Claim Missing Document
Check
Articles

PENGARUH WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KUALITAS KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PRESTO DENGAN ALAT “TTSR” Prasetyo, Medi; Riyadi, Putut Har; Anggo, Apri Dwi
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (518.338 KB)

Abstract

Kepiting  bakau  mempunyai  potensi  untuk  dikembangkan karena  rasa  dagingnya  yang  enak  dan kandungan  protein  yang  tinggi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah membandingkan secara deskriptif alat “TTSR” dengan Autoclave dan mengetahui waktu optimum pemasakan agar diperoleh kepiting presto dengan kualitas yang diharapkan dan mengetahui kualitas kepiting presto dengan adanya variasi waktu dalam proses pemasakkan kepiting presto tersebut. Keunggulan alat “TTSR”  dengan Autoclave adalah dari segi waktu pemasakan yang lebih singkat dengan suhu yang stabil di akan menghemat dari penggunaan bahan bakar yang di gunakan. Penggunaan suhu yang stabil  ≤ 100 ˚C akan menjaga kualitas gizi dalam kepiting tidak terlalu rusak. Selain itu, tekanan yang dihasilkan “TTSR” adalah 4-4,5 atm. Hal ini, menjadi kelebihan yang tidak ada pada alat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama waktu pemasakan menggunakan alat “TTSR” yang terbaik adalah 100 menit. Nilai tertinggi berdasarkan uji organoleptik kenampakan 7,7, bau 7,9 dan tekstur 7,97 pada waktu pemasakan 60 menit. Nilai kekerasan cangkang yang terbaik 2222,56 N pada waktu pemasakan 100 menit. Sedangkan perebusan dengan Autoclave konvensional selama waktu 150 menit memiliki nilai kerapukan 4420,95 N. Sedangkan pengujian kimiawi pada kepiting presto yaitu kadar air 75,36% pada waktu pemasakan 60 menit, kadar protein 19,83% pada waktu pemasakan 60 menit, kadar lemak 1,553% pada waktu pemasakan 60 menit. Muds crab is a crab that has commercial value and potential to be developed because the meat is delicious and high protein content. The purpose of the research is to compare two instruments “TTSR” and the Autocleve instrument determine the optimum cooking time for crab presto obtained with the expected quality and to know the quality of crab presto with the variation in cooking time. Descriptively, the best from a “TTSR” with Autoclave is the short time of boiling with the stable range of temperatures, it would save the fuel. The use of stable temperature ≤ 100 ˚C will keep the quality nutrition in crab is not too badly damaged. In addition, pressure produced by “TTSR” is 4-4.5 atm. This is to better thing than Autoclave instruments.  The result showed that the best time used for cooking presto crabs using “TTSR” is 100 minutes. The highest value based on organoleptic test are appearance 7.7, odor 7.9 and texture 7,97 during 60 minutes cooking. The best value brittleness of the shells is 2222,56 N in 100 minutes of cooking time. While chemical testing on the crab presto showed 75.36% moisture content during 60 minutes cooking, 19.83% protein content during 60 minutes cooking, the fat content is 1,553% at 60 minutes of cooking time.
PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI TEPUNG GELATIN DARI KULIT IKAN AIR TAWAR DAN LAUT TERHADAP ISOTHERMSORPSI AIR PADA PROTEIN MYOFIBRIL IKAN KURISI (Nemipterus sp.) Wijayanto, Reska; Darmanto, y S; Riyadi, Putut Har
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol 2, No 2 (2013) : Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Limbah hasil perikanan berupa kulit belum termanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan kulit ikan dapat dijadikan gelatin. Gelatin memiliki sifat mengikat air. Gelatin dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas protein myofibril dengan menggunakan analisa isothermsorpsi air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia gelatin dan kuallitas dari protein myofibril ikan kurisi. Materi yang digunakan berupa protein myofibril ikan kurisi dan tepung gelatin dari kulit ikan kakap, lemadang dan nila. Hasil analisis isothermsorpsi air protein myofibril ikan kurisi menunjukkan bahwa penambahan gelatin kulit ikan kakap memberikan hasil terbaik dengan nilai Monolayer water (M1) 8,155, Multilayer Water (M2) 18,785, Sorption surface area (S) 0,311 m2/mg. Kualitas protein myofibril terbaik ditunjukkan pada penambahan gelatin kulit ikan kakap dengan nilai WHC 45,66±0,81 % dan kekuatan gel 149.17±0.068 gf.cm.Kesimpulan yang diperoleh yaitu gelatin kulit ikan kakap memberikan pengaruh terbaik terhadap isotermsorpsi air protein myofibril ikan kurisi yang didukung dengan hasil tertinggi untuk nilai WHC dan kekuatan gel.
PERBEDAAN KONSENTRASIGARAMTERHADAP PEMBENTUKAN WARNA TERASI UDANG REBON (Acetes sp.) BASAH Rahmayati, Rica; Riyadi, Putut Har; Rianingsih, Laras
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.287 KB)

Abstract

Terasi merupakan salah satu produk fermentasi berbahan baku udang rebon, ikan atau keduanya. Pengolahannya dilakukan dengan cara menambahkan garam dan difermentasi pada suhu tertentu selama beberapa waktu. Terasi udang umumnya berwarna merah. Warna tersebut merupakan salah satu daya tarik konsumen. Pembentukan warna merah terasi dipengaruhi oleh pigmen astaxanthin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh garam (2%; 8,5%; 15%) terhadap pembentukan warna terasi. Rancangan penelitian ini menggunakan pola percobaan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga kali ulangan. Parameter uji yang dilakukan adalah uji kadar garam, Aw, astaxanthin, warna, dan organoleptik.Hasil penelitian diketahui bahwa proses pengolahan terasi udang dengan konsentrasi garam berbeda berpengaruh terhadap nilai kadar garam, Aw, astaxanthin, dan warna. Nilai kadar garam terasi udang berkisar antara 0,67 – 1,56% dan nilai Aw antara 0,78 – 0,74. Terasi udang dengan garam 2%; 8,5%; dan 15% memiliki nilai astaxanthin berturut-turut 6,0 mg/100g, 4,5 mg/100g, dan 2,4 mg/100g. Berdasarkan nilai a* dan b* dapat dihitung ohue dan diketahui terasi dengan garam 2% memiliki warna merah kekuningan sedangkan terasi dengan garam 8,5% dan 15% memiliki warna merah. Terasidenganpenambahangaram 15% merupakan terasi dengan kenampakan terbaik.
PENGARUH METODE PENGASAPAN YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS DAN DAYA SIMPAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) ASAP SUHU RUANG Wibowo, Salim Ari; Riyadi, Putut Har; Wijayanti, Ima
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol 2, No 3 (2013) : Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) termasuk ikan yang bergizi tinggi dan potensial untuk dimanfaatkan sebagai ikan Mujair asap. Penelitian tentang kualitas ikan Mujair asap dengan metode yang berbeda dan lama simpan yang berbeda belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas ikan asap yang diolah secara tungku (MT) dan dengan smoking cabinet (MSC) selama penyimpanan 0 – 4 hari (H0, H1, H2, H3 dan H4). Hasil penelitian perbedaan metode pengasapan dan lama penyimpanan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) pada parameter kadar air, nilai Aw, TPC dan TBA. Nilai organoleptik MT yang masih sesuai standar adalah MTH2 sebesar 7.133 + 0.125. Organoleptik MSC yang masih sesuai standar adalah MSCH1 sebesar 7.378 + 0.133. Kadar air (%) MT yang masih sesuai standar adalah MTH1 sebesar 58.852. Kadar air (%) MSC yang masih sesuai standar adalah MSCH0 sebesar 57.610. Nilai Aw MT yang terbaik adalah MTH0 sebesar 0.974. Nilai Aw MSC yang terbaik adalah MSCH0 sebesar 0.967. Nilai TPC (Log cfu/gr) MT yang masih sesuai standar adalah MTH2 sebesar 3.771. Nilai TPC MSC yang masih sesuai standar adalah MSCH2 sebesar 3.322. Nilai TBA (mg malonaldehida/Kg) MT yang masih sesuai standar adalah MTH4 sebesar 1.801. Nilai TBA MSC yang sesuai standar adalah MSCH4 sebesar 1.901. Kualitas ikan Mujair asap smoking cabinet tidak jauh berbeda dengan ikan Mujair asap tungku selama penyimpanan. Daya simpan ikan Mujair asap bertahan pada hari ke 2.
APLIKASI GELATIN DARI BERBAGAI JENIS KULIT IKAN PADA NUGGET IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) Setyana, Priangga Murti; Darmanto, Y S; Riyadi, Putut Har
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol 2, No 2 (2013) : Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk gel. Kekerasan dan kekuatan gel parameter yang sangat menentukan kualitas nugget ikan pada umumnya relatif rendah sehingga perlu diadakan penambahan gelatin.Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui sifat fisika kimia gelatin dari berbagai jenis kulit yang berbeda serta pengaruh penambahannya terhadap kekerasan serta kekuatan gel nugget ikan kurisi. Metode penelitian yang digunakan yaitu experimental laboratories. Penelitian tahap I menggunakan metode deskriptif sedangkan penelitian tahap II menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukan hasil kekuatan gel serta kekerasan nugget ikan kurisi dengan penambahan gelatin kulit ikan kakap memperoleh hasil tertinggi dengan nilai kekuatan gel (638,413 ± 0,312) dan kekerasan (348,345 ± 0,206). Penambahan gelatin kulit ikan kakap juga memperoleh hasil terendah pada pengukuran kadar air dengan nilai (46,217 ± 0,260) % dan hedonik (8,03).Gelatin yang dihasilkan dari berbagai bergai jenis kulit menunjukkan hasil fisiko-kimia yang berbeda-beda. Penambahan gelatin kulit kakap memberikan pengaruh paling tinggi terhadap kekerasan dan kekuatan gel serta kadar air yang paling rendah dibandingkan lemadang dan patin.
EFEK PERENDAMAN PADA SUHU UNDERCOOKING DAN METODE COOKING TERHADAP PENGURANGAN KADAR FORMALIN PADA CUMI – CUMI (Loligo sp.) Sugiarti, Mimin; Anggo, Apri Dwi; Riyadi, Putut Har
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.108 KB)

Abstract

Kasus penanganan ikan segar dengan menggunakan bahan kimia berbahaya (formalin) masih marak ditemukan di kalangan masyarakat, maka diperlukan cara penanganan ikan segar yang aman bagi masyarakat yaitu dengan alternatif penanganan yang mudah dan efisien. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek perendaman pada suhu undercooking dengan suhu berbeda dan metode cooking dengan mengukus, merebus dan menggoreng sebagai pereduksi formalin pada cumi – cumi segar (Loligo sp.). Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cumi – cumi segar. Hasil penelitian pendahuluan diperoleh waktu terbaik yaitu 60 menit. Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimental laboratories dengan dua tahap penelitian, untuk penelitian utama tahap I menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Metode penelitian tahap I yaitu dengan merendam cumi-cumi dalam formalin konsentrasi 2% selama 1 jam dan dilanjutkan dengan perendaman pada suhu undercooking (tanpa perendaman, 27oC, 40oC dan 60oC) selama 60 menit. Penelitian utama tahap II yaitu metode cooking menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan rebus, kukus dan goreng. Hasil penelitian utama tahap I diperoleh hasil nilai organoleptik perlakuan tanpa perendaman, suhu 27oC, 40oC dan 60oC berturut-turut adalah6,34<µ<6,38; 7,80<µ<7,83; 6,40<µ<6,42 dan 6,06<µ<6,07 nilai asymp (P<0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Pengurangan kadar formalin :8,33%; 28,63%; 30,46% dan 47,72%. Kadar protein 17,29%; 34,31%; 41,84% dan 51,61%. Nilai pH : 6,65; 6,95; 7,12 dan 6,96. Nilai tekstur : 1,38 mm/g.dt; 2,83 mm/g.dt; 7,72 mm/g.dt dan 8,23 mm/g.dt nilai asymp (P<0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil penelitian utama tahap II diperoleh hasil nilai organoleptik proses rebus, kukus dan goreng berturut-turut adalah 8,15<µ<8,20; 8,38<µ8,42 dan 8,51<µ<8,54 nilai asymp (P<0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil akhir kadar formalin : 0,044 ppm; 0,584 ppm dan 1,117 ppm. Kadar protein 5,67%; 6,07% dan 4,08%. Kadar air : 24,19%; 16,03% dan 8,19%. Nilai tekstur 1,62 mm/g.dt; 1,30 mm/g.dt dan 0,58 mm/g.dt nilai asymp (P<0,05) menunjukkan perbedaan yang nyata. Fresh fish handling with harmful chemicals (formaldehyde) is still found among people. The purpose of this study was to determine the effect of immersing on undercooking temperature with different time and temperature and cooking methods, were steamed, boiled, and fried to reduce formaldehyde in fresh squid (Loligo sp.). Materials used in this research was fresh squid. Result of pre-research showed 60 minutes was the optimum time. Research method used was experimental laboratories with two research phases, first phase of the main research used was completely randomized design. First phase research was immersing fresh squid in 2% formaldehyde for 1 hour, subsequently in undercooking temperature (without immersion, 27oC, 40oC and 60oC) for 60 minutes. Second phase of the main research used was randomized block design with steamed, cooked, and fried treatments. Results of the main research obtained were organoleptic score without immersion, 27oC, 40oC and 60oC temperature, respectively 6,34<µ<6,38; 7,80<µ<7,83; 6,40<µ<6,42 and 6,06<µ<6,07. Asymp value (P<0,05) showed significant effect. Reduction of formaldehyde content was respectively 8,33%; 28,63%; 30,46% and 47,72%. Meanwhile, protein content was respectively 17,29%; 34,31%; 41,84% and 51,61%. pH value : 6,65; 6,95; 7,12 and 6,96. Texture value : 1,38 mm/g.s; 2,83 mm/g.s; 7,72 mm/g.s and 8,23 mm/g.s. Asymp value (P<0,05) showed significant effect. Results of second phase research obtained were organoleptic score with steamed, cooked, and fried treatments, respectively 8,15<µ<8,20; 8,38<µ8,42 and 8,51<µ<8,54. Final results of formaldehyde content : 0,044 ppm; 0,584 ppm and 1,117 ppm. Protein content 5,67%; 6,07% and 4,08%. Water content : 24,19%; 16,03% and 8,19%. Meanwhile, texture value 1,62 mm/g.s; 1,30 mm/g.s and 0,58 mm/g.s. Asymp value (P<0,05) showed significant effect.
APLIKASI ALGINAT SEBAGAI EMULSIFIER DALAM PEMBUATAN KAMABOKO IKAN KUWE (Carangoides malabaricus) PADA PENYIMPANAN SUHU DINGIN Prakoso, Hendika Aris; Riyadi, Putut Har; Wijayanti, Ima
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.948 KB)

Abstract

Alginat digunakan sebagai pengemulsi suatu bahan terutama pada bahan pangan.Kamaboko merupakan produk diversifikasi hasil perikanan yang terbuat dari lumatan daging ikan.Tujuan dari penelitian ini adalah peranan alginat sebagai subtitusi tepung tapioka untuk meningkatkan kestabilan emulsi kamaboko ikan kuwe dan juga untuk melihat pengaruh kestabilan emulsi dalam penyimpanan suhu dingin. Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimental laboratories. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu pertama penambahan konsentrasi alginat yang berbeda (0% dan 2,5%) dan kedua penyimpanan suhu dingin (hari ke-0, 7, 14, 21). Hasil penelitian pendahuluan didapatkan konsentrasi terbaik subtitusi alginat 2,5% dan tepung tapioka 7,5%. Hasil penelitian utama menunjukkan bahwa jenis kamaboko yang berbeda dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai stabilitas emulsi, nilai gel strength dan kadar air. Sedangkan pada nilai Aw hanya memberikan pengaruh yang nyata pada faktor penyimpanan. Nilai emulsi kamaboko ikan dengan subtitusi alginat penyimpanan hari ke-0, ke-7, ke-14, ke-21 berturut-turut yaitu 80,44%, 80,22%, 80,031% dan 79,64%, sedangkan tanpa subtitusi alginat (Kontrol) penyimpanan hari ke-0, ke-7, ke-14, ke-21 berturut-turut yaitu 79,96%, 79,66%, 79,29% dan 78,74%. Pengaruh jenis kamaboko yang berbeda dan lama penyimpanan menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap nilai hedonik. Kamaboko ikan subtitusi alginat dan kamaboko ikan tanpa subtitusi alginat (Kontrol) pada parameter kenampakan, aroma,dan rasa  diterima panelis selama penyimpanan hari ke-0, ke-7 dan ke-14. Sedangkan pada tekstur hanya penyimpanan hari ke-0 dan ke-7 yang diterima panelis. Alginate used as an emulsifier for food materials. Kamaboko is diversified fishery products made from minced fish. The objective of this researchwas the role of alginate as a substitute for tapioca flour to improve emulsion stability of malabar trevally fish kamaboko and even if to see the effect of emulsion stability during chilledstorage temperature. The research method used was experimental laboratories. The experimental design was factorial design which was consisted of 2 factors, firstly the addition of alginate concentration (0% and 2,5%) and secondly the kamaboko storage at chilled temperature (0, 7th, 14th, and 21st days of storage). The preliminary study showed that the best alginate concentration was 2,5%. The main research results showed that the different kamaboko and storage time showed significantly different (p<0,05) to the emulsion stability, gel strenght value, and moisture content. However, water activity showed significantly different (p<0,05) to storage time. The fish kamaboko emulsion at 0, 7th, 14th, and 21st days of storage were 80,44%, 80,22%, 80,03%, and 79,64% respectively. Whereas untreated kamaboko at 0, 7th, 14th, and 21st days of storage were 79,96%, 79,66%, 79,29%, and 78,74% respectively. The different kamaboko and time of storage showed significantly different (p<0,05) to hedonic value. The treated kamaboko and untreated kamaboko were accepted by panelist on the appearance, flavour, and taste during 0, 7th, 14th days of storage. However only texture was accepted by panelist at 0 and 7th days of storage.
PERBEDAAN KUALITAS IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsk) DURI LUNAK YANG DIPROSES MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR KAYU DAN BRIKET ARANG Darmawan, Adhitya Wahyu; Agustini, Tri Winarni; Riyadi, Putut Har
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol 2, No 1(2013) : Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wood is the fuel used in the processing of milkfish soft thorns. Briquette charcoal is analternative fuel that can replace wood. The research was conducted to determine the effect oflong cooking using charcoal briquettes (9, 10 and 11 hours) and the firewood for 10 hours(control) to the organoleptic and nutritional quality milkfish soft thorns.The material in this research is as much as 200 kilograms of milk fish (±500gr/pcs), salt2%. Experimental design used was completely randomized design, comparing the differencein the length of time cooking charcoal briquettes 9, 10 and 11 hours and 10 hours firewood(control). The parameters measured were the levels of protein, fat, water, ash, andorganoleptic.The results showed that the difference in the length of time cooking (charcoalbriquettes) provides a very real difference (P<0,01) the levels of protein, fat, water and ashand organoleptic. The results of organoleptic owned milkfish duri lunak best with 9 hours ofcooking time using charcoal briquettes in the amount of 8,18< m< 8,9, while cooking using charcoal briquettes for 10 and 11 hours as well as firewood for 10 consecutive hours is :7,83<m<8,42, 7,89<m<8,24, 8,13<m< 8,51.
KARAKTERISTIK KUALITAS DAN TINGKAT KEAMANAN IKAN PARI (Himantura sp.) ASAP YANG DIOLAH DENGAN METODE PENGASAPAN BERBEDA Kumayanjati, Bayu; Swastawati, Fronthea; Riyadi, Putut Har
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol 2, No 2 (2013) : Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas ikan asap adalah metode pengasapan. Kandungan fenol akan menentukan kenampakan ikan asap yang mengkilat dan rasa yang khas. Kandungan fenol yang terlalu tinggi (>317 ppm) cenderung  menghasilkan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang bersifat karsinogenik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas dan tingkat keamanan ikan pari asap yang diolah dengan metode berbeda, tradisional (T) dan smoking cabinet (SC). Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental lapangan dengan uji statistik independent sample t-test. Hasil uji organoleptik ikan pari asap metode T dan SC berturut-turut adalah 7,55£m£7,98 dan 7,59£m£8,03, (P>0,05). Kadar air berturut-turut 64,04% dan 64,44% (P>0,05). Kandungan fenol berturut-turut 0,08% (800 ppm) dan 0,27% (2700 ppm) (P<0,01). Hasil uji PAH sebagai indikator karsinogenik yaitu benzo(a)pyrene berturut-turut 0,32 ppm (T) dan 0,01 ppm (SC).  Kualitas ikan asap kedua metode hampir sama, ini dapat dilihat dari hasil uji organoleptik dan kadar air, namun kadar air ikan pari asap kedua metode belum memenuhi standar SNI (60%). Kandungan fenol kedua metode melebihi standar 317 ppm. SC sebagai alat pengasapan dinilai lebih aman dibandingkan metode tradisional dan berdasarkan nilai benzo(a)pyrene ikan asap SC sudah memenuhi European Standard (0,01 ppm).
PEMANFAATAN SURIMI IKAN KURISI (Nemipterus sp.) PADA PEMBUATAN FISH ROLL DENGAN PENAMBAHAN DAGING YANG BERBEDA Saputra, Pradipta Ferry; Darmanto, Y S; Riyadi, Putut Har
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol 2, No 4 (2013) : Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Publisher : Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fish roll merupakan salah satu jenis produk diversifikasi ikan. Surimi merupakan bahan baku utama dalam pembutan fish roll. Mutu fish roll dipengaruhi oleh bahan baku utama dan bahan tambahan dimana tekstur menjadi salah satu parameter penting dalam penentuan mutu produk. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan penambahan daging yang berbeda yaitu udang, Tenggiri dan kepiting. Penelitian ini menggunakan parameter utama gel strength, uji lipat dan uji gigit, sedangkan parameter pendukungnya yaitu uji hedonik, uji proksimat (kadar air, protein dan lemak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan daging yang berbeda memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap uji gel strength, tetapi memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap uji gigit dan memberikan perbedaan sangat nyata (P<0,01) terhadap uji lipat. Nilai tertinggi berdasarkan uji gel strength dengan nilai 1618,27 g.cm pada fish roll Tenggiri. Nilai uji hedonik yang terbaik kenampakan 7,43, bau 7,47, rasa 7,53 dan tekstur 7,27 pada fish roll Tenggiri. Nilai terbaik dari uji lipat 4,47 dan uji gigit 7,67 yaitu pada fish roll Tenggiri. Hasil pengujian kimiawi pada fish roll yaitu kadar air 70,43% pada fish roll Tenggiri, kadar protein 12,04% dan kadar lemak 3,35% pada fish roll kepiting. Penambahan daging yang menghasilkan tekstur paling baik dalam penelitian ini adalah dengan penambahan daging Tenggiri. 
Co-Authors - Sumardianto Abdul Rosyid Adhitya Wahyu Darmawan Agus Sabdono Agus Setiawan Agus Triyanto Ahmad Jauharul Farid Ahmad Zakki Zulkarnain, Ahmad Zakki Alismi M Salanggon Andhi Prasetiyo Utomo Anggraeni, Novia Anjani, Gemala Antonius Budi Susanto apri dwi anggo apri dwi anggo Ardila Tri Maharani Arlina Hidayati Asriani Hasanuddin Azra, Mohamad Nor Bayu Kumayanjati Bina Nur Latifa Candra Ardianto Delianis Pringgenies Dewanto, Didit Kustantio Dhoni Prasetyawan Diah Nur Aisyah Tri Meiyani Diana Rachmawati Diana, Fifi Atma Nur Didit Kustantio Dewanto Didit Kustantio Dewanto Didit Kustantio Dewanto Didit Kustantio Dewanto Dolorosa, Roger G. Egi Lukiasa Ramasari Eko Nurcahya Dewi Eko Susanto Eko Susanto Ernawati Ernawati Fahmi, Akhmad Suhaeli Faidha Santika, Faidha Faik Kurohman Fajar, Rahmadian Fauzi, Adnan Ferdianto, Richki Finarti Finarti Fitria Nurika Candra Fronthea Swastawati Hendika Aris Prakoso, Hendika Aris Heny Aprianita Herbowo, Muhammad Seno Ima Wijayanti Indah Kesuma Insivitawati, Era Irawati Mei Widiastuti Johannes Hutabarat Kartika Anjar Sari Laras Rianingsih Liberta Ibi Patria Lintang Ayu Sekar Pangestuti Livia Ayu Nanda Luthfiyatul Habibah Nurlisa Ma'ruf, Widodo Farid Mahardhika, Rizki Marchella Dharma Arumsari May Valdi Harris, May Valdi Medi Prasetyo Mimin Sugiarti Moh. Awaludin Adam Mohamad Nico Muliadin Muliadin Muliadin Muliadin Napitupulu, Romauli Juliana Nikmatullah, Muhammad Novia Anggraeni Nur Rohmat Nurina Almas Shabrina Nurmanita Rismaningsih Ocky Karna Radjasa Pinandoyo Pinandoyo Pradipta Ferry Saputra Prasetyo, Dwi Yanuar Budi Priangga Murti Setyana Puji A Sitorus Puji Widyastuti Putra, Masteria Yunovilsa Rany Dwimayasanti Ratna Ibrahim Ratna Ibrahim Ratna Ibrahim Ratna Ibrahim Reska Wijayanto Ria Hastrini Rica Rahmayati ridho somat Rita Dwiyani Setyawati Romadhon Romadhon Roni Hermawan Roni Hermawan Roni Hermawan Roni Hermawan Rosihun, Muhammad Rukmana Rahayu Lestari Salim Ari Wibowo Samliok Ndobe Sanjaya, Yulian Dani Sari Aswani Sarrah Nadhifah Azmy Sarwono Azmi Syahbuddin Seto Windarto Siti Aisiah Siti Nur Chotimah Slamet Budi Prayitno Slamet Suharto, Slamet Stevy Imelda Murniati Wodi Subagiyo Subagiyo Subagyo Subagyo Subianto, Purwanti Fadiah Kusuma Sari Tika Kusmaryanti Tri Winarni Agustini Tri Wisnu Susilo Ulfah Amalia Vivi Endar Herawati Wendy Alexander Tanod Widodo Farid Ma’ruf Wulansari, Devi y S Darmanto YS Darmanto Yudhomenggolo Sastro Darmanto Yudhomenggolo Sastro Darmanto Zulistyanto, Danis