p-Index From 2020 - 2025
4.354
P-Index
Claim Missing Document
Check
Articles

NGO’s Roles and Strategies in the Environmental Politic Arena Ardhian, David; Adiwibowo, Soeryo; Sri Wahyuni, Ekawati
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 4 No. 3 (2016): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.148 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v4i3.14429

Abstract

ABSTRACTNGOs have played increasingly prominent roles and strategies in the environment politic arena. The study was carried out using qualitative approach at national and local to elaborate Indonesia NGOs roles and strategies in responding land and forest fires. The Study reveals that NGOs were be able to take advance of collective deprivations and political opportunities to develop mobilization structure, framing process and various form of actions in responding land and forest fires. NGOs political strategies are directly influence key stakeholders,develop pressure to governmnet using transnational advocacy networks, enhancing market and sustainability standart to private sectors, influencing capital flow, mobilizing elits and promoting best practices at local as alternative solutions. NGOs plays as social movement organization in the frame of new social movement to enhance the equality of power relations, through influencing policies, law enforcement, market and private sectors behaviour, and promoting community-based peatland management model at local, toward better governance of natural resources management in Indonesia.Keywords : NGO, social movement, political ecology, land and forest fireABSTRAKOganisasi Non Pemerintah (ORNOP) memainkan peran dan strategi penting dalam arena politik lingkungan hidup. Studi dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan peran dan strategi ORNOP di Indonesia pada tingkat nasional dan lokal dalam menanggapi kasus kebakaran hutan dan lahan. Studi mengungkap bahwa ORNOP mampu memanfaatkan keluhan kolektif dan struktur kesempatan politik untuk membangun struktur mobilisasi, proses framing dan bentuk-bentuk aksi. Strategi Politik ORNOP diwujudkan dengan cara mempengaruhi secara langsung pihak-pihak kunci, meningkatkan tekanan politik terhadap pemerintah dengan menggunakan jaringan advokasi lintas negara, mendorong standar keberlanjutan pasar, mempengaruhi aliran kapital, mobilisasi dukungan elit dan mempromosikan praktik-praktik terbaik sebagai solusi tandingan. ORNOP mampu memainkan peran sebagai organisasi gerakan sosial untuk mendorong kesetaraan relasi kuasa, dengan mempengaruhi kebijakan, penegakan hukum, perilaku pasar dan sektor swasta, serta mempromosikan pengelolaan lahan gambut berbasis masyarakat pada tingkat lokal, dalam rangka penguatan tata kelola sumberdaya alam di Indonesia.Kata kunci : organisasi non pemerintah, gerakan sosial, ekologi politik, kebakaran hutan dan lahan
The Dynamics of Sasi in Kaimana: the Institutional Change over Traditional Marine Resource Management Patriana, Ratna; Adiwibowo, Soeryo; A. Kinseng, Rilus; Satria, Arif
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 4 No. 3 (2016): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (523.872 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v4i3.14435

Abstract

ABSTRACTSasi, as a regime of common (pool) resource management, has long been trusted as one of the most efficient traditional practices in maintaining the sustainability of resources in coastal areas. However, the practice of Sasiwas highly influenced by adat, customary laws set by feudal system that have been replaced by the modern state. This research intended toexamine (1) how the practice of Sasi has changed along with the ecological, social, and economic changes that happened within the society, and (2) what was the impact of this change to the mechanism of the distribution of wealth within the localcommunity. Field research was conducted inthe Kaimana District, West Papua Province,from November - December 2015, using qualitative methods and progressive contextualization strategy.The results indicated that the economic changes were the main driving factor of the dynamic of Sasi in Kaimana. The commercialization of Sasi by village elites hasreplaced this tradition of marine conservation and its orientation with the mechanism ofsurplus accummulation. It degraded the social security mechanism, affectedthe income of the community in general,and developed intimate exclusionsof the sub-ordinate groups,includingwomen.Keywords: coastal resource, social change, social security, intimate exclusion.ABSTRAKSasi, sebagai suatu rezim pengelolaan sumberdaya alam milik bersama, telah lama dipercaya sebagai salah satu praktek tradisional yang efisien dalam memelihara kelestarian sumberdaya di wilayah laut. Namun demikian, praktek Sasi ini sangat dipengaruhi oleh adat yang didirikan oleh sistem feodal, suatu sistem yang kini telah digantikan oleh pemerintahan modern. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan (1) bagaimana praktek Sasi telah berubah sejalan dengan perubahan ekologi, sosial dan ekonomi yang terjadi di masyarakat, dan (2) bagaimana dampak perubahan tersebut terhadap mekanisme distribusi kemakmuran di dalam komunitas. Studi lapangan dilakukan pada November – Desember 2016 di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, dengan menggunakan metode kualitatif dan strategi penelitian progressive contextualization. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan ekonomi adalah yang paling berpengaruh terhadap dinamika Sasi di Kaimana. Komersialisasi Sasi oleh elit desa telah menggeser tradisi konservasi laut serta orientasinya dengan mekanisme akumulasi surplus bagi rumah tangga. Hal ini menyebabkan tergedradasinya mekanisme jaminan sosial masyarakat secara umum, dan menimbulkan intimate exclusion terhadap kelompok sub-ordinat, termasuk perempuan.Kata kunci: sumberdaya laut, perubahan sosial, jaminan sosial, eksklusi karib.
The Impact of Zoning and Whale Shark Attraction Tourism Toward Kwatisore Community Rahayu, Rehastidya; Adiwibowo, Soeryo; Satria, Arif
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 4 No. 3 (2016): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.334 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v4i3.14436

Abstract

ABSTRACTThe establishment of a conservation area, especially the area became a national park is not without a problem. Many research has been done in the area of conservation with the result of people who have long lived in the conservation area be marginalized mainly due to the zoning applied to conservation and tourism. Therefore, this study is intended to explore the impact of zoning and tourism to the marginalization of people living in the national park. This research was conducted in Cenderawasih Bay National Park, especially located in the Kwatisore Village, Nabire District of Papua Province. The method used is qualitative method with data collection technique through in-depth interviews. The research finds, first, zoning do not disturb Kwatisore community access toward resources. Second, tourism gained additional income for the local community by selling souvenir, renting boat, and ritual ceremony for tourist attraction. Third, floating capture fisheries and floating net cage changes fisheries technology and gain additional income. So it can be concluded that zoning, and tourism are not marginalized the Kwatisore community.Keywords: conservation, zoning, tourism, marginalization, community KwatisoreABSTRAKPembentukan kawasan konservasi, khususnya kawasan yang ditetapkan menjadi taman nasional bukanlah tanpa masalah. Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pembentukan suatu kawasan menjadi taman nasional berdampak pada terjadinya marginalisasi terhadap masyarakat terutama masyarakat yang telah lama bermukim di kawasan konservasi karena penetapan zonasi dan pariwisata. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih jauh dampak dari zonasi dan pariwisata terhadap marginalisasi masyarakat yang telah bermukim lama di dalam taman nasional. Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih khususnya di Kampung Kwatisore, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, implementasi zonasi di kawasan Perairan Kwatisore tidak mempengaruhi akses komunitas Kwatisore terhadap sumber daya alam. Kedua, adanya pariwisata memberikan penghasilan tambahan terhadap komunitas Kwatisore. Tambahan penghasilan berasal dari penjualan souvenir, penyewaan perahu, dan pengadaan upacara adat penyambutan tamu. Ketiga, dilapangan juga ditemukan bahwa keberadaan bagan dan Keramba Jaring Apung (KJA) memberikan perubahan terhadap teknologi penangkapan sekaligus juga memberikan tambahan pendapatan bagi komunitas Kwatisore. Jadi implementasi zonasi, keberadaan pariwisata, bagan dan KJA tidak menyebabkan terjadinya marginalisasi terhadap komunitas Kwatisore.Kata kunci: konservasi, zonasi, pariwisata, marginalisasi, komunitas Kwatisore
Gold Mining in Southwest Maluku: Curse or Blessing? (Study on Conflict Access of Agrarian Resources) Pakniany, Yamres; Soetarto, Endriatmo; Adiwibowo, Soeryo
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 5 No. 2 (2017): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.73 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v5i2.17976

Abstract

ABSTRACTConflict in agrarian resource-rich areas due to differences of interest continue to occur in Indonesia, including in the gold mining area of Hila Village, District of Romang Islands, Southwest Maluku Regency. Conflict that occurred in the gold mining area of Hila Village is a horizontal conflict involving the communities, but there are local elites who play a role in it as well. Conflicting communities are those who are pro-mining and against it. Each actor has a different interest in the resources of Hila Village. This research uses qualitative method with case study approach. The purposeof this study is to analyze the factors that cause conflict. The result shows that there are many factors causing the conflict, including access to land, compensation fee and labor recruitment. These factors occur due to unilateral claims and ineffective management by village and company authorities. The benefits of the management and utilization are only felt by certain actors who have access to resources, whereas other actors who do not have access do not benefit.Keywords: Agrarian resources, conflict, Southwest MalukuABSTRAKKonflik di daerah kaya sumberdaya agraria, akibat perbedaan kepentingan terus terjadi di Indonesia, termasuk di kawasan pertambangan emas Desa Hila, Kecamatan Kepulauan Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya. Konflik yang terjadi di kawasan pertambangan emas Desa Hila adalah konflik horisontal yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat, namun di dalamnya terdapat elit-elit lokal yang turut berperan. Masyarakat yang berkonflik adalah masyarakat yang pro terhadap tambang dengan masyarakat yang kontra terhadap tambang. Masing-masing aktor memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumberdaya di Desa Hila. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor penyebab konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik, diantaranya faktor akses terhadap lahan, biaya konpensasi, dan perekrutan tenaga kerja. Faktor-faktor ini terjadi, karena klaim sepihak dan pengelolaan yang tidak efektif dilakukan oleh pemerintah desa dan perusahaan. Manfaat dari pengelolaan dan pemanfaatan tersebut, hanya dirasakan oleh aktor-aktor tertentu yang memiliki akses terhadap sumberdaya, sedangkan aktor-aktor lain tidak mendapatkan manfaat.Kata kunci: Sumberdaya agraria, konflik, Maluku Barat Daya
Land Tenure Dynamics on Forest Conservation Area: Case Study in Grand Forest Park Sultan Thaha Saifuddin Budiandrian, Bayu; Adiwibowo, Soeryo; A. Kinseng, Rilus
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 5 No. 3 (2017): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (621.107 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v5i3.19394

Abstract

ABSTRACTLocated at Jambi Province, the Grand Forest Park of Sultan Thaha Saifuddin (GFP STS or GFP in short) was established at 2001. The GFP STS, previously known as the Senami Forest, spread over three sub-districts of Batang Hari District i.e. Bajubang, Muara Bulian and Muara Tembesi. Before appointed as GFP STS the status and function of Senami forest changing four times (at 1933, 1987, 1999, 2001). The implication of this changing policy combine with weak law enforcement are uncertain tenurial arrangement for access, control, and use the resource in particular within the area of GFP. As result, at present forest cover of GFP only left 15 to 30 percent. In addition, among the various types of forest conservation areas, Grand Forest Parks is more vulnerable for land accessing than the National Park. Therefore, it is interesting to examine what is the impact of those series changing forest property and governance to the tenurial arrangement among and between actors within the area of GFP STS. This research applied qualitative method with semi structured and in deepth interview with key informant and participant observation whose selected by snowball technique. The result shows long-term series of change of access to GFP (1933, 1987, 1999 and 2001) have significantly change the legal rights, actual rights and practice use of land/resource among and between user groups. The access is considered either as legal or illegally.Keyword: land tenure, forest conservation, access mechanism, grand forest park, Sultan Thaha SaifuddinABSTRAKTaman Hutan Raya (THR) Sultan Thaha Saifuddin (STS) merupakan kawasan hutan yang ditetapkan pada tahun 2001. THR STS, yang sebelumnya diketahui sebagai kawasan Hutan Senami oleh penduduk lokal, melintas di tiga Kecamatan antara lain Bajubang, Muara Bulian, dan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Sebelum ditetapkan sebagai kawasan THR pada tahun 2001, status dan fungsi kawasan Hutan Senami pernah mengalami beberapa kali perubahan antara lain pada tahun 1933, 1987, 1999 dan 2001. Implikasi dari serangkaian perubahan kebijakan yang berpadu dengan lemahnya penegakan hukum adalah munculnya ketidakpastian pengaturan tenurial terhadap akses, penguasaan, dan pemanfaatan sumberdaya hutan di dalam kawasan THR STS. Dampaknya, saat ini luas tutupan hutan di kawasan THR STS hanya tersisa 15 hingga 30 persen saja. Selain itu, diantara berbagai jenis kawasan hutan konservasi, Taman Hutan Raya merupakan kawasan yang lebih rentan terhadap akses lahan dibandingkan dengan Taman Nasional. Dengan demikian, menarik untuk dikaji bagaimana dampak dari serangkaian perubahan kebijakan dan status kepemilikan hutan tersebut terhadap pengaturan penata-kelolaan hutan diantara berbagai aktor di dalam kawasan THR STS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam dengan informan kunci dan responden yang ditentukan melalui teknik snowball sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rangkaian panjang perubahan akses pada kawasan THR STS (1933, 1987, 1999, dan 2001) telah secara signifikan merubah hak legal, hak aktual, dan praktik pemanfaatan lahan/sumberdaya di dalam dan diantara berbagai kelompok pengguna. Mekanisme akses juga dilakukan baik secara legal maupun ilegal.Kata Kunci: tenurial lahan, hutan konservasi, mekanisme akses, taman hutan raya, Sultan Thaha Saifuddin
The Dynamics of Land Tenure in Multi-ethnic Society Bumulo, Sahrain; Adiwibowo, Soeryo; Sjaf, Sofyan
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 5 No. 3 (2017): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.714 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v5i3.19395

Abstract

ABSTRACTThis study aims to analyze the dynamics of land tenure in the multi-ethnic society. This research was conducted in District of Randangan,Pohuwato Regency. With a qualitative approach, this research involved 27 informants from various ethnic backgrounds (Gorontalo, Java, Bali, and Bugis) and profession (bureaucracy, NGO, and academic actors). The results of this study indicate that land tenure in the study sites has ethnic dimensions. This is evidenced by the existence of land tenure segregation, in which Bugis ethnic control of land in the coastal areas used for fishpond activities. Furthermore, ethnic Javanese controlled land in the hilly areas used as agricultural and plantation activities, while the ethnic Gorontalo (local), more widely spread in the sub-district government structure, and private. The existence of segregation of land tenure, trigger the emergence of turmoil in society by using ethnic identity as its domain. Therefore, the issue of locals versus migrants colored the polemic at the study site.Furthermore, the granting of access is also based on several actors’ interests, including socio-economic, political, and demographic interests.Keywords: Dynamics, land tenure, multiethnic societyABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika penguasaan lahan dalam masyarakat multietnik. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini melibatkan 27 informan dari berbagai latar belakang etnik (Gorontalo, Jawa, Bali. dan Bugis) dan profesi (birokrasi, LSM, dan akademisi). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penguasaan lahan di lokasi studi memiliki dimensi etnisitas. Hal ini dibuktikan oleh adanya segregasi penguasaan lahan, di mana etnik Bugis menguasai lahan di wilayah “pesisir” yang digunakan untuk aktivitas tambak ikan. Selanjutnya, etnis Jawa menguasai lahan di wilayah “perbukitan” yang digunakan sebagai aktivitas pertanian dan perkebunan, sedangkan etnis Gorontalo (lokal), lebih banyak tersebar di struktur pemerintahan kecamatan, dan swasta. Adanya segregasi penguasaan lahan, memicu timbulnya gejolak di masyarakat dengan menggunakan identitas etnis sebagai domainnya. Oleh karena itu, isyu penduduk lokal versus pendatang mewarnai polemik di lokasi studi. Di sisi lain, proses penguasaan lahan di lokasi studi dilatar-belakangi oleh adanya keterlibatan berbagai aktor (berbasis etnis) dalam pemberian akses kepada anggota etnisnya masing-masing. Selanjutnya, pemberian akses juga didasarkan pada beberapa kepentingan aktor, di antaranya adalah kepentingan sosial-ekonomi, politik, dan demografi.Kata Kunci: dinamika, penguasaan, lahan, masyarakat multietnik
The Limit to Politics of Ethnicity? Migration and Upland Transformation in Central Sulawesi Abdulkadir Sunito, Melani; Adiwibowo, Soeryo; Soetarto, Endriatmo; A.Kinseng, Rilus; Foley, Sean
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 5 No. 3 (2017): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (793.954 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v5i3.19396

Abstract

ABSTRACTAlthough in early 2000s ethnic politics was used to gain access to land inside the National Park, thus transformed land use in an upland village in Central Sulawesi, a decade later it losts its role as the main driver to further expansion of agriculture-land. Using political ecology approach, this paper discusses territorialization through politics of ethnicity and ethnicity/identity as mechanism to access. The findings indicated that ethnic politics are enabled, and constrained, by certain conditions within the community as well as from external situation. In the latter trajectory of upland transformation, politics of ethnicity are constrained by an alteration of ethnic groupings as new migrants came to the village community, a ‘leveling-off playing field’ in land access and high-external input agriculture commodities, as well as a change in forest-policy.Keywords: ethnic politics, migration, upland transformationABSTRAKMeski pada permulaan tahun 2000an politik etnisitas digunakan untuk memperoleh akses atas tanah hutan di dalam Taman Nasional, lantas merubah penggunaan lahan pada suatu desa dataran tinggi di Sulawesi Tengah, satu dekade setelahnya politik etnisitas tak lagi berperan dalam ekspansi lanjutan tanah pertanian itu. Menggunakan pendekatan ekologi politik, tulisan ini membahas teritorialisasi melalui politik etnisitas dan penggunaan kuasa etnisitas/identitas sebagai mekanisme untuk mengakses. Temuan penelitian menunjukkan bahwa politik etnisitas dimungkinkan, ataupun dibatasi, oleh kondisi-kondisi di dalam komunitas maupun situasi eksternal. Pada trajectory transformasi desa yang belakangan, politik etnisitas dibatasi oleh perubahan pengelompokan etnis akibat migrasi baru pada komunitas desa yang kian beragam etnis, suatu leveling-off playing field dalam akses atas tanah dan budidaya komoditas pertanian tinggi-input yang mengarah pada pemerataan kesempatan ekonomi dan pendapatan, serta perubahan dalam kebijakan kehutanan.Kata kunci: politik etnisitas, migrasi, transformasi dataran tinggi pedalaman
Para Rimbo (Jungle Rubber): Cultural Core Jambi Farmers and Oppotunities for Integration with Forestry Development Marwoto, Marwoto; Kartodihardjo, Hariadi; Darusman, Dudung; Adiwibowo, Soeryo
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 5 No. 3 (2017): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.291 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v5i3.19401

Abstract

ABSTRACTPara Rimbo (Jungle rubber) is a system of local culture Jambi in agriculture and plantations dominated by rubber tree (Hevea brasiliensis),adopted and developed by the community with traditional management (mix-shaped rubber plantation). With this system still allows other vegetation co-exist Rubber plants so that the existing biodiversity in Para Rimbo still high. Ecosystem conditions have remained high biodiversity of the ecological role of maintaining the stability of the ecosystem in soil nutrient cycling, hydro-orologis system, a place to live for flora and fauna habitat loss due to forest degradation. This study was conducted aimed to describe Para Rimbo as a form of community process farmers to adapt to environment, with a focus on demography, technology and economics. The research was conducted with a qualitative prescriptive approach. The research findings show that Para Rimbo a farming system in accordance with the characteristics Jambi ecosystem based.Until now, Para Rimbo still cultivated by farmers in Jambi with various pressures by other farming systems monocultures that tend to be incompatible with the nature of Jambi ecosystems. We suggest that forest conservation policies in the area of Jambi adopt the Rimbo as part of the constituent structure of forest vegetation.Keyword: Jungle rubber, agroforestry, cultural core, adaptationABSTRAKPara Rimbo adalah sebuah sistem budaya masyarakat lokal (Jambi) dalam bidang pertanian dan perkebunan yang didominasi oleh tanaman karet (Havea brasiliensis), diadopsi dan dikembangkan oleh masyarakat dengan pengelolaan tradisional berbentuk kebun karet campuran. Dengan sistem ini masih memungkinkan vegetasi lain hidup bersama tanaman Karet yang dibudidayakan sehingga keanekaragaman hayati yang ada dalam Para Rimbo masih cukup tinggi. Kondisi ekosistem yang mempunyai keanekaragaman hayati yang masih tinggi tersebut secara ekologis berperan menjaga stabilitas ekosistem dalam siklus hara tanah, mempertahankan sistem hidro-orologis tetap baik, merupakan tempat hidup bagi flora dan fauna yang kehilangan habitatnya karena berkurangnya luasan hutan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan Para Rimbo sebagai bentuk dari proses masyarakat petani Jambi untuk beradaptasidengan lingkungannya, dengan fokus pada aspek demografi, teknologi dan ekonomi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan preskriptif. Temuan penelitian menunjukan bahwa Para Rimbo merupakan sistem pertanian yang sesuai dengan karakteristik ekosistem Jambi berdasarkan demografi, teknologi dan ekonomi. Sampai saat ini, Para Rimbo masih tetap dibudidayakan oleh petani Jambi dengan berbagai tekanan oleh sistem pertanian lain yang bersifat monokultur dan tidak sesuai dengan sifat ekosistem daerah Jambi. Kami menyarankan agar kebijakan konservasi hutan di daerah Jambi mengadopsi Para Rimbo sebagai bagian dari penyusun struktur vegetasi hutannya.Kata kunci: Para Rimbo, agroforestry, inti budaya, adaptasi
Control over Coastal Sedimentation Land by the Indonesian Household Migrant Workers Septianto, Marzuqo; M Kolopaking, Lala; Adiwibowo, Soeryo
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 6 No. 2 (2018): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (29.054 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v6i2.22076

Abstract

This study aims to analyze: 1). power relations over land emerging that occurred in Sugihwaras. 2). Land institutional crisis that becomes the arena of mastery among actors in it, 3). the reason behind the interest of Indonesian Migrant Workers in exploiting land emerging in Sugihwaras. A qualitative approach is applied in this case and data collection is done using observation, interview, and documentation methods. The results show that the power relations of the land arise form the agrarian structure in the society where each actor has a boundary of power and boundle of right are different. The existing institutional land crises in the Community are described in chronological crises of land ownership by actors and their claims to land arising in Sugihwaras. Indonesian Migrant Workers become one of the important actors in relation to access to arising land, where they have access to funds used for land purchase, or building settlements on arising land.
Stifling of Customary People Political Voice of Recognition in Political Economy Perspective (Case Study on Mapur Tribe Lom Bangka Belitung) Zulkarnain, Iskandar; Soetarto, Endriatmo; Sunito, Satyawan; Adiwibowo, Soeryo
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 6 No. 3 (2018): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.257 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v6i3.24325

Abstract

Symptoms of political neglection along with changes in capitalist-oriented economic development policies have become a major challenge for recognition of indigenous people in Indonesia. The experience of the Mapur Lom tribe marks the phase of detachment of an entity from its agrarian tradition. This study aims to identify the future critical point of Lom people due to the absence of recognition from the government which more prioritizes the practices of power domination and penetration of capital. The case study was used to oversee the socio-economic relations between tin and oil palm as well as the dynamics of actors contestation who were legitimized by the post-New Order bureaucracy. Data collection uses interviews, observation, document studies, and focused discussions. The results of the research show that the mechanism of stifling the political voice of Lom people's recognition takes place through two phases, namely silencing from within by the apparatus at the hamlet level by hijacking the autonomy discourse of customary forests. The second phase, preclusion of political voices from outside through a continuous changing of regulations, policies that tend to favor the oil palm plantation corporations, capital intervention accompanied with land grab and violence. Working with Marxian perspective elaboration and critical perspective see that failure of state and bureaucracy at the regional level related to political economy of recognition are the result of perpetuating power domination based on concentration of regulation, policy, legitimacy, and capital along with collusion with corporations against individuals, groups and nature.
Co-Authors AA Sudharmawan, AA Abdulkadir Sunito, Melani Adi Muliadi Adiwilaga, Enam M. Aero Widiarta Afiefah Muthahharah Afiefah Muthahharah, Afiefah Ageng Hasanah Sulaiman Ahmad Choibar Tridakusumah Aida Vitayala Aida Vitayala S. Hubbeis Akhmad Fauzi Alfedri Alfin Murtadho Amanda, Jessica Vanelia Andi Chairil Ichsan Andi, Arya Fajar Art C Andrea Emma Pravitasari, Andrea Emma Ardhian, David Arif Satria Arya Hadi Dharmawan Bachril Bakri Bachril Bakri, Bachril Bayu Budiandrian, Bayu Bernadinus Steni Cahyadi, Firdaus Charity Naysa Nasution Darlina Kartika Rini Dary Farah Fikriyyah Diah Zuhriana Dini Dhalyana Djakapermana, Ruchyat Deni Djuara P Lubis DONY SAPUTRA Dudung Darusman Edy Hartulistiyoso Eha Saleha Ekawati Sri Wahyuni Enan M Adiwilaga Enan M Adiwilaga Endang Koestati Sri Harini Muntasib Endriatmo Soetarto Ernan Rustiadi Fikriyyah, Dary Farah Foley, Sean Gista M. Rukminda Hadi S Alikodra Hadi Sukadi Alikodra Hardinsyah Hariyadi Hariyadi Hariyadi Hariyadi Hartisari S. Hartulistiyo, Edy Hartulistyoso, Edy Hidayaturahmi Hidayaturahmi Hidayaturahmi Hidayaturahmi, Hidayaturahmi Husain Assadi Iffah Luthfiyah Arham Imelda Kusuma Wardani Irdika Mansur Iskandar, Abdul Halim Iwan Kurniawan Jan Hotman Janiarto Paradise Pawa Kartodihardjo, Hariadi Khoirul Muslih Khoirul Muslih Lala M Kolopaking LILIK BUDIPRASETYO M. Bambang Pranowo M. Bambang Pranowo M. Imam Arifandy marwoto marwoto Muliadi, Adi Muslih, Khoirul Muthohharoh, Nur Hannah Myrna A. Safitri, Myrna A. Nandi Kosmaryandi Pakniany, Yamres Panggabean, Donwill Patriana, Ratna Pratama, Muhammad Aldy Ilham Rahayu, Rehastidya Resti Meilani Rilus Kinseng Rina Mardiana Rinda Noviyanti, Rinda Rinekso Soekmadi Rudiyanto, Arifin S.M.P. Tjondronegoro Sahrain Bumulo Sambas Basuni Satyawan Sunito Septianto, Marzuqo Setiawan, Nur Siti Nurisjah Soedomo, Sudarsono Sofyan Sjaf Subair - Subair Subair Sudarmalik Sudarmalik Tamaulina Br Sembiring Titik Sumarti Turasih . Sodality Widodo w Xezly Fegis Zulevi Yonvitner - Yudha Heryawan Asnawi Yunindyawati Yunindyawati Zahri Nasution Zuhaida Khoirun Niswah Zulevi, Xezly Fegis