Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana perlindungan dan pendampingan hukum diberikan kepada korban perkosaan ayah kandung di Kota Gorontalo. Penelitian ini menyelidiki komponen sosial, pelaksanaan kebijakan, dan seberapa efektif penegakan hukum menangani kasus inses. Penelitian ini dilakukan melalui metode deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan kuasa, stigma sosial, dan ketergantungan ekonomi korban kepada pelaku menyebabkan kasus inses sering kali tersembunyi. Meskipun ada beberapa layanan, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lahilote di Kota Gorontalo, mereka masih menghadapi banyak masalah. Beberapa masalah ini termasuk kurangnya koordinasi antar lembaga, kekurangan sumber daya (tenaga ahli profesional), dan layanan tidak mudah diakses. Salah satu jenis kekerasan seksual yang dialami anak dalam kehidupan rumahtangga adalah inses. Dampak sosial dan psikologis yang signifikan terhadap korban mencakup trauma psikologis, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan marginalisasi sosial. Teori relasi kuasa dan feminisme memberikan perspektif teoritis yang menunjukkan bahwa dominasi pelaku dalam keluarga dan struktur patriarki merupakan faktor utama yang menyebabkan kasus inses terjadi. Namun, teori keadilan restoratif menekankan bahwa pemulihan korban memerlukan pendekatan luas yang mencakup rehabilitasi psikologis, sosial, dan hukum. Studi ini menemukan bahwa untuk melindungi dan mendampingi korban inses di Kota Gorontalo, koordinasi antar lembaga yang lebih baik, percepatan proses hukum, edukasi dan advokasi masyarakat untuk menghilangkan stigma, dan alokasi sumber daya dan dana yang tepat. Diharapkan rekomendasi ini akan menjadi dasar bagi pembuat kebijakan untuk meningkatkan program pendampingan dan perlindungan korban inses untuk memberikan keadilan dan layanan pemulihan terbaik bagi korban.