M. Yulianto Listiawan
Departemen/ Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya

Published : 77 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 56 Documents
Search
Journal : Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Melanocyte Function and Count of Leukotrichia in Vitiligo Using S100 Immunohistochemistry and Microphtalmia Associated Transcription Factor (MITF) M. Yulianto Listiawan; Marina Rimadhani; Willy Sandhika
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 28 No. 3 (2016): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.671 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V28.3.2016.182-185

Abstract

Background: Melanocyte of the hair follicle is one of the major sources of repigmentation in vitiligo. Leukotrichia is complete depigmentation with significant bleaching hair. Leukotrichia in nonsegmental vitiligo may contribute to the lack of response to medical treatment. Leukotrichia is often associated with absent of melanocyte, showing poor prognosis for vitiligo treatment. Purpose: To evaluate melanocyte count and function of leukotrichia’s melanocyte in vitiligo and comparing with other feature. Method: Melanocyte count in each feature of lesional skin in 18 segmental vitiligo patients were evaluated based on vitiligo extent tensity index (VETI). Melanocyte count has been evaluated using immunohistochemistry S100 and microphtalmia associated transcription factor (MITF). Results: Eighteen patients were nonsegmental vitiligo, and five of them had leukotrichia. Two of five leukotrichia patients did not express MITF nor melanocyte. There were no differences of melanocyte and MITF expression between patient with or without leukotrichia. Conclusion: Leukotrichia is a poor indicator for treatment response in vitiligo, but this research showed that leucotrichia may not contribute to the lack of response upon medical treatment.
Kadar Hormon 17α-Hydroxyprogesterone (17-Ohp) Serum pada Pasien Pria dengan Akne Vulgaris Sedang-Berat dan Tanpa Akne Vulgaris Ellenita Soebakti; M. Yulianto Listiawan; Evy Ervianti
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 1 (2018): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (603.631 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.1.2018.10-17

Abstract

Latar Belakang: Akne vulgaris (AV) adalah penyakit kulit kronis pada unit pilosebaceous. Kelebihan androgen dapat menimbulkan akne dengan cara menginduksi kelenjar sebum. AV pada pria mungkin satu-satunya tanda adanya kelebihan androgen. Tujuan: Mengevaluasi kadar 17-OHP serum pada pasien pria AV sedang-berat dan pria tanpa AV di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode: Sebuah studi kasus kontrol observasional analitik termasuk 15 kasus AV dan 15 kontrol dari klinik Kulit dan Kelamin rawat jalan rumah sakit Dr.Soetomo, berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil: Rerata 17-OHP pada kelompok AV adalah 1.58 ±0,25 ng/mL dan pada kelompok kontrol adalah 0,98 ±0,15 ng/mL. Dengan nilai P adalah P = 0,0001 (P <0,05) Kesimpulan: Kadar serum 17-OHP pada kelompok AV signifikan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyingkirkan faktor perancu untuk mengetahui lebih peran hormonal dalam patogenesis AV.
Significant Different Level of Malondialdehyde (MDA) as Oxydative Stress Marker in Severity Groups of Acne Vulgaris Sylvia Anggraeni; Trisniartami Setyaningrum; M Yulianto Listiawan
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 29 No. 1 (2017): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.364 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V29.1.2017.36-43

Abstract

Background: Acne vulgaris (AV) is a common chronic inflammatory disease of sebaceous gland that may decrease patient’s quality of life. Oxidative stress is suggested to play role in the pathogenesis of AV. Purpose: To evaluate the differences of malondialdehyde (MDA) level as oxidative stress marker in AV severity. Method: This is an analytic observational cross sectional research of AV patients in Cosmetic Division of Dermatology and Venereology Outpatient Clinic of Dr. Soetomo hospital Surabaya. Subjects were collected through consecutive sampling since May-August 2015. Total samples were 42 patients, classified into 3 severity groups (mild, moderate, severe).  Samples were taken from blood vein, examined with Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) then analyzed statistically. Results: There were differences of MDA mean level among AV severity groups: mild 58.371 ng/ml (SD±25.2141); moderate 99.121 ng/ml (SD±8.5172); and severe 171.779 ng/ml (SD±49.9694). Post hoc analytic revealed that there were statistically differences of MDA level in all stages (mild-moderate p=0.002; mild-severe p=0.000; moderate-severe p=0.000). Conclusions: This research revealed that oxidative stress plays a role in AV pathogenesis. Lipid peroxidation process in sebum produced lipid oxidant that could induce inflammatory process in sebaseous gland via Peroxisome Proliferator-Activated Receptor  (PPAR).  
Three Different Genotyping of Mycobacterium leprae in a Family: A Case Report Renata Mayangsari; M. Yulianto Listiawan
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 27 No. 3 (2015): BIKKK DESEMBER 2015
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1022.307 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V27.3.2015.232-238

Abstract

Background: Indonesia is the third country with the highest prevalence of leprosy worldwide after India and Brazil. The risk of transmission is higher in household contacts, siblings, and neighborhoods. Purpose: Familial leprosy due to household contacts has been considered as the main transmission in leprosy. The aim of the examination is to detect the presence of Mycobacterium leprae and analyze the variation number of TTC repeats. Case: A family, consisted of mother, 35 year-old, was diagnosed with lepromatous leprosy (LL) type and erythema nodosum leprosum (ENL) necroticans. Her husband, 36 year-old, was diagnosed with tuberculoid leprosy. Daughter, 4 year-old, was diagnosed as indeterminate leprosy due to white small patches on her left cheek, arm, and leg, but there was no complain about anesthesia. Case management: Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), histopathological examination, and polymerase chain reaction (PCR) for detection of M. leprae were performed. All of PCR results were positive. After sequencing of the TTC area, it revealed that the number of TTC repeats were different. Conclusion: Transmission from mother to others was suspected in family with leprosy living in the same house. PCR examination revealed 16 times TTC repeats on mother, 18 times on father, and 13 times on daughter. It was proven that infection of M. leprae originated from different genomes, which means different source of infection.
Perbandingan Terapi Kombinasi Laser CO2-Injeksi Triamsinolon dengan Injeksi Triamsinolon Monoterapi pada Keloid Brama Rachmantyo; M. Yulianto Listiawan; Dwi Murtiastutik; Willy Sandhika
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 2 (2018): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.627 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.2.2018.128-137

Abstract

Latar Belakang: Keloid adalah hiperplasia jinak dari jaringan fibrosa kulit. Gambaran histopatologi menunjukkan fibroblas dan serat kolagen yang berlebih. Prevalensi pasien keloid di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah 1,4% (tahun 2013), 1,6% (tahun 2014), dan 1,5% (tahun 2015). Angka kekambuhan keloid pascaterapi injeksi triamsinolon mencapai 33% dalam 1 tahun. Laser CO2 dengan mode kontinu yang diikuti dengan injeksi triamsinolon memiliki efektifitas yang lebih baik dibanding injeksi triamsinolon monoterapi, dengan angka kekambuhan 15,4%. Laser CO2 mode fraksional memiliki masa penyembuhan lebih cepat daripada mode kontinu, karena ablasi terbatas hanya pada microscopic treatment zone (MTZ). Terapi kombinasi laser CO2 fraksional dan injeksi triamsinolon memadukan efek fototermolisis selektif dan efek antimitotik. Tujuan: Mengetahui efektifitas terapi kombinasi laser CO2 fraksional dan injeksi triamsinolon terhadap pasien keloid. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis terbuka yang membandingkan terapi kombinasi laser CO2 fraksional dan triamsinolon asetonid intralesi (perlakuan) dengan terapi tunggal triamsinolon intralesi (kontrol) pada pasien keloid. Hasil: Penelitian ini melibatkan 26 pasien keloid, 13 pasien kelompok kontrol dan 13 pasien kelompok perlakuan. Penurunan tinggi keloid yang signifikan terjadi pada kelompok kontrol dan perlakuan (p=0,005 dan p=0,000), tetapi selisih penurunan tinggi keloid antara kedua kelompok tidak signifikan (p=0,598). Penurunan kepadatan fibroblas pada kelompok kontrol terjadi secara signifikan (p=0,016), tetapi pada kelompok perlakuan meningkat tidak signifikan (p=0,958). Peningkatan kepadatan fibroblas dapat dikarenakan penyusutan kolagen, sehingga fibroblas tampak semakin padat. Simpulan: Terapi injeksi triamsinolon asetonid yang dikombinasi dengan laser CO2 fraksional belum memberikan dampak yang lebih baik daripada terapi tunggal injeksi triamsinolon.
Peningkatan Jumlah Protein S100 pada Vitiligo setelah Terapi Narrowband-Ultraviolet B Putri Hendria Wardhani; M. Yulianto Listiawan; Linda Astari
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 2 (2018): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.393 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.2.2018.117-120

Abstract

Latar Belakang: Vitiligo adalah penyakit depigmentasi yang paling sering dijumpai dengan manifestasi klinis berupa makula berwarna putih susu berbatas tegas, dengan patogenesis kompleks yang belum dipahami dengan baik sehingga evolusi penyakit tidak dapat diprediksi dan hasil terapi seringkali tidak memuaskan. Sampai sekarang Narrowband-Ultraviolet B (NB-UVB) dianggap sebagai pengobatan vitiligo yang paling efektif dan aman. Evaluasi terapi dengan melihat jumlah melanosit melalui pemeriksaan imunohistokimia protein S100 akan menjadi lebih objektif dan akurat. Tujuan: Untuk membandingkan jumlah protein S100 pada pasien vitiligo sebelum dan setelah terapi NB-UVB. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen analitik komparatif dengan menggunakan metode pre-post test yang membandingkan protein S100 pada pasien vitiligo sebelum dan setelah mendapatkan terapi NB-UVB yang dilakukan di Unit Rawat Jalan, RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Dua belas sampel kasus yang didiagnosis vitiligo diobati dengan terapi NB-UVB dua kali seminggu sampai 8 kali terapi. Dosis awal adalah 200 mJ dan secara bertahap meningkat 20% setiap terapi. Dilakukan biopsi sebelum dan setelah terapi dan kemudian protein S100 dibandingkan dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia. Hasil:  Terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah protein S100 pada vitiligo sebelum dan setelah terapi NB-UVB dengan nilai p=0,002 (p=<0,05). Simpulan: Pemeriksaan imunohistokimia protein S100 berguna sebagai indikator keberhasilan terapi pada vitiligo.
Efek Penambahan Fototerapi Sinar Biru Terhadap Manifestasi Klinis Akne Vulgaris Derajat Sedang Dhyah Aksarani Handamari; M. Yulianto Listiawan; Linda Astari
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 3 (2018): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.746 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.3.2018.185-192

Abstract

Latar Belakang: Penggunaan terapi lini pertama pada akne vulgaris (AV) kadang memberikan hasil yang kurang memuaskan dan juga menimbulkan efek samping.Banyak peneliti melaporkan respons positif pasien AV sedang (AVS) yang diobati dengan fototerapi sinar biru. Penggunaan fototerapi sinar biru menurunkan prosentase jumlah lesi lebih besar dibandingkan tanpa fototerapi.Tujuan: Membuktikan efek penambahan fototerapi sinar biru terhadap manifestasi klinis AVS. Metode: Desain penelitian adalah eksperimental analitik dengan menggunakan metode uji klinis terkontrol, pemilihan pasangan serasi, dan desain paralel yang membandingkan penambahan fototerapi sinar biru terhadap terapi standar (kontrol) akne vulgaris derajat sedang. Subjek penelitian adalah semua pasien AVS yang memenuhi kriteria, yang datang berobat di Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Kosmetik RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada Desember 2017 sampai Februari 2018. Hasil: Efek penambahan fototerapi sinar biru terhadap penurunan jumlah komedo dan  papul/pustul pada AVS tidak berbeda bermakna dibandingkan tanpa penambahan fototerapi sinar biru, namun berbeda bermakna pada penurunan jumlah nodul. Efek penambahan fototerapi sinar biru terhadap penurunan porfirin dan jumlah sebum pada AVS tidak berbeda bermakna dibandingkan tanpa penambahan fototerapi sinar biru, namun berbeda bermakna pada penurunan jumlah pori-pori. Simpulan: Penambahan fototerapi lebih baik pada lesi inflamasi dan membantu penurunan jumlah pori pasien AV.
Pengaruh Vitamin D3 pada Dermatitis Atopik Anak di Indonesia Yuli Wahyu Rahmawati; Iskandar Zulkarnain; M Yulianto Listiawan; Trisniartami Setyaningrum; Irmadita Citrashanty; Lisa Aditama; Christina Avanti
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.837 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.2.2019.123-129

Abstract

Latar Belakang: Vitamin D berperan pada homeostasis dan metabolisme kalsium. Selain fungsi tersebut, vitamin D juga berperan penting pada sistem kekebalan tubuh. Peran vitamin D terhadap sistem kekebalan tubuh telah diteliti akhir–akhir ini dengan penemuan reseptor vitamin D (VDR) pada jenis sel yang berbeda. Reseptor vitamin D telah diidentifikasi pada hampir semua sel sistem kekebalan termasuk sel T, sel B, neutrofil, makrofag, dan dendritic cell (DC). Penelitian yang menghubungkan kekurangan vitamin D dengan peningkatan risiko keganasan (terutama kolorektal), dermatitis atopik (DA), autoimun, infeksi, dan kardiovaskular banyak dilakukan pada dekade terakhir ini. Di antara faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis DA, kekurangan vitamin D pada pasien DA  menjadi topik yang penting saat ini. Tujuan: Mengetahui pengaruh vitamin D3 pada pasien DA anak. Metode: Penelitian cohort pada pasien DA anak yang memenuhi kriteria inklusi yang diberikan sirup vitamin D3 selama 28 hari, kemudian dilakukan pengukuran kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah pemberian vitamin D3. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum dan setelah pemberian vitamin D3 pada pasien DA anak, dengan nilai p=0,0001. Simpulan: Vitamin D3 dapat menurunkan kolonisasi Staphylococcus aureus pada pasien DA anak.
Evaluasi Penggunaan Terapi Topikal Tretinoin 0,1% pada Striae Albae Densy Violina Harnanti; M Yulianto Listiawan; Linda Astari; Willy Sandhika
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.9 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.2.2019.98-103

Abstract

Latar belakang: Striae distensae (SD) adalah jaringan parut linier pada epidermis dan dermis akibat peregangan kulit yang melebihi batas elastisitasnya. Striae albae (SA) ditandai dengan garis hipopigmentasi dan terjadinya atrofi pada epidermis dan dermis. Hal tersebut dapat mengganggu fungsi sawar kulit bahkan gangguan transepidermal water loss (TEWL). Tujuan: Mengevaluasi perubahan klinis dan luas kolagen pasien SA sebelum dan setelah  terapi  tunggal krim tretinoin 0,1% selama 3 bulan. Metode: Penelitian eksperimental analitik yang membandingkan perubahan klinis dan persentase luas kolagen pasien SA sebelum dan setelah  terapi  tunggal krim tretinoin 0,1% selama 3 bulan di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Kosmetik dan Tumor Bedah Kulit Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)  Dr. Soetomo Surabaya. Hasil: Panjang lesi SA sebelum dan setelah terapi krim tretinoin 0,1% tidak didapatkan perbedaan bermakna (p=0,341), begitu pula lebar lesi SA sebelum dan setelah terapi juga tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,341). Persentase luas  kolagen sebelum dan setelah terapi krim tretinoin 0,1% didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,0001). Visual Analog Scale (VAS) Improvement grade dengan skala 2 didapatkan pada 10 (90,9%) sampel penelitian sedangkan skala 3 didapatkan pada 1 (9,1%) sampel penelitian. Hasil penilaian VAS patient satisfaction grade didapatkan 10 (90,9%) sampel penelitian memberikan skala 6 dan 1 (9,1%) memberikan skala 7. Simpulan: Penggunaan krim tretinoin 0,1% pada SA selama 3 bulan tidak menunjukkan perubahan klinis yang bermakna, tetapi dapat meningkatkan persentase luas kolagen secara bermakna. 
Hubungan Kadar Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) dengan Indeks Bakterial (IB) pada Pasien Kusta Baru Tipe Multibasiler (MB) tanpa Reaksi Maria Ulfa Sheilaadji; M. Yulianto Listiawan; Evy Ervianti
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 3 (2019): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.176 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.3.2019.100-109

Abstract

Latar Belakang: Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M. leprae).  Tubuh memiliki beberapa mekanisme pertahanan untuk menghadapi infeksi bakteri M. leprae, diantaranya melalui scavenging dari radikal bebas, antioksidan enzimatik merupakan garis pertahanan pertama melawan reactive oxygen species (ROS). Superoxide dismutase (SOD) adalah salah satu enzim antioksidan utama yang menangkal radikal bebas. Terdapat perburukan status antioksidan pada pasien kusta yang berkorelasi dengan indeks bakterial (IB) dan spektrum kusta. Tujuan:  Mengevaluasi hubungan antara kadar SOD dengan IB pada pasien kusta baru tipe multibasiler (MB) tanpa reaksi. Metode: Penelitian ini merupakan rancangan penelitian analitik observasional potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar SOD dengan IB pada pasien kusta baru tipe MB tanpa reaksi. Hasil: Rerata kadar SOD pada semua pasien 86,02±17,89. Kadar SOD pada IB negatif lebih rendah dibandingkan kadar SOD pada IB +1 sampai +3. Kadar SOD tertinggi didapatkan pada IB +1, dengan median IB 0 = 82,20, IB +1 = 92,10, IB +2 = 85,75 dan IB +3 = 82,94. Hasil uji korelasi menunjukkan tingginya kadar SOD tidak disertai dengan rendahnya nilai IB sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar SOD dengan berbagai nilai IB dengan p = 0,909 (p>0,05) r= -0,022. Simpulan: Hasil uji korelasi menunjukkan tingginya kadar SOD tidak disertai dengan rendahnya nilai IB dan penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar SOD dengan nilai IB.
Co-Authors Ade Fernandes Afif Hidayati Afif Nurul Hidayati Afif Nurul Hidayati, Afif Nurul Agnes Sri Siswati Alpha Fardah Athiyyah Amanda Gracia Manuputty Anak Agung Gede Sugianthara Anang Endaryanto Anggaraeni, Sylvia Anggraen, Sylvia Anggraeni, Sylvia Anum, Qaira Ardhiah Iswanda Putri Arifin Saiboo, Alvian Arisia Fadila Arisia Fadila Ariyati Yosi Astindari Astindari Astindari Astindari Astindari Astindari Astindari, Astindari Bagus Haryo Kusumaputra Bagus Haryo Kusumaputra Bagus Haryo Kusumaputra Bagus Haryo Kusumaputra, Bagus Haryo Bernadya Yogatri Anjuwita Bintanjoyo, Lunardi Brama Rachmantyo Brigita Ika Rosdiana Budi Prasetyo Budi Utomo Budi Utomo Budi Utomo Budiono Budiono Budiono Budiono Chesia Christiani Liuwan Chesia Christiani Liuwan Christina Avanti Christina Avanti Cindy Fransisca, Cindy CITA ROSITA S. PRAKOESWA Cita Rosita Sigit Prakoeswa Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Denisa, Medhi Densy Violina Harnanti Desiana Widityaning Sari Dhelya Widasmara Dhyah Aksarani Handamari Dhyah Aksarani Handamari Diah Mira Indramaya Dian Pertiwi Habibie Diana Kartika Sari DINAR ADRIATY Dominicus Husada Dwi Murtiastutik Dyah Ayu Pitasari Eliza Miranda Ellenita Soebakti Endang Wahyu Fitriani Erwin Astha Triyono Esti Hendradi Eva Lydiawati Evy Ervianti Fadila, Arisia Fajrin, Farah Meriana Farah Meriana Fajrin Farhat Surya Ningrat Fifa Argentina Flora Ramona Sigit Prakoeswa Geani, Silvani Githa Rahmayunita Hamidah Luthfidyaningrum Hardyanto Soebono Hari Basuki Notobroto Harningtyas, Citra Dwi Hartanto, Felix Henry Wan-Peng Lim Herwinda Brahmanti Indah Purnamasari Indah Purnamasari Indramaya, Diah Indraswari, Anindia INDROPO AGUSNI Ingrid Suryanti Suryono Irmadita Citrashanty Irmadita Citrashanty Irmadita Citrashanty Irmadita Citrashanty Irmadita Citrashanty Irmadita Citrashanty, Irmadita Iskandar Zulkarnain Iskandar Zulkarnain ISWAHYUDI ISWAHYUDI Jayawarsa, A.A. Ketut Kartika Paramita Kartini Hasballah Kurniati Kurniati Kurniati Kurniati Kurniati Kurniati Kusmarinah Bramono Lim, Henry W Linda Astari, Linda Lisa Aditama, Lisa Liuwan, Chesia Christiani Lubis, Ramona Sari Luh Made Mas Rusyati Lunni Gayatri Lunni Gayatri, Lunni Lydiawati, Eva Made Putri Hendaria Mamuaja, Enricco Hendra Mappamasing, Hasnikmah Maria Ulfa Sheilaadji Marina Rimadhani Maya Wardiana Maylita Sari Maylita Sari Maylita Sari Maylita Sari Maylita Sari, Maylita Medhi Denisa Medhi Denisa Alinda, Medhi Denisa Meita Ardini Pratamasari Meita Ardini Pratamasari, Meita Ardini Menul Ayu Umborowati, Menul Ayu Miranda, Eliza Moreau de Montcheuil, Eloïse Muchtar, Vitayani Mulianto, Nur Rachmat Netty Sukmawati, Netty Novianti Rizky Reza Nurtami Nurtami, Nurtami Pepy D. Endraswari Pepy Dwi Endraswari, Pepy Dwi Prakoeswa, Cita Rosita Pramitha, Riezky Januar Pratiwi, Karina Dyahtantri Priangga Adi Wiratama Putri Halla Shavira Putri Hendria Wardhani R.A. Astrid Putri Wandhita Rahmadewi Rahmadewi Rahmadewi Rahmadewi Ratana, Heng RATNA WAHYUNI Rebekah Setiabudi, Rebekah Regitta Indira Regitta Indira Agusni Renata Mayangsari Renni Yuniati Retha Retha Ridha Ramadina Widiatma Rinasari, Umi Riyana Noor Oktaviyanti Rozita Maharani, Dinda Rubianti, Marissa Astari Sandra Widaty Sandra Widaty Santi Martini Santoso, Rachmat Sawitri Sawitri Sawitri Sawitri Sawitri Sawitri Sawitri Sawitri Septiana Widyantari setiawan, rhadeya SHINZO IZUMI Silvani Geani Sirithida, Chukmol Sofia Sofia, Sofia Sri L. Menaldi Tanojo, Natalia Tengku Riza Zarzani N Tjokorde Istri Nindya Vaniary Trisniartami Setyaningrum Vannda, Sou Veithzal Rivai Zainal Verschoore, Michele Vidyani Adiningtyas Vortey, Hak Wahyu Lestari Widyantari, Septiana Willy Sandhika Winnugroho Wiratman, Manfaluthy Hakim, Tiara Aninditha, Aru W. Sudoyo, Joedo Prihartono Yoana Fransiska Wahyuning Christi Yohanes Aditya Adhi Satria Yosi, Ariyati Yuindartanto, Andre Yuli Wahyu Rahmawati