Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

Behavior of Following Health Protocols (Keeping Distance, Washing Hands and Wearing Masks) as a Form of State Defense in the Era of COVID-19 Hanna Wijaya; Slamet Tri Wahyudi; Yohanes Firmansyah
Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 1 No. 3 (2021): Cerdika: Jurnal Ilmiah indonesia
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4207.59 KB) | DOI: 10.59141/cerdika.v1i3.9

Abstract

COVID-19 has become one of the problems that attacks all elements of national and state life. The effects of the COVID-19 Pandemic are not only related to health, but also attack the social aspects and resilience of a country. It is not surprising that the COVID-19 Pandemic can be classified as a non-military threat to a nation. This paper discusses the role of society through attitudes towards State defense such as Following Health Protocols (Keeping Distance, Washing Hands and Wearing Masks) as a Form of State Defense in the Era of COVID-19. This research is a literature review study that discusses social issues using 3 types of approaches, namely the statute approach, conceptual approach, and case approach. The results of this study reveal that we need to adjust to new behaviors in order to be healthier, safer, and more compliant. We need to use all tools available to motivate citizens. The role of the community in breaking the chain of transmission of the disease COVID-19 (risk of contracting and transmission) must be carried out by implementing a number of health protocols. The conclusion of this study is that COVID-19 has become a very big problem for all countries, forcing the security of the state. The main thing the community can do to combat a disease is with the Following Health Protocols such as Keeping Distance, Washing Hands and Wearing Masks.
PROBLEMS OF THE SETTLEMENT OF STATE LOOTED GOODS IN THE CRIMINAL ACT OF CORRUPTION AND MONEY LAUNDERING AT PT ASURANSI JIWASRAYA Yully Lestari Tasdikin; Slamet Tri Wahyudi
Indonesian Journal of Multidisciplinary Science Vol. 1 No. 10 (2022): Indonesian Journal of Multidisciplinary Science
Publisher : International Journal Labs

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (999.931 KB) | DOI: 10.55324/ijoms.v1i10.186

Abstract

The Indonesian criminal law system has not been optimal in making the recovery of assets resulting from crimes that are not the target/focus of criminal law material because the current criminal law related to the recovery of assets resulting from crimes is only symbolic in its implementation so that the consequences for the interests of recovering the impact of crimes are regulated indirectly. and is abstract. The purpose of this study was to determine, analyze and describe the application of the authority of the Asset Recovery Center (PPA) in the settlement of state confiscations in the corruption and money laundering cases of PT Asuransi Jiwasraya (Persero). This thesis research is included in the type of normative juridical research. Normative juridical research is research in which the law is conceptualized as what is written in the legislation (law in books) or the law is conceptualized as a rule or norm which is a benchmark for human behavior that is considered appropriate. The results of the Asset Recovery Center can receive and carry out asset recovery requests from other Ministries/Agencies with the approval of the Attorney General. Therefore, the Asset Recovery Center supports the execution of state booty in the corruption and money laundering cases of PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Uang Sirih Pinang Sebagai Modus Operandi Perdagangan Orang Terhadap Anak Angelie Angelie; Slamet Tri Wahyudi
Jurnal Ius Constituendum Vol 8, No 3 (2023): OCTOBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v8i3.6976

Abstract

Tujuan penelitian ialah untuk mengkaji penggunaan modus operandi uang sirih pinang dalam tindak pidana perdagangan orang terhadap anak dengan Nusa Tenggara Timur sebagai daerah acuan. Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu provinsi dengan tindak pidana perdagangan orang paling tinggi serta daerah utama asal korban karena dimanfaatkan oleh para calo pekerja migran ilegal untuk merekrut masyarakat yang ingin bekerja diluar negeri dengan iming-iming kemudahan proses bekerja hingga penggunaan uang sirih pinang sebagai modus operandi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yakni metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Kebaruan pada penelitian yakni dalam mengkaji modus operandi uang sirih pinang yang digunakan para pelaku dalam tindak pidana perdagangan orang terhadap anak di Nusa Tenggara Timur menggunakan tradisi sirih pinang sehingga perlu pembatasan antara budaya yang ada dengan hukum yang berlaku. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa maraknya penggunaan uang sirih pinang sebagai modus operandi perdagangan orang terhadap anak di Nusa Tenggara Timur tidak lepas dari belum maksimalnya peran aparat penegak hukum dalam memerangi kejahatan luar biasa ini baik dari segi peraturan yang belum mengakomodasi permasalahan yang ada, kurangnya SDM dalam pengawasan dokumen migrasi serta rendahnya pemahaman masyarakat terkait bahaya modus operandi uang sirih pinang dan batasan budaya yang harus dilestarikan.
Optimalisasi Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Memfasilitasi Pemberian Kompensasi Terhadap Korban Terorisme Ratri, Adinda Kusumanig; Wahyudi, Slamet Tri
Bacarita Law Journal Vol 5 No 1 (2024): Agustus (2024) BACARITA Law Journal
Publisher : Programs Study Outside the Main Campus in Law Pattimura University ARU Islands Regency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/bacarita.v5i1.12973

Abstract

This research aims to examine the role of the Witness and Victim Protection Agency (LPSK) as a facilitator in providing compensation for victims of terrorism and to analyze the implementation of compensation for victims of terrorism. This research is motivated by the fact that LPSK has not been optimal in exercising its authority as a facilitator in providing compensation to victims of terrorism. The research method used is normative juridical through statute approach, namely Terrorism Law and Victim Witness Protection Law and conceptual approach. The novelty in this research is to complement the studies conducted in previous studies that analyzed using Law Number 5 of 2018 concerning Eradication of the Crime of Theorism, in this study comparing the Terrorism Law with Law Number 31 of 2014 concerning Witness and Victim Protection. As well as examining the provision of compensation to Victims of Past Terrorism (KTML). Based on the results of the research, it is concluded that LPSK has not been optimal in exercising its authority as a facilitator of compensation for victims of terrorism. However, LPSK has a breakthrough mechanism.
Politik Kriminal Optimalisasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Revenge Porn Veronica Agustina Darida; Slamet Tri Wahyudi
Jurnal Interpretasi Hukum Vol. 5 No. 1 (2024): Jurnal Interpretasi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/juinhum.5.1.8502.889-902

Abstract

Pornografi balas dendam atau revenge porn sedang marak terjadi, dan banyak anak dibawah umur sebagai korbannya. Revenge porn adalah tindak pidana pornografi motif balas dendam pelaku kepada korban dengan menyebarluaskan konten asusilanya di sosial media. Optimalisasi perlindungan hukum kepada anak korban revenge porn sangat diperlukan mengingat anak adalah sosok yang lemah, dan dampak negatif yang ditimbulkan akan sangat menggangu kesehatan fisik seperti rasa lelah dan tegang otot akibat cemas berlebih, serta terganggunya psikologis anak yang menimbulkan stress berlebih dan trauma berat. Revenge porn pada anak akan mengganggu kelanjutan hidup anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum bagi anak sebagai korban revenge porn dalam peraturan perundang-undangan, khususnya UU TPKS. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang dikaji menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Hasil penelitian ini diketahui, terdapat beberapa tantangan dalam ketentuan UU TPKS yang dapar menjadi hambatan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap korban revenge porn. Diperlukan pelaksanaan politik criminal untuk mengoptimalisasikan perlindungan hukum terhadap korban revenge porn, terutama anak. Politik kriminal terdiri dari kebijakan penal dan kebijakan non-penal. Dengan mengimplementasikan setiap ketentuan hukum yang mengatur revenge porn, disertai dengan pelaksanaan dari politik kriminal merupakan bentuk pencegahan terjadinya revenge porn, dan sebagai bentuk optimalisasi perlindungan hukum terhadap korban revenge porn, terutama pada anak dibawah umur.
Problematika Penerapan Kebijakan Rehabilitasi Dan Kompensasi Terhadap Narapidana Korban Salah Tangkap Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Maulidah, Ayi Safitri; Wahyudi, Slamet Tri
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 1 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v9i1.372

Abstract

Abstrak Adanya kelalaian dalam proses penegakan hukum di Indonesia menyebabkan seseorang yang tidak bersalah menjadi bersalah, sehingga mengakibatkan hilangnya hak-hak asasi pada diri narapidana korban salah tangkap. Dalam hal mengembalikan hak-hak tersebut, Negara memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab dengan cara memberikan kebijakan rehabilitasi dan kompensasi kepada narapidana korban salah tangkap yang diatur dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 97 KUHAP dan PP RI No. 27 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP RI No. 92 Tahun 2015. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan studi kepustakaan dan pendekatan undang-undang serta pendekatan konsep. Pembahasan ini menghasilkan analisis tentang praktik pemberian kebijakan rehabilitasi dan kompensasi, dimana Negara masih belum dapat merealisasikannya dengan maksimal, karena memiliki proses yang sulit dan memakan waktu yang lama. Sehingga hak asasi narapidana korban salah tangkap belum bisa terpenuhi secara menyeluruh meskipun peraturan perundang-undangan tersebut sudah bagus dan jelas mencerminkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang dibuat sebagai bentuk tanggung jawab negara atas kegagalan hukum yang disebabkan oleh kelalaian oknum penegak hukum. Dalam pemberian kebijakan kompensasi, Indonesia dapat mencontoh kebijakan di Negara Belanda berupa transparansi hukum terkait kasus salah tangkap dan kinerja aparat penegak hukum, serta terkait jangka waktu permohonan pengajuan kompensasi. Kemudian Indonesia juga dapat mencontoh Jepang dalam hal proses pencairan dana kompensasi secara cepat, tunai, dan langsung. Kata kunci: Narapidana korban salah tangkap, Rehabilitasi, Kompensasi, Hak Asasi Manusia. Abstract Negligence in the process of law enforcement in Indonesia causes an innocent person to be guilty, resulting in the loss of human rights to the convicted victim of wrongful arrest. In the event of restoring these rights, the State has an obligation to be responsible by providing rehabilitation and compensation policies to inmates of mis-arrest victims stipulated in Article 95 to Article 97 of the Criminal Code and PP RI No. 27 of 1983 as amended by PP RI No. 92 of 2015. This paper used normative juridical law research methods with literature studies and legal approaches as well as concept approaches. This discussion resulted in an analysis of the practice of providing rehabilitation and compensation policies, which the State still could not realize to the maximum, because it has a difficult and time-consuming process. So that the human rights of prisoners wrongfully arrested victims can not be met thoroughly even though the legislation is good and clearly reflects the values of Human Rights made as a form of state rights of prisoners wrongfully arrested victims can not be met thoroughly even though the legislation is good and clearly reflects the values of Human Rights made as a form of state responsibility for legal failures caused by negligence of law enforcement personnel. In granting the compensation policy, Indonesia can follow The Netherlands in the form of legal transparency related to cases of misapproanation and the performance of law enforcement officers, as well as related to the period of application for compensation. Then Indonesia can also follow Japan in terms of the process of disbursement of compensation funds quickly, cash, and directly. Keywords: an Innocent Peson, Rehabilitation, Compensation, Human Rights
PEMANFAATAN PROGRAM ARTIFICIAL INTELLIGENCE DALAM MENANGKAL TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Prima Kania, Yohanna Putri; Tri Wahyudi, Slamet
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 4 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i04.p20

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengkaji kendala penanggulangan terhadap tindak pidana perdagangan orang di Indonesia serta pemanfaatan program artificial intelligence sebagai solusi dalam menangkal tindak pidana tersebut. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan konseptual (conceptual approach). Hasil studi menunjukkan bahwa upaya penanggulangan tindak pidana perdagangan orang yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum melalui diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta adanya pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO belum cukup efektif untuk diterapkan di Indonesia dikarenakan adanya kendala maraknya pemalsuan data dan dokumen terhadap paspor calon pekerja migran. Dalam mengatasi kendala tersebut, dibutuhkan adanya upaya dengan melakukan pemanfaatan kecanggihan teknologi inovasi melalui pengembangan platform data suatu program artificial intelligence dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mendeteksi dan mencegah terjadinya kejahatan human trafficking, khususnya pendeteksian terhadap pemalsuan data dan dokumen pada paspor calon pekerja migran. The purpose of this study is to examine the obstacles to overcoming the criminal act of human trafficking in Indonesia and the use of artificial intelligence programs as a solution in preventing this criminal act. This study uses normative legal research methods with a statutory and conceptual approach. The results of the study show that efforts to overcome the crime of trafficking in persons that have been carried out by the government and law enforcement officials through the issuance of Law Number 21 of 2007 concerning the Eradication of the Crime of Trafficking in Persons, as well as the formation of a Task Force for the Prevention and Handling of TIP are not effective enough to be implemented in Indonesia due to the problem of widespread falsification of data and documents in the passports of prospective migrant workers. In overcoming these obstacles, efforts are needed to utilize sophisticated technological innovation through the development of a data platform, an artificial intelligence program that can improve the ability of the government and law enforcement officials to detect and prevent human trafficking crimes, especially detecting falsification of data and documents in the passports of prospective migrant workers.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENGUNTIT YANG MEMILIKI GANGGUAN KEJIWAAN Umam, Fathya Chalida; Tri Wahyudi, Slamet
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 5 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i05.p05

Abstract

Peraturan mengenai perbuatan menguntit belum diatur secara eksplisit di Indonesia, terutama bagi pelaku yang memiliki gangguan kejiwaan. Untuk itu maka penting untuk mengkaji dan menganalisis mengenai parameter pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penguntit yang memiliki gangguan kejiwaan serta upaya pencegahannya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, penerapan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penguntit yang memiliki gangguan kejiwaan memang merujuk pada Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, namun penilaian terkait parameter kemampuan bertanggungjawab seseorang sepenuhnya didasarkan dari pembuktian di persidangan yang kemudian membentuk keyakinan hakim. Adapun untuk menghindari terjadinya tindakan penguntitan, perlu dilakukan upaya pencegahan yakni dengan tidak memberikan informasi pribadi pada orang yang tidak dikenal dan membatasi respon pembicaraan pada orang yang baru dikenal. Upaya pemulihan juga perlu dilakukan yaitu melalui pembaharuan kebijakan hukum pidana yang dapat dirumuskan di masa yang akan datang, sehingga tindakan penguntitan dapat diakomodir lebih jelas dan tegas. Regulations regarding the act of stalking have not been explicitly regulated in Indonesia, especially for perpetrators who have mental disorders. For this reason, it is important to examine and analyze the parameters of criminal liability for stalkers who have mental disorders and efforts to prevent them. This research is a normative juridical research using statutory approach and conceptual approach. The data collected is secondary data which is analyzed using qualitative analysis method. Based on the results of this study, the application of criminal liability against stalkers who have mental disorders does refer to Article 44 of the Criminal Code, but the assessment related to the parameters of a person's ability to be responsible is entirely based on evidence at trial which then forms the judge's conviction. As for avoiding the occurrence of stalking, prevention efforts need to be made, namely by not providing personal information to unknown people and limiting conversation responses to new people. Remedial efforts also need to be made, namely through the reform of criminal law policies that can be formulated in the future, so that the act of stalking can be accommodated more clearly and firmly.
POLITIK KRIMINAL SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERHADAP PENYALAHGUNAAN KOPERASI DENGAN MODUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Nursafitri, Tika; Tri Wahyudi, Slamet
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 9 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i09.p03

Abstract

Studi ini dibuat sebagai pengkajian mengenai alasan penting adanya politik kriminal sebagai cara untuk mencegah penyalahgunaan koperasi sebagai modus tindak pidana pencucian uang serta bagaimana langkah ideal sebagai langkah pencegahan pidana pencucian uang dalam Koperasi. Pengkajian tulisan dilakukan dengan penelitian hukum yuridis normative, yang kemudian dengan menggunakan pendekatan Undang-undang, dianalisis dengan kualitatif. Kesimpulan dari hasil kajian penelitian ini adalah eksistensi peraturan hukum belum bisa menanggulangi dan mencegah adanya tindak pidana pencucian uang dalam koperasi, sehingga pemerintah patut membenahi undang-undang yang berlaku terkait peraturan koperasi dan melakukan langkah preventif seperti meningkatkan pelatihan dan pengawasan This study was made as an assessment of the important reasons for criminal politics as a way to prevent cooperative abuse as a mode of money laundering and how to take ideal steps as a measure to prevent money laundering in cooperatives. The review of writing is carried out by normative juridical legal research, which then using the legal approach, is analyzed qualitatively. The conclusion of the results of this research study is that the existence of legal regulations has not been able to overcome and prevent money laundering in cooperatives, so the government should improve applicable laws related to cooperative regulations and take preventive steps such as increasing training and supervision.
FORMULASI KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PRODUSEN BAHAN KOSMETIK YANG MENGGUNAKAN ANIMAL TESTING Malik, Karima Syahda; Tri Wahyudi, Slamet
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 8 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i08.p24

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengkaji alasan dibutuhkannya pengkriminalisasian bagi produsen kosmetik yang menggunakan animal testing, karena adanya kekosongan hukum terkait perlindungan hewan uji coba. Pengkajian dilakukan menggunakan penelitian hukum normative dengan bahan sekunder yang diperoleh dari kepustakaan. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah pengkriminalisasian kepada produsen kosmetik yang menggunakan animal testing harus dilakukan karena adanya penganiayaan hewan dalam animal testing dan penganiayaan hewan merupakan hal yang dilarang oleh undang-undang. Pengriminalisasian tindakan animal testing dapat dilakukan dengan cara penambahan pasal baru berupa pasal pemidanaan terhadap produsen kosmetik yang menggunakan animal testing dalam UU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan atau dengan adanya regulasi berupa UU baru yang mengatur tentang kosmetik. This study aims to examine the urgent reasons for criminalize cosmetics manufacturers who use animal testing, due to the legal vacuum related to the protection of animal testing. The study was conducted Utilizing normative legal research alongside secondary sources acquired from literature. The conclusion of the research is that criminalization of cosmetics manufacturers who use animal testing must be done because of animal abuse in animal testing and animal abuse is prohibited by law. The criminalization of animal testing can be done by adding a new article in the form of a criminal article against cosmetics manufacturers who use animal testing in the Animal Husbandry and Animal Health Law or with a new law governing cosmetics.