Claim Missing Document
Check
Articles

Pengawasan Terhadap Pelaku Usaha Depot Air Minum Yang Tidak Sesuai Standar Mutu Berdasarkan Peraturan Yang Berlaku Rizky Novriandi Novriandi; Yetti Yetti; Indra Afrita Afrita Afrita
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 19, No 2 (2021): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v19i2.7421

Abstract

Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Dalam penelitian ini data dianalisis secara kualitatif dan dalam menarik kesimpulannya penulis menerapkan metode berpikir deduktif yaitu suatu pernyataan atau dalil yang umum ke khusus. Temuan penelitian diketahui bahwa pengawasan terhadap pelaku usaha depot air minum yang tidak memenuhi standar mutu berdasarkan peraturan yang berlaku. Kerugian yang diderita konsumen yang sering diigunakan adalah wanpertasi atau perbuatan melawan hukum. Wanpertasi dilakukan apabila ada kaitan kontrak antara pelaku usaha dan konsumen. Sedangkan konsumen yang dirugikan karena tidak dilakukannya prestasi oleh pengusaha atau jika konsumen menggunakan gugatan perbuatan melawan hukum maka kotraktual antara pelaku usaha dan konsumen tidak disyaratkan
Peran Dan Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pembuangan Limbah Industri Berdasarkan Hukum Positif Frycles Franseda Hutabarat; Yetti Yetti; Indra Afrita
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 19, No 2 (2021): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v19i2.7418

Abstract

Pelaksanaan CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis berkontribusi dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan tanggungjawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara sosial, ekonomi dan lingkungan, namun pada kenyataannya pemberian bantuan CSR oleh perusahaan kepada masyarakat akibat dampak pembuangan limbah industri pabrik sawit. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adalah Peran Dan Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pembuangan Limbah Industri Berdasarkan Hukum Positif, AkibaTanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup, Akibat hukum dari Peran Dan Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pembuangan Limbah Industri Berdasarkan Hukum Positif. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Dalam penelitian ini data dianalisis secara kualitatif dan dalam menarik kesimpulannya penulis menerapkan metode berpikir deduktif. Kesimpulan dalam penelitian ini telah menjawab permasalahan yang muncul yaitu peran dan tanggung jawab perusahaan terhadap pembuangan limbah industri berdasarkan hukum positif bahwa peran dari perusahaan adalah memberikan tanggung jawab sosial sebagai etika bisnis untuk menanggulangi pembuangan limbah industri kepada masyarakat, dan tanggung jawab dari perusahaan berdasarkan hukum positif akibat pembuangan limbah industri adalah dapat dipertanggungjawabkan baik secara perdata, pidana, dan administrasi.                Akibat hukum dari Peran Dan Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pembuangan Limbah Industri Berdasarkan Hukum Positif bahwa apabila terjadinya sengketa atas pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh suatu perusahaan, Dalam struktur penegakan hukum terdapat tiga instrumen, yaitu melalui instrumen administratif atau pemerintah; instrumen hukum perdata oleh pihak yang dirugikan sendiri atau atas nama kepentingan umum; dan instrumen hukum pidana melalui tindakan penyidikan. Penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu melalui proses perdata dan pidana. Sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui arbitrase dan musyawarah yaitu negosiasi, mediasi, dan konsiliasi sesuai pilihan hukum berupa kesepakatan dan bersifat pacta sunt servanda bagi para pihak. Upaya penyelesaian sengketa erat sekali hubungannya dengan suatu penegakak hukum (hukum lingkungan). Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan.
SETTLEMENT OF DEFAULTS IN THE LIFE INSURANCE POLICY BETWEEN THE INSURER AND THE INSURED Aswin; Suhendro; Indra Afrita
JILPR Journal Indonesia Law and Policy Review Vol 2 No 2 (2021): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), February 2021
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.529 KB) | DOI: 10.56371/jirpl.v2i2.44

Abstract

When the policy holder or insurance participant or the insured experiences a disaster or suffers a loss or damage as stated in the contract, the insured has the right to file an insurance claim. The recipient of this insurance is not only the insured whose name is listed as the policy holder of the insurance company but can also be another person appointed directly by the insured. The formulation of the problem in this study is the Default in the Life Insurance Policy between the Insurer and the Insured, howSettlement of Defaults in Life Insurance Policies Between the Insurer and the Insured and What are the Legal Consequences for Settlement of Defaults in a Life Insurance Policy between the Insurer and the Insured. The purpose of this research is to analyze Default in a Life Insurance Policy between the Insurer and the Insured, To Analyze Settlement of Defaults in Life Insurance Policies Between the Insurer and the Insured To Analyze Legal Consequences Settlement of Defaults in Life Insurance Policies Between the Insurer and the Insured.This research method is normative legal research. The conclusions in this study have answered the problems that arise, namely:Default in a Life Insurance Policy between the Insurer and the Insured that a life insurance agreement is made between the policy holder and the insurer, with the consequence that the policy holder pays the premium and the insurer provides risk protection to the policy holder and/or the insured within a certain time as stipulated in the agreement. Default can be done by the policyholder, one of which is by not paying life insurance premiums until the grace period ends.Settlement of Defaults in Life Insurance Policies Between the Insurer and the Insured that The insurer and the insured binding themselves in the insurance agreement must be in accordance with the provisions of the applicable laws and regulations, which are contained in Article 1338 Paragraph (1) of the Civil Code. This provision states that when the agreement has been agreed by both parties, then the agreement will apply as a law that will bind the parties therein. Because of lawSettlement of Defaults in Life Insurance Policies Between the Insurer and the Insured that if the premium is not paid by the policyholder, the life insurance agreement can be canceled by law and the policy will be canceled or called lapsed, namely the termination of insurance coverage as a result of not paying premiums until the insurance contract period ends and the premiums that have been paid will not be returned.
JURIDICAL REVIEW AGAINST REJECTION OF PEACE IN THE CASE OF BONDED COMPANY Alfitra Rinaldo; Hasnati; Indra Afrita
JILPR Journal Indonesia Law and Policy Review Vol 2 No 2 (2021): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), February 2021
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.77 KB) | DOI: 10.56371/jirpl.v2i2.45

Abstract

Parties who take the initiative to apply for PKPU are generally debtors, namely debtors who are unable or expected to be unable to continue paying their debts, PKPU requests can also come from creditors who have calculated that the debtor will no longer be able to pay the debt. -the debt. The formulation of the problem in this research is how is the juridical review of the bankrupt company, how is it?Juridical Review of Refusal of Peace in Bankrupt Companies, and howLegal Consequences of Refusal of Reconciliation in Cases of Bankrupt Companies. The purpose of this study is to analyze the juridical review of the bankrupt company, to analyze the Juridical Review of Refusal of Peace in Bankrupt Companies, and To Analyze Legal Consequences of Refusal of Reconciliation in Cases of Bankrupt Companies.This research method is normative legal research. The conclusion in this study has answered the problems that arise, namely the Juridical Review of Bankrupt Companies that companies that have problems in their ability to fulfill their debt obligations take various alternative settlements. They can negotiate a request for debt relief, either in part or in full. They can also sell some of their assets or even their business, they can also convert the loan into equity participation, besides the possibility that the company can also negotiate a request for a postponement of debt repayment obligations as a final solution, then a solution is taken through the bankruptcy process if the peace process is not reachedJuridical Review of Refusal of Peace in Bankrupt Companies that Peace in bankruptcy is the right of the bankrupt debtor to file it. Legal Consequences of Refusal of Reconciliation in Cases of Bankrupt Companies that the continuation of the debtor's business due to the refusal of reconciliation is still possible in order to increase or at least maintain the value of the debtor's assets. The proposal to continue a bankrupt debtor company must be accepted if it is approved by the creditor representing ½ of all recognized and temporarily accepted receivables.
PELIMPAHAN WEWENANG SECARA DELEGATIF KEPADA PERAWAT TERHADAP TINDAKAN SIRKUMSISI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN Candra Ahmadi; Hasnati Hasnati; Indra Afrita
JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH Vol 5, No 3 (2022): October 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54314/jssr.v5i3.996

Abstract

Abstract: Health services to the community include promotive, preventive, curative and rehabilitative services. On of the health services in the field of promotive and preventive is circumcision (sunat/khitan). Circumcision in indonesia is a common practice in society based on religious guidance, customs, or cultural and social guidailines. Circumcision usually done by most nurses in carrying out independent practice. Circumcision according to law number 29 of 2009 concerning medical practice is an invasive procedure or minor surgery under the authority of a doctor. These actions can be carried out by nurses with delegation of authority either by mandate or by delegative. The delegation of authority to nurses based on law number 38 of 2014 concerning nursing is only general in nature and is not clear and detailed. Avoiding overlapping authorities, this study analyzes the extent of delegation, of authority and legal responsibilities in the delegation.Keywords: circumcision, delegation of authority, delegative, nursing lawAbstrak: Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu pelayanan kesehatan di bidang promotif dan preventif adalah sirkumsisi (sunat/khitan). Sunat/khitan di Indonesia merupakan tindakan yang lazim di tengah masyarakat berdasarkan tuntunan agama, kebiasaan adat istiadat atau budaya dan sosial. Khitan sudah biasa dilakukan sebagian besar perawat dalam menjalankan praktek mandiri. Tindakan sirkumsisi menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran merupakan tindakan invasif atau bedah minor yang merupakan kewenangan dokter. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh perawat dengan pelimpahan wewenang baik secara mandat atau delegasi. Pelimpahan wewenang kepada perawat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan hanya bersifat umum dan tidak jelas dan rinci. Menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan, penelitian ini menganalisis sejauh mana pelimpahan wewenang secara delegasi dan tanggung jawab hukum dalam pedelegasian tersebut.Kata kunci: sunat, pendelegasian wewenang, pendelegasian, hukum keperawatan
Peningkatan Pemahaman Terkait Kedudukan Hukum Perjanjian Terapeutik Dalam Persetujuan Tindakan Medik Di Rumah Sakit Aulia Kota Pekanbaru: Increasing Understanding Regarding the Legal Position of Therapeutic Agreements in Approval of Medical Actions at Aulia Hospital Pekanbaru City Indra Afrita Indra; Wilda Arifalina Wilda; Tri Anggara Putra Anggara
CONSEN: Indonesian Journal of Community Services and Engagement Vol. 1 No. 2 (2021): Consen: Indonesian Journal of Community Services and Engagement
Publisher : Institut Riset dan Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.75 KB) | DOI: 10.57152/consen.v1i2.142

Abstract

 The problem found in community service activities is the lack of understanding of health workers in the Pekanbaru City Aulia Hospital regarding the Legal Position of Therapeutic Agreements in Approval of Medical Actions. They do not understand the Therapeutic agreement in detail and have a legal basis, especially the benefits and uses of the Therapeutic agreement for Health Workers.The solution offered in this service activity is to increase the understanding of Health Workers in the Pekanbaru City Aulia Hospital regarding the Legal Position of Therapeutic Agreements in Medical Action Agreements.The method of implementing this service activity is to use the lecture, dialogue, and discussion methods in the context of legal counseling about Increasing Understanding of the Legal Position of Therapeutic Agreements in Approval of Medical Actions at Aulia Hospital Pekanbaru City.The participation of partners in this community service activity is the management of the Aulia Hospital and also the health workers who play a role in carrying out this therapeutic agreement. Aulia Hospital contributes to providing a place and supporting facilities to carry out activities and bring health workers and management.The output targets of this community service activity are scientific articles which will later be published in national journals, as well as part of the implementation of the Tri Dharma of higher education.The conclusion is that this activity has been successfully implemented and the benefits can be felt for the participants. This can be seen from the participants' answers to the questionnaire given after the activity was carried out. After the activity was carried out, 98% of participants answered that they knew and understood the material presented.The suggestion is that activities with this theme should be carried out on an ongoing basis to health workers and management of the Pekanbaru City Aulia Hospital. Keywords: Agreement, Therapeutic Agreement.
Analisis Yuridis Terhadap Legalitas Pendelegasian Wewenang Dari Dokter Kepada Perawat Ratna Astri Andhini; Suhendro Suhendro; Indra Afrita
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research (Special Issue)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.1860

Abstract

Sebaran dokter di Indonesia dapat dikatakan belum merata di setiap daerah. Keadaan tersebut menjadi permasalahan tersendiri. Dalam upaya meningkatkan dejarat kesehatan warga negara maka pelayanan kesehatan tetap harus dilakukan, dimana dalam pelaksanaannya pelimpahan wewenang dari dokter kepada tenaga Kesehatan misalnya seperti perawat. Kurangnya pengetahuan tenaga medis dan kesehatan terkait aspek hukum dari pendelegasian wewenang rentan menimbulkan konflik baik antar dokter perawat maupun dengan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami implikasi hukum dari pendelegasian wewenang antara tenaga medis dan tenaga Kesehatan, khususnya dalam hal ini antara dokter dan perawat. penelitian ini merupakan penelitan juridis normatif dengan sumber data dari bahan hukum primer seperti perundangan, dan bahan hukum sekunder seperti jurnal dan buku. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelimpahan wewenang adalah bentuk perikatan dimana kedua belah pihak wajib memenuhi prestasi. Dalam pelimpahan wewenang yang bersifat mandat, pemberi wewenang masih memiliki tanggung jawab selama penerima mandat tidak mencederai perjanjian. Namun, penerima juga dituntut untuk mencapai prestasi, seperti menyelesaikan tugas sesuai batas kompetensinya.
Kerangka Regulasi dan Tantangan Hukum Dalam Sistem Pembiayaan Digital Vivi Alviana; Indra Afrita
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 6 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i6.6378

Abstract

Pembiayaan digital telah mengubah lanskap keuangan global dengan mendorong inovasi teknologi dan pemecahan masalah keuangan melalui platform digital. Meskipun memberikan manfaat yang signifikan bagi konsumen dan perusahaan, perkembangan cepat dalam industri ini juga memunculkan berbagai tantangan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerangka regulasi yang ada dan tantangan hukum yang dihadapi dalam sistem pembiayaan digital dengan menggunakan metode penelitian normatif. Metode penelitian normatif digunakan untuk melakukan analisis terhadap kerangka regulasi dan tantangan hukum dalam pembiayaan digital dengan merinci hukum dan peraturan yang berlaku serta mengidentifikasi isu-isu hukum yang muncul. Penelitian ini memeriksa peraturan-peraturan yang berlaku, termasuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan pedoman industri yang mempengaruhi sistem pembiayaan digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan digital menghadapi tantangan hukum seperti perlindungan konsumen, privasi data, keamanan transaksi, dan perpajakan. Selain itu, kerangka regulasi yang ada belum selaras dengan perkembangan teknologi dan inovasi dalam industri ini, menyebabkan ketidakpastian hukum dan risiko yang mungkin timbul. Studi ini menyoroti perlunya perbaikan dalam kerangka regulasi untuk mengatasi tantangan hukum yang muncul dalam pembiayaan digital. Hal ini mencakup perluasan regulasi yang relevan, peningkatan kerja sama antara pemangku kepentingan, dan pembentukan standar yang lebih ketat untuk melindungi kepentingan konsumen dan mempromosikan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam industri pembiayaan digital. Penelitian ini memberikan kontribusi berharga untuk pemahaman tentang masalah hukum yang dihadapi dalam pembiayaan digital dan mengidentifikasi arah perbaikan dalam kerangka regulasi yang dapat menghadapi tantangan ini. Selain itu, studi ini dapat membantu pemerintah, regulator, dan pelaku industri untuk mengembangkan solusi yang lebih baik untuk menjaga kestabilan dan keamanan dalam sistem pembiayaan digital.
Dampak Sistem Rujukan Berjenjang dan Solusi Pemecahannya Bagi Pasien Peserta BPJS Kesehatan Di Kota Pekanbaru Mieke Trisnawati; Indra Afrita
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.8774

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem rujukan berjenjang bagi pasien peserta BPJS Kesehatan dan solusi pemecahannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris (yuridis sosiologis) menggunakan sumber data dan bahan hukum dalam sumber data terbagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan sekunder sedangkan bahan hukum terbagi tiga bagian yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dimana bagian-bagiannya sangat penting untuk menjadi dasar penulisan karya ilmiah ini. Penelitian ini menggunakan responden dan narasumber untuk menguatkan dalil-dalil penulisan. Untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara serta meminta data – data kepada pihak yang terkait. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder dan bahanbahan yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber. Hasil penelitian ini mendapatkan tiga rumusan masalah yaitu Upaya yang dapat dilakukan pasien pengguna BPJS Kesehatan, Faktor pendukung dan penghambat dalam mendapatkan perlindungan hukum bagi pasien BPJS Kesehatan.
Akibat Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Luar Kewenangannya Maka Dapat Dilakukan Upaya Hukum Lainnya Di Pengadilan Umum Indra Afrita; Lina Lina; Ahmad Khomeni Nasution; M. Adri; Juni Juni
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.9232

Abstract

Abstrak Dalam proses peradilan perdata khusus banyak di temukan gugatan yang telah di putuskan pada Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen (LPSK) di lakukan upaya keberatan oleh pihak yang tidak merasa puas dengan putusan LPSK tersebut ke pengadilan perdata khusus. Pada hal Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen beserta peraturan pelaksananya. Pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen telah diatur secara limitatif di dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Tujuan membentuk BPSK adalah untuk melindungi konsumen maupun pelaku usaha dengan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi. Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis kewenangan dan proses penyelesaian sengketa konsumen pada BPSK sehingga putusan dari BPSK dapat di batalkan oleh Pengadialan Umum.. Hal ini harus di kaji lebih dalam mengapa pengadilan negeri membatalkan putusan BPSK sehingga putusan ini dinilai cacat formil. Bukankah didalam Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999 khususnya pasal 54 ayat (3) yang berbunyi “ Putusan majelis bersifat final dan mengikat”. Namun dalam kenyataannya putusan BPSK banyak yang dibatalkan ke pengadilan karena dianggap menyalahi kewenangannya dalam pengambilan keputusan.