Claim Missing Document
Check
Articles

PENERAPAN ASAS HUKUM SATU SAKSI BUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PIDANA CABUL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PRAKTEK PERADILAN DI INDONESIA Henri M. Tobing; Selamat Lumban Gaol; Sujono
Transparansi Hukum Vol. 7 No. 1 (2024): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/transparansi.v7i1.5437

Abstract

ABSTRAKPembuktian dalam hukum pidana sangat perlu untuk menentukan seseorangbersalah atau tidak, perenan penegak hukum dalam melakukan proses pemeriksaanyang dilakukan oleh Pejabat Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim harus lebih cermatdan memahami terkait dalam hukum formilnya berdasarkan Pasal 184 KUHAP danPasal 183 KUHAP, salah satunya mengenai saksi dan keterangan saksisebagaimana saksi dalam pembuktian dalam fakta membuktikan orang bersalahatau tidaknya seseorang tesangka, terdakwa. Dalam pembuktian tindak pidanacabul terhadap anak dibawah umur yang terjadi sangat diperlukan pembuktian yangsah bahwa telah terjadi suatu tindak pidana tersebut dan haruslah ada alat-alat buktiyang meyakinkan benar-benar telah terjadi pada seorang anak yang masih dibawahumur, salah satunya keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti. Penegakanhukum yang terlalu arogansi penyalahgunaan wewenang jabatan (Abuse of power)hingga menjadikan terdakwa tersangka sampai menjadi terdakwa dalam prosespenuntutan di dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Kota Bekasiberdasarkan putusan Nomor: 302/Pid.Sus/2022/PN BKs, tanggal 27 Juni 2022sebagaimana kejadian yang dibuat-buat atas tuduhan pencabulan anak dibawahumur terhadap anak dibawar umur, dimana para oknum pemuda yang berlokasi ditempat kejadian atas peristiwa pertemuan antara korban dengan Terdakwadiwarung yang berlamat di Kampung Cakung, Rt.04/Rw.05, No. 31, Kelurahan jatiAsih, Kecamatan Jati Asih Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, masih berwilayahhukum Polres Kota Bekasi, Kejaksaan kota Bekasi dan Pengadilan Negeri kotaBekasi, dimana atas kejadian tersebut telah di atur atau dimanfaatkan oleh paraoknum pemuda yang dianggap preman setempat untuk menjebloskan terdakwayang sebenarnya tidak ada kejadian pencabulan tersebut ke penjara demikepentingan tujuan dan maksut memeras keluarga pelapor dan juga terdakwa sertakeluargnya, sehingga pada pada tanggal 27 Juni 2022 diputus oleh pengadilanNegeri Kota Bekasi telah terbukti bersalah melakukan pencabulan di bawah umur,tetapi pada tanggal 15 Agustus 2022 pada tingkat Banding pengadilan TinggiBandung berdasarkan Nomor: 249/Pid.Sus/2022/PT. Bdg, tidak terbukti bersalahdibebaskan (Vrijspraak) dari dakwaan atas tuntutan Jaksa Penunutut UmumKata Kunci : Penerapan Asas Hukum Satu Saksi Bukan Saksi, Dalam PembuktianPidana Cabul, Anak Dibawah Umur, Dalam Praktek Peradilan Di Indonesia.
PENEGAKKAN SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PILOT PERSONIL TNI AD ATAS KELALAIAN YANG MENYEBABKAN CEDERANYA ORANG LAIN Risdo Pakpahan; Selamat Lumban Gaol; Mardianis
Transparansi Hukum Vol. 7 No. 1 (2024): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/transparansi.v7i1.5469

Abstract

ABSTRAKKecelakaan merupakan musibah yang tidak diharapkan siapapaun termasukoleh Pilot Sipil dan Pilot TNI-AD selaku pemimpin dalam melakukan penerbangandari awal sampai ketujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturanhukum tentang tanggungjawab tindak pidana terhadap kelalaian yang dilakukanoleh Pilot Sipil dan Pilot TNI-AD yang patut bertanggungjawab karena jelaskecelakaan tersebut akibat kelalaiannya yang berkeadilan bermartabat.Menggunakan Metode penelitian hukum yuridis normatif melalui pendekatanperundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual.Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa Pengaturan hukum terhadap tindak pidanakelalaian Pilot TNI-AD secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) dan Peradilan Militer.Jika pelakunya adalah Pesawat Pilot Sipil berlakuketentuan ICAO dan Domestik seperti Indonesia adalah Undang-Undang Nomor1 Tahun 2019 Tentang Penerbangan,khusus peringatan yang telah diberikan darisemua pihak yang terakhir dalam melaksanakan berbagai macam peraturanpenerbangan yang ada sehingga tidak ada lagi kecelakaan yang terjadi akibat PilotKata Kunci : Pilot TNI-AD,Penerbangan Domestik,Pertanggungjawaban Pidana
ASAS ITIKAD BAIK SEBAGAI ALASAN PENOLAKAN GUGATAN OLEH PENGADILAN NIAGA DALAM GUGATAN PEMBATALAN MEREK TERDAFTAR Lumban Gaol, Selamat
UNES Law Review Vol. 5 No. 2 (2022): UNES LAW REVIEW (Desember 2022)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i2.1790

Abstract

The principle of good faith is a fundamental legal principle in the registration and protection of registered trademarks, so it can be a reason for rejecting a lawsuit to cancel a registered trademark in the Commercial Court, if the Plaintiff cannot prove that the registration of the disputed trademark was carried out by the Defendant in bad faith. This article will examine how good faith is regulated in trademark registration based on the 2016 Trademark Law?, and what requirements must be met when filing a lawsuit for canceling a registered mark in the Commercial Court?, as well as how to apply the principle of good faith as a reason for rejecting a lawsuit for canceling a registered mark by the Court. Commerce? This article is the result of normative legal research, using a statutory, case and concept approach, using secondary data, with qualitative data analysis. The research results show that the regulation of good faith is regulated in Article 21 paragraph (3) and Article 77 paragraph (2) of the 2016 Trademark Law, and the requirements that must be fulfilled in filing a lawsuit for cancellation of a registered trademark at the Commercial Court meet the formal and material requirements in Article 76 to Article 79 and Articles 85 to Article 90 Jo. Article 21 of the 2016 Trademark Law, as well as the application of the principle of good faith as a reason for rejecting a claim for cancellation of a registered mark by the Commercial Court, is casuistic and proportional and objective according to the legal facts revealed in the trial.
ITIKAD BAIK DALAM PELAKSANAAN HUBUNGAN KONTRAKTUAL SEBAGAI ALASAN PENJATUHAN PUTUSAN LEPAS DALAM PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA PENIPUAN BERDASARKAN YURISPRUDENSI Lumban Gaol, Selamat
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.1970

Abstract

Adakalanya salah satu pihak yang dirugikan dalam dan atas pelaksanaan kontrak mengajukan gugatan wanprestasi dan pelaporan tindak pidana penipuan. Artikel ini mengkaji bagaimana pengaturan itikad baik dalam pelaksanaan hubungan kontraktual dalam sistem hukum Indonesia ?, bagaimana penentuan wanprestasi atau tindak pidana penipuan dalam pelaksanaan hubungan kontraktual ?, dan bagaimana konsistensi MA dalam penerapan itikad baik dalam pelaksanaan hubungan kontraktual sebagai alasan penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum atas pertanggungjawaban tindak pidana penipuan ?. Artikel ini merupakan hasil penelitian hukum normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan, kasus dan konsep, menggunakan data sekunder, dengan analisis data kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan pertama dalam sistem hukum Indonesia, itikad baik ada pada tahap pra, penandatangan dan pelaksanaan kontrak (vide Pasal 1338 Ayat (3) Jo. Pasal 1321 KUH Perdata), kedua penentuan wanprestasi atau tindak pidana penipuan dalam pelaksanaan hubungan kontraktual terletak pada itikad baik atau itikad tidak baik yang mendasarinya, dikualifikasi wanprestasi, apabila kontrak dibuat didasari itikad baik, dan dikualifikasi tindak pidana penipuan, apabila kontrak dibuat didasari itikad tidak baik berupa tipu muslihat. Ketiga MA telah konsisten, perbuatan seseorang tidak memenuhi kewajibannya berdasarkan kontrak yang sah dan didasari itikad baik bukanlah merupakan tindak pidana penipuan, melainkan masalah keperdataan, oleh karenanya harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum.
Titik Singgung Hukum Pidana dan Perdata dalam Penjatuhan Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum dalam Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor 1073/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim) Lumban Gaol, Selamat
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.2173

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penentuan titik singgung antara hukum perdata dan hukum pidana dalam penggelapan dana investor dalam pelaksanaan perjanjian investasi dan tolok ukur penentuan penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum oleh Hakim dalam putusan perkara pidana, serta menganalisis tolok Hakim ukur menjatuhkan hukuman lepas dari segala sesuatu tuntutan hukum dalam tindak pidana penggelapan dana investasi dalam hukuman Nomor 1073/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim. Artikel ini merupakan hasil penelitian hukum normatif, menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, kasus dan konsep, menggunakan data sekunder, dengan analisis data kualitatif. Hasil penelitian penempatan pertama penentuan titik singgung antara hukum perdata dan hukum pidana dalam sistem hukum di Indonesia adalah ada atau tidaknya itikad baik dalam pelaksanaan hubungan hukum kontraktual tersebut, sehingga dapat dikecualikan antara tindak pidana penggelapan sebagai ranah hukum pidana dengan wanprestasi dengan itikad baik sebagai ranah hukum perdata, kedua tolok ukur penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum oleh Hakim adalah perbuatan yang didakwakan terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana penggelapan, melainkan wanprestasi dalam pelaksanaan hubungan hukum kontraktual dengan itikad baik. Tolok ukur Ketiga Hakim menjatuhkan hukuman lepas dari segala tuntutan hukum dalam tindak pidana penggelapan dana investasi dalam hukuman Nomor 1073/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim adalah perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana penggelapan, melainkan wanprestasi, karena adanya itikad baik Terdakwa dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dengan mengembalikan uang hasil investasi kepada korban.
Membangun Transportasi Udara Era 5.0 di Indonesia: Perspektif Hukum dan Kebijakan Lumban Gaol, Selamat; Mardianis, Mardianis; Niru Anita Sinaga; Subhan Zein Sgn; , Budi Prayitno; Anggraeni Rosliana Dewi
UNES Law Review Vol. 7 No. 1 (2024): UNES LAW REVIEW (September 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v7i1.2311

Abstract

Society 5.0 was initiated by Japan, and inaugurated on January 21, 2019, made as a resolution to the Industrial Revolution 4.0, using modern-based science (Artificial Intelligence, Robots, Internet of Things) for human needs with the aim that humans can live comfortably, including in air transportation, initially focusing on human factors (pilots) began to shift the emphasis to the development of aviation technology. Therefore, it is interesting and necessary to examine how the readiness of laws and policies to build air transportation in the 5.0 era in Indonesia. This research is normative legal research using a statute approach, conceptual approach, and comparative approach and uses secondary data obtained from primary and secondary legal sources related to laws and policies to build air transportation in the 5.0 era in Indonesia. The results show that the existing laws and policies for building air transportation in the 5.0 era in Indonesia are not ready. It is necessary to harmonize and synchronize laws and regulations and policies to build air transportation in the 5.0 era in Indonesia with global regulations and policies in the form of international agreements related to air transportation development in the 5.0 era in the world.
Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Pada Perusahaan Yang Melakukan Upaya Menghalangi Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Indonesia Dwi Atmoko; Niru Anita Sinaga; Selamat Lumban Gaol
Jurnal Hukum Sasana Vol. 9 No. 2 (2023): Jurnal Hukum Sasana: December 2023
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/kxd2sz97

Abstract

Dalam membahas terkait penegakan hukum berdiriya organisasi serikat pekerja / buruh tentunya harus mempunyai landasan hukum. Landasan hukum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja merupakan perkembangan pemikiran yang berasal dari Pasal 28 Huruf C, E, G, H, dan I Undang-Undang Dasar 1945, Seiring dalam perkembangannya, terdapat banyak perusahaan dan pemilik perusahaan yang melakukan penolakan terhadap berdirinya serikat pekerja. Focus topik masalah pada penelitian ini bagaimanakah ancaman perdata maupun pidana serta penerapannya bagi pemimpin perusahaan yang menolak pendirian Serikat Pekerja dan apakah upaya penegakan hukum bagi pelaku pemimpin perusahaan yang penolakan pendirian serikat pekerja sudah efektif.Selanjutnya dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif. Metode penelitian yuridis normatif merupakan suatu penelitian kepustakaan terhadap data sekunder. Tujuan pokok penelitian ini adalah bagaimana suatutindakan ancaman pidana atau perdata bisa dikenakan bagi pemimpin perusahaan terhadap penolakan pendirian Serikat Pekerja, terdapat pada pengaturannya Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, namun dalam proses hukum acaranya masih terdapat kekosongan, mengenai kewenangan pihak yang melakukan penyidikan dan nomor registrasi dari Badan Pengawasan obat dan Upaya penegakan hukum bagi pelaku pemimpin perusahaan yang melakukan penolakan pendirian Serikat Pekerja, masih minim di Indonesia, upaya pemidanaan terhadap pemimpin perusahaan yang melakukan penolakan pendirian Serikat Pekerja, diketahui sejak tahun 2011 hingga tahun 2016 setiap tahunnya hanya terdapat satu atau dua kasus, sedangkan faktanya begitu banyak perusahaan yang melakukan tindakan union busting di Indonesia dan dinamika penyelesainnya.
Tinjauan Hukum Terhadap Peran Advokat Dalam Pendampingan Tersangka Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Umum (Studi Kasus Pada YLBHK-DKI) Martin, Reynaldo; Lumban, Selamat; Sudarto
IBLAM LAW REVIEW Vol. 4 No. 3 (2024): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v4i3.500

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami Peran Advokat Dalam Proses Pendampingan Hukum Ditingkat Penyidikan Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hasil penelitian ini, Terhadap peran advokat dalam melakukan pendampingan hukum ditingkat penyidikan yang ditinjau dari ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana khususnya dalam ketentuan Pasal 115 KUHAP, dimana advokat hanya dapat mengikuti jalannya pemeriksaan, tetapi hanya melihat saja, mendengar jalannya pemeriksaan, karena dalam hal ini penasehat hukum yang peranannya pasif dalam proses penyidikan dikurangi lagi semakin pasif dalam hal tindak pidana terhadap keamanan negara. Dengan pembatasan di dalam ketentuan Pasal 115 KUHAP bahwa peranan advoakat atau penasehat hukum hanya melihat dan mendengar jalannya proses penyidikan. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dan Kemanusiaan-Duta Keadilan Indonesia (YLBHK-DKI) merupakan lembaga bantuan hukum yang bekerja sama dengan pengadilan dalam menjalankan program bantuan hukum yang diberikan secara cuma-cuma ataupun gratis kepada masyarakat yang kurang mampu. Ketua YLBHK-DKI mengatakan bahwa pada tahun 2022 ada sebanyak 156 kasus tindak pidana yang telah ditangani baik itu kasus narkoba, cabul, pencurian maupun kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Maka berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian bantuan hukum cuma-cuma yang dilakukan oleh YLBHK DKI terhadap perkara tindak pidana dalam rangka penegakan hukum di Wilayah Jakarta. Strategi sebagai sebuah perencanaan terdahulu secara sadar dan sengaja mendahului berbagai tindakan yang akan dilakukan, yang kemudian dikembangkan dan diimplementasikan agar mencapai suatu tujuan. Teori yang digunakan adalah teori penegakan hukum dan konsep bantuan hukum cuma-cuma. Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris yaitu suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menganalisa data primer.
UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP PUTUSAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 23/PUU-XIX/2021 Pratama, Ryan; Gaol, Selamat Lumban; Sudarto
IBLAM LAW REVIEW Vol. 4 No. 2 (2024): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v4i2.503

Abstract

Apabila terdapat kesalahan dalam putusan majelis hakim di pengadilan niaga dalam perkara yang dimulai dengan permohonan pengajuan PKPU oleh kreditor, upaya hukum kasasi yang tersedia berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XIX/2021 dapat memberikan keadilan bagi debitor sebagai pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan kasasi. Hal ini memungkinkan majelis hakim untuk meninjau kembali fakta-fakta dan penerapan hukum yang telah dilakukan di pengadilan niaga. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengaturan upaya hukum kasasi terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XIX/2021 berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta bagaimana penerapannya dalam praktik peradilan di Indonesia setelah putusan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan kasasi terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XIX/2021, yang dikeluarkan pada 15 Desember 2021, menyatakan bahwa Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai sebagai "diperbolehkannya upaya hukum kasasi terhadap Putusan PKPU yang diajukan oleh kreditor dan ditolaknya tawaran perdamaian dari debitor". Dalam praktik peradilan, upaya hukum kasasi ini diharapkan mencerminkan keadilan bagi debitor dan kreditor dalam proses PKPU. Hasil penelitian ini juga merekomendasikan pembentukan peraturan baru terkait penundaan kewajiban pembayaran utang dalam undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan Menteri Hukum dan HAM
KEPEMILIKAN TANAH HAK MILIK BEKAS BARAT (EIGENDOM VERPONDING) SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Munthe, Donny Markas Sahputra G.; Gaol, Selamat Lumban; Sudarto
IBLAM LAW REVIEW Vol. 4 No. 2 (2024): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v4i2.505

Abstract

Eigendom verponding adalah hak atas tanah yang berasal dari hak-hak barat yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, eigendom verponding ini dikonversi menjadi hak milik, namun dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan kepemilikan tanah hak milik bekas eigendom verponding berdasarkan perundang-undangan Indonesia serta bagaimana status kepemilikan tanah tersebut setelah diberlakukannya UU No. 5/1960 berdasarkan praktik peradilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan kepemilikan tanah hak milik bekas eigendom verponding diatur dalam KUH Perdata, UU No. 5/1960, dan peraturan pelaksanaan lainnya. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menyatukan dan menyederhanakan hukum agraria nasional melalui konversi hak atas tanah lama menjadi hak yang sesuai dengan ketentuan baru. Berdasarkan praktik peradilan, seperti yang terlihat dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 413/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel., Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 331/Pdt/2020/PT.DKI, dan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 594 PK/Pdt/2022, konversi ini memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak. Penelitian ini merekomendasikan pembentukan peraturan baru dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan menteri untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak milik bekas barat (eigendom verponding).