kadar progesteronsirkulasi tetap tinggi selama persalinan. Hal ini membingungkan para ahli biologi selama beberapa dekade, hingga akhirnya menelurkan konsep adanya pelucutan progesteron fungsional pada proses persalinan manusia. Respon miometrium terhadap progesteron ditentukan oleh tingkat dan aktifitas dari reseptor progesteron (PR) dan koregulatornya.PR manusia terdiri dari dua isoform mayor, yaitu PRA dan PRB. Kedua bentuk PR ini memiliki hormon steroid dan afinitas yang sama untuk mengikat DNA namun mereka memiliki aktivitas yang berbeda. Aksi progesteron sebagai penenang diduga dimediasi oleh PRB. PRA memiliki afinitas yang sama untuk mengikat progesteron namun PRA menekan aktivitas transkripsional yang dimediasi oleh PRB. PRA dan PRB membentuk dual sistem dalam mengontrol aksi progesteron melalui mediasi target sel, dimana PRB memediasi dan PRA menekan respon terhadap progesteron. Tingkatan dimana penekanan PRA terhadap respon progesteron tergantung pada kelimpahan relatif PRB.Disimpulkan bahwa pelucutan progesteron pada persalinan manusia dimediasi oleh peningkatan rasio PRA/PRB di miometrium. Pelucutan progesteron fungsional juga dimediasi oleh interaksi PRB dengan target DNA yang terhambat. Selain daripada itu juga terdapat peran berbagai faktor yang  meningkatkan/menghambat kerja PR. Pelucutan progesteron fungsional dimediasi oleh peningkatan ekspresi PRA kemudian pelucutan progesteron fungsional mengaktivasi estrogen fungsional dengan peningkatan ekspresi ER? miometrium. Aktivasi estrogen fungsional bersama-sama dengan estrogen dalam sirkulasi meningkatkan ekspresi CAP miometrium dan uterotonin sehingga uterus berada dalam fenotip kontraktil yang akan membawa kepada proses persalinan. Sebagai kesimpulan, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa korepresor PR, seperti aktivator PR, mengatur aktivitas PR dengan suatu cara agar dapat terjadi penurunan respon progesteron pada miometrium aterm. Penelitian lebih lanjut akan membawa penemuan baru pada bidang endokrinologi molekular yang rumit ini.
KARAKTERISTIK KEHAMILAN DENGAN HIV/AIDS DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017 A.A. Ngurah Laksamana Yudha; Anom Suardika; Ryan Saktika Mulyana
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 6 (2020): Vol 9 No 06(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i6.P18

Abstract

ABSTRAK Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyebabkan penurunan sistem imunitas tubuh manusia. Angka kejadian HIV/AIDS terus meningkat di seluruh dunia setiap tahunnya dengan persentase 51% dari penderita HIV merupakan perempuan. AIDS tetap menjadi penyebab utama kematian pada wanita usia reproduksi (15-49 tahun) di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari ibu hamil yang mengidap HIV/AIDS di RSUP Sanglah periode tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif cross-sectional, Sumber data merupakan data sekunder yang diambil dari catatan medis pasien ibu hamil dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah/FK Unud dimulai dari Januari 2017-Desember 2017. Pengambilan data diambil dengan teknik Total Sampling. Distribusi variabel penelitian yaitu usia, pekerjaan pasien, pekerjaan suami pasien, tingkat pendidikan, daerah asal, dan paritas ibu hamil. Hasil penelitian menunjukan terdapat kejadian kehamilan dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2017 sebanyak 41 kasus. Kejadian kehamilan dengan HIV/AIDS paling banyak terjadi pada rentang usia 20-29 tahun sebanyak 25 orang (61%). Tingkat pendidikan ibu tebanyak terdapat pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 19 orang (46,3%). Didapatkan daerah terbanyak yaitu pada Kabupaten Negara sebanyak 11 orang (26,8%). Pekerjaan pasien dengan HIV/AIDS terbanyak yaitu ibu rumah tangga dengan jumlah 26 orang (63,4%). Pekerjaan suami pasien terbanyak adalah swasta didapatkan sejumlah 12 orang (29,3%). Pada tingkat paritas didapatkan terbanyak pada paritas 3 didapatkan sebanyak 17 orang (41,5%). Kata kunci : ibu hamil, HIV/AIDS, karakteristik
KARAKTERISTIK KEHAMILAN DENGAN HIV/AIDS DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017 A. A. Ngurah Laksamana Yudha; Anom Suardika; Ryan Saktika Mulyana
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 6 (2020): Vol 9 No 06(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.979 KB) | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i6.P01

Abstract

ABSTRAK Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyebabkan penurunan sistem imunitastubuh manusia. Angka kejadian HIV/AIDS terus meningkat di seluruh dunia setiap tahunnya denganpersentase 51% dari penderita HIV merupakan perempuan. AIDS tetap menjadi penyebab utamakematian pada wanita usia reproduksi (15-49 tahun) di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuikarakteristik dari ibu hamil yang mengidap HIV/AIDS di RSUP Sanglah periode tahun 2017. Penelitianini menggunakan metode penelitian deskriptif cross-sectional, Sumber data merupakan data sekunderyang diambil dari catatan medis pasien ibu hamil dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah/FK Unud dimulaidari Januari 2017-Desember 2017. Pengambilan data diambil dengan teknik Total Sampling. Distribusivariabel penelitian yaitu usia, pekerjaan pasien, pekerjaan suami pasien, tingkat pendidikan, daerah asal,dan paritas ibu hamil. Hasil penelitian menunjukan terdapat kejadian kehamilan dengan HIV/AIDS diRSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2017 sebanyak 41 kasus. Kejadian kehamilan dengan HIV/AIDSpaling banyak terjadi pada rentang usia 20-29 tahun sebanyak 25 orang (61%). Tingkat pendidikan ibutebanyak terdapat pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 19 orang (46,3%). Didapatkan daerahterbanyak yaitu pada Kabupaten Negara sebanyak 11 orang (26,8%). Pekerjaan pasien dengan HIV/AIDSterbanyak yaitu ibu rumah tangga dengan jumlah 26 orang (63,4%). Pekerjaan suami pasien terbanyakadalah swasta didapatkan sejumlah 12 orang (29,3%). Pada tingkat paritas didapatkan terbanyak padaparitas 3 didapatkan sebanyak 17 orang (41,5%). Kata kunci : ibu hamil, HIV/AIDS, karakteristik
Alobar holoprosencephaly: a case report Tjokorda Gde Agung Suwardewa; Ryan Saktika Mulyana; William Alexander Setiawan
Indonesian Journal of Perinatology Vol. 3 No. 1 (2022): Available online : 1 June 2022
Publisher : The Indonesian Society of Perinatology, South Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51559/inajperinatol.v3i1.23

Abstract

Introduction: Holoprosencephaly (HPE) is a rare congenital malformation of the brain; the incidence rate was 0.49-1.2 cases per 10,000-20,000 term births. HPE occurs due to failure of the prosencephalon division at the stage of brain development during the 4-5 weeks of pregnancy. Alobar HPE is one of the most severe types compared to other types. Most of the fetuses affected by this anomaly will die, and those born alive generally cannot survive for more than a year. This study presented a rare case of a baby with alobar HPE. Case report: A 33-year-old woman referred from Karang asem hospital Bali, G3P0020, 23 weeks gestation, has a poor obstetric history. The ultrasound examination results show no falx cerebri, even cerebellum and hypoechoic picture of the cerebrum. Ultrasound of the face was found a flat nose and hypotelorism. Termination at 28 weeks gestation, a baby boy was born 1000 g with the Apgar score 1-1. Multiple congenital abnormalities were found: flat nose, labiopalatoschizis, polydactyly manus dextra and omphalocele. Conclusion: Alobar HPE is a very rare congenital anomaly. The cause of the disease has not been fully explained. Current therapy is just supportive and has not been able to resolve the source of the problem. Alobar HPE disease has a poor prognosis.
Congenital vulvar teratoma: a case report I Nyoman Hariyasa Sanjaya; Ryan Saktika Mulyana; Evert Solomon Pangkahila; Hartanto Hartanto
Indonesian Journal of Perinatology Vol. 1 No. 1 (2020): Available Online: 1 December 2020
Publisher : The Indonesian Society of Perinatology, South Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.441 KB) | DOI: 10.51559/inajperinatol.v1i1.2

Abstract

Introduction: Teratoma is an embryonal neoplasm consisted of 3 germinal layers. Teratoma usually arises along the line of embryonic cleft and sinus closure formed by the fusion of skin during the embryonic development. In this case report, we present a case of fetal Teratoma on the vulval region, a very rare variant of the disease. Case: A 28-year-old woman came for a routine check-up for her first pregnancy at her 26th weeks of gestational age. On ultrasound examination, a mass was found around the fetal vulva. There was no mass or malformations on other body parts. Placenta and the amount of amniotic fluid were normal. History of congenital anomaly in the family was denied. The patient then gave birth to a female baby at 38 weeks of gestational age without any complication. The baby was healthy, 2650 gram in weight, 50 cm in length, with good APGAR Score (8-10). On the baby left labia, there was a mass measured 5 cm x 4 cm x 3 cm, with slight discoloration. We recommend an early tumor excision to prevent unnecessary complication such as malignant transformation. Although at the time of writing, the patient still waiting for the schedule to remove the tumor due to a non-medical factor. Conclusion: Congenital Teratoma in the vulvar region was a very rare event. First-line therapy is early tumor excision and usually carries an excellent prognosis.
Management of polyhydramnios pregnancy without risk factors: a case report I Nyoman Hariyasa Sanjaya; Ryan Saktika Mulyana; Evert Solomon Pangkahila; Denni Prasetyo
Indonesian Journal of Perinatology Vol. 1 No. 1 (2020): Available Online: 1 December 2020
Publisher : The Indonesian Society of Perinatology, South Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.349 KB) | DOI: 10.51559/inajperinatol.v1i1.3

Abstract

Introduction: Polyhydramnios is a condition in which the amount of amniotic fluid increases more than 2 litres. The causes of polyhydramnios are multifactorial, and most are idiopathic. Here we report challenging management of polyhydramnios case without apparent risk factors. Case: A 30-year-old woman G2P1001, 27-28 weeks of gestational age referred due to our tertiary health care center due to polyhydramnios. The patient chief complaint was progressively enlarged abdomen since a month ago. Her previous pregnancy, medical history and family history were unremarkable. The obstetric examination reflects the size of uterus equivalent to 36 weeks of gestational age. The fetomaternal ultrasound reveals a life, single fetus with normal heart rate and fetal movement, estimated fetal weight about 1057 grams, placenta corpus posterior grade I, Maximum Vertical Pocket 22.83 cm, no major congenital abnormalities were visible and bladder appears filled. Laboratory tests revealed blood glucose levels 90 mg/dl, Hb-A1c 5.2%, Ureum 27.30 mg/dl, Creatinine 3.39 mg/dl, and numerous leukocytes on urine sediment. Amnioreduction and fetal pulmonary maturation were conducted by Dexamethason protocol. Amnioreduction yield 1500 ml of clear, yellowish amniotic fluid. Regarding abnormality in renal function, diagnosis of Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD were established by Internal medicine department, and the patients were given a series of ceftriaxone injection. The patient was planned for indomethacin therapy; however, Indomethacin was not available in Bali. Conclusion: Careful search for causes both from the maternal factor and fetal abnormalities can help to determine the prognosis of pregnancy. Ideally, amnioreduction, coupled with indomethacin therapy, are needed to reduce amniotic fluid, and serial monitoring of the amniotic fluid volume is required to prevent preterm labor.
Faktor penyebab infertilitas pasien program IVF (In Vitro Fertilization) di Klinik Graha Tunjung RSUP Sanglah Ni Wayan Ariati Trisna Dewi; Anom Suardika; Ryan Saktika Mulyana
Intisari Sains Medis Vol. 10 No. 3 (2019): (Available online: 1 December 2019)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.71 KB) | DOI: 10.15562/ism.v10i3.421

Abstract

Latar Belakang: Infertilitas adalah tidak mampu untuk hamil sesudah 12 bulan atau lebih tanpa menggunakan kontrasepsi dan bersifat primer dimana pasangan yang gagal untuk mendapatkan kehamilan untuk meneruskan keturunan. Infertilitas dapat disebabkan oleh faktor perempuan, laki-laki maupun keduanya. Sekitar 50-80 juta pasangan mengalami infertilitas di dunia, infertilitas di negara berkembang terjadi lebih tinggi yaitu sekitar 30%, di bandingkan negara maju hanya 5-8%.Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif cross sectional, Sumber data berasal dari data sekunder yaitu rekam medis pasien yang mengalami infertilitas di klinik graha tunjung RSUP Sanglah periode Januari 2016 -Desember 2017. Pengambilan data di ambil dengan metode Total Sampling. Distribusi variabel penelitian yaitu pada perempuan dengan faktor tuba, uterus dan ovarium sedangkan pada laki-laki yaitu faktor sperma.Hasil: Kejadian infertilitas di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2016 -Desember 2017 sebanyak 38 kasus. Pada perempuan yaitu faktor satu tuba non-paten sebanyak 4 kasus (25,0%), dan responden dengan kedua tuba non-paten sejumlah 12 kasus (75,0%). Kasus denghan kelainan Faktor ovarium, yaitu Endometrioma sebanyak 2 kasus (12,5%). Tidak didapatkan kasus dengan kelainan faktor Uterus pada Perempuan. Infertilitas pada laki-laki berdasarkan faktor sperma: oligozoospermia 1 kasus (5,6%), Asthenozoospermia 2 kasus (11,1%), Teratozoospermia 1 kasus (5,6%), Oligo Astheno Teratozoospermia 11 kasus (61,1%) dan Azoospermia 3 kasus (16,7%).Simpulan: Faktor penyebbab infertilitas pada perempuan yang paling tinggi adalah kelainan pada tuba yaitu, kedua tuba non patten. Sedangkann penyebab infertilitas paling tinggi pada laki-laki yaitu kelainan pada sperma Oligo Astheno Teratozoospermia.Introduction: Infertility is the inability to get pregnant after 12 months or more without using contraception and is primary where the couple fails to get a pregnancy to continue the offspring. Infertility can be caused by factors of women, men or both. Around 50-80 million couples experience infertility in the world, infertility in developing countries is higher, which is around 30%, compared to developed countries, only 5-8%.Method: This research is a cross-sectional descriptive study. The source of the data comes from secondary data, namely medical records of patients experiencing infertility at the clinic visiting Sanglah Hospital for the period January 2016-December 2017. Data collection was taken by the Total Sampling method. The distribution of research variables is in women with tubal, uterine and ovarian factors whereas in men it is sperm factor.Result: Infertility events at Sanglah General Hospital Denpasar in January 2016 -December 2017 were 38 cases. In women, the factor of one non-patent tube were 4 cases (25.0%), and respondents with both non-patent tubes were 12 cases (75.0%). Ovarian factor abnormalities, Endometrioma were 2 cases (12.5%). There were no cases of Uterine factor abnormalities in Women. Infertility in men based on sperm factors: 1 case oligozoospermia (5.6%), Asthenozoospermia 2 cases (11.1%), Teratozoospermia 1 case (5.6%), Oligo Astheno Teratozoospermia 11 cases (61.1%) and Azoospermia 3 cases (16.7%).Conclusion: The highest factor of infertility in women is abnormalities in the tube, both tubal non-patent. The highest cause of infertility in men is an abnormality in sperm, Oligo-Astheno-Teratozoospermia.
Lower Urinary Tract Obstruction (LUTO) pada fetus: laporan kasus Rey Jauwerissa; I Nyoman Hariyasa Sanjaya; Endang Sri Widiyanti; Ryan Saktika Mulyana; Evert Solomon Pangkahila
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 3 (2020): (Available online: 1 December 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (795.836 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i3.796

Abstract

Background: Lower fetal urinary tract obstruction (LUTO) is an abnormality observed during an ultrasound test in the antenatal period in the form of an enlarged fetal bladder. Oligohydramnios, renal cortex dilation, and pulmonary hypoplasia may be caused by obstruction of the lower urinary tract. In the management of LUTO, early diagnosis and assessment as early as possible are very important. The insertion of a shunt from the fetal bladder to the amniotic cavity is one of the therapies for fetal LUTO (vesicoamniotic shunt). This case study aims to determine the management of LUTO in fetuses at Sanglah Hospital, Bali, Indonesia. Case Presentation: A 39-year-old female G3P2002 was referred to the obstetrics and gynecology clinic of Sanglah Hospital with suspected fetal LUTO for 18-19 weeks. There were no complaints or risk factors for LUTO in the past. Physical examination and obstetric examinations were within normal limits. On ultrasound examination, there was a hypohyperechoic image measuring 4.3 x 5.3 cm with the impression of the enlarged bladder, key-hole appearance, oligohydramnios, and bilateral hydronephrosis. Double pigtail installation on the fetus, amnioinfusion, and amniosynthesis was performed for karyotyping. Ten weeks after double pigtail placement, the patient developed premature labor and subsequently gave birth to a baby boy, LBW 1,800 gram, with severe asphyxia, Potter facies, abdominal distension, and leg deformities. Unfortunately, the baby eventually died 1 hour postpartum.Conclusion: Overall, infants have a poor prognosis for fetal LUTO cases. In assessing the effectiveness of treatment, early diagnosis, assessment, and early intervention are very critical. Latar Belakang: Lower Urinary Tract Obstruction (LUTO) pada fetus merupakan suatu kelainan pada periode antenatal berupa pembesaran kandung kemih fetus yang ditemukan pada pemeriksaan USG. Sumbatan saluran kemih bagian bawah tersebut dapat menyebabkan oligohidramnios, pelebaran korteks ginjal, hingga hipoplasia paru. Diagnosis awal dan evaluasi sedini mungkin sangat penting dalam penanganan LUTO. Salah satu penanganan fetal LUTO adalah dengan pemasangan shunt dari vesika urinaria fetus ke rongga amnion (vesicoamniotic shunt). Laporan kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi penanganan LUTO terhadap fetus di RSUP Sanglah, Bali, IndonesiaPresentasi Kasus: Seorang perempuan 39 tahun G3P2002 18-19 minggu dirujuk ke poliklinik kebidanan dan kandungan RS Sanglah dengan kecurigaan fetal LUTO. Pada anamnesis tidak didapatkan keluhan maupun faktor risiko LUTO. Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan obstetri dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran hipohiperekoik berukuran 4,3 x 5,3 cm dengan kesan vesika urinaria membesar, key-hole appearance, oligohidramnios dan hidronefrosis bilateral. Dilakukan tindakan pemasangan double pigtail pada fetus, amnioinfusion serta amniosintesis untuk pemeriksaan karyotyping. Sepuluh minggu setelah pemasangan double pigtail, pasien mengalami partus prematurus imminens dan selanjutnya melahirkan bayi lelaki, BBL 1.800 gram, dengan asfiksia berat, Potter facies, distensi abdomen dan deformitas tungkai. Sayangnya, bayi akhirnya meninggal 1 jam pasca-persalinan.Kesimpulan: Secara keseluruhan kasus fetal LUTO memiliki prognosis yang kurang baik bagi bayi. Diagnosis awal, evaluasi dan intervensi sedini mungkin sangat penting dalam menentukan keberhasilan terapi.
Rasio platelet-limfosit serum ibu pada kehamilan preterm dan kehamilan preterm dengan Ketuban Pecah Dini (KPD): suatu studi potong-lintang Tjokorda Gde Agung Suwardewa; Anak Agung Gede Putra Wiradnyana; Made Suyasa Jaya; I Nyoman Bayu Mahendra; Ryan Saktika Mulyana; Alfonso Anggriawan
Intisari Sains Medis Vol. 13 No. 2 (2022): (In Press : 1 August 2022)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.602 KB) | DOI: 10.15562/ism.v13i2.1370

Abstract

Background: Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM) is one of the obstetric problems that needs special attention, apart from the high prevalence, cases of PPROM also often cause neonatal morbidity and mortality. Inflammation is thought to be the cause of the incidence of PPROM and has a relationship with the incidence of ascending genital tract infection. The physiological immune response to inflammation is characterized by an increase in the number of circulating platelets and a decrease in the number of lymphocytes. This study aims to evaluate the high ratio of platelets to lymphocytes of maternal blood serum is a risk factor for the occurrence of preterm PROM. Methods: This study is a cross-sectional study with a sample size of 70 samples, and is divided into a risk group (preterm pregnancy with PROM) and a no-risk group (preterm pregnancy without PROM). This research was conducted in the Emergency Room maternity ward and Obstetrics and Gynecology outward patient at Sanglah Hospital Denpasar for the period December 2020 to May 2021. Data were analyzed using SPSS version 26 for Windows. Results: The results of the analysis of this study obtained a statistically significant difference (p = 0.000). The group with a high maternal blood serum platelet to lymphocyte ratio had a higher risk of developing preterm PROM compared to the group with a low maternal blood serum platelet to lymphocyte ratio (PR = 2.4, 95% CI = 1.60-3.69, p = 0.000). Conclusion: The conclusion of this study is the high maternal blood serum platelet to lymphocyte ratio is a risk factor for the occurrence of preterm PROM.   Latar Belakang: Ketuban pecah dini (KPD) preterm merupakan salah satu masalah obstetri yang perlu mendapat perhatian khusus, selain karena prevalensi yang besar, kasus KPD preterm juga sering menyebabkan morbiditas dan mortalitas neonatus. Inflamasi diduga sebagai penyebab dari kejadian KPD preterm dan mempunyai hubungan dengan kejadian infeksi ascending traktus genital. Respon imun fisiologis terhadap inflamasi ditandai oleh peningkatan jumlah platelet yang beredar dan penurunan jumlah limfosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa tingginya rasio platelet terhadap limfosit serum darah ibu merupakan faktor risiko terjadinya KPD preterm. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 70 sampel, dan terbagi menjadi kelompok berisiko (kehamilan preterm dengan KPD) dan kelompok tanpa risiko (kehamilan preterm tanpa KPD). Penelitian ini dilakukan di kamar bersalin IGD serta Poli Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar periode Desember 2020 hingga Mei 2021. Data dianalisis dengan SPSS versi 26 untuk Windows. Hasil: Hasil analisis dari penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0,000). Kelompok dengan nilai rasio platelet terhadap limfosit serum darah ibu yang tinggi memiliki risiko mengalami kejadian KPD preterm dibandingkan dengan kelompok dengan rasio platelet terhadap limfosit serum darah ibu yang rendah (PR = 2,4, IK 95% = 1,60-3,69, p = 0,000). Kesimpulan: Simpulan dari penelitian ini adalah rasio platelet terhadap limfosit serum darah ibu yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejadian KPD preterm.