Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Pesan Simbolik dalam Prosesi Petawaren Adat Gayo Lues Harinawati, Harinawati; Syafrimayanti, Nurhasanah; Anismar, Anismar
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM) Vol 2, No 2 (2021): Multidimensi Problematika Masyarakat
Publisher : FISIP Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jspm.v2i2.5517

Abstract

This study identifies and analyzes symbolic messages in the petawaren tradition in Blangkejeren District, Gayo Lues Regency. The research method used is descriptive qualitative. Data collection techniques include observation, interviews, and documentation. The results of the study indicate that the petawaren tradition is one part of Gayo culture which is carried out in welcoming various important events in life. Petawaren is carried out by inviting village elders. The procession of the petawaren tradition requires several main equipment which is prepared by the party who has the intention. The equipment used in this petawaren procession has been mutually agreed upon since time immemorial, including rice and water in a container mixed with celala, dedingin, bebesi, batang teguh, sesampi, and other flowers in an odd number and tied in one knot. The petawaren tradition means prayer and hope so that Allah SWT will always be given safety, blessings, and prosperity.ABSTRAKStudi ini mengidentifikasi dan menganalisis pesan simbolik dalam tradisi petawaren di Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data antara lain observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi petawaren adalah salah satu bagian budaya Gayo yang dilakukan dalam menyambut berbagai peristiwa penting dalam kehidupan. Petawaren dilaksanakan dengan mengundang tetua kampung. Prosesi tradisi petawaren membutuhkan beberapa perlengkapan utama yang dipersiapkan oleh pihak yang mempunyai hajat. Perlengkapan yang digunakan dalam prosesi petawaren ini telah disepakati bersama sejak dahulu kala, antara lain beras dan air dalam wadah yang dicampur celala, dedingin, bebesi, batang teguh, sesampi, dan bunga lainnya yang berjumlah ganjil dan diikat dalam satu ikatan. Tradisi petawaren bermakna doa dan harapan agar senantiasa diberi keselamatan, keberkatan, dan kesejahteraan oleh Allah SWT.
Pesan Simbolik dalam Prosesi Petawaren Adat Gayo Lues Harinawati Harinawati; Nurhasanah Syafrimayanti; Anismar Anismar
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM) Vol 2, No 2 (2021): Multidimensi Problematika Masyarakat
Publisher : FISIP Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jspm.v2i2.5517

Abstract

This study identifies and analyzes symbolic messages in the petawaren tradition in Blangkejeren District, Gayo Lues Regency. The research method used is descriptive qualitative. Data collection techniques include observation, interviews, and documentation. The results of the study indicate that the petawaren tradition is one part of Gayo culture which is carried out in welcoming various important events in life. Petawaren is carried out by inviting village elders. The procession of the petawaren tradition requires several main equipment which is prepared by the party who has the intention. The equipment used in this petawaren procession has been mutually agreed upon since time immemorial, including rice and water in a container mixed with celala, dedingin, bebesi, batang teguh, sesampi, and other flowers in an odd number and tied in one knot. The petawaren tradition means prayer and hope so that Allah SWT will always be given safety, blessings, and prosperity.ABSTRAKStudi ini mengidentifikasi dan menganalisis pesan simbolik dalam tradisi petawaren di Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data antara lain observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi petawaren adalah salah satu bagian budaya Gayo yang dilakukan dalam menyambut berbagai peristiwa penting dalam kehidupan. Petawaren dilaksanakan dengan mengundang tetua kampung. Prosesi tradisi petawaren membutuhkan beberapa perlengkapan utama yang dipersiapkan oleh pihak yang mempunyai hajat. Perlengkapan yang digunakan dalam prosesi petawaren ini telah disepakati bersama sejak dahulu kala, antara lain beras dan air dalam wadah yang dicampur celala, dedingin, bebesi, batang teguh, sesampi, dan bunga lainnya yang berjumlah ganjil dan diikat dalam satu ikatan. Tradisi petawaren bermakna doa dan harapan agar senantiasa diberi keselamatan, keberkatan, dan kesejahteraan oleh Allah SWT.
ANALISIS WACANA DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM CALON IMAM KARYA MADANI Harinawati Harinawati; Awaludin Arifin; Maria Ulfa
Jurnal Jurnalisme Vol 10, No 1 (2021)
Publisher : Prodi Ilmu Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jj.v10i1.4787

Abstract

Novel Assalamualaikum Calon Imam menceritakan tentang kehidupan seorang tokoh bernama Nafisya Kaila Akbar yang ingin menemukan calon imam terbaiknya disaat dia takut menjatuhkan hati pada seseorang karena tidak ingin terluka sama seperti orangtuanya. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode analisis wacana model Teun A. Van Dijk yang berdasarkan struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan isi atau pesan yang terkandung dalam novel Assalamualaikum Calon Imam karya Madani. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pesan moral dalam novel Assalamualaikum Calon Imam karya Madani adalah moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang berupa ketakwaan, dan bersyukur. Moral dalam hubungan manusia dengan manusia lain yang berupa berupa nilai moral nasihat orang tua kepada anak, kasih sayang orang tua dan anak, nasihat antar teman, peduli sesama, dan beramal soleh. Moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri yang berupa pesan kesabaran, bertanggung jawab, keteguhan pendirian, dan kebijaksanaan. Dari segi kognisi sosialnya cukup menggambarkan kereligiusan pengarangnya. Sementara itu dari konteks sosial, novel ini merupakan pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, bahwa sebuah pernikahan yang berakhir dengan perceraian tidak hanya berdampak bagi orang dewasa saja, tetapi juga bagi anak.
NEGOSIASI PEMBELI DAN PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL GEUDONG (Studi pada Penjual Pakaian Dewasa di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara Periode Bulan Januari- Mei 2021) Subhani Subhani; Harinawati Harinawati; Muhammad Ali; Maulidayanti Maulidayanti
Jurnal Jurnalisme Vol 10, No 1 (2021)
Publisher : Prodi Ilmu Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jj.v10i1.4884

Abstract

Penelitian ini berjudul “Negosiasi Pembeli Dengan Pedagang di Pasar Tradisional Geudong (Studi pada Penjual Pakaian Dewasa di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Untuk mengetahui bagaimana negosiasi antara penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli di toko pakaian dewasa pada pasar tradisional Geudong Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara. Teori yang digunakan adala perilaku negosiasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang dikumpulkan dengan tiga teknik yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini adalah 10 orang. Hasil Penelitian menujukan bahwa negosiasi antara pedagang dan pembeli dalam menentukan kesepakatan harga ketika tawar-menawar barang dan penjelasan terhadap barang yang diperdagangkan, adanya timbal balik yang terjadi ketika melakukan tawar menawar antara kedua pihak karena pedagang pakaian pasar tradisional Kecamatan Samudera identik dengan tawar-menawar, serta penjelasan yang diberikan oleh pedagang akan membuat pembeli kembali bertanya ataupun memberi respon terhadap penjelasan pedagang.
Potret Pemamanan pada Akulturasi Budaya Alas dan Gayo Harinawati Harinawati; Richa Meliza
Aceh Anthropological Journal Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v6i2.9119

Abstract

Abtract: Pemamanan is a tradition of Alas Culture at the time of traditional wedding and circumcision processions, this tradition is carried out by pure Alas tribal families and families who experience Cultural Acculturation, the purpose of this study is to describe the portrait of pemamanan in Alas and Gayo Cultural Acculturation, this research map will look at the Procession Pemamanan in Alas and Gayo Cultural Acculturation in mixed marriages, the results of the study show that the Acculturation of Alas and Gayo Cultures is not carried out 100% following the transition of Pemamanan from the Alas Tribe, the tolerance of Alas Culture (Father) to Gayo Culture (Mother) in traditional processions, but did not completely eliminate the Pemamanan tradition. Based on the results of the study, it can be concluded that the Portrait of the Pemamanan Tradition in the Acculturation of the Alas and Gayo Cultures gave birth to cultural tolerance in the two tribes.Abstrak: Pemamanan merupakan sebuah tradisi Budaya Alas pada saat melakukan prosesi adat perkawinan maupun Khitan, tradisi ini dilakukan oleh keluarga pure suku Alas maupun keluarga yang mengalami Akulturasi Budaya, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan potret pemamanan pada Akulturasi Budaya Alas dan Gayo, peta penelitian ini akan melihat Prosesi Pemamanan pada Akulturasi Budaya Alas dan Gayo pda perkawinan campuran, hasil penelitian menunjukan bahawa Akulturasi Budaya Alas dan Gayo Potret Pemamanan dilakukan tidak 100% mengikuti trasisi Pemamanan dari Suku Alas, adanya toleransi Budaya Alas (Bapak) terhadap Budaya Gayo (Ibu) pada prosesi adat, namun tidak menghilangkan sepenuhnya tradisi Pemamanan. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan Potret Tradisi Pemamanan Pada Akulturasi Budaya Alas dan Gayo melahirkan toleransi Budaya pada kedua suku tersebut. 
Dari “Diislamkan” ke “Dipestakan”: Pergeseran Makna Mujêlisên (Khitanan) pada Masyarakat Gayo Indra Setia Bakti; Harinawati Harinawati; Siti Ikramatoun
Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI) Vol 2 No 1 (2021)
Publisher : Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jsai.v2i1.1138

Abstract

This study aims to describe the meaning shift of mujêlisên in Gayo society. The meaning given to the mujêlisên tradition has not been constant at all times. In the Gayo lens traditional, mujêlisên means something Islamic or "to be Islamic". So the activities carried out are directed at actions that are nuanced with spirituality. The study was qualitative research. This study found that over time, the meaning of the mujêlisên tradition was shifted. In praxis, the spirituality aspect not dominates the discourse but has been covered by profane culture festivity practices. It is supported by the various easily accessible facilities to fulfil the consumptive desires of festivity actors.
Program Pengabdian masyarakat KEGIATAN PENANAMAN 1000 POHON ALPUKAT DI LUT ATAS KECAMATAN BUKIT KABUPATEN B ENER MERIAH UNTUK MEWUJUDKAN HUTAN LESTARI MASYARAKAT SEJAHTERA Harinawati; Ratri Candrasari
Jurnal Abdimas Madani dan Lestari (JAMALI) Volume 05, Issue 01, Maret 2023
Publisher : UII

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jamali.vol5.iss1.art5

Abstract

The Community Service Program is one of Tridharma programs in Higher Education, in this case the academic community carries out activities of planting 1000 Avocado Trees in order to create the Sustainable Forest of Prosperous Communities. Lut Atas is a village forest area located in Waq Pondok Sayur sub-district, Bukit District, Bener Meriah Regency, with Village Forest Management reaching 813 Ha for 35 years service. The community can take non-timber forest products. One of the efforts made is by planting avocado trees in the Village Forest Area with the hope that the community can pick them after the harvest arrives, without destroying the forest. As a moral responsibility, the lecturers of the Communication Studies Program supported by the Menwa Student Association, Scouts, Unpal (Nature-loving students), Himako (Communication Science Student Association), Himaga (Gayo Student Association) carrid out the service program of planting 1000 Avocado Trees in the area of Lut Atas and Waq Pondok Sayur. This program received a positive response from local Muspika elements. The agroforestry system in cooperation with Village Forest Management (LPHD) are expected to bring prosperity to the community without destroying the forest.
Makna Simbolik pada Budaya Gegunungan dalam Tradisi Pesta Masyarakat Singkil Ramiah Ramin; Anismar Anismar; Harinawati Harinawati; Masriadi Masriadi
Aceh Anthropological Journal Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v7i1.10965

Abstract

This article aims to describe the symbolic meaning of the mountain culture at the Singkil Tribe traditional party. The theory used is the theory of symbolic interaction. This type of research uses descriptive qualitative research methods. Data collection techniques using observation, interviews and document studies. The results of the study show that the whole mountain is a symbol in the Singkil Tribe's traditional feast. Gegunungan is the vehicle of the kings in ancient times, people who use the mountain at a traditional party means glorifying guests. Based on the theory of symbolic interaction, gegunungan culture is run by people who come from certain individuals, namely people who are able to slaughter buffalo or oxen at their traditional parties, interactions are carried out using symbols, namely on the way to the bride's house from the mountains music is played which means that the child has the party already married or circumcised, rifles are fired and fire is spit out through the mouth which means that the groom's entourage has almost arrived at the bride's house, and the confusion surrounds the mountains which means that the bride's entourage determines whether what is coming is indeed the person expected or not. In addition, there is also a meaning that lies in the colorful decoration, and so on which can then be interpreted by the community.Abstrak: Artikel ini bertujuan mendeskripsikan makna simbolik budaya gegunungan pada pesta adat Suku Singkil. Teori yang digunakan adalah teori interaksi simbolik. Jenis penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumen. Hasil kajian ini  menunjukkan bahwa keseluruhan gegunungan merupakan simbol dalam pesta adat Suku Singkil. Gegunungan merupakan kendaraan raja-raja pada zaman dahulu, masyarakat yang menggunakan gegunungan pada pesta adat berarti memuliakan tamu. Berdasarkan teori interaksi simbolik, budaya gegunungan dijalankan oleh masyarakat yang berasal dari individu tertentu yakni orang yang mampu memotong kerbau atau lembu pada pesta adatnya, interaksi yang dilakukan menggunakan simbol yaitu dalam perjalanan ke rumah mempelai wanita dari gegunungan musik dimainkan yang bermakna bahwa anak yang punya pesta sudah dinikahkan atau dikhitan, bedil dibunyikan dan api disemburkan lewat mulut yang bermakna bahwa rombongan mempelai pria sudah hampir tiba ke rumah mempelai wanita, dan kekajangan mengelilingi gegunungan yang bermakna bahwa rombongan mempelai wanita memastikan apakah yang datang memang orang yang dinanti atau bukan. Selain itu, ada juga makna yang terletak pada hiasan warna-warninya, dan lain sebagainya yang kemudian dapat diinterpretasikan oleh masyarakat. 
MANAJEMEN KOMUNIKASI ORGANISASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS (LDK) AL-KAUTSAR DALAM MENSUKSESKAN PROGRAM RIHLAH AKBAR 2022 (Studi Deskriptif Pada Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Kautsar) Sari Ainun; Harinawati Harinawati
Jurnal Jurnalisme Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Prodi Ilmu Komunikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jj.v12i1.12568

Abstract

Jurnal ini mengkaji tentang manajemen komunikasi organisasi yang dilakukan penggurus dalam organisasinya, hal ini dikarenakan pentingnya   manajemen komunikasi organisasi dalam sebuah organisasi agar dapat menjalankan organisasi dengan efektif. Demikian halnya dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berada di Universitas Malikussaleh yaitu Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Kautsar dalam menjalankan manajemen komunikasi organisasi untuk mensukseskan Program Rihlah Akbar 2022. Pertayaan utama yang ingin dijawab dalam studi ini bagaimana manajemen komunikasi organisasi penggurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Kautsar dalam mensukseskan Program Rihlah Akbar 2022. Perspektif teoritik yang digunakan dalam studi ini adalah teori POAC oleh George R. Terry (1998), teori ini membahas mengenai  (planning) perencanaan, (organizing) pengorganisasian, (actuating) pelaksanaan, (controlling) pengawasan. Metode penelitian menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian manajemen komunikasi organisasi penggurus dalam mensukseskan Program Rihlah Akbar 2022 yaitu adanya penerapan teori POAC oleh George R. Terry (1998) mulai dari (planning) yaitu Agenda jaulah LDK IAIN Takengon dan LDK UKMI UGP Takengon, agenda Kunjungan ke Panti Asuhan Yayasan Berkah Ilahi, Kunjugan   Wisata Goa Putri Pukes dan Wisata Danau Laut Air Tawar, Panitia Acara Program Rihlah akbar 2022 dan Mengikuti Rundown. Kemudian melakukan (organizing) pengorganisasian yaitu dengan menyusun panitia program dan pembagian tugas panitia Program Rihlah Akbar 2022. Selanjutnya (actuating) pelaksanaan rundow acara, pelaksanaan Program tanggal 26-27 November 2022, keamanan peserta dan pelaksanaan tugas panitia program. Terakhir proses (controlling) yaitu Evaluasi kegiatan, Program Rihlah Akbar 2022 sukses dilaksanakan, ada peserta yang tidak bisa mengikuti kegiatan dan kurangnya anggota dari panitia acara.
INTERGENERATIONAL TRANSMISSION OF GAYO LANGUAGE IN BENER MERIAH, ACEH Ratri Candrasari; Harinawati Harinawati; Subhani Subhani; Ichsan Ichsan; Safriandi Safriandi
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM) Vol 4, No 2 (2023)
Publisher : FISIP Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jspm.v4i2.10056

Abstract

This study aims to (1) describe the level of existence of the Gayo language and (2) formulate recommendations for strengthening intergenerational transmission of the Gayo language spoken by the tribes in Aceh. This research is studied using a Linguistic-Anthropological perspective, namely a review that analyzes the relationship between culture and language. The research approach used is mixed methods, quantitative and qualitative. To describe the level of existence of the Gayo language, data on language use and language attitudes are needed by distributing questionnaires. Furthermore, the data were analyzed based on the generation group and the realm of language use. The measurement results were then discussed through FGDs involving Gayo ethnic community leaders, Gayo youth, Reje village, Head of the Education and Culture Office. The results of the study show that the Gayo language is still strong in the realm of kinship, social and custom. Gayo language is also still used in almost all generation groups except for the 4th generation, namely those aged <50 years who are at a strong level but are in danger of experiencing a shift. In the realm of association, poetry is still alive, both in important ceremonies and in association, especially advice poetry. Customary law in Gayo land is still upheld so that the Gayo language is still very much alive because qanuns or customary regulations are written in Gayo language. In addition, the effort to transmit language to the younger generation is the Pemangu ceremony, which is the ceremony of handing over children from parents represented by the Gayo Traditional Council to teachers at school.Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tingkat eksistensi bahasa Gayo dan (2) merumuskan rekomendasi penguatan transmisi antargenerasi bahasa Gayo yang dituturkan oleh suku-suku di Aceh . Penelitian ini dikaji dengan menggunakan perspektif Linguistik-Antropologi, yaitu tinjauan yang menganalisis hubungan antara budaya dan bahasa. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode campuran, kuantitatif, dan kualitatif. Untuk menggambarkan tingkat keberadaan bahasa Gayo diperlukan data penggunaan bahasa, dan sikap berbahasa dengan cara menyebarkan kuesioner. Selanjutnya data dianalisis berdasarkan kelompok generasi dan ranah penggunaan bahasa. Hasil pengukuran tersebut kemudian dibahas melalui FGD yang melibatkan tokoh masyarakat etnis Gayo, pemuda Gayo, kampung Reje, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Gayo masih kuat dalam ranah kekeluargaan, sosial, dan adat. Bahasa Gayo juga masih digunakan hampir di semua kelompok generasi kecuali generasi ke-4, yaitu mereka yang berusia <50 tahun yang berada pada level kuat namun terancam mengalami pergeseran. Dalam ranah pergaulan, puisi masih tetap hidup, baik dalam upacara-upacara penting maupun dalam pergaulan, khususnya puisi nasehat. Hukum adat di tanah Gayo masih ditegakkan sehingga bahasa Gayo masih sangat hidup karena qanun atau peraturan adat tertulis menggunakan bahasa Gayo. Selain itu upaya transmisi bahasa kepada generasi muda yaitu dengan upacara Pemangu yaitu upacara penyerahan anak dari orang tua yang diwakili Dewan Adat Gayo kepada guru di sekolah.