Claim Missing Document
Check
Articles

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN TALAK SATU TERHADAP TALAK YANG DI UCAPKAN TIGA SEKALIGUS (STUDI PUTUSAN NOMOR 28/PDT.6/2017/MS LSM) Andi Isnanda; Fauzah Nur Aksa
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 5, No 2 (2021): Oktober
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v5i2.3911

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang analisis pertimbangan hakim tentang talak yang di jatuhkan satu  tetapi di hitung tiga sekaligus  oleh Hakim di Mahkamah Syariyah dalam putusan nomor 28/PDT.6/2017/MS LSM. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pertimbangan Hakim Mahkamah Syar’iyah dalam menjatuhkan talak satu, terhadap talak yang di ucapkan tiga oleh suami di luar Mahkamah Syar’iyah dan untuk mengetahui dampak yang terjadi di masyarakat. Metode Penelitian ini merupakan metode penelitian yuridis empiris (sosiologis) dengan pendekatan kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertimbangan Hakim Mahkamah Syar’iyah dalam menjatuhkan talak satu, terhadap talak yang di ucapkan tiga oleh suami di luar Mahkamah Syar’iyah mengacu pada Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 sesuai dengan asas mempersukar perceraian. Dampak yang terjadi di masyarakat terhadap penjatuhan ikrar talak Satu oleh Hakim Mahkamah Syar’iyah terhadap talak yang di ucapkan tiga yang dilakukan di luar Mahkamah Syar’iyah diantaranya menjadi permasalahan yang rumit di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam dan bermazhab Syafi’i karena talak yang diucap tiga sekaligus di anggap sah dan putusan ikrar talak satu oleh Mahkamah Syar’iyah tidak diakui dalam masyarakat serta menimbulkan efek bagi keluarga yang menerima putusan tersebut.
ITSBAT NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PENELITIAN DI KOTA LHOKSEUMAWE) Assy'ra Assy'ra; Faisal Faisal; Fauzah Nur Aksa; Dara Quthni Effida
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 5, No 1 (2021): April
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v5i1.3571

Abstract

A marriage that is legal according to the law if the marriage is carried out according to each religion and belief and is recorded in accordance with the prevailing laws and regulations and is proven by a marriage certificate. However, some husband and wife only perform marriages that are legal according to religion and are not yet legally valid or carry out an underhand marriage so that it cannot be proven by a marriage certificate, so the couple can apply for Itsbat Nikah to the Syar'iyah Court by fulfilling predetermined conditions. This study aims to determine and understand the implementation of Itsbat Nikah in Lhokseumawe City, the legal consequences of unregistered marriages and recorded marriages. This study uses an empirical or juridical sociological method (sociological legal research) which is descriptive in the form of written or spoken words from people who are used as sources of information. The Itsbat Nikah was held in Lhokseumawe City by involving the APIK Legal Aid Institute which was energized with the government and the Syar'iyah Court in the Mobile Marriage program. The legal consequence of registering Marriage is to obtain legal certainty for married couples and children born in marriage. Itsbat Nikah can make it easier for the community to apply for a legal marriage but under the responsibility it becomes a legal marriage according to positive law and obtains a marriage book. The Lhokseumawe Government needs to socialize to the public about the importance of marriage registration, so that the community becomes more aware of the legal consequences and legal strength of marriage which is recorded in accordance with statutory regulations. Keywords: Itsbat Marriage, Legal Consequences.
Penguatan Lembaga Adat Tuha Peut Dalam Penyelesaian Sengketa Di Kecamatan Sawang Yulia Yulia; Faisal Faisal; Fauzah Nur Aksa
JATI EMAS (Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat) Vol 5 No 1 (2021): Jati Emas (Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat)
Publisher : Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Dosen Indonesia Semesta (DIS) Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36339/je.v5i1.381

Abstract

Socialization and legal counseling on the Tuha Peut Traditional Institution in dispute resolution in Sawang District are part of community service activities. The background of this activity is that in the Qanun of Customary Institutions, Tuha Peut is one of the customary institutions that has the authority to settle disputes between members of a community of a village. In Sawang Subdistrict, Aceh Utara District, there are still many customary disputes that have not been resolved by customary settlement in the village and many have been reported by the community to the police. This is also due to the lack of knowledge of the Tuha Peut Customary Institution in resolving disputes at the village level. This socialization and legal counseling was carried out by presenting the material and continued with a discussion of questions and answers and swearing back. The results of socialization and legal counseling in Sawang District found that the results of the feedback provided by participants experienced an increase in understanding of the role of the Tuha Peut Traditional Institution in dispute resolution. The implementation of this activity received a good response from the Tuha Peut Customary Institution, because they increased their knowledge and they rarely got activities like this.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Rumah Makan Yang Tidak Memiliki Sertifikat Halal Di Kota Lhokseumawe Sapnah Sapnah; Manfarisyah M; Fauzah Nur Aksa
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.6645

Abstract

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah memberi perlindungan hukum kepada konsumen tentang ketidakpastian dalam mengkonsmsi makanan dan minuman yang baik dan halal untuk digunakan sesuai dengan kewajiban islam. Di Indonesia yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal adalah MUI, namun untuk wilayah aceh yang berwenang mpu melalui LPPOM MPU Aceh, keberadaan LPPOM MPU Aceh menjawab kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan makanan dan minuman yang halal untuk dikonsumsi. Tetapi diluaran masih banyak rumah makan yang belum memiliki sertifikat halal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha yang belum memiliki sertifikat halal, cara MPU mengawasi rumah makan belum bersertifikat halal dan hambatan-hambatan pelaku usaha rumah makan dalam mendaftarkan sertifikasi halal. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan pendekatan kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan guna memperoleh data sekunder bersifat teoritis, sedangkan penelitian lapangan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan informan dan responden. Berdasarkan hasil penelitian pelaku usaha rumah makan bertanggung jawab atas makanan dan minuman yang dijual tersebut halal, tetapi tidak memahami sertifikat halal sesuai dengan ketentuan undang-undang. Cara MPU mengawasi rumah makan yang belum bersertifikat halal yaitu dengan cara membentuk tim terpadu, tim ini nanti akan memeriksa usaha para pelaku usaha secara berkala. Hambatan pelaku usaha dalam mendaftarkan sertifikat halal yaitu karena kurangnya pemahaman mengenai sertifikat halal, proses yang lama dan harga yang mahal. Disarankan untuk MPU lebih tegas lagi dalam menindak rumah-rumah makan yang belum melakukan sertifikasi halal. Karena tidak adanya sanksi pelaku usaha menghiraukan ketentuan membuat sertifikat halal sesuai peraturan yang berlaku.
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI NO 02 TAHUN 2021 TENTANG KEHALALAN VAKSIN COVID-19 SINOVAC Safrida S; Fauzah Nur Aksa; T Saifullah
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.8230

Abstract

The determination of various types of Covid-19 vaccine products that have been determined by the Indonesian government as well as promises to provide Covid-19 vaccine products cannot be guaranteed to be halal, thayib and safe to use, especially for Indonesian people who are Muslim. On this basis, there was a debate in Indonesia regarding the halalness of thecovid 19 vaccine. Therefore, in order to organize and be able to successfully distribute the vaccine, as well as the consumption of the vaccines that have been purchased. So the Indonesian government cooperates with the Indonesian Ulema Council (MUI) by referring to the Fatwa of the Indonesian Ulema Council (MUI) NO. 02 of 2021 which issues a fatwa regarding the law that the Covid-19 vaccine produced by Sinovac Life Sciences Co. Ltd. China and PT. Bio Farma (Persero) is legal, holy and halal. This study aims to find out in detail the legal basis for the MUI to issue a fatwa that the Sinovac vaccine is halal and to know and be able to analyze the views of Islamic law on the MUI Fatwa No. 02 of 2021 regarding the halalness of the Sinovac vaccine. This research is legal-normative research, namely research that uses law to justify a legal event. This type of research is descriptive-analytic research using library research. Based on the results of the study, it is known that there are 7 basics used by the MUI in determining the halalness of the Sinovac vaccine, namely: First, the opinion of the Ulama; Second, MUI Fatwa No. 04/2016 on Immunization; Third, MUI Fatwa Number 01 of 2010 concerning the Use of Microbes and Microbial Products in Food Products; Fourth, MUI Fatwa Number 45 of 2018 concerning the Use of Blood Plasma for Medicinal Ingredients; Fifth, the report and explanation of the audit results of the LPPOM MUI Auditor Team together with the MUI Fatwa Commission to Sinovac and PT Bio Farma; Sixth, the opinion of the participants of the Fatwa Commission meeting on January 8, 2021; Seventh, BPOM's decision to give approval for emergency use and guarantee of safety, quality, and efficacy for the Sinovac vaccine, which is one indicator that the vaccine meets thayyib qualifications. In addition, it can be believed that the Covid-19 vaccine produced by Sinovac is holy and halal. Those are the notes on the results of the MUI Fatwa regarding the halal certification of vaccines that were described in the Plenary Session of the MUI Fatwa Commission on January 8, 2020 and the MUI Fatwa No. 2 of 2021 has been issued/decided.
Perkawinan paksa dan Akibat hukumnya di desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Sumatra Utara Adela Fauza; Fauzah Nur Aksa; Hamdani H
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 6, No 1 (2023): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v6i1.9086

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang perkawinan paksa dan akibat hukumnya. Penelitian ini dilakukan di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa faktor keluarga merupakan faktor yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya perkawinan paksa, kemudian faktor ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor lingkungan termasuk penyebab terjadinya perkawinan paksa di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram. Sedangkan faktor adat bukan penyebab terjadinya perkawinan paksa di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram. Sementara itu, perkawinan paksa yang dilakukan di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram dalam Islam hukumnya sah dikarenakan peran orang tua kandung perempuan memiliki hak ijbar atau hak untuk mengawinkan anak perempuannya meskipun tanpa persetujuan dari anak perempuannya tersebut.
DAMPAK KEPEMILIKAN HARTA BENDA SETELAH ADANYA HARTA BERSAMA YANG TIDAK DIBAGI (Studi Kajian Hukum Ekonomi Syariah dan Putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/MS-Bir) Fauzah Nur Aksa; Muhammad Tahmid Nur; T. Saifullah
Al-Amwal : Journal of Islamic Economic Law Vol 8, No 1 (2023): AL-AMWAL : JOURNAL OF ISLAMIC ECONOMIC LAW
Publisher : Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, IAIN Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24256/alw.v8i1.3770

Abstract

Marriage is the gathering of two people who were originally separate and independent, to become a unified whole. But it cannot be denied that in certain circumstances often problems and conflicts arise in the household,causing divorce between the two which triggers the divission of joint assets. The purpose of this study is to determine the considerations and basis law by the judge in passing the decision number 93 / Pdt.G /201 / Ms-Bir. This study uses a normative qualitative approach, ie this research is based on normative legal science (Syar'iyahBireuen Court's Decision). This research emphasizes the applicable legal regulations. The results of the analysis show that the judges of the Syar’iahBireuen Court regarding decision number 93 / Pdt.G / 2011 / Ms-Bir regarding the 1945 Constitution Chapter IX Article 24 and Article 25 as well as in Law Number 48 of 2009. Law The constitution guarantees a free judicial power. This is explicitly stated in Article 24, especially in the explanation of article 24 paragraph (1) and the explanation in Article 1 paragraph (1) of Law No. 48/2009, namely judicial power is the power of an independent State to administer justice to enforce law and justice based on Pancasila. In the decision No. 9 / Pdt.G / 2011 / MS-Bir, the judge continued to divide the shared assets after the khulu divorce occurred to the wife who was declared to have been deceived by the lhoeksemawe court, the judge considered then decided that by referring to the book Al-Bajuri vol. II p.135 states that the consequences of the nushuz only eliminate the right to turn, subsistence, and kiswah, but do not eliminate the right to obtain joint property, this is in line with the provisions of Article 80 paragraph (7) Compilation of Islamic Law. Perkawinan merupakan berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh. Tidak dapat dipungkiri dalam keadaan tertentu kerap kali timbul permasalahan dan konflik dalam rumah tangga, sehingga menimbulkan perceraian antara keduanyayang memicu pembagian harta bersama.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan serta dasar hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/Ms-Bir. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif normatif, yakni penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif (Putusan Mahkamah Syar’iah Bireuen) dan menekankan pada peraturan hukum yang berlaku.Hasil analisis menunjukan pertimbangan hakim Mahkamah Syar’iah Bireuen terhadap putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/Ms-Bir tentang Undang-undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Dasar menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas. Hal ini tegas dicantumkan dalam Pasal 24 terutama dalam penjelasan pasal 24 ayat (1) dan penjelasan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila. Di dalam putusan Nomor 9/Pdt.G/2011/MS-Bir, hakim tetap membagi harta bersama setelah terjadinya cerai khulu’ kepada isteri yang dinyatakan telah nusyuz oleh pengadilan lhokseumawe, hakim dengan pertimbangan lalu memutuskan bahwa dengan merujuk kepada kitab Al-Bajuri jilid II menyatakan bahwa akibat nusyuz hanya menghilangkan hak giliran, nafkah, dan kiswah, akan tetapi tidak menghilangkan hak untuk mendapat harta bersama, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 80 ayat (7) Kompilasi Hukum Islam.
Penyuluhan Hukum Tentang Larangan Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transgender (Lgbt) Dalam Perspektif Islam Fauzah Nur Aksa; Eny Dameria; Nuribadah Nuribadah; Fitri Maghfirah; Shira Thani; Fitria Mardhatillah
Nanggroe: Jurnal Pengabdian Cendikia Vol 2, No 3 (2023): Juni
Publisher : Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Homoseksual merupakan salah satu bentuk hubungan antara laki-laki dengan lakilaki, sedangkan untuk berhubungan seks antara wanita, disebut lesbian (female homosex). Lesbian adalah heterosex, artinya hubungan seksual antara orang-orang yang berbeda jenis kelaminnya (seorang pria dengan seorang wanita). Dalam hukum Islam, homoseks sesama pria disebut liwath. Pengabdian kepada masyarakat ini dlakukan dengan menggunakan metode penyuluhan hukum kepada  Siswa sekolah  Menengah Atas, yaitu di MAN Kota Lhokseumawe. Metode yang digunakan ceramah, diskusi dan tanya jawab. Hasil dari penyuluhan tersebut adalah siswa mengetahui bagaimana harus menghadapi orang-orang yang sudah terlanjut terjerumus ke dalam dunia LGBT, siswa mengetahui sikap yang harus dilakukan apabila berada di lingkungan LGBT. Siswa mengetahui perilaku baik dan buruk yang sepatutnya dihindari agar tidak terjerumus ke lingkungan LGBT. Siswa juga memahi aturan yang terkait dengan LGBT baik dalam hukum islam maupun hukum nasional. Yang paling utama adalah siswa mengetahui dampak dari LGBT ini.
PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PERDATA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Peneltian PT. Tambang Madina Madani Mining Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara) Kholidah Henri; Ramziati Ramziati; Fauzah Nur Aksa
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 11, No 1 (2023): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2023
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v11i1.9488

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan pertanggungjawaban perdata PT.Tambang Madina Madani Mining terhadap kerusakan lingkungan, hambatan dalam proses pelaksanaan pertanggungjawaban perdata PT. Tambang Madina Madani Mining terhadap kerusakan lingkungan dan menganalisi upaya penyelesaian hambatan dalam pelaksanaan tanggung jawab perdata PT. Tambang Madina Madani Mining terhadap kerusakan lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualiatif dengan pendekatan yurisidis empiris. Menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis maupun lisan orang-orang atau perilaku yang diamati, menguraikan sekaligus menganalisis pelaksanaan tanggung jawab perdata perusahaan terhadap kerusakan lingkungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. Tambang Madina Madani Mining tidak melaksanakan tanggung jawab perdatanya secara maksimal, menurut Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup PT. Tambang Madina Madani Mining bertanggungjawab mutlak terhadap kerusakan lingkungan lingkungan yang disebabkannya. Hambatan dalam proses pelaksanaan tanggung jawab PT. Tambang Madina Madani Mining terhadap kerusakan lingkungan yaitu hambatan internal lemahnya penegakan hukum di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatra Utara, dan kurangnya kepedulian terhadap kerusakan lingkungan. Hambatan eksternal kurangnya pengetahuan tentang tanggung jawab hukum, kurangnya koordinasi antara pihak terkait. Upaya penyelesaian hambatan dalam pelaksanaan pertanggungjawaban perdata PT. Tambang Madina Madani Mining terhadap kerusakan lingkungan meliputi upaya penyelesaian hambatan internal dengan melakukan negosiasi dan mediasi dengan masyarakat, menerapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Penyelesaian hambatan eksternal yaitu melakukan koordinasi dengan semua pihak terakait, dan melakukan pengawasan pertambang tanpa izin secara rutin.
Eksistensi Mawah di Aceh: Analisis Habitus, Modal, dan Maqashid Syariah Fitri Maghfirah; Faisal Faisal; Fauzah Nur Aksa; Fitria Mardhatillah
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 10, No 1 (2023): Islamic Law
Publisher : Faculty of Sharia and Law Universitas Islam Nahdlatul Ulama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/ijshi.v10i1.5026

Abstract

This article describes the discourse on Mawah culture in Aceh, namely about why the concept of mawah continues to exist among the people of Aceh and what are the implications of mawah practice for mawah practitioners. This study is a field research conducted based on qualitative methods and a socio-legal approach. Data reviews are examined from interviews, observations, and previous studies and information from the media. In analyzing the discourse in this article, the author uses the capital and habitus theory framework from Pierre Bourdiue and the maqashid sharia theory from Jasser Auda. The results of this study indicate that, mawah is a habitus that continues to exist and is practiced by the people of Aceh, the existence of mawah is also supported by the arena and capital owned by the parties, both cultural, social and economic capital. In addition, the vacancy of cultural capital can also be a driving factor for the practice of mawah. Meanwhile, the continued existence of mawah practices can also be influenced by the realization of mawah's objectives and the benefits that will be obtained by the people of Aceh. Borrowing an analytical knife in maqāshid al-'ammah, then there is the placement of soul safety (Hifz al-nafs) as the main basis for the purpose of establishing an Islamic economy that is just and has the principle of helping each other. Meanwhile in maqāshid al-khassah (special purpose), this represents the existence of hifz al-māl, where with the concept of mawah, the productivity of an asset is more optimal. Furthermore, within the reach of maqāshid juziyyah (partial goal), the practice of mawah also contains the aim of strengthening and developing the economies of the parties through the realization of maqāshid protecting assets (hifz al-māl), whether it is protecting the assets of the owner of the mawah object as an investor or as an effort to strengthen the economy of the mawah object manager.