Claim Missing Document
Check
Articles

Case Report: Severe Ticks Infestation with Ehrlichiosis in Mixed Dog Deva Mutiara Giri Putri; Putu Ayu Sisyawati Putriningsih; I Gusti Made Krisna Erawan
Journal of Veterinary and Animal Sciences Vol 6 No 2 (2023)
Publisher : Institute for Research and Community Service, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JVAS.2023.v06.i02.p05

Abstract

Abstract. Canine ehrlichiosis is a disease caused by infection of Ehrlichia sp., which is a tick-borne disease. Transmission of ehrlichiosis in dogs can occur through the bite of Rhipicephalus sanguines as a transmission vector. A Shih Tzu-Terrier mixed dog named Mogli was examined with complaints of decreased appetite, weight loss, fever, and severe pruritus. Physical examination showed the presence of petechies, vulnus on the skin and Rhipicephalus sanguineus tick infestation, especially around the eyes and back. Complete hematological examination and blood smear showed leukocytosis, lymphocytosis, thrombocytopenia, increased granulocytes, hematocrit, and the presence of intracytoplasmic bodies in monocytes. The results of the examination with the test kit showed a positive result, which means had antibodies to Ehrlichia sp. Based on the examinations, the dog was diagnosed with severe tick infestation with accompanied ehrlichiosis. The dog was given doxycycline 5 mg/kg BW twice a day orally for 28 days and fluralaner 250 mg orally, tolfenamic acid 4 mg/kg BW intramuscularly (IM), chlorpheniramine maleat 2 mg once daily orally for 14 days, and vitamin B-complex once a day orally for 28 days. After 14 days of treatments showed changes in the dog's appetite that returned to normal, the dog looked active, the dog's body temperature was normal, the infestation of the Rhipicephalus sanguineus ticks significantly reduced, and the frequency of pruritus was reduced. The results of the hematological examination on the fourteenth day showed that all parameters were within the normal range.
Laporan Kasus: Penanganan Pyometra Tertutup Disertai Kalkuli Vesika Urinaria pada Anjing Pomeranian Berusia Tujuh Tahun Bravanasta Glory Rahmadyasti Utomo; I Gusti Agung Gde Putra Pemayun; I Wayan Wirata; I Gusti Made Krisna Erawan; I Wayan Batan
Jurnal Veteriner Vol 24 No 4 (2023)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/jveteriner.2023.24.4.573

Abstract

Pyometra adalah kondisi peradangan pada endometrium mengakibatkan akumulasi nanah di dalam rahim. Pyometra dapat terjadi secara kronis (pyometra terbuka) dan secara akut (pyometra tertutup). Pyometra tersebut harus segera mendapatkan penanganan karena sifatnya gawat darurat. Masalah kesehatan pada sistem perkencingan juga banyak ditemukan pada anjing, salah satunya adalah kalkuli vesika urinaria (VU). Kalkuli adalah kondisi terbentuknya urolith pada saluran perkencingan terutama di VU. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengungkap kejadian pyometra yang berlangsung secara bersamaan dengan kalkuli VU pada anjing. Anjing ras pomeranian, berusia tujuh tahun, jenis kelamin betina, dengan bobot 2,3 kg, dibawa oleh pemiliknya ke Laboratorium Ilmu Bedah Veteriner FKH Unud dengan keluhan terjadi pembesaran pada bagian perut. Berdasarkan anamnesis dan gejala klinis yaitu pembesaran abdomen serta keluarnya leleran berwarna putih dan berbau dari vagina. Pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan hematologi rutin, pemeriksaan biokimia darah, menunjukkan leukositosis dan trombositopenia yang parah. Pemeriksaan radiografi rongga abdomen, dan pemeriksaan ultrasonografi, menunjukkan hasil adanya penebalan dinding dan pembesaran uterus serta gambaran hipoekoik di dalam uterus, serta hasil radiografi memperlihatkan adanya massa radiopaque bulat pada VU, anjing menderita pyometra tertutup disertai dengan adanya kalkuli pada VU. Penanganan yang diberikan berupa tindakan pembedahan ovariohysterectomy untuk mengangkat rahim dan sistotomi untuk mengeluarkan batu dari dalam VU. Premedikasi yang diberikan adalah Atropine Sulfate dengan dosis 0,02 mg/kg BB secara subkutan dan kemudian diinduksi menggunakan kombinasi Xylazine 0,87 mg/kg BB dan Ketamin 4,35 mg/kg BB secara intravena. Selama operasi diberikan tambahan anestesi dengan dosis yang sama dengan dosis awal pemberian. Pada hari kedua setelah operasi kondisi anjing menurun dan akhirnya mati.
Laporan Kasus: Sparganosis dan Ankilostomiosis pada Kucing Lokal Burhan, Haris; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.713

Abstract

Sparganosis adalah penyakit zoonosis yang ditularkan melalui makanan yang disebabkan oleh larva plerocercoid (spargana) dari diphyllobothroid cacing pita yang termasuk dalam genus Spirometra sp.. Ankilostomiosis adalah penyakit zoonosis pada anjing dan kucing yang disebabkan oleh parasit yang termasuk dalam genus Ancylostoma sp.. Kucing kasus adalah seekor kucing lokal jantan berusia 3,5 tahun dengan bobot badan 4,1 kg. Pemilik mengeluhkan kucingnya kurang aktif dan tinja agak lunak serta belum pernah diberi obat cacing. Feses kucing kasus konsistensinya agak lunak, dengan skor 3,5. Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan telur Spirometra sp. dan Ancylostoma sp.. Kucing kasus didiagnosis menderita sparganosis disertai ankilostomiosis. Kucing kasus diobati dengan menggunakan Caniverm® kaplet sebanyak 1/2 kaplet diberikan secara peroral dua kali dengan selang waktu tujuh hari. Evaluasi kucing setelah 10 hari pascaterapi terjadi perubahan feses dari skor 3,5 ke skor 2 terbentuk dengan baik dan tidak meninggalkan bekas saat diambil. Setelah 10 hari pascapengobatan dilakukan pemeriksaan feses dengan metode natif tidak ditemukan telur cacing. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laboratorium dapat disimpulkan bahwa kucing kasus mengalami sparganosis disertai ankilostomiosis dengan prognosis fausta. Terapi kausatif dengan Caniverm® menunjukkan hasil yang baik. Pemeriksaan laboratorium pendukung lainnya yaitu hitung darah lengkap, yang menunjukkan bahwa kucing kasus tersebut mengalami trombositopenia. Dalam kasus ini tidak diberikan obat steroid yang membuat sistem kekebalan tubuh berhenti menyerang dan menghancurkan platelet, karena trombositopenia ringan bisa sembuh dengan sendirinya. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mendiagnosis dan mengetahui efektivitas pengobatan pada kucing lokal yang mengalami penyakit sparganosis dan ankilostomiosis.
Laporan Kasus: Penanganan Koinfeksi Skabiosis serta Toksokariosis dengan Sabun Belerang dan Pyrantel Pamoat pada Anak Kucing baskaradwaja, i gede mardawa; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.462

Abstract

Koinfeksi skabiosis dan toksokariosis terjadi pada anak kucing. Skabiosis merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei atau Notoedres cati pada kucing. Toksokariosis yang terjadi pada kucing disebabkan oleh infeksi cacing Toxocara cati. Cacing T. cati adalah kelompok cacing nematoda yang sering ditemukan pada usus kucing. Hewan kasus adalah kucing lokal betina, berumur 2,5 bulan, dengan berat 0,73 kg. Kucing kasus mengalami perut membuncit (distensi abdomen), telinga teramati ada keropeng, kucing pasif, dan konsistensi fesesnya seperti pasta berwarna kuning kecoklatan. Pemeriksaan kerokan kulit (skin scrapping) pada telinga yang mengalami keropeng menunjukkan adanya tungau S. scabiei. Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan telur cacing T. cati. Pemeriksaan penunjanng berupa hematologi rutin menunjukkan hewan kasus mengalami leukositosis dan anemia makrositik hipokromik ditandai dengan penurunan hemoglobin 8,3 (9,5-15,3 g/dL), penurunan MCHC 27,3 (13-21 g/dL), dan peningkatan MCV 54,2 (39-55 fL). Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit skabiosis dan toksokariosis. Terapi yang diberikan adalah pengobatan antihelmitik menggunakan pyrantel pamoat dengan dosis 5 mg/kg bb secaraPO. Pengobatan suportif menggunakan vitamin B12 dan zat besi (Livron B-Plex® PT. Phapros Semarang, Indonesia) dengan dosis 1 tablet/ekor satu kali sehari secara peroral (PO). Pengobatan suportif menggunakan vitamin B12 dan zat besi dengan dosis 1 tablet/ekor satu kali sehari secara peroral (PO) selama 10 hari. Kucing kasus dimandikan tiga hari sekali dengan menggunakan sabun belerang. Setelah 14 hari pengobatan kucing kasus dinyatakan sembuh secara klinis.
Laporan Kasus: Keberhasilan Penanganan Mencret yang Positif Terinfeksi Virus Panleukopenia pada Kucing Kampung Dhika, I Gede Abijana Satya; Erawan, I Gusti Made Krisna; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (4) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.4.576

Abstract

Seekor kucing kampung, berjenis kelamin betina, berumur tiga tahun, memiliki bobot badan 3 kg, dengan warna rambut abu-abu bercampur hitam, dibawa ke Klinik Sunset Vet Kuta dengan keluhan diare, muntah, dan nafsu makan menurun sejak dua hari sebelum datang berobat. Keadaan umum tampak lemas dan tidak aktif. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan suhu tubuh kucing kasus 40°C, Capillary Refill Time (CRT) >2 detik. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan sel darah putih, limfosit, dan neutrofil menurun, diikuti dengan penurunan pada trombosit. Pemeriksaan test kit menunjukkan positif antigen Feline Panleukopenia Virus (FPV). Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka kucing kasus didiagnosis menderita FPV. Pengobatan yang diberikan adalah terapi suportif berupa infus Ringer Lactate (RL) sejumlah 370 mL/24jam lalu dilanjutkan dengan cairan RL manitenance 50 mL/kg BB/hari secara intravena (IV), antibiotik berupa metronidazole dengan dosis 15 mg/kg BB (IV) dua kali sehari selama satu minggu, ranitidine dengan dosis 2 mg/kg BB (IV) dua kali sehari selama satu minggu, maropitant dengan dosis 1 mg/kg BB (IV) satu kali sehari selama satu minggu, tolfenamic acid dengan dosis 4 mg/kg BB (IM) dua kali sehari selama satu minggu. Setelah pemberian pengobatan selama satu minggu menunjukkan perkembangan yang baik dengan adanya perbaikan keadaan umum yaitu kucing mulai aktif kembali dan nafsu makan kembali normal serta suhu tubuh 38,5°C dan CRT <2 detik.
Laporan Kasus: Pneumonia Disertai Infiltrasi Interstisial Noduler Non-Efusif pada Kucing Peliharaan Menyerupai Feline Infectious Peritonitis Nurmayani, Seli; Batan, I Wayan; Krisna Erawan, I Gusti Made
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.722

Abstract

Pneumonia adalah peradangan pada paru-paru dan saluran udara yang menyebabkan terjadinya kesulitan bernapas dan kekurangan oksigen dalam darah. Beragam penyebab pneumonia telah dilaporkan, tetapi penyebab paling umum adalah infeksi virus pada saluran pernapasan bagian bawah. Salah satu virus penyebab pneumonia adalah Feline infectious peritonitis virus (FIPV) yang merupakan mutasi dari Feline Corona Virus (FeCoV). Pada kasus FIP, pyogranulomatous pneumonia tampak secara radiografis sebagai infiltrat paru interstisial yang menyebar, tidak jelas, tidak merata atau noduler. Seekor kucing jantan berumur lima bulan dengan bobot badan 2,35 kg bernama Dana diperiksa di klinik Estimo karena mengalami muntah, diare, anoreksia, dan kelemahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan kucing mengalami demam, dehidrasi sedang, dan takipnea dengan tipe pernapasan abdominal dan suara napas abnormal. Pemeriksaan radiografi toraks menunjukkan adanya infiltrat paru interstitial yang menyebar di seluruh bagian paru secara tidak merata atau berbentuk noduler. Hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan semua parameter masih dalam nilai normal. Hasil pemeriksaan kimia serum menunjukkan kucing kasus mengalami hiperglikemia, Blood Urea Nitrogen, kreatinin rendah, dan penurunan rasio serum albumin-to-globulin (A/G<0,8). Berdasarkan anamnesis, tanda klinis, dan pemeriksaan penunjang, kucing kasus didiagnosis mengalami pneumonia yang mirip dengan pyogranulomatous pneumonia pada FIPV. Penanganan yang dilakukan pada kucing kasus yaitu pemberian oksigen dengan oxygen concentrator, terapi cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi, pemberian hematodin (1 mL/hari, IV) dan vitamin C (1 mL/hari, IM) sebagai terapi suportif. Prednisolone (1 mg/kg BB, q24h, IM) diberikan pada hari pertama perawatan. Antibiotik Cefotaxime (35 mg/kg BB, q8h, IV) diberikan untuk mengatasi infeksi sekunder. Aminophylline (4 mg/kg BB, q8h, IV) sebagai bronkodilatator. Kucing kasus mengalami perbaikan kondisi setelah empat hari dirawat di klinik dan pemilik memutuskan untuk membawa pulang.
Laporan Kasus: Kolitis Hemoragik pada Kucing Ras Sphinx Akibat Infeksi Protozoa dan Bakteri Qutrotu ain, Salsabila; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.387

Abstract

Infeksi kolon oleh bakteri dan parasit merupakan penyebab sebagian besar kasus diare tipe inflamasi dengan gejala klinis buang air besar yang purulen, berdarah, dan berlendir. Seekor kucing ras Sphinx berjenis kelamin jantan umur satu tahun, berat badan 4 kg mengalami diare selama tiga bulan, konsistensi feses sangat lembek, serta adanya darah dan cairan mukus seperti lendir. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan Capillary Refill Time (CRT) normal, dan suhu 38,6°C. Hasil pemeriksaan feses menunjukkan adanya infeksi protozoa dan bakteri. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC) menunjukkan nilai White Blood Cell (WBC) meningkat jauh dari nilai normal. Kucing didiagnosis mengalami infeksi protozoa dan bakteri. Terapi yang diberikan pada kucing kasus adalah pemberian amoxicillin (10 mg/kg BB setiap 12 jam selama 7 hari), metronidazole (25 mg/kg BB setiap 12 jam selama 7 hari), vitamin B12 (25 mcg/ekor setiap 24 jam selama 7 hari), dan penggantian pakan dengan wet food khusus gastrointestinal. Pada hari keempat pasca-pengobatan feses kucing kasus mulai memadat, sedikit lembek, tidak disertai darah dan mukus. Pada hari ketujuh, kondisi kucing kasus semakin membaik ditandai dengan konsistensi feses yang padat, tidak disertai darah dan mukus. Pemeriksaan lebih lanjut penting dilakukan untuk mengidentifikasi protozoa yang menyerang kucing kasus dan untuk mengetahui sub-kelompok E. coli yang menyerang kucing kasus jika penyakit tersebut terulang kembali.
Laporan Kasus: Infeksi Anaplasma pada Anjing Dachshund Betina dengan Gejala Muntah-Muntah dan Pembesaran Abdomen di Kota Denpasar, Bali Mesquita, Nelviana; Erawan, I Gusti Made Krisna; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (4) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.4.525

Abstract

Anaplasmosis adalah penyakit yang ditularkan melalui vektor yang disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler Gram negatif, genus Anaplasma spp., famili Anaplasmataceae. Seekor anjing ras dachshund, telinga panjang menggantung, kaki pendek, dada dan abdomen relatif panjang, memiliki warna rambut hitam, berjenis kelamin betina, bernama Bacco, berumur dua tahun dengan bobot badan 2 kg memiliki riwayat mengalami muntah air berkali-kali, dan nafsu makan menurun. Hasil pemeriksaan klinisnya anjing lemas, mukosa mulut pucat, dan perut membesar. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing kasus mengalami leukositosis anemia normositik hipokromik, trombositopenia, neutrofilia, dan limfositosis. Pemeriksaan dengan test kit menunjukkan pada darah anjing kasus terdeteksi antibodi Anaplasma spp. sehingga anjing kasus didiagnosis menderita anaplasmosis dengan prognosis fausta. Hasil radiografi menunjukkan adanya gas di bagian usus besar. Anjing kasus dirawat inap selama empat hari. Terapi yang diberikan berupa cairan fisiologis sodium chloride 120 mL/hari, doxycycline 10 mg/kg BB SID PO selama 4 hari, ampicillin sodium 20 mg/kg BB BID IM selama 4 hari, ondansetron 0,4 mg/kg BB BID IM selama 4 hari, ranitidine 2 mg/kg BB BID IV, hematodin 1 mL/kg BB SID IV selama 4 hari, transfer factor 1 tablet SID PO selama 4 hari, cephalexin 15 mg/kg BB BID PO selama 7 hari, cimetidine 10 mg/kg BB BID PO selama 7 hari. Pada hari kedua, anjing kasus mulai menunjukkan hasil yang memuaskan yang ditandai dengan ukuran abdomen sudah normal, nafsu makan baik, dan mulai aktif.
Laporan Kasus : Penyakit Saluran Kemih Bagian Bawah Disertai Kristal Struvit pada Urin Anjing Basset Hound Betina Coornelia, Gledys; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.474

Abstract

Penyakit saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Disease (LUTD) pada anjing merupakan kejadian yang sering terjadi. Hewan kasus adalah seekor anjing ras basset hound betina, berumur sembilan tahun. Nafsu makan anjing kasus menurun (anoreksia), aktivitas berkurang (pasif), terjadi pembesaran abdomen (distensi abdomen), mengejan saat urinasi (stranguria), mengalami kencing berdarah (hematuria) sejak empat hari sebelumnya, dan tidak ada urinasi setelahnya (anuria). Pada pemeriksaan fisik menunjukkan anjing masih responsif, suhu tubuh anjing 39,5ºC, detak jantung 128 kali/menit, pulsus 128 kali/menit, frekuensi napas 32 kali/menit, memberan mukosa mulut berwarna merah muda, Capillary Refill Time (CRT) kurang dari dua detik, dan turgor kulit normal. Anjing kasus tampak lesu, terlihat membungkuk, adanya pembesaran pada abdomen dan saat dilakukan palpasi terasa kencang pada daerah vesika urinaria, anjing tidak merasakan nyeri. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi leukositosis dengan hasil 22,9 10^3/?L (nilai rujukan 6-17) dan anemia normositik normokromik dengan nilai Red Blood Cell 4,27 10^6/?L (nilai rujukan 5,5-8,5), Hemoglobin 8,5 g/dl (nilai rujukan 11-19), MCH 19,9 Pg (nilai rujukan 20-25) pada anjing kasus. Pemeriksaan uji dipstik menunjukkan tingkat keasaman (pH) urin adalah 8, leukosit (-), protein (+++), darah/blood (+), dan berat jenis (1.040). Pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan adanya kristal struvit. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya partikel–partikel benda asing yang diduga kalkuli pada vesika urinaria. Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit saluran kemih bagian bawah. Terapi yang diberikan adalah antibiotik (cefotaxime dengan dosis terapi 22 mg/kg bb, cefadroxil monohydrate dengan dosis terapi 22 mg/kg bb), pemberian antiradang (dexamethasone dengan dosis 0,25 mg/kg bb), dan pemberian obat herbal kejibeling. Anjing mengalami perbaikan kondisi setelah diberikan terapi selama tujuh hari ditandai dengan urinasi menjadi lancar tanpa hematuria dan tidak ada tanda-tanda nyeri pada saat urinasi.
Laporan Kasus: Dermatofitosis pada Anjing Peranakan Scottish Terrier di Kota Denpasar, Baliatofitosis pada Anjing Peranakan Scottish Terrier Distira, Luh Ayu Yasendra; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna; Putriningsih, Putu Ayu Sisyawati
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.678

Abstract

Dermatofitosis pada anjing adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang dermatofita yang terdiri atas genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Dermatofitosis dapat menyerang anjing semua umur. Biasanya agen kapang muncul karena tempat yang lembab. Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk dapat meneguhkan diagnosis dari pemeriksaan klinis dan penunjang, serta untuk dapat memberikan terapi yang tepat sesuai penyakit yang ditemukan. Seekor anjing jantan peranakan scottish terrier berumur satu tahun dengan bobot badan 12 kg dibawa ke Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, dengan keadaan alopesia dan eritema hampir di sekujur tubuhnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya krusta, pustula pada bagian ekstremitas kranial dan kaudal, papula pada bagian dorsal, hiperpigmentasi pada dorsal tubuh, dan sisik. Anjing kasus menunjukkan tingkat pruritus yang tinggi. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan tidak adanya perubahan yang berarti pada parameter darah. Pemeriksaan histopatologi biopsi kulit menunjukkan adanya infiltrasi sel radang. Pada pemeriksaan dengan wood’s lamp terlihat adanya pendaran berwarna hijau kekuningan pada hampir seluruh bagian tubuh. Anjing kasus didiagnosis menderita dermatofitosis dan diterapi dengan menggunakan oclacitinib (5,6 mg/ekor, PO, q12h), amoxicillin trihydrate (10 mg/kg BB, PO, q24h) dan dexaharsen (0,2 mg/kg BB, IM, q24h) diberikan selama lima hari. Ketoconazole 2% diberikan dua kali sehari dengan cara dioles secara langsung pada bagian spot-spot yang terlihat. Pasca terapi hari ke-14, anjing kasus menunjukkan hasil yang baik, eritema sudah mulai berkurang dan rambut sudah mulai tumbuh dengan baik. Hal ini juga diamati dengan adanya perubahan lesi makroskopik dan pengamatan dari histopatologi biopsi kulit yang dilakukan pasca terapi.
Co-Authors Achoiro Wati Rasid Aditya Pratanto Aida Lousie Tenden Rompis Amir, Kiki Lestari Anak Agung Ayu Mirah Adi Anak Agung Sagung Istri Pradnyantari Anak Agung Sagung Kendran Anggung Praing, Umbu Yabu arsa, kadek adya Bambang Sumiarto baskaradwaja, i gede mardawa Bravanasta Glory Rahmadyasti Utomo Burhan, Haris Calista, Ruli Mauludina Djaya Putri Coornelia, Gledys Denny Widaya Lukman Deva Mutiara Giri Putri Dewi, I Dewa Ayu Dian Sasmita Dhika, I Gede Abijana Satya Diana Mustikawati Distira, Luh Ayu Yasendra Duarsa, Bima Satya Agung Dumayanti, Jeanni DWI SURYANTO Ekklesia Prasetya Emy Sapta Budiari Erika Erika Evi Marieti Hutagalung Gede Herdian Permana Putra Hasanah, Putri Nur I Gede Soma I Gusti Agung Ayu Suartini I Gusti Agung Gede Putra Pemayun I Gusti Ngurah Kade Mahardika I Gusti Ngurah Sudisma I Ketut Suada I Made Kardena I Made Kerta Pratama I Made Sukada I MADE SUMA ANTARA I NYOMAN MANTIK ASTAWA I Nyoman Suarsana I Nyoman Suartha I Putu Cahyadi Putra, I Putu Cahyadi I Putu Gede Yudhi Arjentinia I Wayan Batan I Wayan Puspa Ari Laxmi I Wayan Suardana I Wayan Suardana I Wayan Wirata I.H. Utama I.W. Batan Ida Ayu Pasti Apsari Ida Bagus Komang Ardana Ida Bagus Ngurah Swacita Ida Bagus Oka Winaya Ida Tjahajati Iwan Harjono Utama Iwan Haryono Utama Jamhari Jamhari Kadek Karang Agustina Ketut Berata Komang Andika Purnama Kristiawan, Vicky Kurniawati, Ni Made Ayu Lopes, Yoseph Adedoni Tola Luh Dewi Anggreni Luh Made Sudimartini M.D. Rudyanto Madania, Reydanisa Noor Made Suma Anthara Mesquita, Nelviana Mochammad Imron Awalludin Ni Luh Eka Setiasih Nirhayu, Nirhayu Nurmayani, Seli Permatasari, Serly Nur Indah Pradnyani, Gusti Ayu Putu Indira Pratiwi, Rizki Purwaka Putra, Putu Adi Guna Purwitasari, Made Santi Puspaeni, Ni Ketut Juni Putu Ayu Sisyawati Putriningsih Putu Ayu Sisyawati Putriningsih Putu Devi Jayanti Puveanthan Nagappan Govendan Qutrotu ain, Salsabila Raden Wisnu Nurcahyo Rukisti, Eniza Sembiring, Messy Saputri Senja, Naomi Orima Sibang, I Nengah Anom Adi Nugraha Sibarani, Oktryna Hodesi Slamet Raharjo Sri Kayati Widiastuti, Sri Kayati Sri Kayati Widyastuti Steven Dwi Purbantoro Sugiyarto - T. Sari Nindia Takariyanti, Dzikri Nurma'rifah Tyas Pandieka Yoga Wiadnyani, Kadek Ayu Widya Asmara Widyanti, Agnes Indah Wisnu Nurcahyo Yedija Putra Kusuma Wardana Rumbay Yoshihiro Hayashi Zefanya Christiani