Claim Missing Document
Check
Articles

STRUKTUR PEKARANGAN KOMERSIL: STUDI KASUS DI DESA SUKAPURA KECAMATAN KERTASARI KABUPATEN BANDUNG, DAS CITARUM HULU, JAWA BARAT, INDONESIA Juliati Prihatini; Johan Iskandar; Ruhyat Partasasmita
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 16, No 2 (2018): BIOTIKA DESEMBER 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/bjib.v16i2.19904

Abstract

PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI OBAT OLEH MASYARAKAT KAMPUNG ARENG KABUPATEN BANDUNG BARAT Asep Zainal Mutaqin; Mohamad Nurzaman; Tia Setiawati; Ruly Budiono; Azifah An’amillah; Johan Iskandar
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 14, No 1 (2016): BIOTIKA JUNI 2016
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/bjib.v14i1.14411

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat Kampung Areng Desa Wangunsari Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Propinsi Jawa Barat mengenai jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode kualitatif bersifat deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipatif dan wawancara semi struktur terhadap informan kunci. Penentuan informan dilakukan dengan teknik snowball sampling. Hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat 63 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Kampung Areng. Tumbuhan-tumbuhan obat tersebut diperoleh masyarakat dari kebon tegal, kebon, dan pekarangan. Masyarakat mengolah tumbuhan obat dengan berbagai cara, di antaranya adalah dengan cara direbus, dicincau (diperas), dibuat ramuan, ditempel, dibalur, dan dimakan langsung.
DAYA DUKUNG DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DANAU TELUK KOTA JAMBI UNTUK BUDIDAYA IKAN DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) BERBASIS MASYARAKAT - Carrying Capacity and Utilization of Teluk Lake, Jambi City for Community-based Fish Culture on Floating Net Cage Janu Dwi Kristianto; Sunardi Sunardi; Johan Iskandar
Indonesian Journal of Applied Sciences Vol 4, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10293.006 KB) | DOI: 10.24198/ijas.v4i1.16683

Abstract

AbstrakDanau merupakan salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Sejak tahun 1985 Danau Teluk di Kota Jambi mulai digunakan sebagai lokasi budidaya ikan dengan karamba jaring apung (KJA) dengan jumlah KJA yang beroperasi pada tahun 2012 mencapai + 878 unit dari 64 pembudidaya ikan dan akan meningkat terkait penetapan Propinsi Jambi sebagai salah satu kawasan minapolitan perikanan budidaya guna peningkatan produksi perikanan. Pemanfaatan Danau Teluk sebagai media untuk budidaya ikan di KJA diperlukan upaya untuk mendorong pengelolaan terhadap sumberdaya milik umum ini agar terus bekelanjutan. Kajian mengenai dukung perairan dan pemanfaatan daya Danau Teluk Kota Jambi untuk budidaya ikan sistem KJA bertujuan untuk mengetahui daya dukung Danau Teluk yang digunakan untuk kegiatan budidaya ikan di KJA, bagaimana deskripsi pemanfaatan danau untuk budidaya ikan di KJAyang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat sekitar dan merumuskan pola pemanfaatan Danau Teluk untuk budidaya ikan di KJA yang berbasis masyarakat secara berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan  bahwa  daya dukung perairan Danau Teluk Kota Jambi untuk budidaya ikan di KJA adalah sebesar 517,617 ton ikan  per tahun dengan estimasi jumlah pakan di KJA yang diberikan pada ikan sebanyak 931,710 ton pakan ikan per tahun dengan asumsi kadar total P yang masuk ke perairan danau melalui limbah ikan sebanyak 20 kg P/ ton ikan. Jumlah ideal unit KJA yang seharusnya beroperasi di Danau Teluk berdasarkan penghitungan daya dukung danau sebanyak 862, 695 unit ~ 862 unit. Saat ini jumlah KJA yang beroperasi adalah sebanyak 878 unit sehingga perlu dilakukan pengurangan jumlah sebanyak 16 unit. Pemanfaatan Danau Teluk untuk budidaya ikan oleh masyarakat dilakukan secara sederhana dan jumlah KJA yang terdapat ternyata sudah sedikit melebihi daya dukung perairan jika dilihat dari konsentasi Total P yang ada di perairan. Peningkatan jumlah KJA yang ada di danau perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat setempat. Pola pemanfaatan danau untuk budidaya ikan berbasis masyarakat yang direkomendasikan adalah dengan mengeluarkan ijin usaha budidaya ikan agar kegiatan budidaya ikan dapat terkendali dan tidak merusak lingkungan, menggunakan pola pemeliharaan ikan dengan jaring ganda sehingga biaya operasional lebih efisien dan produksi ikan dapat ditingkatkan, membuat manajemen pakan dalam penerapan budidaya ikan dalam KJA, meningkatkan SDM pembudidaya ikan dan mengaktifkan kembali kelompok pembudidaya ikan sehingga koordinasi antar pembudidaya, pemerintah dan stakeholder terkait dapat terjalin serta pengaturan tata ruang KJA.Kata Kunci : pemanfaatan danau, daya dukung, Danau Teluk, budidaya ikan KJA, berbasis masyarakatAbstracLake is one of ecosytem form than occupies a relative small area on the surface of the earth as compared to sea and land habitats. For humans, utilization  is more important than the expanse of lands. Since 1985, Teluk Lake began to be used as the location of fish cultivation with floating net cage culture (FNCC). The number of FNCC in 2012 reached ± 878 unit of 64 fish farmers and it will increase related to determination of Jambi Province as one of Minapolitan fishery cultivation in order to increase fish production. Utilization of Teluk Lake as media for fish cultivation on floating cage is necessary to encourage the management of common resources is to be kept sustainable.  Studies on carrying capacity and utilization of Teluk Lake Jambi City for community-based fish cultivation on FNCC aims to know how the use of this lake that have been implemented by the local community and to find out patterns of Teluk Lake utilization to fish culture in floating cage sustainable community-based  and to find out how the carrying capacity Teluk lake that used to fish farming activities in floating cage. Methods used in this study is qualitative and quantitative methods with a descriptive approach. 1Result showed that carrying capacity of Teluk lake for fish farming in FNCC is equal  517,617 tons of  fish per year with estimate amount of feed given to fish in floating cage is as many as  931,710 ton per year assuming total P were entered into the lake through fish waste as much 20 k P/ton of fish. Ideal number of floating cage based on lake  carrying capacity accounting should be 862,695 unit ~ 862 unit. Operating floating cage currently  is  878 unit so that it is necessary reduction in the amount of 16 unit and if they want to add a new one, it should be an improvement or replacement of existing floating cage at lake. Utilization of Teluk Lake for fish farming is done simple by local communities and number of existing floating cage already slightly exceed the carrying capacity of lake if related from existing concentration of total P in water. The increasing amount of floating cages in lake should be attend from goverment and local communities, so it is necessary to manage the use of lake for fish cultivation. Pattern of lake utilization for fish farming  based- community ist recommended to issue a business licence, in order to control fish farming activity, and not damage the environment, using growt out pattern by double nets so that more efficient operating cost and fish production can be increased, making management of feed in fish farming at floating cage, develop capability of human resouces, activate again POKDAKAN so coordination between farmers, goverment and stakeholder can be build and layout arrangement FNCC. Keywords : Lake utilization, carrying capacity,Teluk Lake, fish culture on floating cage,community based
COFFEE AND IDENTITY: Consume Coffee, Build Identity, Maintain Variety on Palintang Community West Java Rahman Latif Alfian; Budiawati Supangkat; Johan Iskandar
Sosiohumaniora Vol 22, No 1 (2020): SOSIOHUMANIORA, MARCH 2020
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4004.028 KB) | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v22i1.24424

Abstract

This article discusses the Palintang coffee and its social, cultural and ecological impacts on the people of the Palintang Hamlet. Palintang hamlet is located in directly adjacent to the forest under the management of the State Forestry Corporation (Perhutani). Last fifteen years, the government began to intensify the cultivation of coffee plant in the Palintang hamlet. Palintang hamlet is located approximately 1,400 above sea level. As a result, coffee of Arabica plant (Coffeea arabica L) grows well in the area. The purpose of this article is to elucidate at the impact of coffee on the social identity of the Palintang community. The method used in this study was ethnographic approach which aims to reveal meaning from the point of view which of cultural stakeholders. Some field research techniques, namely observation, deep interviews, and participant observation were applied in this study. The results of this study showed that the coffee cultivation in Palintang hamlet has been an important impact not only an economic, but also social and ecological aspects of the Palintang community. The community always highlight the distinctive characteristics of the Palintang coffee, even some people claim that Palintang coffee has a characteristic that no other coffee has. This process then makes coffee as one of the markers for the community of Palintang, because through coffee of the community members are known to other community groups. The distinctive characteristic of Palintang coffee also adds to the repertoire of varieties of archipelago coffee, especially those related to the character of coffee. 
LANDRACES, UTILIZATION, AND MANAGEMENT OF BAMBOO IN SUKAMENAK VILLAGE, SUMEDANG, WEST JAVA Johan Iskandar; Opan Suhendi Suwartapradja; Budiawati Supangkat Iskandar; Diana Budiyanti; Sidik Permana
Sosiohumaniora Vol 24, No 1 (2022): Sosiohumaniora: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, MARCH 2022
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v24i1.35487

Abstract

There are many species of bamboo a rural ecosystem of West Java, growing wild or being cultivated. Both bamboo species and bamboo gardens have various ecological, economic, and socio-cultural functions. However, many bamboo gardens in rural West Java have been converted to other land uses. Consequently, the reduction or loss of various ecological, economic and socio-cultural functions of bamboo. The purpose of this study was to assess the local knowledge of the rural people on the landraces, utilization, and management of bamboos among rural people of Sukamenak Village, Sumedang of West Java. The method used in this study was mixed-method, a combination of qualitative and quantitative with an ethnobotanical approach. Some techniques, including observation and in-depth interviews with competent informants were employed. Data analysis was carried out by cross-checking, summarizing and synthesizing, and building up narrative. The results showed that 9 bamboo landraces were recorded in Sukamenak Village. The nine landraces of bamboo are classified by local people according to the morphology and color of the internode, edible and non-edible shoots, and their ecological functions in the rural ecosystem. The landraces of bamboo are commonly used by rural people for economic, social and ecological purposes. The utilization and management of bamboo gardens are undertaken by rural people based on local knowledge and are strongly embedded with local culture. We suggest the further studies on bamboo ethnoecology need to be continued due to bamboos have various socio-economic, cultural and ecological functions.
THE CHALLENGE OF HARDIN’S IDEA ON THE TRAGEDY OF THE COMMONS Johan Iskandar
Sosiohumaniora Vol 8, No 1 (2006): SOSIOHUMANIORA, MARET 2006
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v8i1.5359

Abstract

Menurut pandangan Hardin, padang penggembalaan dan berbagai sumberdaya milik bersama lainnya, biasanya dimanfaatkan oleh setiap orang secara bebas, tanpa ada insentif untuk mengkonservasinya. Karena itu, tidaklah heran bahwa berbagai sumberdaya milik bersama atau tidak ada pemiliknya sangat rentan mengalami “the tragedy of the commons”. Di samping itu, menurut Hardin, berbagai sumberdaya milik bersama hanya dapat dikelola dengan baik melalui swastanisasi atau dikontrol pihak pemerintah. Namun, berdasarkan hasil-hasil studi dari berbagai kelompok masyarakat di berbagai wilayah, menunjukkan bahwa berbagai sumberdaya milik bersama, seperti maritim, padang penggembalaan, dan hutan tidak selalu mengalami degradasi. Hal ini dikarenakan berbagai sumberdaya milik bersama tersebut tidak selalu merupakan akses tanpa pemilikan, dan bebas dimanfaatkan oleh setiap orang. Selain itu, kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya milik bersama tidak selalu dapat dikelola secara efektif oleh pihak swasta atau pemerintah. Karena itu, tidaklah heran bahwa pandangan Hardin tersebut banyak dikritik oleh berbagai kalangan ilmuwan pasca Hardin. Artikel ini mendeskripsikan tantangan terhadap teori Hardin mengenai “the tragedy of the commons” bahwa berbagai sumberdaya milik bersama selalu rentan mengalami degradasi. Kata kunci: tragedi milik bersama, berbagai sumberdaya milik bersama, degradasi lingkungan.
MENGKAJI KEARIFAN EKOLOGI KOMUNITAS BADUY DALAM MENGHADAPI KEKERINGAN Johan Iskandar
Sosiohumaniora Vol 6, No 2 (2004): SOSIOHUMANIORA, JULI 2004
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v6i2.5308

Abstract

Belakangan ini telah terjadi tekanan-tekanan baru menimpa sistem perladangan Baduy, yaitu krisis ekonomi nasional dan bencana kekeringan El Nino tahun 1997 dan 2002. Di dalam menanggapi problem-problem tersebut, komunitas Baduy telah menerapkan berbagai strategi, yang sifatnya kombinasi tradisional dan inovasi. Dalam tulisan ini, saya ingin mendiskusikan bagaimana komunitas Baduy menyusun kalender pertanian tradisional, dengan memanfaatkan berbagai indikator astronomi, botani, dan variasi waktu panen ladang sakral (huma serang). Pada tulisan ini didiskusikan pula tentang strategistrategi komunitas Baduy dalam menghadapi berbagai tekanan lingkungan, seperti kekeringan. Kata kunci: perladangan Baduy, kekeringan, strategi-strategi komunitas tradisional Baduy.
PERUBAHAN PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT DAYAK AKIBAT KEGIATAN HPH/HPHH DI KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR Johan Iskandar; Azhar Ginanjar
Sosiohumaniora Vol 4, No 3 (2002): SOSIOHUMANIORA, NOPEMBER 2002
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v4i3.5268

Abstract

Secara tradisional, masyarakat Dayak yang bermukim di tiga desa: Desa Dempar, Jontai, dan Sembuan, Kutai Barat, Kalimantan Timur telah berhasil mengelola hutan secara berkelanjutan, terutama untuk berladang, bertanam rotan, bertanam buah-buahan, dan mengumpulkan berbagai hasil ikutan hutan. Namun, dewasa ini pengelolaan hutan secara tradisional oleh masyarakat Dayak tersebut telah menglami perubahan secara drastis. Hal ini disebabkan karena daerahdaerah hutan mereka telah dimanfaatkan untuk kepentingan HPH/HPHH. Pada tulisan ini penulis membahas tentang berbagai isu mendasar tentang berbagai perubahan lokal pengelolaan hutan oleh masyarakat Dayak yang tinggal di tiga desa yang diakibatkan oleh adanya aktivitas HPH(Hak Pengusahaan Hutan)/ HPHH (Hak Pengusahaan Hasil Hutan atau HPH skala kecil). Penulis berpendapat bahwa keberhasilan pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal di 3 desa itu telah terganggu dengan berat oleh HPH/HPHH. Konsekuensinya, keterlanjutan ekosistem hutan untuk masa mendatang cenderung sulit dipertahankan oleh masyarakat Dayak tersebut. Kata Kunci: pengelolaan hutan, aktivitas HPH/HPHH, perubahan, sistem keterlanjutan
TRADITIONAL MARKET AND WOMEN’S WORK IN THE BERINGHARJO MARKET, OF YOGYAKARTA Budiawati Supangkat; Rahman Latif Alfian; Johan Iskandar
Sosiohumaniora Vol 23, No 1 (2021): Sosiohumaniora: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, MARCH 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v23i1.29807

Abstract

Traditional market is often one of the locations for economic turnover in an area. Various goods from villages, sub-districts, and other areas around the city are sent to be traded. In this market there is a large system that makes the market “live” in which there are interrelated actors. Some of the actors in the traditional market system such as the Beringharjo Market are women who work odd jobs. To see this phenomenon, this study used an ethnographic method to delve deeper into the phenomena that occur from the point of view of stakeholders in Beringharjo Market. The results of study showed that Beringharjo Market always changes from time to time, both physically and the actors who “live it”. Women who work in al kind of work become one of the actors who play an important role in the sustainability of dynamic market activities.
EKSPLORASI POTENSI DESA SUKAMENAK UNTUK KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI MASA PANDEMIK COVID-19 Eneng Nunuz Rohmatullayaly; Budi Irawan; Johan Iskandar
Dharmakarya Vol 10, No 2 (2021): Juni, 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/dharmakarya.v10i2.31985

Abstract

Ketahanan pangan merujuk pada keadaan dimana semua orang memiliki akses secara fisik, sosial, dan ekonomi terhadap makanan yang meliputi aspek ketersediaan, aksesibilitas, pemanfaatan, dan stabilitas. Saat ini, pandemi Covid-19 menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan dan telah menambah angka kekurangan gizi penduduk. Tanpa pengetahuan yang cukup, masyarakat akan kesulitan memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Oleh karena itu, kegiatan penelitian dan pengabdian pada masyarakat (PPM) ini dilakukan dengan metode kualitatif (wawancara dan observasi) guna mengekplorasi potensi desa termasuk sumber daya alamnya, serta sosialisasi untuk penyadartahuan dan pemberdayaan masyarakat baik petani berskala kecil maupun ibu rumah tangga. Masyarakat Desa Sukamenak dahulunya bermata pencaharian sebagai petani, becocok tanaman padi (Oryza sativa) dan tembakau (Nicotiana tabacum). Namun saat ini, masyarakat lebih banyak bekerja sebagai buruh tani di luar desa seiring keterbatasan lahan yang mereka miliki, dikarenakan adanya alih fungsi lahan menjadi Waduk Jatigede. Masyarakat juga mulai beralih ke sektor pariwisata dengan menyediakan jasa sewa perahu rakit untuk memancing ikan di Waduk Jatigede. Ada lima sektor teridentifikasi baik kondisi dan potensinya, yaitu pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, serta perdagangan dan lainnya yang dapat dikembangkan dalam skala rumah tangga. Kelima potensi ini disosialisasikan kepada pemerintah desa dan masyarakat dalam bentuk artikel popular dan infografis mengingat adanya aturan physical/social distancing selama pandemi.