Fenomena Hustle Culture dan FOMO semakin terlihat di kalangan pekerja urban, terutama akibat tekanan sosial dan ekspektasi produktivitas yang tinggi yang juga diperkuat oleh media sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode PLS-SEM melalui perangkat lunak SmartPLS 4. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang dengan latar belakang profesional beragam. Data diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang mengukur empat konstruk utama: Hustle Culture, FOMO, kepuasan kerja, dan penggunaan media sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara tidak terduga, Hustle Culture dan FOMO memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja, yang berarti semakin tinggi intensitas hustle dan rasa takut tertinggal justru meningkatkan kepuasan kerja pada konteks populasi yang diteliti. Demikian pula, media sosial juga tidak terbukti menurunkan kepuasan kerja secara langsung. Sebaliknya, interaksi antara Hustle Culture dan media sosial, serta FOMO dan media sosial, memperkuat pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Temuan ini menyiratkan bahwa dalam konteks karyawan SCBD, Hustle Culture dan FOMO dipersepsikan sebagai bentuk kompetensi dan pencapaian, bukan sebagai tekanan negatif. Lingkungan kerja yang kompetitif serta ekspektasi sosial yang tinggi menjadikan media sosial sebagai alat validasi pencapaian dan sumber motivasi. Penelitian ini memberikan kontribusi teoritis terhadap pemahaman hubungan antara fenomena kerja modern dan kepuasan kerja, serta implikasi praktis bagi manajemen SDM dalam merancang kebijakan yang adaptif terhadap budaya kerja kontemporer.